BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pendapatan Pendapatan secara umum didefinisikan sebagai suatu imbalan material yang diterima perusahaan sebagai penggantian atas jasa baik jasa tersebut berupa produk barang maupun jasa dalam arti sebenarnya yang telah diberikan perusahaan kepada konsumen atau si pemakai jasa tersebut. Konsep pendapatan sebenarnya sulit untuk didefinisikan, hal ini disebabkan konsep tersebut secara umum berhubungan dengan prosedur akuntansi tertentu. Tipe perubahan nilai tertentu dan aturan-aturan yang bersifat anggapan dalam menentukan kapan pendapatan harus diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan. Pengertian pendapatan menurut Ghozali dan Chariri (2007:294) Pendapatan dapat dianggap sebagai produk perusahaan, artinya sesuatu yang dihasilkan oleh potensi jasa (cost) yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2010:23.1), pendapatan mempunyai arti yaitu : Penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa.
8
Menurut Godfrey, et al (2010:292) mendefinisikan pendapatan sebagai berikut : Revenue has to do with the gros increase in the value of assets and capital, and the increase eventually pertains to cash (yang artinya adalah “pendapatan timbul seiring peningkatan dari nilai asset dan modal, dan peningkatan jumlah kas secara berkaitan”). IAI sendiri mempunyai pengertian pendapatan yang tidak jauh berbeda, dalam PSAK No.23 paragraf 06 tentang pendapatan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah sebagai berikut: Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan dalam satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. 2.1.1.1. Unsur-unsur Pendapatan Dalam PSAK No. 23 paragraf 7, dinyatakan bahwa pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima atau yang dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri, jadi untuk jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga seperti pajak pertambahan nilai (PPN) tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas, oleh sebab itu harus dikeluarkan dari pendapatan. Unsur pendapatan menurut Accounting Principles Board Statement (Assegaf :2001) dalam (Hamdan & Irfan:2010) adalah : 1. Penjualan hasil produksi barang dan jasa. 2. Imbalan yang diterima atas penggunaan aktiva atau sumbersumber ekonomi perusahaan oleh pihak lain. 3. Penjualan aktiva di luar barang dagang.
9
2.1.1.2. Pengakuan Pendapatan 2.1.1.2.1. Kriteria Pengakuan Pendapatan Ghozali dan Choriri (2007:303) mengutip dua kriteria pengakuan pendapatan yang dimukakan oleh FASB (1980) dalam SFAC no. 5, dijelaskan kriteria pengakuan pendapatan adalah sebagai berikut : 1. Telah terealisasi (realized), yaitu bila telah terjadi transaksi pertukaran antara barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Atau, ada kepastian akan segera terealisasi (realizable), dimana barang hasil pertukaran dapat segera diubah (dikonversi) menjadi kas atau klaim untuk menerima kas. 2. Pendapatan telah terbentuk (earned), yaitu bila kegiatan menghasilkan barang dan jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai. Sedangkan Kam (1990) yang dikutip oleh Ghozali dan Chariri (2007:303) menjelaskan kriteria pendapatan yang lebih bersifat teknis. Menurut Kam, ada 3 (tiga) kriteria yang dapat digunakan untuk mengakui pendapatan, yaitu : keterukuran nilai aktiva (measurability of asset value), terjadinya transaksi (existence of a transaction), dan proses pembentukan pendapatan telah selesai (substantial completion of the earning process). Adapun analisis dari ketiga factor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Keterukuran nilai aktiva (measurability of asset value) Kriteria ini merupakan salah sa kriterian yang dapat diterima karena pendapatan tersebut menyebabkan kenaikan nilai total aktiva perusahaan, yang sekaligus meningkatkan modal. Apabila tidak ada aliran masuk aktiva yang dapat ditentukan secara obyektif ke dalam perusahaan, secara otomatis tidak ada pendapatan yang diakui.
10
2. Terjadinya transaksi (existence of a transaction) Pada konsep ini, pendapatan dapat diakui apabila terjadi petukaran antara barang yang dihasilkan perusahaan dengan aktiva baru yang diterima perusahaan. Keterlibatan pihak luar dalam transaksi yang wajar (arm’s length transaction) menunjukkan adanya bukti obyektif naiknya nilai perusahaan.
Transaksi
pertukaran
merupakan
dasar
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dalam menetukan waktu pengakuan pendapatan dan jumlah pendapatan yang harus dicatat. 3. Proses pembentukan pendapatan telah selesai (substantial completion of the earning process). 2.1.1.2.2.
