BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Green Information and Communication Technology (ICT)
2.1.1 Pengertian Green ICT Menurut International Livestock Research Institute (ILRI) (2009, p1) dalam jurnal berjudul Green ICT: ICT Awareness, Teknologi Informasi (TI) telah memungkinkan dalam produktivitas, efisiensi, dan komunikasi, tetapi memiliki konsekuensi lingkungan. Dibutuhkan solusi untuk mengurangi gas karbon yang akan berdampak bagi lingkungan, solusi tersebut yaitu Green ICT. Green ICT adalah pendekatan baru untuk mengurangi konsumsi energi dari sistem ICT, pengurangan limbah elektronik dan bertujuan untuk meningkatkan kelestarian lingkungan organisasi. Menurut Philipson (2010, p4) dalam paper berjudul A Green ICT Framework: Undertanding and Measuring Green ICT, Green ICT lebih dari sekedar mengurangi emisi karbon ataupun mengurangi konsumsi energi ICT perusahaan. Green ICT adalah pusat teknologi keberlanjutan. Green IT menyediakan: alat pengukuran, tempat penyimpanan data, mekanisme pelaporan, dan teknik mitigasi yang memungkinkan keberlanjutan. Menurut Aquaforest Limited (2010, p2) dalam jurnal berjudul Green Computing: Searchable PDF for Document Storage and The Concept of Green Computing, Green IT atau komputasi hijau adalah TI ramah lingkungan yang memungkinkan proses untuk menjalankan efisiensi dan efektivitas dengan tidak adanya dampak atau dampak seminimal mungkin bagi lingkungan.
8
9 Menurut Aquaforest Limited (2010, p2) dalam jurnal berjudul Green Computing: Searchable PDF for Document Storage and The Concept of Green Computing, Green IT berusaha untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi perusahaan. Pandangan ini diperkuat oleh Global Warming Initiatives Inc, suatu organisasi di North Carolina yang misi utamanya adalah untuk membantu usaha dalam mengubah efisiensi energi dan kinerja lingkungan menjadi aset perusahaan sekaligus mengurangi pemanasan global. Singkatnya, mengatasi masalah lingkungan telah menjadi tanggung jawab perusahaan dan sosial serta keharusan ekonomi dan lingkungan. Menurut Enterprise Management Associates (EMA) (2008, p1) dalam paper berjudul Green Computing: Using IT Automation to Achieve Energy Effiency, green computing atau Green IT adalah praktik menerapkan kebijakan dan prosedur yang meningkatkan efisiensi sumber daya komputasi sedemikian rupa untuk mengurangi dampak lingkungan dari pemanfaatannya. Green computing didirikan pada prinsip "triple bottom line" yang mendefinisikan keberhasilan suatu perusahaan berdasarkan kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p2) Green IT atau dikenal sebagai green computing adalah studi dan praktik merancang, manufacturing, dan menggunakan komputer, server, monitor, printer, storage device, sistem efisiensi dan efektifitas komunikasi dan jaringan, dengan dampak nol atau minimal terhadap lingkungan. Green IT juga tentang penggunaan TI untuk mendukung, membantu, menaikkan level inisiatif lingkungan dan membantu menciptakan green awareness. Green IT meliputi perangkat keras (hardware), piranti lunak (software), alat, strategi, dan praktik untuk meningkatkan dan memelihara keberlanjutan lingkungan.
10 2.1.2 Taksonomi Green ICT Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) taksonomi adalah klasifikasi bidang ilmu; kaidah dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek; cabang biologi yang menelaah penamaan, perincian, dan pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan pembedaan sifatnya; klasifikasi unsur bahasa menurut hubungan hierarkis; urutan satuan fonologis atau gramatikal yang dimungkinkan dalam satuan bahasa.
Gambar 2.1: Taksonomi Green ICT Sumber: Visser (2011, p9)
Menurut Visser (2011, p9) Green ICT dapat dibedakan menjadi dua yaitu: menghijaukan dengan TI dan menghijaukan TI itu sendiri. Menurut Visser (2011, p9) menghijaukan dengan TI adalah TI sebagai sarana. Contohnya yaitu menghijaukan suatu lingkungan seperti di dalam perusahan dengan menggunakan peralatan TI yang mendukung. Mengirimkan data ke seluruh staff di dalam perusahaan dengan tidak
11 mencetak tetapi hanya dengan men-transfer data lewat jaringan perusahaan dapat disebut sebagai menghijaukan dengan TI. Menurut Visser (2011, p9) menghijaukan TI adalah TI sebagai tujuan atau target. Contohnya yaitu merancang atau membuat suatu peralatan TI yang mendukung
dalam
penghijauan
lingkungan
seperti
di
dalam
perusahaan.
Menghijaukan TI dapat dilakukan dengan merancang TI yang ramah lingkungan seperti supplier TI yang merancang data grid, data center, hardware serta software ramah lingkungan untuk mendukung pekerjaan dalam suatu perusahaan. 2.1.3 Manfaat Green ICT Menurut Stollenmayer (2011, p8) manfaat Green ICT adalah sebagai berikut: pengurangan konsumsi energi, pengurangan penggunaan bahan baku, pengurangan penggunaan air, pengurangan jumlah sampah, peningkatan jumlah daur ulang (recycle) dan pengurangan polusi. Tabel 2.1: Manfaat Green ICT
Environment/Society + Lower CO2 emissions + Reduced resource consumption + Compliance with legal requirements (in the future) Companies
+ Reduced energy costs + Reduced operating costs of data centers + Less hardware needed
Employees
Capital Market
Customers
Public
+ Increased employee satisfaction
+ Improved ratings
+ Greater customer loyalty
+ Improved image
+ Higher share
+ Rounded-
12 + Greater loyalty + Easier recruitment
price + Greater company value
+ Appeal to new customer groups + Greater customer satisfaction
out CSR strategy + Greater brand value
Sumber: Hanle (2009, p6)
Menurut Hanle (2009, p6) Green ICT memiliki beberapa manfaat untuk stakeholder
perusahaan.
Manfaat
untuk
lingkungan:
mengurangi
emisi
karbondioksida, mengurangi konsumsi sumber daya, dan menaati peraturan (di masa depan). Manfaat untuk perusahaan: hemat beban listrik, mengurangi beban operasi data center, dan membutuhkan lebih sedikit hardware. Menurut Aquaforest Limited (2010, p2) dalam jurnal berjudul Green Computing: Searchable PDF for Document Storage and The Concept of Green Computing, manfaat Green ICT meliputi: •
Biaya.
•
Efisiensi dan Peningkatan kerja.
•
Keberlanjutan lingkungan di seluruh siklus hidup TI secara keseluruhan, sehingga lebih ramah lingkungan dengan menangani dan mengatasi bidang utama termasuk: Green Use. Green Disposal. Green Design. Green Manufacturing.
13 2.2
Pendekatan Holistik Green IT
Gambar 2.2: Pendekatan Holistik Green IT Sumber: Murugesan dan Gangadharan (2012, p8) Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p7) untuk efisiensi dampak lingkungan pada TI diharuskan mengadopsi sebuah pendekatan holistik yang terdiri dari: •
Green Design. Merancang energi dan lingkungan efisien yang terdiri dari komponen komputer, server, dan cooling equipment.
•
Green Manufacturing. Manufaktur komponen elektronik, komputer, dan subsistem lainnya dengan minimal atau tidak adanya dampak terhadap lingkungan.
•
Green Use. Mengurangi pengurangan energi pada komputer dan sistem informasi lain serta menggunakannya sesuai dengan keberlanjutan lingkungan.
14 •
Green Disposal. Memperbarui dan menggunakan kembali komputer lama atau tua serta mendaur ulang komputer dan peralatan elektronik lainnya.
