BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi adalah dorongan atau gejolak yang timbul dari dalam diri manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya sesuai dengan keinginan masing-masing (Afin Murtie, 2012: 63). Dalam bukunya Robbins (2008: 222) mengemukakan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Menurut Kadarisma (2012: 278), Motivasi kerja adalah penggerak atau pendorong dalam diri seseorang untuk mau berperilaku dan bekerja dengan giat dan baik sesuai dengan tugas dan kewajiban yang telah diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (2012: 141), Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi adalah kondisi yang menggerakan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari motifnya (Mangkunegara, 2007: 93). Menurut Saydam (2000: 327) dalam Kadarisma (2012: 276), pengertian motivasi dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan atau rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Dari uraian di atas dapat dikemukakan, motivasi merupakan kegiatan atau cara untuk mendorong gejolak dalam diri manusia agar mau berperilaku, bekerja secara optimal untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan yang telah ditentukan.
2.1.1.1 Jenis-Jenis Motivasi Menurut Hasibuan (2012: 150), Mengatakan bawah jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Positif Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Denagn motivasi positif, semangat kerja bawahan akan 9
10 meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. 2) Motivasi Negatif Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
2.1.1.2 Teori Hierarki Kebutuhan (Abraham Maslow) Hasibuan (2012: 152) mengemukakan teori Maslow (1943) yang dinamakan Maslow's Need Hierarchy Theory/ A Theory of Human Motivation atau Teori Hierarki Kebutuhan dri Maslow. Hierarki Kebutuhan dari Maslow ini diilhami oleh Human Science Theory dari Elton Mayo. Hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak yakni seorang berperilaku/ bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Maslow berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat hirarki dari lima kebutuhan, yaitu sebagai berikut: 1.
Kebutuhan Fisiologis, terdiri atas kebutuhan akan makanan, minuman dan kebutuhan fisik lainnya.
2.
Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional
3.
Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.
4.
Kebutuhan penghargaan, baik penghargaan internal maupun eksternal.
5.
Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.
11 2.1.1.3 Teori X Dan Teori Y (Douglas McGregor) Menurut Hasibuan (2012: 160), Douglas Mc. Gregor adalah seorang psikolog sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek riset dalam hal motivasi dan tingkah laku umum dari para anggota organisasi. Mc. Gregor terkenal dengan teori X dan teori Y-nya, dalam bukunya The Human Side of Enterprise (Segi Manusiawi Perusahaan). Afin Murty (2012: 68) menyebutkan bahwa menurut Mc. Gregor, dalam berhubungan dengan karyawannya, manajer memiliki asumsi-asumsi yang digolongkan dalam teori X sebagai berikut: 1.
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
2.
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.
Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal.
4.
Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Disamping teori X yang sepertinya hanya memandang seorang karyawan dari sisi negatifnya saja, ada pula teori Y yang dapat mengimbangi teori X. Teori Y terdiri atas empat asumsi, yaitu sebagai berikut: 1.
Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
2.
Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
3.
Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab.
4.
Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
12 2.1.1.4 Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg) Frederick Herzberg (1950) dalam Hasibuan (2012: 157), seorang profesor ilmu jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua Faktor atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory. Menurut Frederick Herzberg (1996) dalam Robbins (2008: 218) ada dua jenis faktor yang mempengarhi motivasi kerja, yaitu faktor Intrinsik dan faktor ekstrinsik. 1) Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain: a. Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. b. Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju dalam pekerjaannya. c. Pekerjaan Itu Sendiri (The work itself), besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karuawan dari pekerjaannya. d. Pencapaian (Achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi. e. Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas kinerja yang dicapai. 2) Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta berkaitan dengan konteks pekerjaan, antara lain: a. Kebijakan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and Administration), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. b. Kondisi kerja (Working Condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan pelaksanaan tugas pekerjaannya. c. Gaji dan Upah (Wages and Salaries), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. d. Hubungan Antar Pribadi (Interpersonal Relation), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. e. Kualitas supervisi (Quality Supervisor), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. (Michael dan Intan, 2010: 25-26)
13 2.1.2 Kepuasan Kerja Menurut Robbins dan Coulter (2012: 459) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia A. Seifert dan Paul D. Umbach (2006) kepuasan kerja mengacu pada orientasi efektif secara keseluruhan pada individu terhadap peran yang saat ini mereka duduki. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006: 121), kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Menurut Martoyo (2007: 142) kepuasan kerja (job satification) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan Menurut Robbins dan Judge (2008: 83), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan mereka yang dihasilkan dari evaluasi karakteristik. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memegang perasaan positif terhadap pekerjaan mereka, sememtara orang yang tidak puas memegang perasaan negatif terhadap pekerjaan mereka. Menurut Greenberg dan Baron (2003: 148), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perilaku positif atau negative seseorang terhadap pekerjaannya. Menurut Ramayah, Jantan, dan Tadisina (2001), kepuasan kerja menjelaskan bagaimana karyawan apung untuk datang untuk bekerja dan bagaimana mereka bisa ditegakkan untuk melakukan pekerjaan mereka. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap dan perasaan positif yang dirasakan oleh karyawan karena mereka telah melakukan pekerjaan dengan baik dan mendapatkan penghargaan yang sesuai dengan apa yang telah dilakukan.
