BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian E-learning Pengertian E-learning menurut Effendi dan Zhuang (2005, h6) adalah semuakegiatan pendidikan yang menggunakan media komputer dan atau internet. Horton (Shackelford, 2005, h3) menyatakan definisi e-learning “e-learning adalah penggunaan web dan teknologi internet untuk menciptakan pengalaman yang mendidik antar sesama manusia ”. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa E-learning adalah metode pembelajaran yang dilakukan melalui jaringan internet untuk pembelajaran, pelatihan serta pendidikan dalam mencapai suatu tujuan tertentu pada organisasi maupun perusahaan.
2.1.1. Tipe – tipe E-learning : Menurut Effendi dan Zhuang ( 2005, h7 ) e-learning dapat dibedakan dalam beberapa jenis, namun pada dasarnya ada dua tipe e-learning yaitu synchronous dan asynchronous. •
Synchronous Training Synchronous berarti ” pada waktu yang sama ”. Jadi, synchronous training adalah tipe pelatihan, dimana proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar. Pelatihan
e-learning synchronous lebih banyak digunakan untuk seminar atau konferensi yang pesertanya berasal dari beberapa negara. Penggunaan tersebut sering pula dinamakan web confrence atau webinar (web seminar) yang sering digunakan di kelas atau kuliah universitas online. Jadi,
4
5
synchronous training sifatnya mirip pelatihan di ruang kelas namun bersifat maya ( virtual ) dan peserta tersebar di seluruh dunia dan terhubung melalui internet. •
Asynchronous Training Asynchronous berarti ” tidak pada waktu yang bersamaan ”. Jadi, seseorang dapat mengambil pelatihan pada waktu yang berbeda dengan pengajar memberikan pelatihan. Pelatihan ini lebih populer di dunia e-learning karena memberikan
keuntungan
lebih
bagi
peserta
pelatihan
karena
dapat
mengakses pelatihan kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu, pelajar dapat memulai pelajaran dan meyelesaikannya setiap saat. Paket pelajaran berbentuk bacaan dengan animasi, simulasi, permainan edukatif, maupun latihan atau tes dengan jawabannya. Akan tetapi, ada pelatihan asynchronous
training yang terpimpin, dimana pengajar memberikan materi pelajaran lewat internet dan peserta pelatihan mengakses materi pada waktu yang berlainan. Peserta dapat berdiskusi atau berkomentar dan bertanya melalui bulletin
board.
2.1.2
Fungsi E-learning di Sekolah Fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/ opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (subtitusi). 1. Suplemen (tambahan) Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai
kebebasan
memilih,
apakah
akan
memanfaatkan
materi
pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun
6
sifatnya opsional, pesrta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan. 2. Komplemen (pelengkap) Dikatakan
berfungsi
sebagai
komplemen
(pelengkap),
apabila
materi
pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka ( Fast learners ) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang disajikan guru di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka ( slow learners ) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas. 3. Pengganti ( subtitusi ) Beberapa sekolah di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran kepada para siswanya. Tujuannya agar para siswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan pembelajaranya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari siswa.
7
Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu : 1. Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional) 2. Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan 3. Sepenuhnya melalui internet.
Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih siswa tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi pembelajaran mendapat pengakuan atas penilaian yang sama. Jika siswa dapat menyelesaikan program pembelajarannya dan lulus secara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melaui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggaraan pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu para siswa untuk mempercepat penyelesaian pembelajarannya.
Keuntungan E – Learning
2.1.3
Menurut Effendi dan Zhuang ( 2005, h9 ), keuntungan yang dapat diambil dalam menerapkan e-learning adalah: •
Pengurangan biaya Kelebihan pertama e-learning adalah mampu mengurangi biaya pelatihan.
Dengan adanya e-learning, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa pelatih dan ruang kelas serta transportasi peserta pelatihan atau pelatih. Manajemen e-learning yang tidak tepat akan membuat biaya pelatihan semakin membengkak.
