BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Industri jasa pelayanan kesehatan di Indonesia telah berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir, diwarnai dengan munculnya berbagai tipe rumah sakit, klinik dan pusat layanan kesehatan lainnya, baik yang sederhana maupun yang modern, dari dalam maupun luar negeri. Menyikapi persaingan global, dengan masyarakat yang berpikiran global dan standar kualitas yang tinggi. Saat ini salah satu isu sentral dalam meningkatkan mutu dan kunjungan pasien di suatu rumah sakit adalah jasa pelayanan. Untuk dapat bersaing dengan rumah sakit lainnya, maka suatu rumah sakit harus meningkatkan kepuasan pasiennya. Menurut Don, P dan Martha, R dalam Kotler dan Keller (2009:134) satusatunya nilai yang dapat diciptakan perusahaan adalah nilai yang berasal dari pelanggan, nilai yang dimiliki sekarang adalah nilai yang akan dimiliki masa depan. Menciptakan pelanggan yang loyal adalah inti dari setiap bisnis, usaha manajemen rumah sakit agar dapat menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama, akan memberikan dampak yang besar terhadap citra pelayanan suatu rumah sakit. Menurut Petersen et al., (2005) perusahaan dapat meningkatkan kualitas jasa mereka dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan yang berdampak pada tingkat pendapatan perusahaan.
2.1.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan merupakan kesetiaan pelanggan terhadap perusahaan yang menyediakan barang atau jasa, kepuasan pelanggan merupakan faktor yang menentukan tingkat loyalitas konsumen. Menurut Tjitono Tjiptono dalam Alamsyah (2013:28) menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersifat positif terhadap produk atau produsen dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Dari pengertian diatas maka loyalitas dapat disimpulkan sebagai suatu komitmen pelanggan karena mendapat suatu kepuasan dari pembeli yang tercermin 11
12
dengan pembelian yang berulang-ulang. Kesetiaan dan kesediaan konsumen untuk membeli suatu produk secara terus menerus pada pengecer yang sama dapat terjadi apabila
konsumen
merasa
puas
dengan
kinerja
perusahaan.
Terciptanya
kepuasapelanggan dapat memberikan manfaat diantaranya, hubungan antara perusahaan dengan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan serta akan membuat suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan.
2.1.1.1 Tahap- Tahap Loyalitas Dalam kontek bisnis, loyalitas dijelaskan sebagai keinginan konsumen untuk berlangganan pada perusahaan terus menerus membeli dan menggunakan produk dan jasa perusahaan berulang kali dan merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain. Lovelock dan Wirtz dalam Wahyuni (2009:39) mengatakan bahwa pada mulanya konsumen akan mengalami: 1. Loyalitas Kognitif (Keyakinan) Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada suatu merek atas merek yang lainnya. 2. Loyalitas Afektif (Sikap) Konsumen membangun kesukaan terhadap brand berdasarkan penggunaan yang terkumulatif. Tingakat kesukaan konsumen harus lebih tinggi daripada merek saingan, sehingga terdapat preferensi yang jelas pada merek fokal. 3. Loyalitas Konatif (Niat Konsumen Terhadap Merek) Konatif merupakan suatu niat atau komitmen untuk melaksanakan sesuatu kearah suatu tujuan tertentu. Niat mencapai fungsi berawal dari niat sebelumnya dan sikap pada masa pasca konsumsi. Maka loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. 4. Loyalitas Action (Tindakan) Pada tahap ini merupakan tahap tertinggi pada loyalitas konsumen karena tingkat kesetiaan yang sudah kuat dan ditandai dengan motivasi yang kuat dan tercermin dalam keinginan untuk melakukan tindakan dalam mengatasi segala halangan yang mungkin dapat mempersulit konsumen tersebut untuk membeli merek yang diinginkannya.
