BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian KM
•
Menurut Laudon & Laudon (2010, p. 98) KM adalah seperangkat proses bisnis yang khusus dikembangkan dalam organisasi untuk menyimpan, menciptakan, memindahkan, dan menerapkan knowledge di dalam perusahaan. KM berfungsi untuk mempermudah perusahaan dalam mempelajari lingkungan sekitar dan dapat menerapkan knowledge tersebut dalam proses bisnisnya.
•
Menurut Dalkir (2011, p. 3) mengutip dari Nonaka & Takeuchi (1995); Pasternack & Viscio (1998); Pfeiffer & Sutton (1999); Ruggles & Holtshouse (1999). KM adalah proses permintaan untuk pendekatan yang sistematis untuk menangkap, menstruktur, mengatur dan menyebarkan knowledge ke dalam organisasi yang bertujuan bekerja lebih cepat, dipakainya kembali best practice dan meminimalkan biaya pengerjaan kembali antar project ke project.
•
Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 2) mengutip dari Long & Sheemann (2000) KM adalah digambarkan sebagai pengembangan alat, proses, sistem, struktur, dan kultur yang secara implisit meningkatkan kreasi, penyebaran dan pemanfaatan knowledge yang penting bagi pengambilan keputusan.
•
Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 2) mengutip dari Batgerson (2003) KM adalah suatu pendekatan yang sistematik untuk mengelola asset intelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan.
2.2
Peranan, Tujuan dan Manfaat KM Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 11) mengutip dari Quin (1992),
peningkatan daya saing perusahaan sangat tergantung pada sumber daya yang berbasis knowledge, seperti teknologi know-how dan pemahaman mendalam kepada para pelanggannya. Nawawi juga menjelaskan bahwa Drucker (1993) beragumentasi bahwa 6
7 knowledge telah menjadi sumber daya paling berguna di dalam dunia bisnis saat ini. Nawawi menegaskan bahwa Toffler (1990) mengkalim, knowledge adalah sumber kekuasaan yang paling berkualitas dan kunci pergeseran kekuasaan ke depan. Knowledge menjadi sumber daya yang sangat penting bagi daya saing. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 12) penerapan knowledge di dalam setiap perusahaan yang berbasis knowledge akan berdampak kepada: a.
Cara kerja baru berkolaborasi, cara baru dalam merajut keahlian untuk tujuan tujuan khusus.
b.
Cara baru dalam mengelola karyawan.
c.
Cara baru melatih dan mendidik dalam perusahaan.
d.
Cara dan metode baru dalam mendapatkan knowledge, mengorganisasi, mengotomatiskan serta penyebarannya.
e.
Fokus baru bagi ilmu manajemen atas pengorganisasian pekerjaan dengan perspektif knowledge, manajemen perubahan untuk memfasilitasi pertumbuhan serta rincian penting pengelolaan knowledge.
f.
Fokus baru bagi penyusunan strategi dalam mengembangkan knowledge dan modal intelektual yang berhubungan dengan peluang untuk merealisasikan serta menangkap kemungkinan kemungkinan. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 13) manfaat dari KM dalam organisasi
adalah: a.
Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
b.
Meningkatkan kualitas penanganan pelanggan.
c.
Mempercepat respon terhadap isu bisnis yang penting.
d.
Meningkatkan keterampilan karyawan.
8 e.
Meningkatkan produktivitas.
f.
Meningkatkan profit.
g.
Meningkatkan berbagai praktik terbaik.
h.
Mengurangi biaya.
i.
Meningkatkan kolaborasi dalam perusahaan.
j.
Cara kerja yang lebih baik.
k.
Meningkatkan pangsa pasar.
l.
Menciptakan peluang bisnis baru.
m.
Menyempurnakan pengembangan produk baru.
n.
Sistem retensi karyawan lebih baik.
o.
Meningkatkan mutu produk dan layanan. Apabila ditelusuri lebih jauh, menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 13) misi
utama KM pada dasarnya adalah: a.
Mengembangkan sistem yang lebih baik dalam rangka menciptakan, menangkap, dan menyebarkan knowledge di dalam organisasi.
b.
Menumbuhkan
kesadaran
bahwa
know-how
akumulasi
keterampilan
melaksanakan pekerjaan dapat ditambahkan dengan signifikan terhadap nilai bisnis. 2.3
Aturan Kunci KM Menurut Dubois dan Wilkerson pada Jurnal Knowledge Management:
Background Paper for the Development of an Knowledge Management Strategy for Public Health in Canada (2008:27) yang dikutip dari The South East Health Knowledge Management Strategy (2005) menyatakan, mengidentifikasi aturan kunci yang
9 dibutuhkan dalam KM. Di antaranya terdapat lima proses yang berkaitan dengan kebudayaan dari organisasi yaitu: a.
Mengembangkan infrastruktur IT dan meningkatkan akses dalam pencarian sumber daya.
b.
Pengaturan dan membuktikan fakta-fakta yang terkait.
c.
Mendapatkan fakta yang diperoleh dari penelitian data dan pengalaman.
d.
Meningkatkan kapasitas dalam penyebaran knowledge.
e.
Mendukung komunitas pada praktik. Lima proses di atas digambarkan dalam bentuk rangkaian grafik di bawah ini:
Gambar 2.1 Aturan Kunci dalam KM (Sumber: Dubois & Wilkerson (2008, p. 27))
10 2.4
Jenis Knowledge Menurut Tobing & Paul (2007, p. 9) ada dua jenis knowledge yaitu:
•
Tacit Knowledge Adalah knowledge yang terdapat pada otak atau tersimpan di dalam diri seseorang dan diperoleh melalui pengalaman namun sangat sulit dimunculkan dan dikodifikasi.