8
•
Fleksibilitas Waktu Administrator sering mengalami kesulitan menyesuaikan waktu beberapa
karyawan yang ingin dilatih. Hal ini karena untuk mengikuti pelatihan di kelas, seorang karyawan harus meninggalkan pekerjaannya selama 1 atau 2 hari. Dengan tuntutan kompetisi perusahaan yang kian meningkat, kekurangan pegawai selama lebih dalam 1 hari akan sangat mengganggu produktifitas perusahaan. E-learning membuat karyawan atau pelajar dapat menyesuaikan waktu belajar. Karyawan dan pelajar mudah mengakses e-learning ketika waktu sudah tidak memungkinkan atau ada hal lain yang lebih mendesak, mereka dapat meninggalkan pelajaran di e-learning saat itu juga. Karena banyak program pelajaran e-learning memiliki fasilitas bookmark. •
Fleksibilitas Tempat Apabila tempat pendidikan aktif menyelenggarakan acara pelatihan, akan sulit
mencari ruang kelas yang memadai dan dapat menampung sekitar 10 – 20 orang pelajar serta menyediakan alat-alat pembelajarannya. Para karyawan dan pelajar yang dilatihpun harus menempuh perjalanan jauh ke kelas. Mereka hanya perlu ke laboratorium komputer sekolah, dimana e-learning tersebut diinstal, untuk mengikuti tambahan pelajaran. •
Fleksibilitas Kecepatan Pembelajaran Pelajar memiliki gaya belajar berbeda – beda. Oleh karena itu, wajar bila di
dalam suatu kelas ada siswa yang mengerti dengan cepat dan ada yang harus mengulang pelajaran untuk memahaminya. Akan tetapi, karena pelatih atau guru di kelas mengajar dengan kecepatan sama untuk semua siswa, maka siswa yang lebih lambat akan sulit memahami. Terlebih lagi, guru sering tidak memiliki waktu menjawab pertanyaan siswa atau berdiskusi setelah waktu pelajaran di kelas
9
habis. Siswa menjadi frustasi. Siswa yang lebih cepat menginginkan lebih banyak materi, sedangkan siswa yang lebih lambat menginginkan pengulangan pelajaran. •
Standarisasi Pengajaran Anda pasti pernah memiliki guru atau pelatih favorit, yang terasa dapat
mengajar dengan baik sehingga materi sesulit apapun mudah diserap dan sebaliknya. Hal tersebut disebabkan perbedaan kemampuan dan metode pengajaran yang diterapkan guru. Perbedaan tersebut menyebabkan kualitas pengajaran sulit dijaga karena guru favorit tidak mungkin diminta mengajarkan semua pelajaran. E-learning dapat menghapuskan perbedaan tersebut. Pelajaran
e-learning selalu memiliki kualitas sama setiap kali diakses dan tidak tergantung suasana hati pengajar. •
Efektifitas Pengajaran Karena e-learning merupakan teknologi baru, karyawan dan pelajar dapat
tertarik dan mencobanya sehingga jumlah peserta meningkat. E-learning yang didesain dengan instruksional desain mutakhir membuat karyawan atau pelajar lebih mengerti isi pelajaran. Suatu studi oleh J. D. Fletcher menunjukkan bahwa tingkat retensi dan aplikasi pelajaran e-learning meningkat 25% dibandingkan pelatihan secara tradisional. •
Kecepatan distribusi Kemajuan teknologi yang pesat menuntut suatu pelatihan teknologi baru
dilaksanakan secepatnya dan menjangkau area luas secara singkat. E-learning dapat cepat menjangkau karyawan yang berada di luar wilayah pusat. Tim desain pelatihan
hanya
perlu
mempersiapkan
bahan
pelatihan
secepatnya
dan
menginstal hasilnya di server pusat e-learning. Jadi semua komputer yang terhubung ke server dapat langsung mengakses. Apabila terdapat cabang yang
10
tidak memiliki sambungan network ke server, pelajaran hanya perlu di simpan di
compact disk (CD) dan dikirim melalui pos. •
Ketersediaan On – Demand Karena
e-learning
dapat
sewaktu
–
waktu
diakses,
anda
dapat
menganggapnya sebagai ” buku saku” yang membantu pekerjaan setiap saat. •
Otomatisasi Proses Administrasi
E-learning menggunakan suatu Learning Management System (LMS) yang berfungsi sebagai platform pelajaran – pelajaran e-learning. LMS berfungsi pula menyimpan data – data pelajar, pelajaran, dan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. LMS yang baik dapat menyimpan dan membuat laporan tentang kegiatan belajar seorang siswa, mulai dari pelajaran yang telah diambil, tanggal akses, berapa persen pelajaran diselesaikan, berapa lama pelajaran diikuti, sampai berapa hasil tes akhir yang diambil. Dengan adanya laporan di dalam sistem,
administrator
pelatihan
sangat
terbantu.