14 2.1.2.1 Mengukur Kepuasan kerja Greenberg dan Baron (2003: 151), Meskipun orang memiliki banyak perilaku yang berbeda terhadap beberapa aspek dari pekerjaannya, ini tidak mudah untuk di nilai. Karena perilaku tidak dapat di observasi secara langsung dan kita tidak dapat menyimpulkan keberadaannya berdasarkan perilaku seseorang. Oleh karena itu kita harus mengandalkan apa yang orang katakan untuk menentukan perilaku mereka. Berikut adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menilai kepuasan kerja seseorang: Rating Scale and Questionnaires: Pendekatan yang paling sering digunakan untuk
mengukur kepuasan
kerja
melibatkan
penggunaan
kuesioner
yang
dispesialisasikan dengan skala rating yang harus di lengkapi. Menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka untuk melaporkan reaksi mereka terhadap pekerjaan mereka. Beberapa skala yang berbeda telah dikembangkan untuk tujuan ini, dan ini sangat bervariasi dalam bentuk dan ruang lingkup. Salah satu instrumen popular yang digunakan adalah Job Descriptive Index (JDI). Sebuah kuesioner dimana orang menunjukkan apakah beberapa kata sifat menggambarkan aspek tertentu dari pekerjaan mereka. Pertanyaan pada JDI menangani lima aspek yang berbeda dari pekerjaan: pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi, dan orang-orang (co worker). Critical Incidents: Teknik kedua yang digunakan untuk menilai kepuasan kerja adalah dengan menggunakan teknik critical incident. Disini individual mesdeskripsikan peristiwa yang berkaitan dengan pekerjaan mereka yang mereka anggap sangat memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka kemudian di diperiksa untuk mengungkapkan tema yang mendasari. Interviews: Prosedur ketiga untuk menilai kepuasan kerja melibatkan proses mewawancarai karyawan secara tatap muka. Dengan menanyai orang-orang secara pribadi mengenai perilaku mereka, dimungkinkan untuk mengeksplor diri mereka lebih dalam lagi dari pada menggunakan kuesioner yang sudah terstruktur dengan rapih. Dengan mengajukan pertanyaan secara hati-hati kepada karyawan dan merekam jawaban mereka secara sistematis,memungkinkan pihak perusahaan untuk mengetahui penyebab berbagai sikap yang berhubungan dengan pekerjaan.
15 2.1.2.2 Teori Kepuasan Kerja Menurut Wibowo (2007: 300), kepuasan kerja memiliki dua teori, dalam pendapatnya dikatakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Dalam teori kepuasan kerja ada Two-Factor Theory dan Value Theory. 1. Two Factor Theory Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan
bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu Motivators
dan Hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi si sekitar pekerjaan
(seperti
kondisi
kerja,
pengupahan,
keamanan,
kualitas
pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators 2. Value Theory Kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas.