•
Green Standards and Metrics. Kebutuhan untuk mempromosikan, membandingkan, dan benchmarking inisatif keberlanjutan, produk, servis, serta praktiknya.
•
Green IT Strategies and Policies. Efektifitas dan strategi serta kebijakan-kebijakan (policies) menambah nilai dan fokus pada manfaat jangka pendek serta jangka panjang. Ini merupakan strategis dan praktik bisnis yang selaras juga sebagai komponen kunci Green IT.
2.2.1 Green Computer’s Entire Life Cycle.
Gambar 2.3: Green Computer’s Entire Life Cycle Sumber: Murugesan dan Gangadharan (2012, p8)
15 Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p8) seluruh siklus hidup dari komputer, server, storage system dapat dibuat lebih hijau, mengurangi emisi gas rumah kaca dan jejak karbon serta meminimalkan atau menghilangkan bahan beracun yang digunakan dan/atau dilepaskan ke lingkungan. 2.2.2 The Three Rs of Green IT Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p9) komputer yang tidak diinginkan, monitor, dan hardware lainnya tidak boleh dibuang sebagai sampah karena akan berakhir di tempat pembuangan sampah dan menyebabkan masalah lingkungan serius.
Sebaliknya,
masyarakat diharuskan untuk memperbarui
(refurbish) dan menggunakan kembali (reuse), atau membuang (dispose) dengan cara ramah lingkungan. Reuse, refurbish, dan recycle adalah 3 ‘Rs’ Green IT. Berikut merupakan penjelasan lengkap tentang 3 ‘Rs’ Green IT menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p9): •
Reuse. Banyak organisasi dan individu membeli komputer baru untuk setiap proyek atau setiap 2-3 tahun sekali. Sebaliknya, masyarakat diharuskan menggunakan komputer yang lebih tua jika memenuhi persyaratan. Jika tidak, harus memberikan kepada seseorang yang dapat menggunakannya dalam proyek atau unit lain. Dengan menggunakan hardware untuk jangka waktu lama, dapat mengurangi jumlah jejak lingkungan yang disebabkan oleh manufaktur komputer dan pembuangan (disposal).
•
Refurbish. Masyarakat dapat memperbarui dan meng-upgrade komputer lama serta server untuk memenuhi persyaratan baru. Masyarakat dapat membuat komputer lama
16 dan hardware TI lainnya menjadi hampir baru lagi dengan rekondisi serta mengganti beberapa bagian. Dibandingkan membeli komputer baru dengan spesifikasi yang ada, masyarakat juga dapat membeli hardware TI yang sudah diperbarui menjadi peralatan berkembang. Jika pilihan ini tidak cocok, masyarakat dapat menyumbangkan peralatan untuk amal, sekolah, seseorang yang membutuhkan, atau dapat menjualnya. •
Recycle. Ketika masyarakat tidak dapat refurbish atau reuse komputer, diharuskan untuk membuangnya dengan cara ramah lingkungan dengan mendepositokan sampah dengan recycle elektronik atau kolektor limbah elektronik (e-waste). E-waste komputer dan barang elektronik adalah salah satu jenis limbah yang tumbuh tercepat dan menimbulkan masalah lingkungan serius. The United Nations Environmental Program memperkirakan bahwa 20-50 juta ton e-waste dihasilkan di seluruh dunia setiap tahun dan terus meningkat. Hardware TI mengandung bahan beracun seperti timbal (lead), chromium, cadmium dan mercury. Jika hardware TI dikubur di tempat pembuangan sampah, bahan beracun dapat meluluhkan kimia berbahaya ke dalam air dan lingkungan. Jika dibakar, hardware TI tersebut membawa bahan beracun ke udara yang dihirup manusia. Jadi, jika e-waste tidak dibuang dengan benar dapat merusak lingkungan dan manusia. Regulasi limbah peralatan listrik dan elektronik (Waste electrical and electronic equipment/WEEE) bertujuan untuk mengurangi jumlah e-waste yang akan menuju ke tempat pembuangan sampah dan meningkatkan pemulihan serta tingkat recycle.
17 Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p9) e-waste disposal jika tidak dilakukan dengan benar menyebabkan kerusakan lingkungan serius dan masalah kesehatan khususnya bagi yang terlibat langsung dalam disposal atau recycle. Meskipun larangan ekspor dan impor e-waste, e-waste masuk ke negara-negara berkembang (seperti India, Cina dan Filipina) untuk ‘recycling’ karena biaya recycle yang lebih rendah di negara-negara tersebut. Sayangnya, seperti peraturan lingkungan dan sarana yang tepat dari e-waste disposal dan recycle tidak ditegakkan dalam praktik di negara-negara, e-waste ditangani ‘informal’ di pasar recyling resmi secara manual, kasar, dan berbahaya untuk mengekstrak logam dan barang berharga lainnya. Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p9) manufaktur komputer harus bertanggung-jawab dan mengambil tindakan untuk mengurangi polusi yang disebabkan oleh produk akhir masing-masing. Misalnya, perusahaan harus mengadopsi banyak pilihan mengambil dari konsumen komputer yang tidak diperlukan lagi dan mengatur pembuangan dengan cara ramah lingkungan melalui ewaste recycling. Perusahaan harus mendidik pelanggan tentang yang harus dilakukan dengan komputer lama. Perusahaan juga harus secara bertahap menghilangkan atau meminimalkan penggunaan bahan beracun pada komputer yang beberapa manufaktur komputer lakukan. 2.3
Green IT Policy Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p204) organisasi harus
mengembangkan Green IT Policy selaras dengan kebijakan lingkungan secara keseluruhan dan inisiatif. Green IT Policy meliputi kerangka organisasi yang ditempatkan untuk menerapkan kriteria lingkungan dalam kegiatan TI yang
18 berhubungan. Hal ini mendefinisikan sejauh mana green issues yang dikemas dalam prosedur organisasi membimbing penggunaan, sumber dan pembuangan infrastruktur teknis TI, kegiatan infrastruktur TI, dan penggunaan TI di perusahaan yang lebih luas (Gartner, 2008; Olson, 2008). Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p204) jatuh tempo Green IT Policy mencerminkan pertimbangan lingkungan secara sistematik menyerap value chain aktivitas TI dan secara berulang atau tidak teratur dan didasarkan pada upaya yang tidak terkoordinasi. Kebijakan (policy) membuat organisasi untuk melakukan Green IT. Namun, tidak semua policy diharapkan dapat dilaksanakan dengan lancar dan tidak semua praktik diharapkan menjadi policy. Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012, p204) Green IT Policy tidak hanya mengenai penggunaan TI di perusahaan tetapi juga dapat mencakup kebijakan mengenai pengelolaan setelah TI tidak dapat digunakan. Hal ini termasuk kebijakan mengenai pengelolaan e-waste salah satunya yaitu proses recycling. Proses recycling adalah proses daur ulang TI yang sudah tidak dapat digunakan. Green IT Policy proses recycling dapat menjadi panduan kebijakan recycling TI yang tidak dapat digunakan lagi di dalam suatu perusahaan dan melibatkan pihak-pihak yang bersangkutan dalam melakukan recycling tersebut. 2.4
Green Technologies Menurut Webber dan Wallace (2009, p1) green technologies adalah
pengurangan dampak lingkungan departemen TI. Kuncinya adalah menemukan peralatan tepat yang mudah dioperasikan serta mudah diolah sewaktu tidak dapat digunakan lagi. Green hanya istilah lain untuk efisiensi penggunaan teknologi (dalam
19 hal ini, mengacu terutama untuk peralatan elektronik). Efisien bertepatan dengan biaya terendah dan paling ramah lingkungan. Menurut Webber dan Wallace (2009, p2) ada 3 karakteristik utama dari green technologies. Satu atau lebih dari karakteristik ini dapat berlaku untuk perangkat TI (komputer, printer, monitor, keyboard, scanner, dan lain-lain) yaitu: •
Harus menggunakan energi secara efisien. Sebuah peralatan diberikan tingkat kemampuan dapat dirancang dan dirakit dengan harga beli yang rendah, pembuangan mudah, atau operasi hemat energi. Sayangnya, banyak perusahaan menekankan harga pembelian awal dan tidak menjalankan biaya peralatan selama masa 3 atau 5 tahun. Oleh karena itu, sebagian besar produsen fokus pada penyediaan harga unit terendah.