Waktu
dan
proses
menyelesaikan tugas administrasi laporan akan lebih singkat dan mudah.
2.1.4
Keterbatasan E-learning Selain berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan e-learning, namun terdapat pula kekurangan dan keterbatasan dalam penerapan e-learning yang harus diperhatikan organisasi. Menurut Effendi dan Zhuang ( 2005, h15 ) keterbatasan tersebut adalah : •
Budaya Beberapa orang merasa tidak nyaman mengikuti peltihan melalui komputer.
Penggunaan e-learning menuntut budaya self learning, dimana seseorang memotivasi diri sendiri agar mau belajar. Dalam pelatihan di ruang kelas, 60% energi berasal dari pengajar, sedangkan pelajar hanya mendengar dan mencatat.
11
Namun dalam e-learning, 100% energi dari pelajar. Oleh karena itu beberapa orang masih merasa segan berpindah dari pelatihan di kelas ke pelatihan e-
learning. •
Investasi Walaupun e-learning menghemat banyak biaya, tetapi suatu organisasi harus
mengeluarkan investasi awal cukup besar untuk mulai mengimplementasikan e-
learning. Investasi dapat berupa biaya desain dan paket pembuatan program Learning Managemet System (LMS), paket pelajaran dan biaya – biaya lain seperti promosi dan change management system. Apabila infrastruktur yang dimiliki belum memadai, organisasi harus mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli komputer, jaringan, server, dan lain sebagainya. •
Teknologi Karena teknologi yang digunakan beragam, ada kemungkinan teknologi
tersebut tidak sejalan dengan yang sudah ada dan terjadi konflik teknologi sehingga e-learning tidak berjalan baik. •
Infrastruktur Internet belum menjangkau semua kota di Indonesia. Layanan broadband
baru ada di kota – kota besar. Akibatnya belum semua orang atau wilayah belum dapat merasakan e-learning dengan internet. •
Materi Walaupun e-learning menawarkan berbagai fungsi, ada beberapa materi yang
tidak dapat diajarkan melalui e-learning. Pelatihan yang memerlukan banyak kegiatan fisik, seperti olahraga dan instrument musik, sulit disampaikan melalui e-
learning secara sempurna.
12
2.1.5
Tahapan Strategi E-learning Strategi E-learning menurut Effendi dan Zhuang ( 2005, h26 ) terdapat empat tahapan, yaitu: 1. Analisa, Faktor – faktor yang kita analisa :
Kebutuhan Organisasi
Analisa kebutuhan organisasi akan melihat keadaan organisasi sekarang dan apakah keberadaan e-learning akan memberikan dampak positif. Kita akan melihat pula ekspektasi manajemen terhadap peran pelatihan di organisasi dan
bagaimana
e-learning
membantu
pencapaiannya.
Kita
sangat
membutuhkan jalinan komunikasi yang kuat dengan pihak manejemen untuk mendeskripsikan tujuan yang ingin dicapai perusahaan itu.
Kebutuhan Pelatihan
Analisa kebutuhan pelatihan akan melihat kebutuhan organisasi dari segi pelatihan secara lebih spesifik dan hubungannya dengan e-learning. Analisa mengulas dasar – dasar praktik analisa kebutuhan pelatihan ( Training Need
Analysis ), di mana kita dapat melihat perbedaan ( gap ) antara kinerja yang dibutuhkan
organisasi
dengan
kinerja
sumber
daya
manusia
yang
sesungguhnya. Analisa perbedaan sering disebut job analysis. Dalam analisa, kita akan berhubungan dengan pihak karyawan dan atasannya agar mengetahui kondisi dan masalah pelatihan.