•
Explicit Knowledge Adalah segala bentuk knowledge yang sudah direkam, dan didokumentasikan dalam repository KM sehingga lebih mudah didistribusikan dan dikelola. Menurut Chaffey & Dave (2007, p. 486), ada dua jenis knowledge yaitu:
•
Tacit Knowledge Suatu knowledge yang tidak berwujud dan tidak dapat didokumentasikan karena merupakan bagian yang terdapat di dalam pikiran manusia.
•
Explicit Knowledge Merupakan rincian proses dan prosedur yang dapat segera diungkapkan dan dicatat dalam suatu sistem informasi. Menurut Polanyi yang dikutip oleh Dalkir (2011, p. 9) ada dua jenis knowledge
yaitu: •
Tacit Knowledge Suatu bentuk pengetahuan yang sulit untuk diartikan dalam bentuk kata, teks maupun gambar.
•
Explicit Knowledge Yaitu konten representasi yang telah ditangkap dalam beberapa sumber.
11 Perbedaan antara Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge: Tacit Knowledge
Explicit Knowledge
Mampu untuk beradaptasi, mampu
Mampu untuk menyebarkan,
menghadapi situasi baru dan luar biasa
menggandakan, untuk mengakses dan menerapkan keseluruhan organisasi
Sistem pakar, know-how, know-why, dan
Kemampuan untuk mengajar dan melatih
care-why
Mampu untuk mengkolaborasikan, berbagi Mampu untuk mengatur, mensistematisasi, visi, dan mentransmisikan budaya
menerjemahkan visi kedalam pernyataan misi, untuk menjadi pedoman operasional
Proses pelatihan untuk mentransfer
Mentransfer pengetahuan lewat produk,
pengetahuan dari suatu pengalaman
pelayanan, dan proses pendokumentasian
Tabel 2.1 Perbedaan antara Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge (Sumber: Dalkir (2011, p. 10)) Menurut Nonaka & Takeuch (1995, p. 283) ada dua jenis knowledge, yaitu: •
Tacit Knowledge Merupakan knowledge perindividu, yang sulit diungkapkan dengan bahasa formal dan terlebih untuk dikomunikasikan.
12 •
Explicit Knowledge Dapat diwujudkan dalam angka dan kata, serta mudah dikomunikasikan dan disebarkan dalam bentuk dokumen, formulasi ilmiah, atau prosedur pengkodean.
2.5
Internal dan Eksternal Knowledge Mengutip Jurnal Developing
a Business Strategy and Knowledge Strategy
(2010) mengenai Zack Strategy. Bahwa posisi knowledge dalam organisasi terdiri dari internal knowledge
dan eksternal knowledge. Beberapa organisasi yang lebih
berorientasi kepada eksternal menggambarkan pada publikasi dan lain-lain. Sedangkan perusahaan yang berorientasi pada internal knowledge menggambarkan bahwa perusahaan itu memiliki keunikan yang tidak dimiliki perusahaan lain, sehingga knowledge hanya dalam internal perusahaan. Mengutip jurnal Knowledge Management A Way To Gain A Competitive Advantage In Firms (Evidence Of Manufacturing Companies) 2014, mengatakan bahwa knowledge sebagai dasar kompetisi adalah faktor paling penting. Organisasi saat ini memerlukan akuisisi, manajemen dan eksploitasi knowledge dan informasi untuk meningkatkan efisiensi, mengelola dan melacak perkembangan yang tidak ada habisnya. KM adalah sebuah model bisnis dengan semua aspek penciptaan pengetahuan, berbagi dan menggunakan knowledge. Penelitian menunjukkan bahwa dalam industri, KM dapat membuat competitive advantage secara signifikan. Mengutip jurnal Internal and External Knowledge – Innovation of Export Varieties (2013), mengatakan bahwa potensi pengetahuan eksternal dari industri lokal harus mewakili kekayaan pengetahuan peluang bagi perusahaan-perusahaan dalam ekonomi lokal tertentu. Dari potensi ini perusahaan dapat menemukan nasihat, dukungan inovasi pembelian dan menjalin kerja sama dengan aktor eksternal, dan menyerap pengetahuan mengalir secara umum. Tujuannya adalah untuk menghitung potensi tersebut untuk masing-masing ekonomi lokal dan karenanya untuk perusahaanperusahaan di setiap industri lokal.
13 2.6
The Inukshuk KM Model Menurut Girard yang dikutip oleh Dalkir (2011, p. 91) Inukshuk KM Model
dikembangkan untuk membantu departemen pemerintahan Canada dalam membantu mengelola knowledge. Inukshuk telah digunakan selama berabad-abad, keterampilan membangun sebuah Inukshuk secara tradisional telah turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan masing-masing struktur memiliki tujuan tertentu. Pada awalnya digunakan untuk menunjukan jalan ke tempat memancing atau ke desa terdekat di mana traveler mungkin menemukan suatu arah, tetapi kemudian berkembang memiliki kegunaan spiritual, menandai tempat penghakiman, dan pengambilan keputusan. Secara keseluruhan Inukshuk telah berubah menjadi simbol harapan dan persahabatan.