13
Konsumen yang loyal merupakan kunci sukses suatu bisnis atau usaha. Mempertahankan konsumen yang loyal memang harus mendapatkan prioritas yang paling utama daripada mendapatkan pelanggan baru. Hal ini disebabkan untuk mendapatkan pelanggan baru bukanlah hal yang mudah dan memerlukan biaya yang banyak, maka sangatlah rugi bila perusahaan melepas konsumen yang loyal atau pelanggan begitu saja.
2.1.1.2 Tipe-Tipe Loyalitas Konsumen Dari uraian diatas maka loyalitas mencakup dua komponen yang penting, yaitu berupa loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap.Kombinasi dari dua komponen tersebut akan menghasilkan empat situasi kemungkinan, yaitu: 1. No Loyalty Hal ini dapat terjadi apabila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan samasama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Menanggapi akan hal ini, maka pemasar harus tanggap dalam meningkatkan kesadaran dan preferensi konsumen melalui berbagai strategi bauran promosi, seperti menyediakan kesempatan kepada konsumen untuk mencoba produk, program diskon, kampanye promosi dan iklan. 2. Spurious Loyalty Keadaan seperti ini ditandai dengan pengaruh non sikap terhadap perilaku, seperti norma subjektif dan faktor situasional. Situasi semacam ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagi merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (dikarenakan penempatan produk yang strategis pada rak panjang, lokasi outlet dipusat perbelanjaan). 3. Latent Loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menetukan pembelian ulang. 4. Loyalty Situasi ini merupakan situasi yang ideal yang paling diharapkan para pemasar. Dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
14
Menurut Kusumawati, A (2011:78) dalam mengukur kesetiaan, diperlukan beberapa atribut yaitu : 1. Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain. 2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran. 3.Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama dalam melakukan pembelian jasa. 4. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan beberapa tahun mendatang. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan karena mendapatkan suatu kepuasan dari pembelian yang tercermin dengan pembelian yang berulang-ulang.
2.1.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan Menurut study yang dilakukan WARS (SWA, 2005) dalam Saepul Anwar, (2008:33) ada lima faktor yang menyebabkan konsumen loyal pada merek yang digunakannya yaitu: 1. Nilai merek (brand value) yaitu persepsi konsumen yang membandingkan antara biaya atau harga yang ditanggung dan manfaat yang diterimanya. 2. Karakteristik konsumen (customer characteristic) yaitu karakter konsumen dalam menggunakan merek. Kenyataannya, setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dari individu yang lainnya. 3. Hambatan pindah (switching barrier) yaitu hambatan-hambatan atau biaya yang harus ditanggung konsumen bila ia akan pindah dari suatu merek ke merek lain. 4. Kepuasan kunsumen (consumer satisfaction) yaitu berkaitan dengan pengalaman konsumen ketika melakukan kontak dengan merek yang digunakannya. 5. Linkungan yang kompetitif (competitive environment) yaitu menyangkut sejauh mana kompetitif antara merek dalam satu kategori produk.
15
Faktor Loyalitas Pelanggan Tabel 2.1 Faktor
Keterangan
Nilai Merek
Pelanggan menilai merek secara relatif di banding kompetitor, dari tiga hal yakni: harga, kualitas dan citra merek
Karakteristik Pelanggan
Berhubungan dengan perilaku dan kebiasaan pelanggan
dalam
berhubungan
dengan
mereka. Switching barrier
Hambatan yang muncul ketika pelanggan akan pindah dari satu merek ke merek yang lain, sepaerti hambatan ekonomis, psikologis, sosial, budaya.
Pengalaman pelanggan
Berhubungan dengan customer satisfaction setelah mereka merasakan kinerja yang telah diberikan.
Lingkungan yang kompetitif
Sejauh mana kompetisi yang terjadi antar merek dalam satu kategori produk.