Budaya Organisasi
Kita juga akan melakukan analisa terhadap kultur perusahaan dan apakah kultur tersebut cocok dan kondusif untuk menerapkan e-learning.
Infrastruktur
kitapun harus menganalisa keadaan teknologi dan infrastruktur organisasi dari segi pelaksanaan e-learning.
13
2. Perencanaan
Network
Di bagian ini, kita akan merencanakan apa yang harus disiapkan dari segi infrastruktur dan teknologi agar dapat menerapkan e-learning sesuai keinginan sekolah.
Learning Management System
E-learning memerlukan suatu sistem sebagai platform untuk menjalankannya. Sistem tersebut sering dinamakan Learning Management System ( LMS ). Oleh karena itu, kita perlu merencanakan pula fungsi – fungsi yang harus dimiliki LMS dan bagaimana kita mengembangkannya agar sesuai kebutuhan sekolah.
Materi
Hasil analisa kebutuhan belajar - mengajar yang dilakukan tahap sebelumnya berhubungan erat dengan merencanakan materi pelajaran e-learning. Materi yang ditawarkan harus sesuai hasil analisa kebutuhan belajar – mengajar. Kita merencanakan apakah materi pelajaran ingin dibuat sendiri atau dibeli dari perusahaan penyedia jasa e-learning.
Marketing
Agar mencapai hasil maksimal, kita harus membuat pelajar tertarik dan berminat mencoba e-learning. Oleh karena itu, kita harus merencanakan cara pemasaran dan promosi yang cocok.
14
3. Pelaksanaan, Tahap pelaksanaan dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan waktu pelaksanaan :
Pre – lauch
Di sini, kita akan melaksanakan kegiatan yang harus dipersiapkan sebelum peluncuran e-learning di sekolah. Pada dasarnya kita harus memastikan bahwa materi tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. Kita mulai melakukan usaha untuk memancing minat siswa. Tindakan yang dilakukan termasuk testing terakhir.
Launch
Setelah semua persiapan selesai, kita akan masuk bagian peluncuran atau pengenalan e-learning kepada seluruh siswa. Peluncuran perdana bisa diadakan melalui berbagai pendekatan dan cara, baik yang besar maupun sederhana. Kita akan membahas seluruhnya.
Post – launch
Setelah memperkenalkan program e-learning kepada seluruh siswa, kitapun harus melakukan beberapa kegiatan untuk menjaga tingkat keikutsertaan anggota dalam program e-learning dan cara menjaga kepuasan pembelajaran siswa. 4. Evaluasi, Penilaian akan dilakuakan secara berikut :
Level 1
Mengukur kepuasan siswa dari segi interaksi dan tampilan program e-
learning.
Level 2
Mengukur hasil pembelajaran, apakah siswa dapat menyerap materi.
15
Level 3
Mengukur apakah materi pembelajaran benar – benar digunakan oleh siswa ketika melakukan proses belajar – mengajar sehingga prestasi meningkat.
Level 4
Mengukur berapa banyak hasil yang didapat oleh sekolah dengan adanya proses belajar – mengajar e-learning sehingga prestasi mereka meningkat. Hasil tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah investasi yang ditanam agar mendapat hasil ROI ( Return On Investment ) dari penerapan e-
learning. Gambar 2.1 TAHAPAN STRATEGI E-LEARNING
Sumber : Effendi dan Zhuang, e-learning konsep & aplikasi
16
2.2
Pengertian E-business Menurut O’brien (2005, h212) e-business adalah penggunaan Internet dan jaringan
serta
teknologi
informasi
lainnya
untuk
mendukung
e-commerce,
komunikasi dan kerjasama perusahaan, dan berbagai proses yang dijalankan melalui web, baik dalam jaringan perusahaan maupun dalam para pelanggan serta mitra bisnisnya. E-business meliputi e-commerce yang melibatkan pembelian dan penjualan, serta mitra bisnisnya. E-business meliputi e-commerce yang melibatkan pembelian dan penjualan serta pemasaran dan pelayanan produk, jasa, dan informasi melalui internet dan jaringan lainnya.