Gambar 2.2 The Inukshuk KM Model (Sumber: Dalkir (2011, p. 91))
14 Dalkir menjelaskan bahwa proses elemen Inukshuk secara langsung berasal dari Model SECI. Technology dan culture merupakan elemen struktur penting yang membantu menjaga integritas sebuah penelitian. Measure dan leadership ditempatkan di bagian paling atas untuk mewakili pentingnya fungsi secara menyeluruh dalam mengukur dampak KM dan menyediakan kepemimpinan serta dukungan untuk implementasi tersebut. Mengutip jurnal Adnan, H.M. (2013). 1st International Conference On Human Capital And Knowledge Management. Human Capital & Knowledge Management In The Age Of Information. (17): 2, mengatakan bahwa Technology adalah alat untuk mengumpulkan, berbagi dan menciptakan informasi baru di antara anggota kelompok. Leadership berfokus pada tugas seorang pemimpin untuk membimbing, mendorong dan mengambil tindakan untuk mencapai misi dan tujuan organisasi. Culture adalah tentang pengembangan keyakinan yang mendorong sharing knowledge dan penciptaan knowledge dalam organisasi. Measurement adalah elemen untuk menentukan apakah KM telah mencapai tujuan dan misi dalam organisasi. 2.7
Proses KM Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 6) yang mengutip Nonaka & Takeuchi
(2004) kedua jenis knowledge (tacit dan explicit) dapat dikonversi melalui empat jenis, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Dalam konteks manajemen, proses KM merupakan serangkaian tindakan saling mendukung satu sama lain yang bersifat terus menerus dan selalu ada keterkaitan. Nawawi & Ismail (2012, p. 6) juga menegaskan bahwa dalam kondisi sekarang ini, organisasi biasanya menggunakan media-media berikut ini sebagai sarana komunikasi antar sumber daya manusia yang ada di organisasi dan pihak-pihak berkepentingan. a.
Rapat secara berkala.
b.
Diskusi secara berkala.
c.
Pertemuan bulanan.
15 d.
Intranet.
e.
Surat edaran atau surat keputusan.
f.
Papan pengumuman.
g.
Intranet atau media massa. Untuk mendukung proses aktivitas dan pengembangan sumber daya di suatu
organisasi yang merupakan perwujudan dari model Socialization, Externalization, Combination, Internalization (SECI). Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 6) mengutip Nonaka & Takeuchi (2004, dalam Setiyoso, et al, 2009) digunakan perangkat teknologi yang ada di organisasi melalui empat cara konversi sebagai berikut:
Gambar 2.3 Pemetaan Infrastruktur TI ke dalam Proses SECI (Sumber: Nawawi & Ismail (2012, p. 8))
16 •
Sosialisasi Proses sosialisasi antar SDM di perusahaan salah satunya dilakukan melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, SDM dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta knowledge baru. Rapat dan diskusi yang dilakukan secara berkala harus memiliki notulen rapat. Notulen rapat ini kemudian menjadi bentuk eksplisit (dokumentasi dari knowledge). Di dalam sistem KM yang akan dikembangkan, fitur-fitur collaboration, seperti e-mail, diskusi elektronik, komunitas praktis (communities of practice) memungkinkan memungkinkan pertukaran tacit knowledge (informasi, pengalaman, dan keahlian) dimiliki seseorang sehingga perusahaan semakin mampu belajar serta melahirkan ide baru yang kreatif.
•
Eksternalisasi Sistem KM akan sangat membantu proses eksternalisasi ini, yaitu proses untuk mengartikulasikan tacit knowledge menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada yang berkepentingan. Perusahaan telah mendatangkan expert untuk melakukan serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang tidak dimiliki oleh perusahaan. Dengan mendatangkan expert, akan terdapat knowledge baru dalam perusahaan yang dapat dipelajari, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya.
•
Kombinasi Proses konversi knowledge melalui kombinasi adalah mengkombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda untuk disusun ke dalam sistem KM. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi), database
17 perusahaan dan internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur enterprise portal seperti knowledge organization system yang memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi), pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini. Data yang telah tersimpan dalam sistem dianalisis terutama untuk analisis data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta yang bersifat strategis, seperti pembuatan indikator-indikator kinerja. Demikian pula content management memiliki fungsi untuk mengolah informasi perusahaan baik terstruktur (database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan, notulen) dapat mendukung proses kombinasi ini. •
Internalisasi Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain, dan terjadi peningkatan knowledge SDM. Sumbersumber explicit knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database perusahaan), surat edaran atau surat keputusan, papan pengumuman dan internet serta media massa sebagai sumber external untuk dapat mendukung proses ini sistem perlu memiliki alat bantu pencarian dan pengambilan dokumen. Isi manajemen (Content Management), selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses internalisasi, pemicu untuk proses ini adalah penerapan “learning by doing”. Fitur-fitur terdapat pada fungsi learning akan sangat membantu terlaksananya
proses ini. Selain itu pendidikan dan pelatihan (training) dapat mengubah pelajaran tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge pada karyawan. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 9) mengutip Setiarso, et.al (2009), faktor budaya memegang peran yang sangat penting dalam mendukung proses penciptaan knowledge perusahaan dan keberhasilan KM di perusahaan. Berbagi knowledge berarti setiap anggota perusahaan menyadari pentingnya knowledge bagi perusahaan, serta rela membagi ilmunya dengan anggota lain.
18 Nawawi & Ismail (2012, p. 9) juga menjelaskan untuk membangun budaya knowledge sharing di dalam diri SDM organisasi, maka strategi yang dapat ditempuh sebagai berikut: a.
Merumuskan budaya knowledge sharing di organisasi. Yang menekankan pada kewajiban untuk menggali dan membagi knowledge kepada semua karyawan
b.
Membangun rasa saling percaya di antara SDM organisasi, terlepas dari kedudukan, kecerdasan, dan kinerjanya.
c.
Sistem
penghargaan
(reward)
karena
adanya
aktivitas
berbagi
dan
memanfaatkan knowledge. Karyawan yang banyak melakukan aktivitas berbagai knowledge melalui kegiatan dikantor akan memperoleh angka kredit tertentu untuk diberi reward. Hal ini diharapkan akan mendorong motivasi karyawan dalam berbagai knowledge. d.
