BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Arti dan Peranan Persediaan
Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.
Persediaan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Menurut Baroto (2002), timbulnya persediaan disebabkan oleh:
a.
Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu barang diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga hal ini dapat teratasi dengan pengadaan persediaan.
b.
Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu memproduksi barang yang cenderung tidak konstan, dan waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.
c.
Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
8
Persoalan
persediaan yang timbul adalah bagaimana caranya mengatur
persediaan, sehingga setiap kali ada permintaan, permintaan tersebut dapat segera dilayani dengan jumlah biaya yang minimum. Apabila jumlah persediaan lebih besar dibanding permintaan, hal ini dapat menimbulkan dana besar menganggur yang tertanam dalam persediaan, meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan lebih sedikit dibanding permintaan, akan menyebabkan kekurangan persediaan (stock out) yang berakibat proses produksi berhenti, tertundanya keuntungan, bahkan dapat berakibat hilangnya pelanggan.
Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.
Menurut Assauri (1998), tujuan pengendalian persediaan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk: a.
Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan.
b.
Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar.
c.
Menghindari pembelian secara kecil-kecilan, karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
Dengan kata lain, tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu dibutuhkan dengan biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.
2.2
Komponen Biaya Persediaan (Inventory Cost)
Pada dasarnya biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem persediaan baik pengeluaran maupun kerugian yang diakibatkan adanya persediaan.
Universitas Sumatera Utara
9
Merujuk pada penjelasan Nasution (2003), biaya persediaan terdiri dari biaya pengadaan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan.
2.2.1 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis berdasarkan asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan / pembelian (ordering cost / purchasing cost) jika barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) jika barang yang diperlukan diperoleh dengan memproduksi sendiri.
a.
Biaya Pemesanan / Pembelian (Ordering Cost / Purchasing Cost) Biaya ini merupakan semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pembelian barang, pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, dan sebagainya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pemesanan.
b.
Biaya Pembuatan (Setup Cost) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja, dan sebagainya.
2.2.2 Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Cost)
Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan persediaan. Biaya ini meliputi:
a.
Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal) Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku bunga bank. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
10
b.
Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Jila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa. Sedangkan jika perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c.
Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.
d.
Biaya Kadaluarsa Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e.
Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f.
Biaya Administrasi dan Pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan, maupun penyimpanan barang, serta biaya untuk memindahkan barang dari dan ke dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang disimpan (misalnya Rp/unit/tahun).
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.3 Biaya Kekurangan (Stock out Cost / Shortage Cost)
Jika perusahaan kehabisan barang pada saat permintaan, maka keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan serta kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan dapat diukur dari:
a.
Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan (misalnya Rp/unit).
b.
Waktu Pemenuhan Lamanya gudang kosong berati lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan (misalnya Rp/satuan waktu).
c.
Biaya pengadaan darurat Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan (misalnya Rp/setiap kali kekurangan).
2.3
Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya Persediaan
Persoalan utama yang ingin dicapai oleh pengendalian persediaan adalah meminimumkan total biaya operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa jumlah komoditas yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
12
Keputusan mengenai besarnya persediaan menyangkut dua kepentingan yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang. Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu: a.
Waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan (fixed) dan jumlah barang yang dipesan harus ditentukan.
b.
Jumlah pesanan (order quantity) dan waktu pesanan harus ditentukan.
Pendekatan terhadap kedua keputusan ini, salah satunya adalah dengan memesan dalam jumlah yang besar untuk meminimumkan biaya pemesanan. Cara lain adalah memesan dalam jumlah kecil untuk memperkecil biaya pemesanan. Tindakan yang paling baik dinyatakan dengan mempertemukan dua titik ekstrim yaitu memesan dalam jumlah yang sebesar-besarnya dan memesan dalam jumlah yang sekecilkecilnya.
Sebagai ilustrasi, gambar 2.1 dapat memperlihatkan hubungan antara tingkat persediaan dan total biaya.