Pengakuan pendapatan berdasarkan PSAK 108
1. Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru’ dalam dana peserta. (Paragraf 14) 2. Dana tabarru’ yang diterima tidak diakui sebagai pendapatan, karena entitas asuransi syariah tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya mengelola dana sebagai wakil para peserta. (Paragraf 15) 3. Selain dari kontribusi peserta, tambahan dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi dan akumulasi cadangan surplus underwriting dana tabarru’. Investasi oleh entitas pengelola dilakukan (dalam kedudukan sebagai entitas pengelola) antara lain, sebagai wakil peserta (wakalah) atau pengelola dana (mudharabah atau mudharabah musytarakah). (Paragraf 16) 4. Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai: a. Dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musyarakah; dan atau b. Kewajiban jika menggunakan akad wakalah. (Paragraf 17) 5. Pada saat entitas pengelola menyalurkan dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujroh, entitas mengurangi kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut dalam laporan perubahan dana investasi terikat. (Paragraf 18)
11
6. Perlakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan akad mudharabah, atau mudharabah musytarakah mengacu pada PSAK yang relevan. (Paragraf 19) 7. Bagian kontribusi untuk ujroh/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan labarugi dan menjadi beban dalam laporan surplus deficit underwrtiting dana tabarru’. (Paragraf 20)
2.1.1.3. Pengukuran Pendapatan Menurut Ghozali dan Chariri (2007:299) : Pendapatan diukur dalam satuan nilai tukar produk/jasa dalam suatu transaksi yang berbeda. Adapun cara terbaik untuk mengukur pendapatan adalah dengan menggunakan nilai tukar (exchange value) dari barang atau jasa. Menurut Harahap (2009:168) ada empat metode pengukuran pendapatan, yaitu : 1. Historical Cost atau harga yang terjadi dari pertukaran perusahaan yang lalu, yang merupakan dasar utama dalam melakukan pengukuran dalam laporan keuangan dan biasanya digunakan dalam mengukur persediaan, aktiva tetap, asset lainnya. 2. Current Purchase Exchange atau harga pertukaran pembelian sekarang, digunakan misalnya dalam menerapkan metode penilaian persediaan nilai yang terendah dari harga pokok dan pasar (LOCOM, Lower of Cost or Market). 3. Current Sale Exchange atau harga penjualan pertukaran sekarang yang dapat digunakan misalnya dalam mengukur barang jenis logam yang memiliki harga stabil yang tetap dimana tidak begitu ada biaya pemasarannya. 4. Future Exchange, harga didasarkan pada pertukaran dimasa yang akan datang. Misalnya, digunakan untuk menaksir biaya yang akan datang jika diakui hasil berdasarkan persentase siap.
2.1.1.3.1. Pengukuran setelah Pengakuan Awal Pengukuran setelah Pengakuan Awal pendapatan berdasarkan PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah :
12
1. Penetapan besaran pembagian surplus underwriting dana tabarru’ tergantung kepada peserta secara kolektif, regulator atau kebijakan manajemen. a. seluruh surplus sebagai cadangan dana tabarru’; b. sebagian sebagai cadangan dana tabarru’ dan sebagian lainnya didistribusikan kepada peserta; atau c. sebagian sebagai cadangan dana tabarru’, sebagian didistribusikan kepada peserta, dan sebagian lainnya didistribusikan kepada entitas pengelola. (Paragraf 21) 2. Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta dan bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada entitas pengelola diakui sebagai pengurang surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’. (Paragraf 22) 3. Surplus underwriting dana tabarru’ yang diterima entitas pengelola diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi, dan surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta diakui sebagai kewajiban dalam neraca. (Paragraf 23) 4. Jika terjadi defisit underwriting dana tabarru’, maka entitas pengelola wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh tersebut kepada entitas pengelola berasal dari surplus dana tabarru’ yang akan datang. (Paragraf 24)