Rotasi kerja. Dalam hal ini pertukaran karyawan, dilakukan secara teratur sesuai dengan perencanaan karier karyawan, yang memungkinkan aktivitas penyebaran dan peningkatan knowledge.
e.
Menyediakan sarana atau media dalam melakukan aktivitas berbagai knowledge. Organisasi dapat memanfaatkan ruang diskusi, ruang presentasi yang telah dimiliki sebagai media untuk berbagi knowledge. Selain itu, dengan meyediakan fasilitas collaboration, content management, dan learning maka karyawan akan lebih mudah mengakses informasi dan knowledge, bertukar informasi dan knowledge melalui diskusi suatu topik secara online, sehingga budaya menciptakan dan berbagi knowledge
akan tumbuh dengan sendirinya di
organisasi. f.
Kepemimpinan dari jajaran direksi dan manajemen yang mendukung penerapan KM ini.
19 Selanjutnya, menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 9) mengutip Setiarso, et.al (2009) mengemukakan analisis dengan mempertimbangkan model SECI. Dapat disusun sebuah proses general untuk menjalankan sistem KM yang baik, sebagai berikut: a.
Pada saat awal tahun anggaran organisasi, karyawan terlebih dahulu menguasai knowledge yang akan dipakai dengan cara mencari knowledge tersebut pada database.
b.
Apabila knowledge tersebut tidak terdapat pada database, karyawan tersebut harus menghubungi experts, untuk kemudian berdiskusi.
c.
Hasil dari diskusi tersebut, kemudian didokumentasikan untuk selanjutnya dipublikasikan di dalam database KM.
d.
Pada saat pelaksanaan kegiatan, karyawan diwajibkan untuk mencatat setiap permasalahan yang terjadi dan solusi dari permasalahan tersebut.
e.
Pada saat kegiatan telah selesai, karyawan tersebut wajib membuat log book. Kemudian, log book tersebut dipresentasikan di hadapan rekan-rekannya dan diserahkan ke document control untuk dipublikasikan di database KM agar dapat menjadi referensi kegiatan belajar mengajar selanjutnya.
2.8
Penyimpanan Knowledge Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 87) proses penyimpanan knowledge
merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan bahwa knowledge di perusahaan tersimpan dan bermanfaat baik oleh individu maupun unit kerja. Setelah knowledge ditransfer dan direkam harus dilakukan penyimpanan dalam perusahaan lebih lanjut, jika sewaktu waktu dibutuhkan, dapat dicari dengan mudah. Nawawi & Ismail (2012, p. 87) juga berpendapat bahwa perusahaan yang telah melakukan akuisisi dan memanfaatkan knowledge itu mempunyai tujuan untuk meningkatkan kinerja individu, unit kerja dan perusahaan, namun tidak berarti knowledge yang telah diakuisisi dimanfaatkan dan terus dikembangkan, itu serta merta
20 selalu berada di perusahaan. Knowledge dapat hilang karena perubahan personel yang memiliki knowledge tersebut. Nawawi & Ismail (2012, p. 87) juga menegaskan bahwa perubahan terjadi karena adanya karyawan dipromosikan ke posisi yang lebih baik, dipindahkan ke unit berbeda, dimutasi ke daerah yang berbeda, mengundurkan diri, pensiun atau bahkan meninggal. Selain hilangnya knowledge, dapat juga terlupakan, tidak ada lagi kegiatan yang membutuhkan knowledge tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan upaya untuk memelihara atau menyimpan knowledge.
Gambar 2.4 Proses Penyimpanan Knowledge (Sumber: Nawawi & Ismail (2012, p. 88)) Nawawi & Ismail (2012, p. 88) juga menjelaskan bahwa perusahaan harus memilih begitu banyak knowledge dari kejadian, orang, dan proses yang berharga untuk disimpan, kemudian ditentukan pula cara penyimpanannya. Penyimpanan dan mekanisme penemuan kembali knowledge memungkinkan perusahaan dengan cepat menemukan knowledge yang dicari. Agar tetap bersaing, sebaiknya organisasi dapat menciptakan, menangkap, dan menempatkan knowledge organisasi dengan cara yang lebih mudah serta memperbarui sesuai dengan dinamika perusahaan. Selain itu, knowledge perusahaan dan para ahli harus juga bisa dibagi dengan mudah, baik antar individu, tim maupun antar unit di dalam organisasi. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 89) tempat penyimpanan knowledge secara informal berupaya untuk menangkap tacit knowledge pada pikiran para pakar dalam
21 suatu tempat di dalam perusahaan tersebut, tetapi belum diletakkan dalam format terstruktur. Knowledge yang termodifikasi (explicit knowledge) umumnya telah ditangkap dalam satu bentuk, tetapi bagaimanapun harus di saring, diorganisir, dan disimpan dalam tempat penyimpanan knowledge terpusat. Tempat penyimpanan knowledge bukan database, juga bukan knowledge base, tetapi merupakan suatu penyimpanan knowledge biasanya didasarkan pada teks dan mempunyai berbagai karakteristik. Oleh karena itu, menangkap knowledge merupakan sasaran dari penyimpanan knowledge. Struktur penyimpanan sangat bergantung pada jenis knowledge yang disimpan. 2.9
KM Taxonomy Menurut Dalkir (2011, p. 124) dapat dianggap sebagai bangunan dari suatu
knowledge dan keahlian. Taxonomy merupakan sistem aplikasi dasar yang berguna untuk memaparkan konsep-konsep dalam bentuk hierarchical model. Semakin tinggi suatu konsep diletakan, maka semakin umum dan dapat dirincikan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah suatu konsep, maka semakin spesifik nama dari satu subclass. Dalkir juga menegaskan bahwa konsep penting yang menggaris bawahi Taxonomy adalah gagasan tentang turunan. Setiap node merupakan suatu sub kelompok dari kelas atasnya, itu mengartikan bahwa simpul yang lebih tinggi akan di pindahkan dari kelas induk ke anak. Menurut Pellini (2011, p. 4) definisi dasar Taxonomy adalah suatu set struktur nama dan deksripsi yang digunakan untuk mengatur informasi dan dokumen dengan cara yang konsisten. Pellini (2011, p. 4) juga menjelaskan lebih lanjut secara rinci dalam pasal 6, taksonomi di sekitar alur kerja dan kebutuhan pengetahuan dalam struktur intuitif. 2.10