Biaya (Rp)
Total Inventory Cost
Total Biaya Minimum
Holding Cost
Ordering cost 0
Pesanan Optimum
Tingkat Persediaan (Q)
Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa jika Q semakin besar, berarti pemesanan akan semakin jarang dilakukan, sehingga biaya pemesanan (ordering cost) yang menjadi beban juga akan semakin kecil. Sebaliknya jika Q semakin kecil, berarti pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan
yang
dikeluarkan juga akan semakin besar. Akibatnya jika Q semakin besar (bergeser ke kanan), maka kurva ordering cost semakin menurun.
Universitas Sumatera Utara
13
Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus yang dimulai pada tingkat persediaan nol (Q = 0). Hal ini disebabkan karena komponen ini secara langsung tergantung tingkat persediaan rata-rata. Semakin besar jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan rata-rata, sehingga biaya penyimpanan juga akan semakin besar. Akibatnya semakin besar tingkat persediaan rata-rata, maka grafik holding cost semakin meningkat.
Dari gambar 2.1 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total inventory cost yang convex. Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory cost pada setiap titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua komponen biaya tersebut secara tegak. Solusi optimal dari fungsi tujuan akan ditemukan pada saat total inventory cost minimum.
2.4
Model Persediaan
2.4.1 Model Deterministik
Model Deterministik adalah model persediaan yang menganggap nilai-nilai parameter telah diketahui dengan pasti. Model deterministik dibedakan menjadi dua yaitu:
a.
Deterministik Statis. Pada model ini total permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui dan bersifat konstan, dimana laju permintaan adalah sama untuk tiap periode.
b.
Deterministik Dinamik. Pada model ini total permintaan satiap unit barang untuk tiap periode diketahui dan bersifat konstan, tetapi laju permintaan dapat bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.
Universitas Sumatera Utara
14
2.4.2 Model Probabilistik (Stokastik)
Model probabilistik adalah model persediaan yang menganggap bahwa nilai-nilai parameter merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, dimana nilai parameter tersebut merupakan variabel random. Model probabilistik dibedakan menjadi dua yaitu:
a.
Probabilistik Statis. Pada model ini variabel permintaan bersifat random dan distribusi probabilistik dipengaruhi oleh waktu setiap periode.
b.
Probabilistik Dinamik Pada model ini variabel permintaan bersifat random, dimana distribusi probabilistik dipengaruhi oleh waktu setiap periode dan dapat bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.
2.5
Model Persediaan dengan Backorder
Pada model persediaan ini, pesanan dari pelanggan akan tetap diterima walaupun pada saat itu tidak ada persediaan. Permintaan akan dipenuhi kemudian setelah ada persediaan baru. Pesanan untuk diambil kemudian lazim disebut backorder.
Asumsi dasar yang digunakan pada model ini sama seperti model EOQ biasa, dengan tambahan asumsi bahwa penjualan tidak hilang karena stock-out yaitu: a.
Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.
b.
Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan selama periode persediaan.
c.
Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan.
d.
Barang yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap.
e.
Harga barang tetap dan dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan).
f.
Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan.
Universitas Sumatera Utara
15
Gambar 2.2 menunjukkan tingkat persediaan sebagai fungsi dari waktu dalam model dengan backorder. Pada gambar 2.2, bisa dijelaskan bahwa jumlah setiap pemesanan, sedangkan
merupakan
merupakan on hand inventory yang
menunjukkan jumlah persediaan barang pada setiap awal siklus persediaan.
Jumlah persediaan
s q
waktu 0
q-s
T
Gambar 2.2 Model Persediaan dengan Backorder dimana: = biaya pengadaan barang tiap unit per satuan waktu. = biaya kekurangan barang (backorder) tiap unit per satuan waktu. = biaya penyimpanan barang. = total permintaan dalam unit, dalam periode T. = tingkat persediaan maksimum tiap awal periode. = jumlah pesanan ekonomis tiap periode. = periode waktu pemesanan s unit barang. = periode waktu pemesanan kembali untuk memenuhi kekurangan sebesar q-s. = periode waktu antara dua pemesanan (
=
+
).
= banyaknya pesanan yang dilakukan selama periode T.
Setiap siklus persediaan terdiri dari dua buah segitiga yang menunjukkan adanya dua tahap. Tahap pertama adalah tahap dimana permintaan konsumen dapat dipenuhi dengan on hand inventory. Tahap ini digambarkan sebagai segitiga besar yang terletak di atas sumbu datar, dengan tinggi . Sedangkan tahap kedua adalah
Universitas Sumatera Utara
16
tahap dimana on hand inventory sudah nol dan konsumen harus memesan untuk dapat diambil setelah tersedia beberapa waktu kemudian. Tahap ini digambarkan sebagai segitiga yang terletak di bawah sumbu datar, dengan tinggi ( − ) yang menunjukkan jumlah barang yang dipesan oleh konsumen tetapi tidak dapat segera dipenuhi (backorder).
Biaya pengadaan persediaan (procurement cost) hanya dikenakan pada tahap pertama dari siklus persediaan, yaitu pada segitiga besar yang terletak di atas sumbu datar. Karena tingkat persediaan pada awal pesanan adalah
dan habis setelah waktu
dengan laju yang konstan, maka persediaan rata-rata selama
adalah
. Jadi
dengan mengalikan biaya pengadaan persediaan ( ) dengan persediaan rata-rata, diperoleh: Biaya pengadaan persediaan rata-rata =
∙
(2.1)
Biaya kekurangan persediaan (shortage cost) dikenakan pada tahap kedua dari siklus persediaan, yaitu pada segitiga kecil yang terletak di bawah sumbu datar. Karena jumlah kekurangan adalah ( − ) dan habis setelah waktu yang konstan, maka jumlah kekurangan persediaan rata-rata selama
dengan laju adalah
(
)
.
Jadi dengan mengalikan biaya kekurangan persediaan ( ) dengan jumlah kekurangan persediaaan rata-rata, diperoleh: Biaya kekurangan persediaan rata-rata = ∙
( − )
2
2
(2.2)
Dari gambar 2.2 dapat diperoleh: = =
= ∙
=
= (
)∙
,0 <
<
(2.3)
Pada model persediaan dengan backorder, total biaya persediaan (TC) merupakan gabungan antara biaya pengadaan (procurement cost), biaya penyimpanan (holding cost) dan biaya kekurangan (shortage cost), sehingga dengan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2) maka total biaya persediaan tiap akhir periode waktu perencanaan [0,T] dapat dirumuskan sebagai:
Universitas Sumatera Utara
17
=
∙
+ ∙
=
(
+
(
)
)
+
+
(2.4)
Dari persamaan (2.4) dapat diketahui bahwa TC merupakan fungsi dari dan sehingga
= ( , ). Dengan mensubstitusi pada (2.3) ke (2.4) diperoleh: ( , )=
(
+
)
+
,
> 0, > 0
(2.5)
Dengan mempertimbangkan r, s sebagai variabel dan q diberikan, maka total biaya persediaan ( , ) dinotasikan sebagai: ( , )=
(
+
)
+
,
> 0, > 0
Tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan nilai meminimumkan
yang dapat
( , ). Hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan aturan ( , ) pada (2.5) diturunkan secara parsial
derivative dari suatu fungsi, sehingga terhadap
dan
(2.6)
dan terhadap , kemudian menyamakannya dengan nol. =− =
+
− (
−
)
(2.8)
= 0, maka diperoleh:
Dari persamaan (2.7),
+ (
−
−
=
+
=
+
+
−
Dari persamaan (2.8),
(2.7)
) −2
=0
(2.9)
= 0, maka diperoleh: −
+
=0
( + ) = =(
)
(2.10)
Universitas Sumatera Utara
18
Dari persamaan (2.9) dan (2.10) dapat diperoleh: Jumlah persediaan optimal Jumlah backorder optimal
∗
∗
(
=
=
(
)
(2.11)
)
Total biaya minimum ( , ) =
2.6
Himpunan Fuzzy
2.6.1 Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy
Himpunan crisp (tegas) A didefinisikan oleh item-item yang ada pada himpunan itu. Jika
, maka nilai yang berhubungan dengan
adalah 1. Namun, jika
,
= { | ( )}
maka nilai yang berhubungan dengan
adalah 0. Notasi
menunjukkan bahwa
( ) benar. Jika
merupakan fungsi
, maka dapat dikatakan bahwa
( ) benar, jika dan
karakteristik hanya jika
berisi item
dan properti
dengan
( ) = 1.
Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah.
Pada himpunan crisp, nilai keanggotaannya hanya ada dua kemungkinan, yaitu antara 0 atau 1, sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaannya pada rentang antara 0 sampai 1. Jika
memiliki nilai keanggotaan fuzzy
tidak menjadi anggota himpunan A, sementara jika fuzzy
[ ] = 1, berarti
[ ] = 0, berarti
memiliki nilai keanggotaan
menjadi anggota penuh pada himpunan A.
Universitas Sumatera Utara
19
2.6.2 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1.
Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [0,1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda antara kedua kasus tersebut. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang.
Merujuk pada penjelasan Chiang dkk. (2005) serta Yao dan Su (2008), sebuah himpunan
fuzzy
= (−∞, ∞) disebut titik fuzzy jika fungsi
pada
keanggotaannya adalah: 1, 0,
( )=
Titik adalah
= { |∀
= ≠
(2.12)
adalah penunjang. Jika anggota dari semua titik fuzzy }, maka titik fuzzy
adalah anggota dari titik fuzzy atau
didefinisikan sebagai pemetaan satu-satu.
Sebuah himpunan fuzzy
= [ , ; ], 0 ≤
≤ 1,
< , pada
= (−∞, ∞)
disebut interval fuzzy level , jika fungsi keanggotaannya adalah: ( )=
Sebuah himpunan fuzzy
, 0,
≤ ≤ , lainnya
(2.13)
= ( , , ), a < b < c, pada
= (−∞, ∞) disebut
fuzzy number segitiga jika fungsi keanggotaannya adalah: ( )= 0,
,
≤
≤
,
≤
≤
(2.14)
lainnya
Universitas Sumatera Utara
20
Sebuah fuzzy number segitiga
= ( , , ), jika
( , , ) = . Bagian-bagian dari fuzzy number
=
=
maka titik fuzzy = (−∞, ∞)
segitiga pada
dinotasikan sebagai: = { ( , , )|∀ < =( , , )
–cut dari [
( ),
( )].
( )=
,0≤
+( − )
< , , ,
}
≤ 1, adalah
( )={ |
(2.16) ( )≥ }=
adalah titik ujung kiri dari
( ), dan
( ) = − ( − ) adalah titik ujung kanan dari ( ).
2.6.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy
Merujuk pada penjelasan Yao dan Su (2008): [0,1],
Untuk setiap
[
( ); ] (
( ),
[0,1],
Untuk setiap
[
[
=⋃
[
( ); ] (
( ); ]
,
( )≤
)=
=⋃
( ),
( ), 0, ( ),
≤ ( ), lainnya
( ); ] ( )≤
,
)=
, diperoleh:
0,
(2.17)
, diperoleh:
≤ ( ), lainnya
(2.18)
Dari metode extension principle, operasi himpunan fuzzy dari ,
dapat
didefinisikan sebagai:
a.
Untuk setiap [
( ),
[0,1], diperoleh: ( ); ]( )[
= =
[ [
( ), ( ),
( ),
( ); ] ( ( ); ] (
( ); ] (
)^
) )^
[
[
( ),
( ),
( ); ] (
( ); ] (
)
− )
Dengan persamaan (2.17) dan (2.18): =
jika
( )≤
≤
( ) dan
=
jika
( )+
( )≤
≤
( )≤ ( )+
−
≤
( )
( ) untuk semua
.
Universitas Sumatera Utara
21
Maka dapat diperoleh: [
( ),
( ); ](+)[
( ),
( ); ] = [
( )+
( ),
( )+
( ); ],
dan [
(+) = ⋃
b.
( ),
( ),
( )+
( ); ]
(2.19)
[0,1], diperoleh:
Untuk setiap [
( )+
( ); ]( )[
=
[
=
[
( ); ] (
( ), ( ),
( ); ] (
( ); ] (
( ),
) )^
)^
[
[
( ); ] (
( ),
( ),
( ); ] (
)
− )
Dengan persamaan (2.17) dan (2.18): =
jika
( )≤
≤
( ) dan
=
jika
( )−
( )≤
( )≤ ( )−
≤
− ≤
( )
( ) untuk semua
.
Maka dapat diperoleh: [
( ),
( ); ](−)[
( ),
( ); ] = [
( )−
( ),
( )−
( ); ],
dan [
(−) = ⋃
c.
( )−
( ),
( )−
( ) dan 0 <
( )<
( ); ]
(2.20)
[0,1] yang memenuhi
Untuk setiap
( )<
0<
( )
(2.21)
Maka dengan menggunakan persamaan (2.21) dan hanya mempertimbangkan > 0, [
> 0 dan ( ),
= =
= .
( ); ](∙)[ [
∙ [
> 0, diperoleh:
( ), ( ),
( ),
( ); ] ( ( ); ] (
( ); ] (
) )^
)^
[
[
( ); ] (
( ), ( ),
)
( ); ]
Dengan persamaan (2.17) dan (2.18): =
jika
( )≤
=
jika
( )∙
≤ ( )≤
( ) dan ≤
( )≤ ( )∙
≤
( )
( ) untuk semua
.
Universitas Sumatera Utara
22
Maka dapat diperoleh: [
( ),
( ); ](∙)[
( ),
( ); ] = [
( )∙
( ),
( )∙
( )∙
( ); ]
( ); ],
dan [
(∙) = ⋃
d.
[0,1]
Untuk setiap
( )= ,
( ),
dan
(∙) = ⋃ Misalkan
( )∙
(2.22)
, diperoleh: [
( ),
( ); ], jika
( ) = , untuk semua
>0
(2.23)
[0,1], maka (2.23) dapat
menjelaskan (2.22). Sama halnya (−) = ⋃ Misalkan
( )= ,
[ −
( ), −
( ) = , untuk semua
( ); ]
(2.24)
[0,1], maka (2.24) dapat
menjelaskan (2.20).
2.7 Metode Signed Distance Signed distance dari > 0, jarak dari −
ke 0 dimana , 0 ke 0 adalah
( , 0) = . Jika
< 0, jarak dari
( , 0) = − . Hal inilah yang menjadi alasan mengapa
signed distance dari
( , 0) = . Jika
didefinisikan sebagai
ke 0 adalah
( , 0) diberi istilah
ke 0. ,0≤
Dengan teorema dekomposisi,
[
=⋃
≤ 1, dapat didefinisikan sebagai: ( ),
( ); ]
(2.25)
( )
1
0
( )
( )
x
Gambar 2.3 -cut Himpunan Fuzzy
Universitas Sumatera Utara
23
[0,1], signed distance dari interval [
Untuk setiap
( ),
( )] ke 0
dapat didefinisikan sebagai: ([
( ),
( )], 0) = [
(
= [
Untuk setiap [
( ),
( )] level
distance dari [
( ), 0)+
( )+
[0,1], interval crisp [
(
( ), 0)]
( )]
(2.26)
( ),
( )] dan interval fuzzy
adalah korespondensi satu-satu. Maka secara umum signed
( ),
( ); ] ke 0 dapat didefinisikan sebagai: [
( ),
( )], 0 =
([
= [
( )+
Hal ini merupakan fungsi kontinu dari diperoleh dari integrasi. Jadi, jika
=⋃
dari (2.25) dan (2.27) signed distance dari ,0 = ∫ [
( ),
[
( )], 0) ( )]
(2.27)
pada 0 ≤
≤ 1. Nilai rata-rata
( ),
( ); ] dan
, maka
ke 0 dapat didefinisikan sebagai: ( )+
( )]
(2.28)
Universitas Sumatera Utara