2.3 Metode Penelitian 2.3.1 Jenis dan Metode Penelitian Menurut Zikmund (Suliyanto, 2006, h2) riset merupakan proses pengumpulan, pencatatan dan analisis data yang sistematik dan obyektif untuk membantu pembuatan keputusan. Berdasarkan pendapat Sugiyono (2004, h7) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain.
2.3.2
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
2.3.2.1 Populasi Populasi menurut Sugiyono (2004, h72) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
17
2.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel Berdasarkan pendapat Sugiyono (2004, h73) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel tersebut, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang dari populasi harus betul-betul representatif. Menurut Suliyanto (2006, h113) probability sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana setiap anggota poulasi mempunyai kesempatan (probabilitas)
untuk
dijadikan
sampel.
Menentukan
ukuran
sampel
adalah
menentukan besarnya sampel yang harus diambil agar dapat menggambarkan populasi yang sebenarnya. Pengambilan sampel yang terlalu kecil dikhawatirkan tidak
mampu
menggambarkan
populasi
yang
sesungguhnya.
Sebaliknya,
pengambilan sampel yang terlalu besar akan membuang waktu, biaya dan tenaga secara percuma. Dalam penelitian ini ukuran sampel ditentukan menggunakan pendapat Slovin seperti yang dikutip oleh Suliyanto (2006, h100), yaitu : n=
N 1 + Ne2
Dimana : n = jumlah sampel minimal N = jumlah populasi e = persentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel.
18
Proportionate stratified random sampling digunakan jika populasi memiliki starata dan anggota setiap strata memiliki jumlah yang relatif proporsional. Oleh karena anggota strata memiliki jumlah yang proporsional maka setiap strata akan terwakili dalam sampel secara proporsional juga. Demikian juga sebaliknya, pada strata yang memiliki jumlah populasi yang sedikit, sampel yang akan diambil kecil.
2.3.3
Teknik Pengumpulan Data 2.3.3.1 Angket (kuesioner) Menurut Sugiyono (2004, h135) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Pada penelitian ini digunakan metode kuesioner tertutup. Menurut Suliyanto (2006, h141) dalam kuesioner tertutup, jawaban sudah disediakan oleh peneliti sehingga jawabannya akan sesuai dengan kebutuhan dalam riset. 2.3.3.2 Wawancara (interview) Berdasarkan pendapat Suliyanto (2006, h137), wawancara merupakan teknik pengambilan data dimana penelitian langsung berdialog dengan responden untuk menggali informasi dari responden. Dalam wawancara, peneliti tidak harus bertatap muka langsung, tetapi dapat melalui media tertentu misalnya melalui telepon,
teleconference atau chatting melalui internet.
19
2.3.4
Desain Pengukuran dan Instrumen Penelitian
2.3.4.1 Desain Pengukuran Menurut Sugiyono (2004, h84) skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada di dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Skala interval adalah salah satu jenis skala pengukuran yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Analisis statistik yang sesuai adalah : Uji t (t-test), Uji t (t-test) dua sampel; Anova satu jalur (One Way-Anova); Anova dua jalur (Test-Ways Anova); Uji Pearson
product moment; Uji Korelasi Parsial (partial correlation); Uji Korelasi Ganda (Multiple Correlation); Uji Regresi (Regression Test); dan Uji Regresi Ganda (Multiple Regression Test). Uji statistik yang digunakan ialah uji statistik parametrik dan non parametrik. 2.3.4.2 Instrumen Penelitian Berdasarkan
pendapat
Sugiyono
(2004,
h84)
instrumen
penelitian
digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti.