•
Menggunakan peralatan ukuran yang tepat untuk pekerjaan. Kebanyakan orang akan menggunakan sebuah truk bukan mobil kelas ekonomi untuk mendorong kembali dan balik ke sebuah toko kelontong yang jauh. Hal tersebut akan mengkonsumsi secara signifikan lebih banyak bahan bakar untuk mencapai jumlah yang sama dalam bekerja. Berlaku pula untuk sistem TI, seringkali server besar dibeli untuk mendukung aplikasi baik karena itu adalah standar perusahaan atau tersedia bila server dibutuhkan. Perangkat yang lebih besar mengkonsumsi energi lebih dari satu unit, namun menyediakan jumlah imbalan sama kepada perusahaan.
•
Mencakup biaya untuk pembuangan tepat dari peralatan yang tidak diinginkan. Pembuangan adalah sesuatu yang jarang dipertimbangkan dalam pembelian. Namun biaya untuk membuang perangkat adalah bagian dari biaya total kepemilikan unit. Perusahaan mungkin akan bertanggung jawab untuk biaya
20 pembersihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk pembuangan yang tidak tepat dari peralatan. 2.5
Solusi Green Computing Menurut Enterprise Management Associates (EMA) (2008, p1) dalam paper
berjudul Green Computing: Using IT Automation to Achieve Energy Effiency, solusi green computing mengatasi serangkaian luas isu-isu lingkungan ditargetkan mencapai keberlanjutan. Solusi ini meliputi: •
Efisiensi Energi. Memaksimalkan pemanfaatan kekuatan sistem komputasi dengan mengurangi penggunaan sistem selama periode waktu non-puncak.
•
Mengurangi Limbah Elektronik. Komponen teknologi fisik (keyboard, monitor, CPU, dan lain-lain) sering tidak biodegradable dan sangat beracun. Beberapa bisnis dan arahan pemerintah telah diberlakukan untuk mempromosikan recycle komponen elektronik dan produsen hardware telah mengembangkan beberapa bagian biodegradable.
•
Virtualisasi. Dengan memanfaatkan server tunggal untuk memberikan layanan virtual yang seharusnya perlu disediakan oleh beberapa sistem, makan konsumsi daya keseluruhan akan berkurang.
•
Mempekerjakan Thin Clients. Sistem ini hanya memanfaatkan fungsi komputasi dasar. Dan terkadang bahkan diskless, memanfaatkan sistem remote untuk melakukan kegiatan pengolahan utamanya. Karena sistem kuno dapat digunakan untuk melakukan fungsi ini, sehingga limbah elektronik akan berkurang. Atau perangkat thin clients baru sekarang tersedia yang dirancang dengan konsumsi daya rendah.
21 •
Telecommuting. Menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk memungkinkan kemampuan karyawan bekerja dari rumah sehingga mengurangi emisi transportasi.
•
Remote Administration. Memungkinkan kemampuan administrator untuk akses jarak jauh, memantau dan sistem perbaikan secara signifikan mengurangi kebutuhan untuk perjalanan fisik ke kantor dan lokasi pelanggan yang jauh. Seperti telecommuting, pekerjaan ini menghilangkan emisi karbon yang tidak perlu.
•
Generasi Green Power. Banyak perusahaan telah memilih untuk menerapkan pembersihan, sumber energi terbaru seperti matahari dan angin untuk sebagian atau keseluruhan kekuatan bisnis. Dari semua ini, “efisiensi energi” menyediakan potensi terbesar untuk cepat
kembali atas investasi, kemudahan implementasi, dan pembenaran keuangan. Beberapa solusi komersial untuk meningkatkan efisiensi komputasi energi baru-baru ini menjadi tersedia dan EMA sangat menganjurkan penerapan solusi tersebut tidak hanya untuk implikasi lingkungan, tetapi juga untuk pengurangan pada biaya infrastruktur TI. 2.6
Hardware Menurut Noersasongko dan Andono (2010, p2) hardware adalah istilah
mengenai sekelompok mesin, ataupun istilah mengenai jutaan komponen kemudian dikenal sebagai hardware atau perangkat keras. Hardware komputer juga dapat diartikan sebagai peralatan fisik komputer itu sendiri yang dapat dilihat, dipegang, ataupun dipindahkan.
22 2.6.1 Komponen Hardware Menurut Noersasongko dan Andono (2010, p2) adapun komponen hardware tersebut antara lain: •
Monitor (CRT dan LCD).
•
CPU: RAM. Motherboard. Power Supply. Processor. VGA. CD dan DVD ROM.
2.7
•
Keyboard.
•
Mouse.
•
Printer/scanner.
•
Speaker. Standard Operating Procedure (SOP)
2.7.1 Pengertian Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Ekotama (2010, p19) Standard Operating Procedure (SOP) adalah sistem yang disusun untuk memudahkan, merapikan, dan mentertibkan suatu pekerjaan. Sistem ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Hampir semua bisnis yang dijalankan secara modern memiliki SOP. Bahkan SOP juga diberikan kepada para konsumen yang membeli produk tertentu agar tidak salah mengolah. Jadi, SOP memang dibuat untuk menyederhanakan proses kerja agar hasilnya optimal tetapi tetap efisien.
23 Menurut Tambunan (2011, p14) SOP pada dasarnya adalah pedoman berisi prosedur-prosedur operasional standar di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitasfasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif, efisien, konsisten, standar, dan sistematis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa SOP adalah pedoman berisi prosedur-prosedur operasional untuk memudahkan, merapikan, dan mentertibkan pekerjaan dalam suatu organisasi agar berjalan secara efektif, efisien, konsisten, standar, dan sistematis dari awal hingga akhir. 2.7.2 Tujuan Standard Operating Procedure (SOP) Menurut
Ekotama
(2010,
p20)
tujuan
membuat
SOP
adalah
menyederhanakan suatu pekerjaan agar hanya berfokus pada intinya, tetapi cepat dan tepat. Dengan cara ini, keuntungan mudah diraih, pemborosan diminimalisasi, dan kebocoran keuangan dapat dicegah. Perusahaan yang ramping tetapi semua pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu adalah perusahaan yang kompetitif. Menurut Ekotama (2010, p21) SOP lahir dari pengelolaan usaha sehari-hari. Pengelolaan usaha sehari-hari yang belum tentu profesional lalu distandarisasi agar profesional atau mendekati profesional. Oleh karena itu, SOP disusun untuk mempersingkat proses kerja, meningkatkan kapasitas kerja, dan mentertibkan kinerja agar tetap dalam bingkai visi serta misi perusahaan. SOP adalah sarana agar perusahaan mencapai sasaran (goal) yang ditetapkan oleh pemilik. 2.7.3 Peran Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2008, p97) peran SOP sebagai pedoman di dalam suatu organisasi adalah:
24 •
Menjadi pedoman kebijakan yang menjadi dasar dari semua kegiatan organisasi, operasional, dan administratif.
•
Menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan organisasi, baik operasional maupun administratif.
•
Menjadi pedoman validasi langkah-langkah kegiatan dalam organisasi.
•
Menjadi pedoman penggunaan formulir, dokumen, blanko, dan laporan yang terkait dengan kegiatan organisasi.
•
Menjadi pedoman penilaian efektifitas kegiatan organisasi.
•
Menjadi pedoman pengintegrasian kegiatan dalam organisasi yaitu dalam konteks mencapai tujuan organisasi.