Sumber: WARS dalam Alamsyah (2013:37)
2.1.2Pengertian Kualitas Pelayanan Jasa Menurut pendapat Chahal dan Bala (2012), kualitas layanan yang dapat menyenangkan pasien akan meningkatkan nama merek dan citra merek rumah sakit. Keberhasilan sebuah merek dalam jangka panjang tergantung pada pembeli setia, yang dalam arti sebenarnya memberikan kontribusi terhadap ekuitas merek menurut Amin (1998). Loyalitas terhadap suatu kualitas layanan yang direpresentasikan melalui pembelian ulang atas layanan tersebut memiliki hubungan yang positif dengan ekuitas merek. Menurut Kotler dan Keller (2009:65), jasa atau layanan adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Jasa dapat dikaitkan dengan produk fisik tetapi dapat juga tidak ada kaitannya.
16
Hal ini ditunjukkan dimana ketika seseorang loyal terhadap suatu merek pelayanan, maka mereka memiliki keinginan untuk membayar lebih atas layanan tersebut, dikarenakan mereka mendapatkan nilai yang bervariasi ketika mereka meraskan pelayanan tersebut yang berbeda dengan sebelumnya pernah mereka rasakan. Menurut Sureschandar dkk dalam Alamsyah (2013:27) Lima faktor kualitas pelayanan sebagai hal penting dari sudut pandang pelanggan, yaitu : 1. Pelayanan Inti Pelayanan inti meliputi isi seluruh dari suatu produk. Pelayanan inti memaparkan tentang apakah layanan itu sebuah produk pelayanan dimana fitur-fiturnya ditawarkan dalam jasa. Misalnya mempunyai berbagai variabel penunjang atau tidak. 2. Jasa Pengiriman Pelayanan Faktor ini menunjuk pada semua aspek (reability, responsiveness, assurance, empathy, moment of trust, critical incident recovery) yang akan dimasukan dalam elemen manusia pada proses penyampaian pelayanan. 3. Sistem Jasa Pengiriman Proses, prosedur, sistem dan teknologi yang akan membuat pelayanan berbeda. Konsumen akan selalu menyukai dan mengharapkan proses penyampaian pelayanan іtu terstandarisasi dan sesederhana mungkin sehingga konsumen dapat menerima pelayanan tersebut tanpa perlu bertanya lagi kepada penyedia jasa tersebut. 4. Pelayanan yang Berwujud Sifat yang nyata dari setiap fasilitas pelayanan seperti perlengkapan mesin, penampilan karyawan, dan lain-lain atau lingkungan fisik. 5. Tanggung Jawab Sosial Tanggung jawab sosial membantu perusahaan untuk mendorong perilaku etis karyawan dalam melakukan segala hal sebagai tanggung jawab sosial. Ini dapat memperbaiki image perusahaan dan secara konsisten mempengaruhi penilaian kualitas pelayanan secara keseluruhan.
17
2.1.2.1 Karakteristik Jasa Menurut Zeithaml dan Berry yang dalam Alamsyah (2013:28), secara umum jasa mempunyai beberapa karakteristik khusus dengan barang. Jasa mempunyai pengaruh besar dalam pemasarannya, yaitu tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dengan konsumsi, mempunyai variabelitas yang tinggi, tidak dapat disimpan dan tidak menyebabkan suatu kepemilikan. Menurut Tjiptono dalam Alamsyah (2013:28) Lima karakteristik pokok jasa yang membedakannya dengan produk barang. yaitu:
1. Intangibility Jasa berbeda dengan barang. jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. 2. Inseparability Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, kemudian dikonsumsi. Sedangkan jasa dijual Terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. 3. Variability Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi. 4. Perishability Persihability berarti, jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. 5. Lack of ownership Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan danmanfaat produk yang dibelinya. Pada pembelian jasa, pelanggan memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misal: kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan dan pendidikan).
2.1.2.2Tolak Ukur Kualitas Jasa Menurut Pasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Alamsyah (2013:30), ada sepuluh kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas suatu jasa (SERVQUAL), yaitu:
18
1. Fasilitas fisik (tangibles) yang dirasakan yaitu bukti fisik dari jasa bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa. 2. Keandalan (Reliability) mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). 3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 4. Kemampuan (Competency) artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 5. Tata Krama (Courtesy) meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact personel. 6. Sifat jujur (Credibility) yaitu sikap jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi, perusahaan, karakteristik pribadi, contact personel, dan intraksi dengan pelanggan. 7. Keamanan (Security) yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. 8. Akses (Access) yaitu kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi. 9. Komunikasi (Communication) artinya memberikan informasi kepada pelangan dalam bahasa yang dapat mereka paham, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 10. Perhatian pada pelanggan (Understanding the Customer) yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. Pasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Alamsyah (2013:31) menyatakan bahwa sepuluh dimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi lima dimensi yang perlu diperhatikan untuk menyatakan pengukuran kualitas jasa. Sebagai berikut : 1. Tangible (Kasat Mata) Kualitas
pelayanan
berupa
sarana
fisik
perkantoran,
komputerisasi,
administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya. 2. Reliability (Keandalan) Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.
19
3. Responsiviness (Daya Tanggap) Kesanggupan untuk membantu menyediakan secara cepat dan tepat serta tanggap pada keinginan pelanggan. 4. Assurance (Jaminan) Kemampuan dan memberikan rasa aman serta keramahan dan sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan pelanggan. 5. Empathy (Empati) Untuk mengukur kemampuan pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan karyawan.
2.1.2.3 Pengaruh Kepuasan Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan, merupakan persepsi keseluruhan konsumen tentang kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa tertentu dibandingkan dengan layanan produk lainnya. Menurut Kotler dan Keller (2009:52) kualitas pelayanan menyediakan dasar untuk diferensiasi layanan bagi perusahaan dalam hal kehandalan, responsiveness, assurance, tangibility, dan empathi dengan mengembangkan skala SERVQUAL. Kualitas layanan yang dapat menyenangkan pasien akan meningkatkan nama merek dan citra merek rumah sakit menurut Chahal dan Bala (2012). Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 Kepuasan pelayanan sangat mempengaruhi loyalitas konsumen.
2.1.3Pengertian Ekuitas Merek Dalam sebuah produk harus memiliki merek sebagai sebuah alat pembeda dengan produk lainnya. Sebuah merek akan mengidentifikasikan suatu produk dengan jelas karena dalam merek itu ada hal yang disebut dengan ekuitas merek (brand equity), yang merupakan nilai suatu merek yang bersifat intangible. Mengelola ekuitas merek dapat meningkatkan atribut keunggulan bersaing. Menurut Kotler dan Keller (2009:334) ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berfikir, merasa dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan.
20
Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Dengan demikian ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Menurut Durianto dkk dalam Kartono (2007:14) ekuitas merek disamping memberi nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk : a. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. b. Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan aset- aset merek lainnya mampu menguatkan loyalitas merek, yaitu bisa memberi alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunaan. c. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan harga premium (premium price) dan mengurang ketergantungan pada promosi. Sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi. d. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk memasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut. e. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas distribusi. Produk dengan ekuitas merek yang kuat akan dicari oleh pedagang, karena mereka yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka. f. Aset-aset ekuitas merek memberikan keuntungan kompetitif yang seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap para kompetitor.
21
2.1.3.1 Elemen-Elemen Ekuitas Merek Menurut
Aaker
dalam
Alamsyah
(2013:18)
ekuitas
merek
dapat
dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: 1. Kesadaran merek (brand awareness) Menurut Aaker dalam Alamsyah (2013:17), kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk terentu. Sedangkan menurut Durianto dkk dalam kartono (2007:15), kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagi bagian dari suatu kategori produk tertentu. Kesadaran merek (brand awareness) memiliki empat tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkat kesadaran merek yang paling rendah adalah tidak menyadari merek (Unaware of brand) dimana konsumen tidak menyadari adanya merek, pengenalan merek (brand recognition) atau disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan. Tingkatan berikut adalah tingkatan pengingat kembali merek (brand recall) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan kesadaran puncak pikiran (top of mind). Top of mind adalah kesadaran merek tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai Durianto dkk dalam Alamsyah (2013:19). Kesadaran merek memberikan nilai melalui empat cara, yaitu: a.
Jangkar Tempat Tautan Berbagai Asosiasi
Suatu merek yang kesadarannya tinggi dibenak konsumen akan membantu asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelaja merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu
22
merek rendah, maka asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.
b. Familier (Rasa suka) Jika kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek tersebut. c. Subtansi (Komitmen) Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, kometmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan distribusi yang luas, dan merek tersebut dikelola dengan baik. d. Mempertimbangkan Merek Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. 2. Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek (Brand Association) adalah segala sesuatu yang muncul dan terkait dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek. Asosiasi merek mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, harga, pesaing, selebriti, dan lain – lain. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image-nya) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut. Dalam prakteknya didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan varian dari asosiasi merek yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Berbagai nilai asosiasi merek tersebut, menurut Simamora dalam Alamsyah (2013:21) antara lain: a. Proses Penyusunan Informasi
23
Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengiktisarikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan.
b. Pembedaan Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain. c. Alasan Untuk Membeli Asosiasi merek yang berhubungan dengan atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat membeli atau menggunakan merek tersebut. d. Menciptakan Sikap Atau Perasaan Positif Asosisasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merambat pada merek yang bersangkutan. e. Landasan Untuk Perluasan Asosiasi dapat menjadi dasar perluasan sebuah merek dengan menciptakan kesan kesesuaian antara merek tersebut dan produk baru perusahaan. 3. Perluasan Kualitas (Percieved Quality) Menurut Durianto dkk dalam Alamsyah (2013:22), persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan ара yang diharapkan oleh pelanggan. Menurut Aaker dalam Alamsyah (2013:22), persepsi kualitas adalah penilaian pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi dari pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan harapan pelanggannya. Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteritik produk. Mengacu kepada pendapat David A. Garvin dalam Alamsyah (2013:23), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu: a. Kinerja, yakni melibatkan berbagai karakteritik operasional utama. b. Pelayanan, yakni mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. c. Ketahanan, yakni mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
24
d. Keandalan, yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. e. Karakteristik produk, yakni bagian-bagian tambahan dari produk (feature). Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. f. Kesesuaian dengan spesifikasi, merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diuji. g. Hasil, yakni mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan "hasil akhir" produk yang baik, maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas yang penting. 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Konsumen yang loyal pada umunya akan melanjutkan penggunaan merek tersebut walaupun dihadapkan dengan banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul.Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker dalam Alamsyah (2013:24), adalah sebagai berikut: a. Berpindah-Pindah Adalah tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling tampak dari jenis pelanggan іni adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut. b. Kebiasaan Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi pembeli ini dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan. c. Pembeli Yang Puas Dengan Biaya Peralihan
25
Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun pembeli ini dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya atau resiko уаng timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi. d. Menyukai Merek Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi. e. Pembelian yang berkomitmen Pembeli memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting untuk mengekspresikan mengenai siapa sebenarnya mereka.
2.1.3.2 Pengaruh Ekuitas Merek Dengan Loyalitas Pelanggan Aaker dalam Kotler dan Keller (2009:266) memandang ekuitas merek sebagai kesadaran merek, loyalitas merek dan asosiasi merek yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, loyalitas merek merupakan salah satu indikator inti dari ekuitas merek yang terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Ada hubungan antara ekuitas merek dengan loyalitas pelanggan.
2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis 2.2.1 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Dengan Loyalitas Konsumen
26
Menurut Petersen, et. al (2005) perusahaan dapat meningkatkan kualitas jasa mereka dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan yang berdampak pada tingkat pendapatan perusahaan. Terdapat beberapa faktor penting yang menjadi faktor penentu keberhasilan dalam memberikan kualitas jasa bagi perusahaan yakni karyawan, persepsi konsumen mengenai kualitas pelayanan (perceived service quality) dan kepuasan pelanggan. Menurut Sureschandar dkk dalam Alamsyah (2013:27). Lima faktor kualitas pelayanan sebagai hal penting dari sudut pandang pelanggan yang terdiri dari pelayanan Inti,jasa pengiriman pelayanan,sistem jasa pengiriman, pelayanan yang berwujud, tanggung jawab sosial. Loyalitas terhadap suatu kualitas layanan yang direpresentasikan melalui pembelian ulang atas layanan tersebut memiliki hubungan yang positif dengan ekuitas merek. Hal ini ditunjukkan dimana ketika seseorang loyal terhadap suatu merek pelayanan, maka mereka memiliki keinginan untuk membayar lebih atas layanan tersebut.
2.2.2 Hubungan Antara Ekuitas Merek Dengan Loyalitas Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009:268) merek adalah nama istilah, tanda, simbol atau kombinasi dari hal – hal tersebut, yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Salah satu defenisi ekuitas merek yang paling banyak dikutip adalah defenisi Aaker dalam Tjiptono (2005:38) yang menyatakan bahwa ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan maupun pelanggan perusahaan maupun pelanggan perusahaan tersebut.Menurut Aaker dalam Kotler dan Keller (2009:266) ekuitas merek (brand equity) terdiri dari brand awareness, brand association, percieved quality, brand loyalty. Suatu produk yang memiliki ekuitas merek dapat mempengaruhi dalam keputusan pembelian calon konsumen. Keputusan pembelian yang dilakukan pelanggan melibatkan keyakinan pelanggan pada suatu merek sehingga timbul rasa percaya diri atas kebenaran tindakan yang diambil. Rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian yang diambilnya mempresentasikan sejauh mana pelanggan memiliki keyakinan diri atas keputusannya memilih suatu merek.
27
2.2.3 Paradigma Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen (ekuitas merek dan kualitas pelayanan) terhadap loyalitas pelanggan, adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Kualitas Pelayanan(X1) Tangible, reliability,
H1
responsiveness, assurance,
Loyalitas Konsumen
emphaty
(Y)Loyalitas Kognitif, Loyalitas Afektif,
H3 Ekuitas
Merek
awareness, brand association, percieved
Loyalitas Konatif,
(X2)brand
quality,
H2
Loyalitas Action
brand
loyalty.
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
Untuk mengukur sejumlah pertanyaan di gunakan Skala Likert. Dalam variabel Kualitas Pelayanan, Ekuitas Merek, dan Loyalitas Konsumen ini, responden diminta menjawab pertanyaan yang sudah dirumuskan kemudian di distribusikan kepada sejumlah responden yang akan diteliti. Bentuk skala untuk mengukur sikap responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dengan lima pilihan skala, yaitu: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Masing- masing pertanyaan diberi skor untuk menunjukkan sikap responden Sunyoto, D (2014).
2.2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas sesuai dengan tujuan penelitian untuk menjawab pertayaan penelitian, maka hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
28
1. Ho : Tidak Terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas konsumen pasien RSB. Asih. Ha : Terdapat pengaruh signifikan kualitas pelayanan terhadap loyalitas konsumen pasien RSB. Asih. 2. Ho : Tidak Terdapat pengaruh signifikan ekuitas merek terhadap loyalitas konsumen pasien RSB. Asih. Ha : Terdapat pengaruh ekuitas merek terhadap loyalitas konsumen pasien RSB. Asih. 3.Ho : Tidak Terdapat pengaruh kualitas pelayanan dan ekuitas merek secara simultan terhadap loyalitas pasien RSB. Asih. Ha : Terdapat pengaruh kualitas pelayanan dan ekuitas merek secara simultan terhadap loyalitas pasien RSB. Asih