Manusia Pusat KM Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 165) mengutip dari Robbins (1996)
individu dan manajer perlu mengembangkan keterampilan antar pribadi atau
22 penanganan orang agar efektif dalam pekerjaan. Perilaku individu dalam perusahaan menawarkan sejumlah tantangan dan kesempatan bagi para manajer dalam membantu dan memperbaiki kualitas individu dengan menunjukkan kepada manajer bagaimana memberi kuasa orang-orangnya maupun merancang melakukan perubahan dalam organisasi. Nawawi & Ismail (2012, p. 165) mengutip dari Nadler, et.al (1979) perusahaan merupakan suatu lingkungan bagi individu yang mempunyai karakteristik. Adapun karakteristik yang dipunyai perusahaan, di antaranya keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hierarki, pekerjaan-pekerjaan, satuan tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem penggajian (reward sistem), sistem pengendalian dan sebagainya. Jika karakteristik individu berinteraksi dengan perusahaan, maka akan terwujud perilaku individu dalam perusahaan. Dalam bentuk teori, Nawawi & Ismail (2012, p. 165) mengutip Homas (1950, dalam Thoha, 2009) mengemukakan bahwa teori pembentukan kelompok yang lebih komprehensif adalah teori yang berasal dari George Homans. Teorinya berdasarkan pada aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi, dan sentiment-sentimen (perasaan atau emosi). Tiga elemen ini satu sama lain berhubungan secara langsung, dan dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Semakin banyak aktivitas-aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain (shared), semakin beraneka interaksi-interaksinya, dan juga semakin kuat tumbuhnya sentiment-sentimen.
b.
Semakin banyak interaksi di antara individu, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan (shared) pada orang lain.
c.
Semakin banyak aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada individu lain, dan semakin banyak sentiment seseorang dapat dipahami oleh orang lain, maka, semakin banyak kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-interaksi.
23 Dalam hal ini, Nawawi & Ismail (2012, p. 166) mengutip Tobing & Paul (2007) mengatakan pada hakikatnya knowledge sebagian besar berada di dalam kepala manusia dalam bentuk tacit knowledge, bukan di Sistem Informasi yang canggih. Kenyataan ini membawa kesadaran bahwa pendekatan-pendekatan yang bersifat konsentrasi pada masyarakat (people centered) tidak hanya sekedar perlu, tetapi sudah menjadi keharusan untuk dilakukan. Nawawi & Ismail (2012, p. 166) juga menjelaskan bahwa berbagi (sharing) merupakan inti dari keberhasilan KM, tanpa berbagi (sharing), maka proses pembelajaran (process learning) yang merupakan proses penambahan knowledge (akuisisi knowledge), akan terhambat. Tanpa sharing, maka skala utilisasi knowledge sangat terbatas, karena knowledge hanya dimanfaatkan oleh orang atau unit secara terbatas. Nawawi & Ismail (2012, p. 167) oleh karena itu, budaya organisasi yang berbasiskan knowledge merupakan sebagai salah satu unsur: a. Mendorong sumber daya manusia selalu belajar dan memutuskan untuk tetap berkembang bersama organisasi b. Sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan ruang lingkup kegiatan intern perusahaan (tata tertib, administrasi, hubungan antar bagian, penghargaan prestasi SDM). c. Untuk menunjukkan pada pihak eksternal tentang keberadaan perusahaan dari ciri khas dan keunikan yang dimiliki di tengah-tengah perusahaan di masyarakat. d. Sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan perusahaan (corporate planning), yang meliputi: pembentukan knowledge, marketing plan, penetuan segmentasi pasar yang akan dikuasasi, dan penentuan positioning perusahaan. e. Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan sumber daya manusia dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya manusia yang berbasiskan knowledge sebagai aset perusahaan.
24 2.11
Berbagi Knowledge Berdasarkan identifikasi tantangan perusahaan yang dilakukan Nawawi & Ismail
(2012, p. 167), berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menumbuh kembangkan budaya perusahaan yang merupakan induk dari budaya sharing dan inti dari KM, di antaranya: a.
Tantangan ekstern atau lingkungan. Tantangan ini berupa kekuatan-kekuatan dari luar yang mempengaruhi kegiatan bisnis perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
b.
Tantangan intern. Tantangan intern perusahaan adalah masalah-masalah di dalam perusahaan mengenai SDM yang dapat menghambat usaha perwujudan eksistensinya sebagai perusahaan berdaya saing kompetitif.
c.
Tantangan individu atau profesionalitas. Tantangan ini berupa kondisi SDM, terutama di lingkungan para eksekutif sebuah perusahaan, berkenaan dengan kemampuannya melaksanakan tugastugas manajerial, khususnya dalam mengambil keputusan di bidang bisnis utama yang akan merefleksi pada eksistensi perusahaan. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 168) mengutip Tobing & Paul (2007) inti
dari KM adalah knowledge sharing, karena melalui knowledge sharing terjadi peningkatan value dari knowledge perusahaan. Seseorang yang melakukan knowledge sharing tidak akan kehilangan knowledge, tetapi justru melipat gandakan nilai dari knowledge tersebut, apabila sudah dimiliki, dapat dimanfaatkan oleh banyak orang. Bahkan knowledge yang di-share dapat menjadi knowledge baru sesudah mengalami proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi (SECI). Nawawi juga menjelaskan knowledge baru sebagai hasil proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, internalisasi akan mengalami multiplikasi nilai jika mengalami proses SECI secara berkelanjutan. Proses multiplikasi nilai knowledge tersebut dinamakan sebagai proses knowledge spiral.