2.7.4 Manfaat Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2011, p30) manfaat SOP untuk organisasi merupakan manfaat teknis yang menjadi standar dan sangat penting karena dapat digunakan sebagai acuan dalam pengendalian atas pelaksanaan penerapan SOP di dalam organisasi. Manfaat-manfaat teknis tersebut adalah: •
Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat di dalam organisasi maupun berasal dari luar, misalnya Undang-Undang, Keputusan Presiden atau Menteri, maupun berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain.
•
Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional standar yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi.
•
Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir, blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar. Alur formulir, blanko, dan dokumen pada dasarnya merupakan alur dari birokrasi di dalam organisasi,
25 sehingga efektifitas dan efisiensi dari alur formulir, blanko, dan dokumen merupakan efektifitas dan efisiensi birokrasi. •
Menjamin
adanya
standarisasi
sistem
administrasi
(termasuk
kegiatan
penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi). Sistem administrasi menjadi jaminan adanya upaya untuk menghargai tiap transaksi dan peristiwa yang terjadi di dalam organisasi. •
Menjamin adanya standarisasi validasi. Salah satu tindak atau aksi yang memastikan bahwa kontrol di dalam suatu alur kegiatan telah diterapkan adalah dengan melihat validasi dalam alur tersebut (control activities). Validasi harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam SOP. Dalam penyajian dengan teknik bagian arus, titik-titik kontrol (control points) dapat dijelaskan melalui simbol-simbol bagan arus yang beragam antara lain: simbol kegiatan manual maupun terkomputerisasi, simbol pilihan alternatif, dan simbol penyimpanan.
•
Menjamin adanya standarisasi pelaporan. Laporan adalah yang dibutuhkan oleh pengguna sistem termasuk SOP. Salah satu indikator menentukan keberhasilan atau efektifitas sistem adalah laporan-laporan yang dihasilkan sistem bermanfaat atau tidak bagi penggunanya sebagai dasar untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan tujuan, target, dan programprogram yang telah ditetapkan secara periodik.
•
Menjamin adanya standarisasi kontrol. Penerapan kontrol sesungguhnya bukan hanya berupa validasi, tetapi mengimplementasikan komponen-komponen pengendalian lainnya yang mempengaruhi kualitas pengendalian organisasi secara keseluruhan, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (monitoring).
26 •
Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian kegiatan organisasi. Penting untuk memastikan bahwa semua keputusan serta tindakan dalam alur kegiatan organisasi mendapat evaluasi yang memadai. SOP yang efektif memuat mekanisme evaluasi yang standar.
•
Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak luar organisasi. Standar ini adalah refleksi dari dampak SOP suatu organisasi terhadap pihak luar organisasi. SOP yang efektif memastikan bahwa semua kegiatan organisasi dapat berjalan pada pola paling ekonomis, efektif, dan efisien (3E).
•
Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka tujuan organisasi. Penyajian yang terintegrasi dalam konsep, konteks, dan terapan sangat penting untuk menghindari terjadinya duplikasi dalam keputusan mapun tindakan yang pada akhirnya menghasilkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan organisasi.
•
Menjamin adanya acuan formal bagi anggota organisasi untuk menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar. SOP pada dasarnya disusun untuk menjadi pedoman baku bagi anggota organisasi dalam menjalankan kegiatan, baik dalam mengambil keputusan maupun tindakan. Karena itu, SOP harus ditetapkan sebagai satu-satunya acuan berkegiatan dalam suatu organisasi. Dalam SOP yang disajikan secara efektif, maka kaitan (linkage) antara SOP dengan peraturan-peraturan lain terlihat secara jelas dan terintegrasi karena SOP disusun dengan mempertimbangkan semua peraturan yang mengikat organisasi.
•
Menjamin adanya acuan formal untuk setiap perbaikan serta pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang. SOP bukanlah pedoman yang dibuat sekali sepanjang umur hidup suatu organisasi. SOP berubah serta
27 berkembang sesuai perubahan dan perkembangan organisasi. SOP yang penyajiannya efektif akan memudahkan saat dilakukan perubahan atau perbaikan. 2.7.5 Macam-Macam Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Ekotama (2010, p39) SOP dapat dikelompokkan menjadi 7 bidang kerja dalam suatu perusahaan. Pengelompokkan ini sifatnya umum, yaitu dapat berlaku untuk semua jenis usaha. Berbagai macam pengelompokkan SOP tersebut antara lain: •
Produksi dan Distribusi.
•
Pemasaran: Promosi dan Penjualan.
•
Akuntansi, Keuangan, dan Pajak.
•
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengembangannya.
•
Pelayanan dan Pengelolaan Pelanggan.
•
Operasional Usaha.
•
Pembukaan dan Penutupan Usaha.
2.7.6 Tujuh Kriteria Manual Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2008, p108) pada dasar setiap organisasi memiliki kebutuhan yang khas. Karena itu, secara teknis SOP sebagai manual prosedur operasional standar di dalam organisasi harus disusun agar memenuhi 7 kriteria yang disebut “The Seven Criterias of Manual”. 7 kriteria inilah yang menyebabkan SOP suatu organisasi berbeda dengan SOP organisasi lain. “The Seven Criterias of Manual” tersebut antara lain: •
Khas atau Spesifik (Specific).
•
Prosedur Lengkap (Complete).
•
Jelas dan Mudah Dipahami (Understandable).
•
Layak-Terap (Applicable).
28 •
Layak-Kontrol (Controllable).
•
Layak-Audit (Auditable).
•
Layak-Ubah (Changeable).
2.7.7 Unsur-Unsur Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2008, p121) unsur-unsur SOP tidak saja bermanfaaat untuk menjadi rujukan penyusunan, tetapi juga pengendali pelaksanaan SOP, yaitu untuk melihat SOP disusun lengkap atau tidak. Unsur-unsur ini digunakan sebagai acuan dalam melakukan observasi, menyusun dan mengimplementasikan SOP. Unsur-unsur SOP tersebut antara lain: •
Tujuan.
•
Kebijakan.
•
Petunjuk Operasional.
•
Pihak yang Terlibat.
•
Formulir.
•
Masukan.
•
Proses.
•
Laporan.
•
Validasi.
•
Kontrol.
2.7.8 Tahap-Tahap Teknis Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2011, p34) terdapat 8 tahap teknis yang tidak hanya mencakup
penyusunan,
pemeliharaan.
tetapi
juga
implementasi
serta
pengendalian
dan
29
Gambar 2.4: Tahap-Tahap Teknis Penyusunan SOP Sumber: Tambunan (2011, P35) Menurut Tambunan (2011, p35) tahap-tahap teknis penyusunan SOP tersebut adalah: •
Tahap Persiapan. Tahapan
ini
bertujuan
untuk
memahami
kebutuhan
penyusunan
atau
pengembangan SOP serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan oleh organisasi yang terdiri dari 4 langkah, yaitu: (i) Mengetahui kebutuhan.
30 (ii) Mengevaluasi dan menilai kebutuhan. (iii) Menetapkan kebutuhan. (iv) Menetapkan alternatif tindakan. Produk dari tahapan ini adalah keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan. •
Tahap Pembentukan Organisasi Tim. Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan tim atau organisasi tim yang bertanggung-jawab untuk melaksanakan alternatif tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan. Tahapan ini mencakup 5 langkah, yaitu: (i) Menetapkan organisasi tim penanggung-jawab pelaksanaan. (ii) Menyusun pembagian tugas pelaksanaan. (iii) Menetapkan orang yang diberi tanggung-jawab atas pelaksanaan secara garis besar. (iv) Menetapkan mekanisme kontrol pekerjaan. (v) Membuat pedoman pembagian pekerjaan dan kontrol pelaksanaan pekerjaan. Produk dari tahap ini adalah pedoman pembagian tugas dan kontrol pekerjaan.