20
Tabel 2.1 Variabel e-learning VARIABEL Tingkat Peminatan Mata Pelajaran Tingkat Kepentingan Mata Pelajaran Tingkat Kecocokan Mata Pelajaran
PARAMETER
Skala prioritas
SKALA Tingkat Peminatan 1-12 Bobot : 1-12
Skala prioritas
Tingkat Kepentingan 1-12 Bobot : 1-12
Skala prioritas
Tingkat Kecocokan 1-12 Bobot : 1-12
Sumber : peneliti 2.3.5 Teknik Analisis Data 2.3.5.1 Uji Validitas Menurut Suliyanto (2006, h146) validitas sebuah alat ukur ditunjukkan dari kemampuannya mengukur apa yang seharusnya diukur. Kuesioner riset dikatakan valid apabila instrumen tersebut benar-benar mampu mengukur besarnya nilai variabel yang diteliti. Keputusan pada sebuah butir pertanyaan dapat dianggap valid, yang bisa dilakukan dengan beberapa cara : •
Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3.
•
Jika koefisien korelasi product moment > r-tabel (α ; n -2) n = jumlah sampel.
•
Nilai sig. ≤ α
21
Rumus Pearson Product Moment ( Koefisien Korelasi ) : rhitung =
n ( Σ Xi Yi ) – ( Σ Xi ) . ( Σ Yi ) { n . Σ Xi 2 - ( Σ Xi ) 2 } . { n . Σ Yi 2 - ( Σ Yi ) 2}
Dimana : rhitung
= Koefisien Korelasi
Σxi
= Jumlah skor item
ΣYi
= Jumlah skor total
N
= Jumlah responden
Jika rhitung > rtebel berarti valid Jika rhitung < rtabel berarti tidak valid 2.3.5.2 Uji Reliabilitas Masih menurut Suliyanto (2006, h149) pengertian reliabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Jika hasil pengukuran yang dilakukan secara berulang relatif sama maka pengukuran tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan metode Alpha adalah sebagai berikut : 1. Menghitung varians tiap skor pada setiap item dengan rumus : Σ Xi 2 - ( Σ Xi ) Si =
2
N N
Dimana : = Varians skor tiap-tiap item
Si Σ Xi
2
( Σ Xi ) N
= Jumlah kuadrat item Xi 2
= Jumlah item Xi dikuadratkan = Jumlah responden
22
2. Menjumlahkan varians seluruh item dengan rumus : ΣSi = S1 + S2 + ...............Sn Dimana : = Jumlah varians semua item
ΣSi
S1, S2 ..........Sn = Varians item ke-1,2,.....n 3. Menghitung varians total dengan rumus : Σ Xt 2 - ( Σ Xt ) St =
2
N N
Dimana: St
= Varians total
Σ Xt
2
= Jumlah kuadrat X total
( Σ Xt )
2
= Jumlah X total dikuadratkan
N
= jumlah responden
4. Memasukkan nilai Alpha dengan rumus : R
11
=
k
1 – Σ Si
k–1
St
5. Keputusan dengan membandingkan r11 dengan rtabel (Tabel r Product Moment dengan dk = N – 1) : Jika r11 > rtabel berarti Reliabel
Jika r11 < rtabel berarti Tidak Reliabel
23
2.3.5.3 Skala Likert Berdasarkan pendapat Sugiyono (2004, h86) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif , maka jawaban itu dapat diberi skor, misal : 1. Sangat Setuju
=4
2. Setuju
=3
3. Tidak Setuju
=2
4. Sangat Tidak Setuju
=1
Berdasarkan skor yang telah ditetapkan maka : Jumlah skor untuk Y orang yang menjawab SS
=YX4
Jumlah skor untuk Y orang yang menjawab S
=YX3
Jumlah skor untuk Y orang yang menjawab TS
=YX2
Jumlah skor untuk Y orang yang menjawab STS
=YX1+
Jumlah
=
X
Persentase jawaban yang diinginkan = (X : total jawaban yang diinginkan) x 100% Skala kontinum sebagai berikut : STS
TS
S
SS
Gambar 2.2 Skala kontinum tingkat persetujuan Sumber : Sugiyono
24
Keterangan Kriteria Interpretasi Skor : Angka 0% - 25%
= Sangat Lemah
Angka 26% - 50%
= Lemah
Angka 51% - 75%
= Kuat
Angka 76% - 100%
= Sangat Kuat
2.3.5.4 Metode Pembobotan Dikutip
dari
Christansen
(Proses
pembobotan
AHP,
2008),
Bobot
didefinisikan sebagai sebuah nilai yang ditetapkan pada suatu kriteria evaluasi yang mengidentifikasikan kepentingan relatif terhadap kriteria lain berdasarkan suatu pertimbangan. Perhitungan bobot menggunakan matriks seperti di bawah ini, sebagai contoh: Tabel 2.2 Contoh perhitungan pembobotan
No
Mata Pelajaran
F
Diminati W S
F
Penting W S
F
Cocok W S
Jumlah
Rata - rata Jumlah Sumber : Peneliti Keterangan: •
Baris mata pelajaran : kriteria yang akan dibobotkan.
•
Kolom diminati, penting dan cocok : tiga pertimbangan untuk mencapai suatu kepentingan dalam pembobotan.
•
F : Frekuensi, frekuensi adalah jumlah dari perhitungan modus hasil perolehan data kuesioner.
•
W : Bobot, bobot memiliki rank atau peringkat yang telah ditentukan.
25
•
S : Skor, skor adalah perhitungan frekuesi dikalikan dengan bobot. Skor memperlihatkan perbandingan hasil pembobotan.
•
Rata – rata : dilakukan perhitungan rata – rata, karena hasil perhitungan jumlah modus yang lebih dari satu.
•
Jumlah : total penjumlahan dari semua baris dan kolom.
2.3.5.5 Korelasi Spearman Menurut Supranto (2008, h338), Koefisien korelasi peringkat Spearman, rs, adalah ukuran erat-tidaknya kaitan antara dua variabel ordinal; artinya, rs merupakan ukuran atas kadar/ derajat hubungan abtara data yang telah disusun menurut
peringkat
(ranked
data).
Koefisien
korelasi
(r)
dihitung
dengan
menggunakan nilai peringkat untuk X dan Y, dan bukan nilai aktual. •
Prosedur untuk menghitung dan menguji koefisien korelasi peringkat Spearman 1) Rumus hipotesis nol dan hipotesis alternatif 2) Tentukan taraf nyata (α) 3) Kumpulan data dan kemudian susun peringkat data tersebut 4) Hitung perbedaan antara pasangan peringkat 5) Hitung rs 6) Jika n > 10, hitung CR 7) Bandingkan nilai CR yang dihitung dengan nilai dari tabel t dengan menggunakan derajat kebebasan n – 2 8) Tarik kesimpulan tentang statistik tentang Ho
26
•
Mengitungung rs 6 Σ D² rs = 1 n ( n² - 1 )
di mana : rs = Koefisien korelasi spearman D = Perbedaan skor antar variabel n = Jumlah sampel •
Menurut Sugiyono ( 2010, h246) jika terdapat nilai yang sama, maka cara merangkingnya adalah dengan menjumlahkan urutan rangking yang sama, lalu dibagi jumlah rangking dan hasilnya masing-masing diberi nilai jumlah rangking yang sama.
•
Menguji signifikan rs Ho : rs = 0
tidak ada hubungan
H1 : rs > 0
Ada hubungan
Rumus : n-2 CR = rs 1 - rs² di mana : CR = Critical ratio rs = Koefisien korelasi spearman n = Jumlah sampel •
Pengambilan keputusan Terima Ho jika CR < nilai t tabel Tolak Ho jika CR > nilai t tabel
27
2.4 Kerangka Pemikiran
Analisis dan Perancangan e-learning pada SMPN 127
Metode pengumpulan data : - data primer: wawancara, kuesioner. - data sekunder : kepustakaan
Metode penelitian :
Analisa tingkat kebutuhan elearning: • Skala Likert
Analisa mata pelajaran yang ingin dimasukkan dalam e-learning : • Metode Pembobotan
Hasil Analisis
Perancangan e-learning SMPN 127 Gambar 2.3 Sumber : Peneliti
Analisa hubungan antar variabel : • Metode Spearman