25 Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 169) mengutip dari Tobing & Paul (2007) bahwa para leader memberi keteladanan. Keterlibatan langsung leader dalam memimpin implementasi KM merupakan syarat utama dan bersifat mandatory. Mengimplementasikan KM artinya mengimplementasikan perubahan, yaitu munculnya tradisi knowledge sharing dan tradisi belajar yang melibatkan semua personil di dalam suatu perusahaan. Membangun kepercayaan (trust) dan keterbukaan. Salah satu definisi trust menurut kamus Webster adalah “to rely on truthfulness or accuracy of..” yang berarti sadar atau mengandalkan kebenaran atau ketepatan dari seseorang atau sesuatu. Nawawi & Ismail (2012, p. 169) mengutip Ford (2010) mengklasifikasi trust dalam empat tingkatan: a.
Interpersonal trust. Interpersonal trust merupakan kesediaan untuk membukakan diri kepada orang lain yang perilakunya tidak dapat di kendalikan. Ketika seseorang percaya, maka orang tersebut sangat mudah di kuasai.
b.
Group trust. Group trust merupakan kesediaan seseorang untuk membukakan kelemahannya terhadap tindakan dari sebuah kelompok.
c.
Organizational trust. Organizational trust mengacu kepada kepercayaan karyawan terhadap tujuan dan pimpinan perusahaan, dan bermuara pada keyakinan bahwa tindakan perusahaan akan menguntungkan kepada karyawan.
d.
Institutional trust. Institutional trust adalah perasaan percaya kepada keamanan didalam perusahaan, percaya bahwa hukum, kebijakan, regulasi adalah melindungi hakhak individu. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 171), beberapa unsur budaya sharing dalam
perusahaan banyak ditentukan oleh beberapa hal, antara lain:
26 a.
Lingkungan usaha; lingkungan di tempat perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang akan dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai keberhasilannya.
b.
Nilai-nilai merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi.
c.
Panutan atau keteladanan keberhasilan orang-orang yang akhirnya menjadi pendorong bagi karyawan lainnya.
d.
Acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan bagi karyawan.
e.
Network; jaringan informasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya korporat.
2.12
CKO (Chief Knowledge Officer) Nawawi & Ismail (2012, p. 126) mengutip ungkapan Sangkala (2007) bahwa
banyak perusahaan di Amerika Serikat dan beberapa di Negara Eropa mengangkat CKO bertugas sebagai pemimpin penerapan manajemen KM. Di beberapa perusahaan lain, CKO disebut sebagai Chief Learning Officer (CLO), berperaan ganda, yakni selain memimpin KM juga memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran organisasi (organizational learning). Kedua posisi ini dijabat oleh manajemen senior pada level Chief Information Officer (CIO). Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 127) karakteristik pribadi seorang CKO dapat ditemukan dengan kriteria berikut: a.
Keluasan pengalaman dalam beberapa aspek KM, termasuk kriterianya, penyebaran, dan penerapannya.
b.
Akrab dengan perusahaan yang berorientasi knowledge dan teknologinya, misalnya perpustakaan, groupware, dan sebagainya.
c.
Menunjukkan kemampuan knowledge yang sangat tinggi dan langsung berkaitan dengan status profesionalitasnya.
27 d.
Senang dengan proses utama operasional perusahaan. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 127) tugas CKO yang harus dijalankan dan
sekaligus menjadi awal yang baik dalam menjalankan perannya antara lain: a.
Sebagai penganjur atau penyebar bagi knowledge serta pembelajaran, khusunya menganjurkan akan pentingnya peran knowledge di dalam strategi dan proses di banyak perusahaan dewasa ini; perubahan jangka panjang sangat dibutuhkan di dalam budaya perusahaan dan perilaku individu dalam pengelolaan knowledge; perubahan ini memerlukan dorongan anjuran yang kuat dan berkelanjutan.
b.
Mendesain, menerapkan serta menjaga infrastruktur knowledge perusahaan, termasuk perpustakaan, basis knowledge, jaringan komputer knowledge dan manusia, pusat penelitian, dan struktur perusahaan yang berorientasi knowledge.
c.
Mengelola hubungan dengan penyedia informasi dan knowledge dari luar perusahaan, misalnya rekan akademik atau perusahaan database, menegosisasi kontrak, ini merupakan item yang sangat mahal bagi perusahaan, dan pengelolaan secara efisien dan efektif merupakan hal sangat penting.
d.
Penyedia
input
penting
terhadap
proses
penciptaan
knowledge
dan
penggunaanya dalam organisasi, misalnya: pengembangan produk baru, riset pasar, pengembangan strategi bisnis, dan memfasilitasi usaha usaha perbaikan proses bila hal itu dibutuhkan. e.
Pendesain dan menerapkan pendekatan KM yang telah disusun oleh organisasi, seperti
pendekatan
tertentu
sebagai
kunci
bagi
perusahaan
dalam
mengategorisasi informasi atau knowledge yang dibutuhkan, memetakan knowledge perusahaan saat ini, dan model knowledge di masa depan. f.
Mengukur dan mengelola nilai dari knowledge, baik dengan analisis keuangan finansial, atau dengan pendekatan lainnya karena jika tidak memahami nilai knowledge dan pengelolaannya, fungsinya telah hilang.
28 g.
Mengelola para knowledge manajer perusahaan professional, membedakan satu dan antar perasaan sekomunitas, menentukan standar professional, dan mengelola karier. ini dapat dimatrikskan antara CKO dengan manajer berdasarkan domain atau fokus usaha pengelolaan knowledge, misalnya pasar tertentu, produk tertentu, atau tipe pelanggan tertentu.
h.
Memimpin pengembangan strategi knowledge, memfokuskan sumber daya perusahaan pada tipe knowledge yang dibutuhkan, knowledge yang paling dapat dikelola, dan memproses knowledge yang dianggap paling dibutuhkan dengan kapabilitas saat itu. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 128) dalam KM, CKO juga bertanggung
jawab akan hal-hal berikut: a.
Menentukan kebijakan KM. Menentukan kebijakan mengenai karyawan, utamanya terkait dengan pendokumentasian proses pekerjaan yang merupakan salah satu dari beberapa tugas yang diperjuangkan secara sporadis oleh manajemen
senior.
Oleh
karena
itu,
posisi
CKO
berfokus
pada
pendokumentasian proses secara rinci. b.
Menyebarkan KM. Memotivasi karyawan untuk menerima KM dengan cara menggambarkan bagaimana KM mampu menguntungkan organisasi, dan seluruh proses terkait dengan pengelolaan asset organisasi.
c.
Pengkordinasi pendidikan. Upaya KM juga mencakup pendidikan, penilaian tanggung jawab individual dan nilai seseorang di masing-masing kelompok kerja, bertanggung jawab untuk menjamin keberatan terhadap proyek KM, serta selalu memperbarui informasi.
d.
Penjaga informasi sebagai seorang penjaga pintu informasi, CKO sering kali berada dalam posisi penentu terhadap akses informasi untuk disediakan berdasarkan kebutuhan.
29 e.
Penghubung antara manajemen dengan karyawan. Di banyak perusahan, salah satu peran CKO, yaitu bertindak sebagai penghubung antara karyawan dengan manajemen. Dengan melakukan fungsi mengumpulkan input dari karyawan, CKO sering kali mendorong karyawan untuk terlibat dengan proyek KM.
f.
Ahli teknologi. CKO mesti terbiasa dengan piranti lunak yang tersedia serta sarana informasi dalam upaya menerapkan KM di dalam organisasi. Walaupun CKO kadang-kadang tidak memerlukan TI, tetapi harus memahami sarana yang dapat digunakan untuk mengkalkulasi biaya karena terkait teknologi untuk karyawan. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 128) dari ulasan di atas, memperjelas
beragam peran pimpinan yang harus dijalankan dalam konteks organisasi berbasis knowledge. Namun, dalam kaitan tersebut di atas, masih terdapat satu peran penting pimpinan sebagai seorang CKO, khususnya terkait dengan upaya memfasilitasi pembelajaran perusahaan. CKO tersebut memiliki kewajiban untuk berikut ini: a.
Mendukung knowledge dan pembelajaran.
b.
Mengarahkan pengembangan startegi KM.
c.
Mendesain dan menerapkan infrastruktur knowledge.
d.
Menciptakan alat dan iklim bagi penciptaan knowledge dan komunikasi ke seluruh perusahaan.
e.
Mengelola hubungan dengan knowledge yang bersumber dari luar serta menyediakan informasi.
f.
Mengukur dan mengelola nilai-nilai knowledge. Menurut Nawawi & Ismail (2012, p. 129) dalam kegiatan organisasi tidak ada
yang tanpa mengalami kendala dan hambatan. Salah satu yang berbahaya dalam menciptakan posisi CKO, yaitu dapat menjadi sinyal kepada seluruh karyawan bahwa CKO akan bertanggung jawab terhadap penciptaan dan transfer knowledge daripada
30 berperan memimpin organisasi menciptakan dan menstransfer knowledge. Idenya justru bahwa peran CKO tidak untuk menciptakan sebuah organisasi baru dan bertanggung jawab untuk mengelola knowledge, tetapi memungkinkan setiap karyawan di dalam organisasi untuk mampu mengelola knowledge. Seperti yang dikatakan Davenport dan Prusak (1998), dikutip oleh Nawawi & Ismail (2012, p. 129), bahwa organisasi yang dianggap paling sukses mengelola knowledge adalah jika KM merupakan bagian dari tugas setiap karyawan. 2.13
Kesempatan dan Risiko KM Menurut Brizga & Geraghty (2011, p. 15) menyatakan KM adalah pusat dari
pengaturan bahan baku. Terdapat kesempatan pada KM yang baik, namun terdapat pula berbagai risiko akibat kurang baiknya KM. Berikut adalah kesempatan dan risiko dalam KM. Kesempatan dalam KM: a.
Pengembangan struktur organisasi untuk menjaga dan menghasilkan yang terbaik.
b.
KM yang baik akan dapat menghasilkan langkah dalam mengembangkan ”wisdom”.
c.
Membuat peningkatan jumlah dan informasi kompleks berdasarkan kondisi lingkungan yang sedang berjalan.
d.
Pengembangan dari KM membuat perusahaan dan karyawannya mampu untuk tetap kuat. Risiko dalam KM:
a.
Kehilangan data atau rekaman atau informasi.
b.
Kehilangan tacit knowledge dari karyawan.
c.
Kurangnya koordinasi bersama, terjadi duplikasi.
31 d.
Data Overload disebabkan oleh peningkatan jumlah informasi kompleks yang berdasar pada lingkungan.
e.
Adanya sekumpulan dari data yang tidak berguna.
f.
Rancangan yang kurang bagus, termasuk kurangnya konsistensi waktu atau pembentukan aplikasi dalam pencatatan data, membuat menjadi rumit.
g.
Data yang tidak dapat diakses.
h.
Keputusan diambil dengan tidak berdasarkan knowledge yang ada (knowledge tidak terbagi atau tersebar).
i.
Biaya dan bahan baku yang terbuang.
2.14
OOAD Menurut Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 60), pengertian Object-Oriented
Analysis and Design with the Unified Process (OOAD) adalah: a.
Object Oriented Programming (OOP) bahasa pemrogaman berisi objek yang saling berinteraksi antara satu dan lainnya.
b.
Object-Orientied Analysis (OOA) semua jenis objek melakukan pekerjaan dalam sistem dan menunjukkan use case yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.
c.
Object-Oriented Design (OOD) satu rincian berorientasi objek model desain yang dibangun kemudian digunakan oleh programmer untuk menulis dan menguji sistem baru.
2.14.1 Pemodelan Analisis dan Perancangan Sistem Informasi 2.14.1.1
Rich picture
Rich picture adalah penggambaran sistem atau situasi orang, objek, proses, struktur, dan masalah keseluruhan dari proses bisnis yang ada di perusahaan. (Bell, Simon & Wood-Harper, Trevor, 2013)
32 2.14.1.2
Class Diagram
Menurut Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 60) dapat diartikan bahwa, “class diagram adalah pendekatan untuk menunjukkan kelas dalam sistem dengan menggunakan model grafis berorientasi objek.”
Account
Customer -Name -Address -Phone
1
0..*
-accountNumber -balance -dateOpened +makeDeposit() +makeWithdrawal()
SavingsAccount -interestRate +calculateInterest()
CheckingAccount -cekStyle -minimumBalance
Gambar 2.5 Class Diagram (Sumber: Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 60))
33 2.14.1.3
Activity Diagram
Menurut Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 141) Activity Diagram adalah sebuah tipe dari workflow diagram yang menggambarkan aktivitas dan arus dari user secara berurutan.
Gambar 2.6 Activity Diagram Keterangan: a.
Swimline Mewakili agent yang melakukan aktivitas.
b.
Starting Activity Menentukan awal dari alur kerja.
c.
Transition Arrow Menggambarkan rangkaian urutan antar aktivitas.
d.
Ending Activity
34 Menunjukkan akhir dari alur kerja e.
Synchronization Bar Simbol yang digunakan jika transition dari setiap state mempunyai 2 kemungkinan berbeda.
f.
dan
Decision Activity
Simbol yang digunakan jika transition dari state mempunyai 2 kemungkinan berbeda. 2.14.1.4
Use case Diagram
Menurut Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 242), use case diagram adalah diagram yang menunjukkan berbagai peran user dan bagaimana menggunakan sistem. Terdiri dari 4 notasi antara lain actor (stick person), boundary, use case, connecting line.
Gambar 2.7 Actor
Gambar 2.8 System Boundary
35
Gambar 2.9 Use Case
Gambar 2.10 Connecting Line Keterangan: a.
Actor adalah yang melakukan interaksi terhadap sistem.
b.
Use Case adalah kegiatan yang terjadi dalam proses bisnis yang dilakukan actor.
c.
Boundary adalah ruang lingkup seluruh sistem atau event yang berjalan.
d.
Connecting Line adalah penghubung actor dan use case.
2.14.1.5
System Sequence Diagram
Menurut Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 242) System Sequence Diagram (SSD) adalah diagram yang menunjukkan urutan interaksi antara actor dan system berjalan.
Gambar 2.11 Sample System Sequence Diagram (Sumber: Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 253))
36 Gambar di atas menunjukkan SSD. Dalam use case actor menggunakan sistem, tetapi penekanan dalam SSD adalah bagaimana aktor berinteraksi dengan sistem melalui proses memasukkan data input dan menerima data output.
2.14.1.6
User Interface
Menurut Satzinger, Robert, & Stephen (2010, p. 531) User Interface (UI) merupakan bagian dari Sistem Informasi yang mengharuskan user berinteraksi untuk membuat input dan output. UI meliputi segala hal yang menghubungi user dengan sistem. Ada tiga aspek yang perlu dipahami, yaitu: •
Aspek fisik UI Aspek fisik sebuah UI termasuk semua perangkat yang benar-benar disentuh langsung oleh user. Hal ini termasuk keyboard, mouse, touch screen atau
37 keypad. Beberapa bagian fisik lain UI yaitu sebagai referensi manual, dokumen tercetak, form entri data dan lainnya yang mungkin digunakan oleh user untuk menyelesaikan tugasnya di komputer. •
Aspek perseptual UI Aspek perseptual sebuah UI termasuk semua yang dilihat, didengar, atau disentuh (bukan secara fisik) oleh end-user. Apa yang dilihat termasuk semua data dan instruksi yang ditampilkan di layar. Termasuk bentuk-bentuk, garis, nomor dan kata-kata. User dapat bergantung pada suara-suara klik yang memberitahukan bahwa sistem telah menerima interaksi. User menyentuh objek di dalam sistem, seperti menu, kotak dialog atau tombol menggunakan mouse.
•
Aspek konseptual UI Aspek konseptual sebuah user interface termasuk semua yang di ketahui enduser mengenai penggunaan sistem, termasuk semua hal di dalam problem domain pada sistem yang dimanipulasi oleh user, operasi-operasi yang dapat dijalankan, dan prosedur-prosedur yang ditaati dalam menjalankan operasi.
38 2.15
Kerangka Berpikir Problems
Tidak adanya wadah untuk mengorganisir
Sering mengalami corporate amnesia
dan mendokumentasikan pengetahuan
dalam hal knowledge asset.
yang ada pada setiap karyawan.
Solution website berbasis KM
Approach The Inukshuk KM Model
System Development OOAD
Implementation Pengembangan Portal BPJT Berbasis Knowledge Management
Gambar 2.12 Kerangka Berpikir