2.1.2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja Ashfaq, dkk (2011) mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: 1. Gaji / Upah - kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi jumlah maupun rasa keadilannnya 2. Promosi - kepuasan pada peluang promosi dan keadilan untuk mendapatkan promosi 3. Manfaat - memperoleh perkembangan karier di dalam perusahaan
16 4. Kondisi kerja - keadaan yang mempengaruhi kegiatan perusahaan, yang akan mendorong semangat kerja karyawan 5. Supervisi - kepuasan pada atas langsung orang tersebut dalam kompetensi penugasan managerial 6. Keamanan - keadaan karyawan yang mendapatkan keselamatan dalam bekerja 7. Budaya organisasi - keadaan dimana sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi 8. Kesempatan pertumbuhan - berbagi informasi di dalam organisasi
2.1.2.4 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2007: 83) ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara, diantaranya: a
Keluar (Exit): Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
b
Suara (Voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas masalah-masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
c
Kesetiaan (Loyalty): Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat.
d
Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat
Gambar 2.1 Respon terhadap ketidakpuasan kerja Sumber: Robins dan Judge
17 2.1.2.5 Panduan Meningkatkan Kepuasan Kerja Menurut Greenberg dan Baron (2003: 159) ada beberapa cara untuk meningkatkan kepuasan dan mencegah ketidakpuasan pada pekerjaan, diantaranya sebagai berikut: a. Membuat pekerjaan menyenangkan Karyawan akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senangi ketimbang dengan pekerjaan yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara Intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan kesenangan ke dalam setiap pekerjaan. b. Karyawan dibayar secara adil Karyawan yang meyakini bahwa sistem pengupahan organisasinya tidak adil akan cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diberlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, karyawan yang merasakan dibayar secara adil dan apabila karyawan diberi peluang untuk memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, maka kepuasan kerjanya cenderung akan meningkat. c. Mencocokan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai dengan minatnya. Semakin banyak karyawan menemukan bahwa dirinya dapat memenuhi minatnya pada pekerjaan mereka, maka mereka akan lebih puas terhadap pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan jasa konseling individu kepada pekerja sehingga kepentingan pribadi dan professional dapat diidentifikasi dan disesuaikan. d. Mengindari kebosanan dan Pekerjaan yang berulang-ulang. Kebanyakan karyawan cenderung mendapat sedikit kepuasan apabila mereka dihadapi dengan pekerjaan yang membosankan dan berulang-ulang. Sesuai dengan two-factor theory, karyawan jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.
2.1.2.6 Dimensi Kepuasan Kerja Dimensi kepuasan kerja menurut Kalleberg (1977) dalam A. Seifert dan D. Umbach (2006): Dengan menggunakan analisis faktor, penelitian ini menemukan enam dimensi kepuasan kerja. Kalleberg menemukan bahwa kepuasan kerja dapat dibagi
18 menjadi dua, yaitu intriksik (mengacu pada pekerjaan itu sendiri) atau Ekstrinsik (mewakili aspek pekerjaan ekternal atau tugas itu sendiri). Kalleberg (1977) mendefinisikan dimensi intrinsik sebagai sejauh mana pekerjaan itu menarik, mandiri dan dimana hasilnya itu jelas.Mengenai dimensi ekstrinsik, ia dibangun sebagai berikut: 1. Financial: mengacu pada item seperti gaji, tunjangan dan keamanan pekerjaan 2. Career: peluang yang disediakan pekerjaan untuk kemajuan karir 3. Convenience: dimensi kenyamanan berfokus pada kenyamanan dari pekerjaan (yaitu, kenyamanan perjalanan ke dan dari tempat kerja, kebebasan dari tuntutan yang saling bertentangan, tidak ada jumlah pekerjaan yang berlebihan, dan waktu untuk melakukan pekerjaan. 4. Relationships with co-workers: hubungan dengan rekan kerja dan termasuk kesempatan untuk berteman dengan orang-orang ditempat kerja serta friendliness, helpfulness, and personal interest rekan kerja terhadap individu 5. Adequacy of resources: tingkat dimana sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik tersedia untuk pekerja.