•
Tahap Perencanaan. Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi, rencana, dan program kerja yang akan digunakan oleh tim pelaksana penyusunan. Tahap ini terdiri dari 4 langkah, yaitu: (i) Menyusun strategi dan metodologi kerja. (ii) Menyusun perencanaan kerja. (iii) Menyusun program-program kerja rinci. (iv) Menyusun pedoman perencanaan dan program kerja rinci. Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci.
31 •
Tahap Penyusunan. Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan SOP sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap ini terdiri dari 5 langkah, yaitu: (i) Mengumpulkan informasi terkait dengan metode pendekatan pengumpulan yaitu dengan metode pendekatan sistem atau risiko kegiatan. (ii) Mengumpulkan informasi pelengkap, yaitu alur otorisasi, kebijakan, pihak yang terlihat, formulir, kaitan dengan prosedur lain. (iii) Menetapkan metode dan teknik penulisan SOP yang dipilih, naratif atau bukan, bagian arus, tabular, atau paduan di antara ketiganya. (iv) Melaksanakan penulisan SOP. (v) Membuat draft pedoman SOP. Produk dari tahapan ini adalah draft pedoman SOP.
•
Tahap Uji Coba. Tahapan ini bertujuan menerapkan SOP dalam bentuk uji coba draft pedoman SOP yang telah dibuat dalam tahap penyusunan. Tahap ini terdiri dari 6 langkah, yaitu: (i) Merancang metodologi uji coba. (ii) Mempersiapkan materi uji coba. (iii) Menetapkan tim pelaksana uji coba. (iv) Mempersiapkan sarana uji coba. (v) Melaksanakan uji coba. (vi) Menyusun laporan hasil uji coba. Produk dari tahap ini adalah laporan hasil uji coba yang digunakan untuk melakukan penyempurnaan draft pedoman SOP.
•
Tahap Penyempurnaan.
32 Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman SOP berdasarkan laporan hasil uji coba yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Tahap ini terdiri dari 6 langkah, yaitu: (i) Mendiskusikan laporan hasil uji coba. (ii) Merancang dan merencanakan langkah-langkah penyempurnaan pedoman SOP. (iii) Menyusun pembagian tugas penyempurnaan. (iv) Melaksanakan penyempurnaan. (v) Melakukan uji coba terbatas dengan tim atau tim penyeimbang (counterpart) atau kelompok fokus (focus group) yang dibentuk secara khusus. (vi) Menyusun pedoman SOP akhir (final manual). Produk dari tahap ini adalah pedoman SOP akhir (final manual atau final guidance) yang digunakan sebagai pedoman standar dalam organisasi. •
Tahap Implementasi. Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman SOP akhir secara menyeluruh dan standar dalam organisasi. Tahap ini terdiri dari 6 langkah, yaitu: (i) Merancang metodologi implementasi. (ii) Mempersiapkan materi implementasi. (iii) Menetapkan tim pelaksana implementasi. (iv) Mempersiapkan sarana implementasi. (v) Melaksanakan implementasi. (vi) Menyusun laporan implementasi. Produk dari tahap ini adalah laporan implementasi yang akan menjadi dasar dalam melakukan tahapan pemeliharaan dan audit.
•
Tahap Pemeliharaan dan Audit.
33 Tahapan ini merupakan tahap akhir dari seluruh tahap-tahap teknis penyusunan SOP dan bertujuan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan audit atas pelaksanaan penerapan SOP dalam organisasi selama periode tertentu. Tahapan ini terdiri dari 7 langkah, yaitu: (i) Merencanakan kegiatan pemeliharaan dan audit atas pedoman SOP yang diterapkan. (ii) Mempersiapkan tim pemeliharaan dan audit. (iii) Melaksanakan pemeliharaan dan audit. (iv) Membuat laporan setiap kegiatan pemeliharaan dan audit. (v) Menyimpulkan temuan-temuan di dalam laporan kegiatan pemeliharaan dan audit dan menyusun perencanaan perbaikan yang diperlukan. (vi) (Bila perbaikan adalah kecil dan bersifat rutin, maka): Melaksanakan perbaikan segera. (vii) (Bila perbaikan adalah besar dan bersifat tidak rutin, maka): Melaksanakan tahap-tahap teknis penyusunan SOP dari awal. Produk dari tahap ini adalah laporan perbaikan rutin dan laporan kebutuhan perbaikan besar atas SOP. 2.7.9 Teknik Dasar Penulisan Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2011, p180) terdapat 3 teknik dasar menuliskan SOP, yaitu: •
Teknik Naratif.
•
Teknik Bagan Arus (Flowchart).
•
Teknik Tabular.
Pada praktiknya, biasanya tidak digunakan hanya salah satu teknik saja, tetapi gabungan atau campuran dari 3 teknik dasar tersebut.
34 Berikut merupakan penjelasan tentang ketiga teknik dasar penulisan SOP menurut Tambunan (2011, p180): •
Teknik Naratif. Teknik ini menggunakan kekuatan kata dan kalimat dalam menyusun SOP. Oleh karena itu, karakter teknik naratif ini sangat khas, semakin baik cara penyampaian, semakin baik pula potensi kemudahan pemahaman oleh pelaksana prosedur. Karena sifat ini, maka penyusunan dengan teknik naratif harus dilakukan oleh tim yang tidak hanya mampu melakukan analisis kebutuhan SOP organisasi, tetapi juga mampu menuangkan dalam narasi sistematis, jelas, dan mudah dipahami. Keunggulan teknik naratif adalah: Lebih fleksibel, dalam arti dapat dilakukan sesuai dengan yang menulis SOP, sepanjang dilakukan secara sistematis, standar, dan mudah dipahami. Tidak terikat simbol-simbol tertentu, seperti teknik bagian arus (flowchart), sehingga potensi kesalahan bukan pada pemakaian simbol, tetapi penggunaan kata atau kalimat. Untuk SOP yang instruktif dan singkat, lebih mudah untuk dimodifikasi. Lebih mudah dipahami oleh lebih banyak pemakai, sebab tidak perlu memahami simbol atau kode-kode tertentu, sepanjang SOP ditulis secara sistematis, standar, dan mudah dipahami. Kelemahan teknik naratif antara lain: Sulit disajikan secara standar, karena cara setiap orang menuliskan sesuatu dapat berbeda. Ada yang singkat dan ada yang berpanjang-panjang. Untuk prosedur yang rumit dan tidak instruktif, dapat menjebak penulis SOP pada situasi penyajian yang berbelit-belit.
35 Untuk orang yang paham teknik bagan arus, kecuali untuk kebijakan dan SOP instruktif, maka cara ini tidak praktis. “Sometimes word has two meanings”. Ungkapan ini menunjukkan potensi sebuah kalimat disalahartikan oleh orang-orang yang membacanya. Untuk
prosedur
yang
rumit
dan
tidak
instruktif,
sulit
untuk
diimplementasikan dan disosialisasikan. Walaupun terdapat keunggulan dan kelemahan dari teknik naratif, namun teknik ini sangat bermanfaat pada kebutuhan tertentu, yaitu: Untuk menulis kebijakan dan peraturan-peraturan. Untuk menulis SOP instruktif. Untuk menulis SOP yang sederhana yang tidak melibatkan banyak pihak, tidak banyak alur birokrasi dan tidak banyak menggunakan variasi formulir dan laporan. Tabel 2.2: Contoh Penggunaan Teknik Naratif Prosedur Penerimaan Piutang Usaha - Kas 1. Bagian Penagihan mengirim Faktur Tagih ke Bagian Keuangan sebanyak dua rangkap. 2. Bagian Keuangan menyerahkan rangkapan Faktur Tagih yang telah diterima dari Bagian Penagihan dan telah divalidasi dan dicatat kepada Bagian Kasir satu rangkap. Satu rangkap untuk arsip Bagian Keuangan. 3. Bagian Kasir menerima uang pembayaran Piutang Usaha dari Pihak Ketiga dan menyiapkan Kuitansi Penerimaan sebanyak tiga rangkap. Satu rangkap untuk Pihak Ketiga (asli), satu rangkap untuk Bagian Keuangan dan satu rangkap diarsip oleh Bagian Kasir.
36 Prosedur Penerimaan Piutang Usaha - Kas 4. Bagian kasir menyiapkan Bukti Penerimaan Kas sebagai dasar administrasi pencatatan sebanyak dua rangkap. Satu rangkap untuk Bagian Keuangan dan satu rangkap untuk diarsip. 5. Bagian Kasir mencatat penerimaan dalam Buku Harian Penerimaan Kas. 6. Pada akhir hari, Bagian Kasir menghitung secara fisik semua penerimaan pada hari yang bersangkutan dan membuat Laporan Penerimaan Kas Harian. 7. Selesai. Sumber: Tambunan (2011, p183) •
Teknik Bagan Arus (Flowchart). Teknik bagan arus ini menggunakan simbol-simbol standar yang memiliki makna atau mempresentasikan makna yang berbeda satu dengan yang lainnya. Teknik bagan arus adalah teknik sangat spesifik yang banyak digunakan dalam pengembangan sistem informasi dan penyusunan prosedur operasional standar. Keunggulan dari teknik bagan arus adalah: Dapat disajikan lebih ringkas dibandingkan dengan menggunakan kata dan kalimat (teknik naratif). Dapat disajikan lebih konsisten apabila teknik bagan arus dikuasai dan diterapkan secara tepat. Lebih praktis serta lebih mudah dipahami apabila pengguna mengerti makna simbol-simbol bagan arus. Lebih mudah dikontrol dan dipelihara, karena sifat penyajian yang jauh lebih ringkas dan sistematis.
37 Kelemahan teknik bagan arus, yaitu: Menyajikan SOP dengan bagan arus membutuhkan kemampuan pemahaman simbol dan teknik bagan arus yang baik sehingga keunggulan standarisasi dapat dicapai. Tanpa penguasaan simbol yang baik maka bagan arus SOP membutuhkan tambahan penjelasan naratif untuk dipahami seperti banyak dilakukan dalam praktik. Mengimplementasikan dan mensosialisasikan SOP dengan penyajian bagan arus membutuhkan tingkat kemampuan pemahaman simbol yang sama antara penyusun dan pengguna. Oleh karena itu, sebelum diimplementasikan dan disosialisasikan diperlukan tambahan pelatihan tentang makna simbol-simbol bagan arus. Teknik bagan arus akan memberikan hasil optimal apabila dimanfaatkan: Untuk SOP dengan alur birokrasi dan kontrol yang kompleks dan melibatkan banyak departemen atau pihak yang terlibat. Untuk SOP yang melibatkan banyak dokumen dan laporan dan variasi distribusi yang rumit. Untuk SOP yang memiliki kaitan dengan SOP atau kebijakan atau peraturan lain yang kompleks. Dapat disimpulkan bahwa teknik ini sangat bermanfaat untuk menggambarkan SOP yang rumit. Serumit atau sekompleks apapun SOP, apabila digunakan teknik bagan arus secara tepat, maka dapat digambarkan dengan sederhana dan sistematis. Simbol-simbol yang ada dalam bagan arus mewakili banyak hal yang jika diuraikan dalam kalimat akan membutuhkan banyak penjelasan dan uraian. Berikut merupakan contoh kasus penggabungan teknik bagan arus dengan penjelasan menggunakan teknik naratif.
38 Dengan Teknik Bagan Arus:
Dengan Teknik Naratif: (X) Berdasarkan dokumen PQR (Rangkapan 3) dan dokumen XYZ (Rangkapan 1) yang divalidasi Kepala Bagian Pemasaran, Bagian Laboratorium Produksi harus menilai kualitas Produk I dan II yang akan diproduksi. Dengan Teknik Naratif: (A) Jika kualitas Baik, maka produk I dan II dikirim ke Bagian Produksi untuk dilanjutkan ke Proses Produksi 4 dan 5. (B) Jika kualitas Buruk, maka produk I dan II dikirim kembali ke Bagian Produksi 1 untuk ditingkatkan kualitasnya sesuai spesifikasi yang diwajibkan. Gambar 2.5: Contoh Perbandingan Teknik Bagan Arus Dengan Teknik Naratif Sumber: Tambunan (2011, p192)
39 •
Teknik Tabular. Teknik tabular menggunakan bentuk tabel untuk membuat SOP tertentu. Teknik ini sangat spesifik karena tidak semua SOP dapat disajikan dalam bentuk tabel. Teknik ini dalam beberapa kondisi tidak dapat berdiri sendiri, karena digunakan sebagai alat bantu untuk teknik penyajian yang lain. Teknik tabular pada umumnya efektif untuk SOP sebagai berikut: Kegiatan yang bersifat analisis. Tabel 2.3: Contoh Langkah-Langkah Proses Utuh No.
Urutan Langkah
Kaitan Langkah
Hubungan
1.
Langkah 1
2
Awal
2.
Langkah 2
1, 3
Awal, Akhir
3.
Langkah 3
2, 4
Awal, Akhir
4.
Langkah 4
3, 5A, 5B, 5C
Awal, Akhir (3)
5.
Langkah 5A
4, 5B, 6
Awal, Akhir (2)
6.
Langkah 5B
4, 5C, 7, 8
Awal, Akhir (3)
7.
Langkah 5C
4, 6
Awal, Akhir
8.
Langkah 6
5A, 7
Awal, Akhir
9.
Langkah 7
5C, 8
Awal, Akhir
10.
Langkah 8
5C, 7
Awal, Akhir (2)
Sumber: Tambunan (2011, p194) Tabel di atas merupakan contoh urutan langkah sangat spesifik yang biasanya ada di proses produksi di pabrik atau di laboratorium atau dapat juga dibuat untuk langkah-langkah lain yang membutuhkan keakuratan, apabila dilanggar akan menyebabkan kegagalan keseluruhan proses.
40
Tabel 2.4: Proses Utuh (Tabel 2.3) Dalam SOP Dengan Teknik Bagan Arus Pabrik
Penjelasan Kegiatan Dokumen P (Rkp 1 dan 5): adalah dokumen kualitas produk
1 5.
yang
Dokumen P
telah
divalidasi
Kepala
Produksi
F Kegiatan F: adalah pengiriman bahan baku dari Gudang ke Pabrik. XX
Proses Utuh XX: adalah proses utuh langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses produksi sesuai pedoman dalam tabel 2.2.
Sumber: Tambunan (2011, p195) Simbol proses utuh XX tersebut (bidang arsir abu-abu) adalah SOP dengan teknik tabular dan merupakan bagian dari sebuah SOP yang lebih besar yang disajikan dengan teknik bagan arus. Kegiatan yang sangat standar. Teknik tabular ini juga lazim digunakan untuk SOP jurnal standar dalam kegiatan akuntansi perusahaan. Tabel jurnal standar disusun sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan dan sangat bermanfaat bagi pelaksana akuntansi untuk menghindari kesalahan entri transaksi. Dalam kegiatan
41 standar lain yang sejenis yaitu seperti kegiatan pemasaran, penjualan, SDM, dan lain-lain dapat juga dibuat SOP dalam bentuk tabel seperti jurnal standar. Tabel 2.5: Contoh Tabel Jurnal Standar No.
Jenis
Jurnal Standar
Jumlah
Transaksi 1.
2.
Pembelian
Penjualan
(Rp) Dr
Pembelian
Rp xxx
Cr
Hutang Dagang
Rp xxx
Dr
Piutang Dagang
Rp xxx
Cr
Penjualan
Rp xxx
Sumber: Tambunan (2011, p196) Kegiatan yang berupa penjadwalan. Tabel 2.6: Contoh Jadwal Pembayaran
No.
Nilai Pembayaran
Mata Uang
Hari Pembayaran
1.
<=1,000
USD
Senin
2.
>1,000
USD
Rabu
3.
<=5,000
SGD
Senin
4.
>5000
SGD
Rabu
5.
<=1,000
EURO
Senin
6.
>1,000
EURO
Rabu
7.
<=10.000.000
IDR
Selasa
8.
>10.000.000
IDR
Kamis
Sumber: Tambunan (2011, p197) Dalam tabel di atas disajikan aturan SOP pembayaran kepada pihak ketiga menurut jumlah, mata uang, dan hari pelaksanaan pembayaran.
42 2.7.10 Simbol-Simbol Bagan Arus (Flowchart) Standard Operating Procedure (SOP) Menurut Tambunan (2011, p185) terdapat simbol-simbol bagan arus yang umum digunakan dalam penyusunan SOP. Simbol-simbol ini terdiri atas: •
Simbol bagan arus dasar (basic flowchart symbols).
Gambar 2.6: Simbol Bagan Arus Dasar Sumber: Tambunan (2011, p186) •
Simbol penyimpanan untuk penyimpanan (storage flowchart symbols).
Gambar 2.7: Simbol Bagan Arus Penyimpanan Sumber: Tambunan (2011, p187)
43 •
Simbol bagan arus penghubung kegiatan-kegiatan (activity connector flowchart symbols).
Gambar 2.8: Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan Sumber: Tambunan (2011, p187) •
Simbol bagan arus kegiatan rinci di dalam proses (detail activity in process flowchart symbols).
44
Gambar 2.9: Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci Dalam Proses Sumber: Tambunan (2011, 188) •
Simbol bagan arus alur atau garis penghubung (flowlines flowchart symbols).
Gambar 2.10: Simbol Bagan Arus Alur Atau Garis Penghubung Sumber: Tambunan (2011, p188) •
Simbol bagan arus untuk menunjukkan hardware yang digunakan di dalam sistem dan prosedur (computer hardware symbols).
45
Gambar 2.11: Simbol Bagan Arus Hardware Komputer Sumber: Tambunan (2011, p189) 2.8
E-Waste
2.8.1 Pengertian E-Waste Menurut Himpalaunas Online (September 2011) e-waste adalah sampah atau limbah berupa perangkat keras atau barang elektronik yang dibuang karena usang atau rusak. Sampah ini harus mendapat perhatian lebih karena mengandung bahan
46 beracun dan berbahaya (B3). Limbah elektronik setiap tahunnya mengalami peningkatan mengingat tumbuh pesatnya penggunaan barang elektronik seperti ponsel, televisi atau komputer. Menurut data Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), setiap tahunnya antara 20-50 juta ton e-waste dibuang tanpa diproses dengan cara ramah lingkungan. Menurut Himpalaunas Online (2011) e-waste dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan manusia karena merupakan sumber toksik, termasuk zat karsinogenik di dalamnya. Apabila dibuang secara langsung tanpa melalui pengolahan, zat dari e-waste yang ada dapat meresap ke dalam tanah, ke air, dan akhirnya dapat mencemari lingkungan sekitar.
Menurut Jehan (YLKI Online, 2012) e-waste adalah barang elektronik yang dibuang karena sudah tidak berfungsi atau sudah tidak dapat digunakan lagi. E-waste perlu diwaspadai karena mengandung 1000 material. Sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3) seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, cadmium, arsenik, perak, kobalt, palladium, tembaga, dan lainnya).
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP) (2007, p2) dalam jurnal E-Waste Volume II: E-Waste Management Manual, Waste Electrical and Electronic Equipment (WEEE) atau e-waste adalah salah satu aliran limbah yang tercepat tumbuh di dunia. Di negara maju, sama dengan 1% dari total padatan limbah pada rata-rata. Meningkatnya “market penetration” di negara berkembang, “replacement market” di negara maju dan “high obsolescence rate” membuat WEEE/e-waste menjadi salah satu aliran limbah tercepat. Ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi e-waste khususnya di negara berkembang. Kehadiran komponen daur ulang menarik sektor informal dan tidak terorganisir. Praktik-praktik
47 lingkungan yang tidak aman dan berisiko menimbulkan risiko besar terhadap kesehatan dan lingkungan. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP) (2007, p12) dalam jurnal E-Waste Volume II: E-Waste Management Manual, e-waste adalah campuran kompleks dari limbah berbahaya dan tidak berbahaya yang terdiri dari item nilai ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan pemisahan khusus, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Menurut Chatterjee dan Kumar (2009, p893) dalam International Journal of Physical Sciences yang berjudul Effective Electronic Waste Management and Recycling Process Involving Formal and Non-Formal Sectors, e-waste adalah limbah yang paling cepat berkembang di dunia industri dan urban. Dengan pertumbuhan besar di sektor elektronik dan hardware, permintaan produk elektronik telah ditingkatkan pula. Perubahan fitur lebih cepat dalam perangkat elektronik dan ketersediaan produk ditingkatkan sehingga memaksa konsumen untuk membuang elektronik produk tersebut dengan cepat. Generasi ini telah menyebabkan e-waste yang mengkhawatirkan. Menurut Chatterjee dan Kumar (2009, p894) dalam International Journal of Physical Sciences yang berjudul Effective Electronic Waste Management and Recycling Process Involving Formal and Non-Formal Sectors, sumber utama dari ewaste adalah hardware disposal dan barang-barang elektronik dari kantor pemerintah, sektor publik dan swasta, akademis serta lembaga penelitian. Konsumen rumah tangga juga memberikan kontribusi volume yang signifikan dalam produk elektronik.
48 Menurut Chatterjee dan Kumar (2009, p894) dalam International Journal of Physical Sciences yang berjudul Effective Electronic Waste Management and Recycling Process Involving Formal and Non-Formal Sectors menyatakan bahwa beberapa tahun terakhir ekspor volume e-waste terbesar dari negara-negara barat ke negara-negara Asia seperti Cina, India, dan lain-lain. 2.8.2 Pemodelan E-Waste Menurut Chatterjee dan Kumar (2009, p899) dalam International Journal of Physical Sciences yang berjudul Effective Electronic Waste Management and Recycling Process Involving Formal and Non-Formal Sectors menyatakan bahwa ewaste recycle dianggap bisnis yang menguntungkan di negara-negara barat. Teknologi dan infrastruktur yang tepat serta memadai tersedia di negara-negara maju tersedia di negara-negara maju untuk memproses sampai akhir produk elektronik untuk mengekstrak logam mulia hingga hasil terbaik. Para konsumen mendukung secara finansial untuk kegiatan recycle di negara-negara barat dengan bentuk EPR (Extended Produsen Responsibility) yaitu produksi lanjutan atau tambahan secara bertanggung jawab penuh. Menurut The Swiss Federal Laboratories for Material Science and Technology (EMPA) (2009, p6) dalam jurnal berjudul Model for E-waste Management, EPR didefinisikan sebagai suatu strategi perlindungan lingkungan sebagai produsen yang membuat produk bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produk terutama untuk recycle dan disposal akhir dari produk tersebut. Menurut Chatterjee dan Kumar (2009, p900) dalam International Journal of Physical Sciences yang berjudul Effective Electronic Waste Management and
49 Recycling Process Involving Formal and Non-Formal Sectors, mengusulkan model untuk e-waste recycling yang memiliki berbagai tahap.
Gambar 2.12: Model E-Waste Proses Flowchart Recovery of Saleable Materials E-Waste Sumber: Chatterjee dan Kumar (2009, p900)
50
Gambar 2.13: Model E-Waste Proses Flowchart Untuk E-Waste Management. Sumber: Chatterjee dan Kumar (2009, p903)
Menurut The Swiss Federal Laboratories for Material Science and Technology (EMPA) (2009, p10) dalam jurnal berjudul Model for E-waste Management mengusulkan model Individu Producer Responsibility (IPR) untuk Negara India.
51
Gambar 2.14: Model Individu Producer Responsibility (IPR) Sumber: The Swiss Federal Laboratories for Material Science and Technology (EMPA) (2009, p10) 2.8.3 Metode Pengolahan E-Waste Menurut Phillips (eHow Online, 2012) banyak produk elektronik memiliki komponen racun seperti lead, mercury, dan cadmium yang cenderung merusak lingkungan. Kebanyakan e-waste dapat di-recycling dan di-reuse. Dengan mengurangi (reduce), reusing, dan recycling produk-produk yang mengandung bahan berbahaya, setiap konsumen dapat membantu berkontribusi untuk mengurangi masalah lingkungan yang sudah tersebar luas karena racun yang timbul dari e-waste disposal. Menurut Phillips (eHow Online, 2012) terdapat 3 metode daur ulang e-waste yang dapat diterapkan antara lain: •
Daur Ulang (Recycling).
52 Recycling adalah salah satu metode pengolahan dengan cara memisahkan setiap komponen dari e-waste untuk dihancurkan dan diproduksi ulang menjadi barang jadi. •
Pakai Ulang (Reuse). Reuse adalah metode yang memanfaatkan e-waste dengan cara memakai kembali e-waste. Dalam metode ini pemilihan e-waste harus diperhatikan kelayakannya karena dapat menghasilkan zat kimia atau racun yang berbahaya untuk tubuh manusia.
•
Kesenian (E-Waste Art). E-waste art adalah metode memanfaatkan e-waste untuk dibuat karya seni atau mengubah benda yang bernilai tinggi. Dalam pembuatan karya seni membutuhkan keahlian dan kepandaian dalam mengolah setiap e-waste agar menghasilkan sebuah benda yang bernilai tinggi.
2.9
Reuse dan Recycle Cartridge Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p2) dalam jurnal Pola
Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, peningkatan jumlah kebutuhan masyarakat kalangan institusi, baik institusi pendidikan (kampus, sekolah, akademisi) atau institusi pemerintah/swasta dalam hal pencetakan (print out) hasil penelitian, tugas-tugas kantor dan administrasi mengakibatkan peningkatan produksi tinta, khususnya tinta printer (cartridge). Produksi dan penggunaan cartridge tinta printer setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam mengolah kembali cartridge yang tidak terpakai lagi agar tidak mencemari lingkungan.
53 Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p1) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, cartridge merupakan bagian dari komponen printer yang berfungsi sebagai wadah tinta printer. Biasanya tinta printer yang dikemas dalam cartridge merupakan produk sekali pakai. Menurut Kumpulan Artikel Indonesia Online (2011) cartridge adalah sebuah kemasan dapat dipindahkan yang memuat sejumlah magnetic disc atau optical disc dan dapat disisipkan ke dalam slot komputer, printer, atau komponen hardware lain. Cartridge dibedakan menjadi 2 yaitu: •
Ink Cartridge. Ink cartridge atau inkjet cartridge adalah komponen sebuah printer inkjet berisi tinta. Setiap ink cartridge berisi satu atau lebih wadah tinta dipartisi, produsen tertentu juga menambahkan kontak elektronik dan chip yang berkomunikasi dengan printer.
•
Toner Cartridge. Toner cartridge disebut juga laser toner adalah isi komponen dari printer laser. Toner berisi bubuk toner, campuran partikel plastik, karbon, dan pewarna hitam atau lainnya yang membuat gambar atau tulisan di atas kertas. Toner ditransfer ke kertas melalui unit drum elektrostatis dan menyatu ke kertas oleh rol yang dipanaskan selama proses pencetakan. Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p1) dalam jurnal Pola
Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, besarnya tingkat penggunaan printer sebagai media pencetak menyebabkan semakin meningkat pula jumlah pencemar bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berupa sisa tinta dalam cartridge.
54 Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p1) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, sebagian besar komponen cartridge adalah plastik dan merupakan material yang sulit terurai secara alami oleh alam. Dibutuhkan lebih dari 450 tahun untuk dapat terurai. Sampah cartridge yang dibuang dapat berpotensi mencemari lingkungan air maupun tanah. Diperlukan adanya usaha untuk meminimalisasi sampah cartridge, sehingga volume sampah di tempat pembuangan akhir dapat berkurang. Minimalisasi sampah cartridge dapat dilakukan dengan cara reduksi (reduce), reuse, dan recycle. Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p2) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, untuk membuat satu cartridge laser baru, dibutuhkan lebih dari 3,4 liter minyak. Sebagian besar cartridge dapat dimanufaktur kembali atau rekondisi dan diisi ulang. Sedangkan cartridge tinta yang habis dan belum diisi ulang (refill) biasanya masih dapat dijual ke perusahaan untuk dilakukan recycle (cartridge re-manufactured), atau dapat juga di-reuse dengan cara di-refill. Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p2) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, proses pengisian tinta kembali (refill) ini rawan terjadi kerusakan. Maksimal pengisian tinta daur ulang biasanya hanya sampai 10 kali. Setelah itu cartridge akan rusak dan pada akhirnya menjadi sampah yang dibuang oleh pemiliknya. Namun, tidak semua jenis cartridge dapat diisi ulang. Perusahaan cartridge asli (original) telah mengembangkan teknologinya agar cartridge sulit didaur ulang yaitu dengan melekatkan data elektonik (chip) untuk pendeteksi printer. Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p2) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung,
55 recycle cartridge dilakukan dengan mengirimkan kembali cartridge ke perusahaan cartridge tersebut. Pada kemasan cartridge biasanya terdapat instruksi perusahaan mengenai recycle cartridge. Beberapa perusahaan menyediakan alamat untuk mengirim kembali cartridge. Cartridge yang telah dikirim ke perusahaan akan dilakukan recycle (cartridge re-manufactured). Pusat daur ulang lokal menerima cartridge untuk recycle juga. Berbagai toko ritel juga mengumpulkan cartridge untuk recycle. Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p2) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, cartridge yang dibuang biasanya masih mengandung sisa tinta di dalamnya. Beberapa jenis tinta, seperti yang digunakan di printer-printer dapat berbahaya. Tinta printer dan toner sering mengandung material toksik seperti cadmium. Meski tidak menyebabkan kematian, kontak yang salah dapat menyebabkan efek seperti sakit kepala luar biasa, iritasi kulit, dan kerusakan sistem syaraf. Efek-efek ini dapat disebabkan oleh larutan atau pigmen utama seperti p-Anisidine, yang digunakan dalam proses pembuatan warna dan cahaya tinta. Menurut Rahmawati dan Damanhuri (2012, p2) dalam jurnal Pola Penggunaan Cartridge Tinta Printer dan Potensi Daur Ulangnya Di Kota Bandung, cartridge yang merupakan kemasan bekas tinta merupakan limbah B3, yaitu dari sumber yang spesifik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3. Sampah cartridge yang tidak terpakai tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan karena sisa tinta toksin yang masih ada dalam cartridge dapat mencemari lingkungan tanah dan air. Pemanfaatan sampah cartridge dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.2 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada Pasal 2
56 dikatakan bahwa, ”Pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara reuse, recycle, dan atau recovery”. Skala prioritas pemanfaatan berturut-turut diantaranya adalah dengan cara reuse, recycle, dan recovery. 2.10
Kerangka Pikir Berikut merupakan kerangka pikir penelitian:
Gambar 2.15: Bagan Kerangka Pikir Sumber: Hasil Penelitian (2012)