2.1.1.4. Penyajian 2.1.1.4.1. Penyajian menurut PSAK 108 1. Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta” dan bagian surplus yang didistribusikan kepada entitas pengelola disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada pengelola” dalam laporan perubahan dana tabarru’.(paragraf 32) 2. Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca.(paragraf 33)
2.1.1.4.2. Pengungkapan menurut PSAK 108 Pengungkapan pendapatan menurut PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah : 1. Entitas pengelola mengungkapkan terkait kontribusi, mencakup tetapi tidak terbatas pada: 13
a. Kebijakan akuntansi untuk: (i) Kontribusi yang diterima dan perubahannya; (ii) Pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya b. Piutang kontribusi dari peserta, entitas asuransi, dan reasuransi; c. Rincian kontribusi berdasarkan jenis asuransi; d. Jumlah dan persentase komponen kontribusi untuk bagian risiko dan ujroh dari total kontribusi per jenis asuransi; e. Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’. f. Jumlah pinjaman (qardh) untuk menutup defisit underwriting (jika ada). (Paragraf 36) 2. Entitas pengelola mengungkapkan terkait dengan dana investasi, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. Kebijakan akuntasi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta; dan b. Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan pengelolaan dana investasi. (Paragraf 37) 3. Entitas pengelola mengungkapkan terkait penyisihan teknis, tetapi tidak terbatas pada: a. Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); b. Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan perubahan basis yang digunakan. (Paragraf 38) 4. Entitas pengelola mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru’, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. Dasar yang digunakan dalam penentuan dan pengukuran cadangan dana tabarru’. b. Perubahan cadangan dana tabarru’ per jenis tujuan pencadangannya (saldo awal, jumlah yang ditambahkandan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); c. Pihak yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru’ jika terjadi likuidasi atas produk atau entitas; d. Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi surplus underwriting. (Paragraf 39) 5. Entitas pengelola mengungkapkan aset dan kewajiban yang menjadi milik a. dana tabarru’. (Paragraf 40)
14
2.1.2 Pengertian Asuransi 2.1.2.1 Definisi Asuransi Amrin (2011:41) mengutip definisi asuransi beradasarkan UU no.2/1992, Pasal 1 yaitu : Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Amrin (2011:44) menuliskan beberapa definisi asuransi sesuai dengan sudut pandang masing-masih ahli. Definisi-definisi tersebut antara lain : 1. Menurut Prof. Mehr dan Cammack, asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara mengumpulkan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dapat dipikul merata oleh merekayang tergabung. 2. Menurut Prof. Mark R. Green, asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi resiko, dengan jalan mengombinasikan dengan satu pengelolaan sejumlah objek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu. 3.
M enurut C. Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu : a. suransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seoang penanggung. b. Asuransi adaah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menaggulangi kerugian financial.
A
15
2.1.2.2. Jenis-Jenis Asuransi Secara garis besar, jenis perusahaan asuransi yang ada di Indonesia saat ini adalah perusahaan asuransi jiwa, asuransi kerugian, reasuransi, dan asuransi sosial. Berikut uraian mengenai jenis asuransi di Indonesia menurut Soeisno (2003:75). 1. Asuransi jiwa, yaitu perusahaan asuransi yang bidang usahanya risiko keuangan sebagai akibat dari kematian orang-orang yang mempertanggungkan jiwanya. Pembayaran santunan dilakukan pada akhir masa kontrak (meskipun tidak ada peril) atau kepada ahli warisnya apabila terjadi kematian sebelum akhir konrak. 2. Asuransi kerugian/umum, yaitu perusahaan yang bidang usahanya menanggulangi risiko keuangan sebagai akibat kerugian karena peril yang menimpa barang-barang atau kepentingan lain yang dipertanggungkan. 3. Reasurani umum, yaitu perusahaan asuransi yang bidang usahanya menaggung risiko yang benar-benar terjadi dan pertanggungan yang telah ditutup oleh perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi kerugian. Jadi reasuransi adalah mempertanggungkan kembali sejumlah risiko oleh sebuah perusahaan asuransi kepada perusahaan asuransi lainnya (reinsurer). Hal ini terjadi karena biasanya sebuah perusahaan asuransi akan menentukan suatu batas maksimum nilai pertanggungan yang akan ditanggung, sehingga jika ada suatu pertanggungan yang telah diterimayang nilainya melebihi nilai batas maksimum tersebut, maka kelebihan tersebut diasuransikan lagi (direasuransi) kepada perusahaan asuransi yang lain. 4. Asuransi sosial, yaitu perusahaan asuransi yang bidang usahanya menangguang risiko finansial masyarakat kecil yang kurang mampu. Perusahaan ini diselenggarakan oleh Pemerintah atau badan-badan yang ditunjuk; dibentuk oleh pemerintah. 2.1.2.3. Pengertian Premi Pengertian premi menurut Amrin (2011:159) adalah : Pembayaran sejumlah uang yang dilakukan oleh pihak tertanggung kepada penanggung untuk mengganti atas kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan akibat dari timbulnya perjanjian atas pemindahan resiko dari tertnggung kepada penanggung (transfer of risk). 2.1.2.4. Pembagian Premi Pembagian premi menurut Soeisno (2003:129) : 16
1. Premi dasar, adalah premi yang dibebankan kepada tertanggung ketika polis dibuat/dikeluarkan, yang perhitungannya didasarkan : a. Data dan keterangan yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung pada waktu penutupan asuransi yang pertama, b. Luasnya risiko yang dijamin oleh penanggung sebagaimana dikehandaki oleh tertanggung. 2. Premi tambahan, yaitu premi yang dikenakan si penanggung kepada si tertanggung berupa pembayaran tambahan di samping pembayaran premi dasar akibat dari adanya tambahan data karena pada saat penutupan premi data yang diberikan oleh si tertanggung tidak lengkap atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, atau si tertanggung menghendaki perubahan kondisi pertanggungan. 3. Reduksi premi, yaitu penanggung dapat memberikan pengurangan terhadap premi yang dikenakan. 4. Tarif kompeni, yaitu pedoman yang disusun oleh Dewan Asuransi Indonesia dengan tujuan stndarisasi tariff premi dan syarat-syarat pertanggungan, disamping untuk menghindari persaingan antar perusahaan asuransi. 2.1.2.5. Unsur Premi 2.1.2.5.1. Unsur Premi Asuransi Konvensional Premi asuransi konvensional menurut Sula (2004:312) terbagi atas 3(tiga) unsur, yaitu : a. Tabel mortalita (tabel kematian) Daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui besarnya klaim kemingkinan timbulnya kerugian yang dikarenakan kematian, serta meramalkan berapa lama batas waktu (umur) seseorang bisa hidup. Ada beberapa macam tabel kematian yang biasa digunakan, yaitu general of mortality tables (table yang berdasarkan pada statistik penduduk), basic mortality tables (tabel yang didasarkan pada pengalaman masa lampau untuk melihat berapa besarnya kematian tahun-tahun sebelumnya), select mortality tables (tabel yang melukiskan tingkat kematian tahun-tahun terakhir diantara
17
satu kelompok), ultimate mortality tables (dalam penggunaan morality tables ada standar yang dipakai untuk menghitung jumlah kematian tersebut) misalnya Commissioner 1941 Standard Ordinary mortality tables (CSO 1941) b. Penerimaan bunga Untuk penetapan tarif, perhitungan bunga pun harus dikalkulasi di dalamnya.
Bunga
merupakan
sebagian
dari
keuntungan
perusahaan, karena itu dalam premi bunga iktu dihitung. Dalam penentuan bunga aktuaris ini, biasanya peusahaan menetapkan sebesar maksimal yang ditentukan dalam peraturan pemerintah. Yaitu, maksimal 9 persen untuk premi dalam rupiah dan 5 persen untuk premi dalam dolar. c. Biaya-biaya asuransi Biaya-biaya asuransi harus ikut dikalkulasi pada penentuan premi/tarif asuransi. Adapun jenis-jenis biaya tersebut terdiri atas : 1) Biaya penutupan asuransi, meliputi (1) biaya komisi, inspeksi, (2) biaya dinas luar, (3) biaya advertising, reklame, dan sales promotion, (4) biaya pembuatan polis (biaya administrasi). 2) Biaya
pemeliharaan,
ditetapkan
berdasarkan
umumnya jumlah
perhitungan tertentu
dari
biaya yang
diasuransikan. 3) Biaya-biaya lainnya, seperti biaya inkaso dan excasso ikut pula diperhitungkan.
18
2.1.2.5.2. Unsur Premi Asuransi Syariah Premi asuransi syariah menurut Sula (2004:312) yaitu terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi jiwa) dan unsur tabarru’ saja (untuk asuransi kerugian dan terminsurance pada life). Unsur tabarru’ pada jiwa, perhitungannya diambil dari tabel mortalitas (harapan hidup), yang besarnya tergantung usia dan masa perjanjian. Semakin tinggi usia dan semakin panjang masa perjanjian, maka semakin besar pula nilai tabarru’-nya. Besarnya premi asuransi jiwa yang pada asuransi syariah disebut tabarru’ berada sekitar 0,75 sampai 12 persen. Sedangkan besarnya tabarru’ pada asuransi kerugian merujuk ke rate standard yang dibuat oleh DAI (Dewan Asuransi Indonesia). 2.1.3. Asuransi Syariah 2.1.3.1. Definisi Asuransi Syariah Dalam bahasa Arab, Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu, penanggung disebut mu`ammin, sedangkan tertanggung disebut mu`amman lahu atau musta`min. Menurut Syakir Sula (2004:28), asuransi syariah berarti : Men-ta’min-kan sesuatu, artinya adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang cicilan untuk agar Ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan ‘seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya, atau mobilnya’”. Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah :
19
usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Menurut PSAK 108, karakteristik asuransi syariah adalah sistem yang menyeluruh yang pesertanya mendonasikan (men-tabarru’kan) sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas resiko tertentu akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh peserta yang berhak. Donasi tersebut merupakan donasi dengan syarat tertentu dan merupakan milikpeserta secara kolektif bukan merupakan pendapatan entitas pengelola. 2.1.3.1.1. Pengertian Gharar, Riba’, dan Maisir 1. Gharar Pengertian gharar menurut Yusuf dan Wiroso (2011:22) : Kegiatan bisnis yang bersifat “untung-untungan” (spekulasi). Unsur gharar dalam asuransi konvensional menurut Syakir Sula (2004:4748) adalah sesuatu yang tidak diketahui apakah ia terjadi atau tidak terjadi. Gharar terjadi apabila kedua belah pihak (misalnya: peserta asuransi, pemegang polis dan perusahaan) saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional. 2. Riba’ Menurut Yusuf dan Wiroso (2011:23) : Riba’ adalah tambahan atau memberi lebihan terhadap barang/uang pinjaman atau tukaran. Terdapat 4 (empat) jenis riba’ menurut Yusuf dan Wiroso (2011:23), yaitu :
20
1.
Riba Nasiah, ialah perjanjian uang dengan pelunasan ditambah bunga tertentu, dan jika jatuh tempo tidak mampu melunasi maka debitur dikenakan denda 100% dari nilai pokok ponjaman oleh kreditur.
2.
Riba Qardh, ialah perjanjian pinjaman uang dengan ditambah bunga tertentu, dan bila diperpanjang pokok dan bunga yang lalu dikenakan bunga akumulatif.
3.
Riba Fadhl, ialah pemberian tambahan terhadap barang tukaran dalam transaksi tuka-menukar barang sejenis.
4.
Riba Yadh, ialah pemberian tambahan yang diraih salah satu pihak penukar dengan cara menyembunyikan kekurangan (atau kecacatan) barang yang ditukarkan kepada pihak lain.
3. Maisir Syafi’i Antonio yang dikutip dalam Hasan Ali (2004 :134) mengemukakan bahwa : dalam maisir ini ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang rugikan, walaupun ada kerelaan namun kerelaan itu tidak sesuai dengan kaidah syariah. Praktek Maisir ini sering terjadi di Asuransi konvensional yaitu dapat diperhatikan ketika pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum periode asuransi berakhir, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali dalam jumlah yang sedikit. Syafi’i Antonio yang dikutip dalam Sula (2004:51-52) menjelaskan maisir (spekulasi) pada akhirnya timbul sebagai efek dari ketidakpastian. Dalam asuransi, terdapat 3 kemungkinan terjadinya maisir: a. Jika pemegang polis terkena musibah padahal baru sedikit membayar premi, maka perusahaan harus menanggung selisih antara jumlah yang dibayar dengan uang pertanggungan. Dalam hal ini, nasabah diuntungkan. b. Jika sampai akhir perjanjian tidak terjadi sesuatu sedangkan nasabah telah membayar lunas, maka perusahan yang diuntungkan
21
c. Jika nasabah berhenti sebelum batas waktu tertentu (istilahnya reversing period), nasabah akan menerima pengembalian dalam jumlah yang sangat kecil, bahkan pada sebagian perusahaan dianggap hangus. 2.1.3.2. Prinsip Dasar Asuransi Syariah Prinsip dasar asuransi syariah menurut Hasan Ali (2004:125-134) 1. Tauhid (unity) Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bangunan yang ada dalam syariat Islam. Artinya, bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. 2. Keadilan (justice) Yaitu terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-ihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi. Pertama, nasabah harus memosisikan pada kondisi yang mewajibkan untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah. Selain itu, keuntungan (profit) 22
yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi yang dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang yang disepakati sejak awal. 3. Tolong-menolong (ta’awun) Pelaksanaan kegiatan asuransi harus didasari semangat tolongmenolong (ta’awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya pada suatu ketika mendapatkan suatu musibah atau kerugian. 4. Kerjasama (cooperation) Prinsip kerjasama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islami. Kerjasama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk ada yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah dan musyarakah. 5. Amanah (trustworthy/al-amanah) Dalam hal ini, perusahaan asuransi harus memberikan kesempatan yang benar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui public auditor. Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informs
23
yang benar berkaitan dalam pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian (peril) yang menimpa dirinya. 6. Kerelaan (al-ridha) Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial (tabarru) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian. 7. Larangan riba Riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Dalam Asuransi praktek riba dapat terjadi pada : 1.) Akad pertukaran 2.) Pengembalian premi selalu digabungkan dengan bunga 3.) Investasi asuransi konvensional dihitung dengan bunga 8. Larangan maisir (judi) Artinya, ada satu pihak yang untung dan satu pihak yang rugi. 9. Larangan gharar (ketidakpastian) Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’ (penipuan), yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
24
Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa gharar atau ketidakpastian dalam asuransi ada dua bentuk : 1.) Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. 2.) Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerimaan uang klaim itu sendiri. 2.1.3.3. Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Mekanisme pengelolaan dana pada asuransi syariah menurut Amrin (2011:154-156) : 1) Pada produk asuransi dengan unsur tabungan, premi biaya digunakan oleh perusahaan untuk biaya operasional perusahaan, sedangkan premi tabungan dan premi tabarru’ diinvestasikan, hasil investasi dibagi hasil untuk perusahaan dan peserta, sedangkan hasil investasi dari premi tabarru’ ditambahkan pada premi tabarru’ untuk dipergunakan membayar manfaat asuransi atau sebagai dana cadangan teknis. Gambar 2.1. Mekanisme pengelolaan dana dengan unsur tabungan.
Biaya operasional perusahaan
Perusahaan
biaya
Premi peserta
Tabungan peserta
Tabarru’
investasi
Dana terkumpul
Hasil investasi
Tabungan peserta
Tabungan peserta Dibayark an ke paserta
Tabarru’
manfaat
peserta
Sumber : Abdullah Amrin (2011)
25
2) Sedangkan untuk produk asuransi tanpa unsur tabungan, premi tabarru’ peserta diinvestasikan, hasil investasi ditambahkan pada premi tabarru’. Pada periode asuransi, premi tabarru’ beserta hasil investasi dikurangkan dengan biaya-biaya klaim, apabila masih ada surplus operasional dibagihasilkan anatara paserta dan perusahaan dengan bagian masingmasing sesuai dengan akad di awal asuransi (pendapat Imam Abu Hanifah). Sedangkan pendapat Imam Syafei, surplus operasional tersebut tidak harus dibagikan. Gambar 2.2. Mekanisme pengelolaan dana tanpa unsur tabungan
investasi
Premi peserta
Dana tabarru’ terkumpul
Biaya operasional perusahaan
Hasil investasi
Dana tabarru’
Beban asuransi
Surplus operasi onal
Bagian peserta
sumber : Abdullah Amrin (2011)
2.1.3.4. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional Asuransi syariah itu sendiri berbeda dengan asuransi konvensional pada umumnya, Sula (2004:326-327) menjelaskan ada beberapa perbedaan mendasar antara transaksi asuransi konvensional dengan asuransi syariah antara lain :
26
Tabel 2.1. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah
Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung Dari Masyarakat Babilonia 40003000 SM yang dikenal dengan Perjanjian Hammurabi dan tahun 1668M di Coffe House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional
Sekumpulan orang yang saling Bantu membantu, saling menjamin dan berkerjasama antara satu dengan yang lainnya dengan cara masingmasing mengeluarkan dana tabarru’
Bersumber dari wahyu Ilahi. Sumber hukum dalam syariah Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah, atau kebiasaan Rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan, ‘Urf’tradisi’, dan Marshalih Mursalah. Bersih dari adanya Maisir, Gharar, dan Riba.
1.
Konsep
2.
Asal-usul
3.
Sumber hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami, dan contoh sebelumnya.
4.
Maisir, dan riba.
5.
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Tidak selaras dengan syariat Islam karena adanya Maisir, Gharar, dan Riba;hal yng diharamkan dalam muamalah. Tidak ada DPS, sehingga dalam prakteknya banyak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
6.
Akad
7.
Jaminan (risk)
8.
Pengelolaan dana
Tidak ada pemisahan dana sehingga ada dana hangus yang berpotensi merugikan peserta.
9.
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundangundangan dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya objek atau system yang digunakan.
gharar,
resiko
Akad Jual Beli, (akad mu’awadhah, akad gharar, dan akad mulzim) Transfer of Risk, dimana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung
Dari Al- aqilah, yaitu kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan sudah tertuang dalam Konstitusi Madinah yang dibuat oleh Rasulullah saw.
Ada, berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan asuransi agar terbebas dari praktekpraktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip Islam. Akad tabaru, dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah dsb). Sharing of Risk, dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun) Pada produk saving (life) terjadi pemisahan dana antara dana tabaru (derma) dengan dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’ Dalam melakukan investasi sesuai dengan ketentuan perundangundangan sepanjang tidak bertentangan engan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari Riba dan dan tempat investasi yang dilarang
27
10.
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi pemilik perusahaan. Dan perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut
11.
Unsur premi
Unsur premi terdiri dari tabel mortalita, bunga (interest), biayabiaya asuransi (cost of insurance)
12.
Loading
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama diperuntukkan untuk komisi agen, sehingga biasanya nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (hangus)
13.
Sumber pembayaran klaim
Bersumber dari rekening perusahaan, sebagai konsekwensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnisdan tidak ada nuansa spiritual.
14.
Sistem akuntansi
15.
Keuntungan (profit)
Menganut Konsep Accrual basis yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan non kas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang Keuntungan yang diperoleh dari surplus undewriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan
16.
Visi dan Misi
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru dan tabungan (yg tidak mengandung riba). Tabarru’ dihitung dengan tabel mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen) tidak dibebankan pada peserta tapi dari dana pemegang saham, sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30% dari premi pertama. Dengan demikian nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk Diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta saling menanggung satu sama lainnya. Jika slah satu peserta medapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut Menganut konsep akuntansi Cash basis, mengakui apa yang benarbenar telah ada sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadi hanya Allah yang tahu Profit yang diperoleh dari surplus undewriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan , tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta. Misi Aqidah, Misi Ibadah (taawun), Misi Iqtishodi (ekonomi) dan Misi Pemberdayaan Umat (sosial)
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial
Sumber : Syakir Sula (2004).
2.2.
Penelitian Terdahulu Menurut Zuldi (2009), menyatakan bahwa Islam memandang segala aktifitas
muamalah manusia, seperti asuransi adalah dari sisi perannya apakah mampu atau tidak melahirkan sebuah sistem tolong-menolong dalam kehidupan masyarakat. Sebab, yang terpenting apakah asuransi mampu menjembatani terjadinya sistem tolong-menolong antar sesama manusia (minimal nasabah asuransi) atau sebaliknya.
28
Dengan kata lain, dalam menilai untung-rugi mengikuti asuransi tidak boleh sepihak hanya terpusat pada satu orang saja, tetapi harus mencakup keseluruh nasabah. Selain itu, para ulama kontemporer beranggapan bahwa asuransi adalah transaksi baru atau akad jual-beli yang belum pernah ada dalam Islam sebelumnya, sehingga asuransi ditekankan pada unsur kemaslahatan saja. Menurut Koentjoro (2012), menyatakan bahwa pertama, persepsi pelanggan tentang kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pemengang polis. Kedua, persepsi tentang harga berengaruh signifikan terhadap kepuasan pemegang polis. Ketiga, kepuasan pemegang polis berpengaruh signifikan terhadap loyitas. Keempat, variabel kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas. Hasil pengujian statistik dalam model persamaan struktural menunjukkan bahwa kualitas pelayanan, mempunyai pengaruh terhadap loyalitas dan juga kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pemegang polis asuransi jiwa syariah. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa adanya trend peningkatan jumlah tertanggung/pelanggan, merupakan salah satu refleksi tentang adanya kepercayaan masyarakat terhadap asuransi syariah. Dimana faktor atau gejala ini dapat juga diartikan sebagai adanya indikator tentang penerapan prinsip syariah yang baik dan benar pada asuransi syariah tersebut. Sebab, kemauan atau kesediaan masyarakat untuk menjadi nasabah/pemegang polis asuransi syariah pada umumnya didasari oleh beberapa alasan, selain didorong oelh adanya pertimbangan ekonomis atau alasan rasional, bisa juga non-ekonomis atau emosional. Menurut Sula (2009), menyatakan bahwa secara umum jenis asuransi ada dua, yaitu asuransi keluarga (jiwa) dan asuransi umum (kerugian), begitu pula dengan asuransi syariah. Dilihat dari sisi pembagian asuransi syariah, ada kemiripan dengan jenis wakaf yang terdiri dari wakaf keluarga dan wakaf umum. Begitu pula 29
dengan tujuan keduanya, baik asuransi syariah maupun wakaf adalah untuk tolongmenolong. Hal inilah yang menjadikan asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah yang dapat berperan sebagai penerima dan pengelola wakaf, sekaligus penyalur hasil investasi. Asuransi syariah mempunyai peran yang sangat strategis, yaitu sebagai nazhir (pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif (pihak yang menitipkan harta wakaf)). Jadi, kewajiban utama perusahaan asuransi syariah adalah sama dengan nazhir, yaitu mengelola dan mengembangkan harta wakaf. Secara garis besar, Sula menyimpulkan bahwa pertama, dana wakaf yang terkumpul di perusahaan asuransi tidak akan berkurang sedikitpun, karena karakter dari wakaf adalah bersifat abadi. Kedua, ketika membayar premi, peserta asuransi sudah otomatis berwakaf. Dan ketiga, peserta juga akan mendapatkan keuntungan beripat ganda melalui takaful keluarga bersifat wakaf, karena manfaat asuransi ini dapat dinikmati oleh keluarga atau ahli waris peserta asuransi (wakif). Menurut Su’un (2010), menyatakan bahwa pertama, manajemen laba tidak terdapat hubungan yang signifikan atau hubungan yang dinilai sangat lemah dengan surplus underwriting. Kedua, cadangan premi, cadangan klaim, dan selisih antara keduanya terdapat hubungan yang sangat lemah. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat dengan metode pengukuran uji normalitas data olahan yang dilakukan penulis dengan menggunakan program SPSS 13.0. Pertama, diketahui bahwa hanya data laba rugi yang yang tidak berdistribusi normal, sedangkan data lainnya cadangan premi, cadangan klaim, selisih keduanya, dan surplus underwriting) berdistribusi normal. Kedua, analisis hubungan laba dengan surplus undewriting menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti antara manajemen laba dengan surplus underwriting. Ketiga, analisis hubungan laba dengan cadangan premi menunjukkan hasil tidak terdapat hubungan yang berarti (hubungan lemah) antara laba dengan 30
cadangan premi. Keempat, analisis hubungan laba dengan cadangan klaim menunjukkan tidak terdapat hubungan antara laba dengan cadangan klaim. Kelima, analisis hubungan laba dengan selisih cadangan premi dan cadangan klaim menunjukkan tidak terdapat hubungan yang berarti (hubungan lemah) antara laba dengan selisih cadangan klaim dan cadangan premi. Menurut Fidhayanti (2012), menyatakan bahwa langkah yang diambil oleh takaful Indonesia sesuai dengan isi dari Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang akad tabarru’
pada asuransi syariah dan reasuransi syariah. Surplus underwriting
terhadap dana tabarru’ dibagi dan dialokasikan untuk pengelola sebesar 60%, untuk peserta sebesar 20% dan untuk cadangan tabarru’ yang digunakan ketika ada klaim sebesar 20%. Salah satu dari beberapa alternatif yang dapat dilakukan ketika surplus underwriting terhadap dana tabarru’ , yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan tabarru’ dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh peserta. Serta praktik yang dilakukan oleh Takaful Indonesia dalam mengambil langkah ketika terjadi defisit underwriting pada dana tabarru’, sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang akad tabarru’ pada asuransi syariah dan reasuransi syariah mengenai defisit underwriting. Pada ketentuan-ketentuan tersebut disebutkan bahwa jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh) serta pngembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’. Perbedaan dari kelima penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis adalah penulis hanya meneliti pada pengakuan, pengukuran, serta pengakuan atas pendapatan premi yang diperoleh dari nasabah oleh perusahaan yang disesuaikan dengan PSAK 108 tentang transaksi akuntansi asuransi syariah. Penulis akan 31
membahas mengenai bagaimana perusahaan asuransi syariah mengakui pendapatan premi, serta pengeloloaan dana dari pembayaran premi nasabah.
32