2.1.3 Kinerja Karyawan 2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja karyawan berarti seberapa baik kemampuan yang dilakukan karyawan, dibandingkan dengan tugas-tugas yang telah ditugaskan, dan kemudian dievaluasi. Kinerja karyawan tergantung pada sikap pemimpin dan ditingkatkan ketika pemimpin bebas untuk menangani isu-isu khusus yang timbul dari para pekerja (Schmid, 2006: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011). (Rodwell, Kienzle & Shadur, 1998: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011) mengungkapkan, komunikasi merupakan elemen yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu organisasi. Komunikasi bukan akar untuk meningkatkan kinerja, tetapi itu adalah dasar dari metode lain, seperti kerja tim dan cara berpikir karyawan yang merupakan dasar langsung kunci untuk meningkatkan kinerja. Kinerja juga meningkat dengan memberikan asumsi bahwa pentingnya pendapat dari para karyawan. Motivasi kinerja karyawan meningkat ketika pemimpin
19 mereka memberi mereka kesempatan untuk menyuarakan pandangan mereka dan mengkomunikasikan saran mereka. Karena karyawan mempelajari keterampilan penting dan pengalaman dari satu sama lain dan komitmen untuk meningkatkan kinerja (Huang , iun, Liu & Gong 2010). Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu proses dimana karyawan menjadi hal utama yang terlibat dalam proses peningkatan kinerja perusahaan. Kinerja karyawan merupakan kemampuan yang dilakukan karyawan atas tugas-tugasnya di dalam perusahaan, yang bergantung pada sikap seorang pemimpin dan tingkat komunikasi untuk meningkatkan cara berpikir karyawan, yang menjadi
motivasi
mereka
untuk
mempelajari
keterampilan
penting
guna
meningkatkan kinerja perusahaan.
2.1.3.2 Indikator Kinerja Karyawan Rivai & Veithzal (2004: 416) indikator kinerja karyawan, yaitu : 1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. 2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke bidang operasional perusahaan secara menyeluruh. Pada intinya setiap individu atau karyawan
pada
setiap
perusahaan
memahami
tugas,
fungsi
serta
tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan. 3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemapuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.
Mangkunegara (2005: 18-19) menyebutkan aspek-aspek standar kinerja yang terdiri dari: 1. Aspek Kuantitatif, meliputi: -
Proses kerja dan kondisi kerja.
-
Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
-
Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
-
Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
20 2. Aspek Kualitatif, meliputi: -
Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
-
Tingkat kemampuan dalam bekerja.
-
Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan.
-
Kemampuan mengevaluasi (keluhan konsumen).
2.1.3.3 Cara Peningkatan Kinerja Karyawan (Schmid, 2006: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sikap pemimpin yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan kinerja pada diri karyawan : 1. Menangani isu-isu khusus yang timbul dari karyawan. 2. Memberikan apresiasi berupa penghargaan dan kesempatan untuk umpan balik dari karyawan, agar karyawan merasa dihargai dan puas atas pekerjaannya. 3. Menjadi pemimpin yang memiliki keterampilan, sesuai dengan standar kinerja, dan berbeda dengan asosiasi lain. 4. Membimbing lingkungan kerja yang positif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Meningkatkan motivasi karyawan dengan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk menyuarakan pandangan mereka, dan mengkomunikasikan saran mereka.
21 2.2
Kerangka Pemikiran 4 Motivasi (X 1)
FAKTOR Intristik •
Tanggung Jawab
•
Kemajuan
•
Pekerjaan itu
Kepuasan Kerja (Y) 1
Sendiri
•
Gaji atau upah
•
Pencapaian
•
Promosi
•
Pengakuan
•
Manfaat
•
Rekan kerja
•
Kondisi kerja
•
Supervisor
•
Keamanan
•
Budaya
3
Motivasi ( X2) Faktor Ektrinstik : •
Kebijakan
dan
2
organisasi •
administrasi perusahaan
Kinerja Karyawan (Z) 6 =>
6 • Teknis • Konseptual • Hubungan interpersonal
Kesempatan pertumbuhan
•
Kondisi Kerja
•
Gaji dan Upah
•
Hubungan
Antar
Pribadi •
Kualitas Supervisi 5 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2015
2.3
Hipotesis Menurut Sekaran (2006: 135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian.
22 Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut : Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: Untuk T-1: Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja Untuk T-2: Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja Untuk T-3: Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja Untuk T-4: Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja Untuk T-5: Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja Untuk T-6: Ho: Tidak terdapat pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Ha: Terdapat pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan