BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Informasi Sistem informasi merupakan hal yang berperan penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Pengertian sistem informasi beserta tujuan dari sistem informasi akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut ini.
2.1.1
Pengertian Sistem Informasi O’Brien (2008: 5) mendefinisikan sistem informasi sebagai “kombinasi teratur apa pun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.” Pengertian sistem informasi menurut Hall (2013: 5) “The information system is the set of formal procedures by which data are collected, processed into information, and distributed to users.”, dimana maksud dari sistem informasi adalah serangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pengguna. Sistem informasi yang diambil dari Gelinas dan Dull (2008: 13) adalah sistem rancangan manusia yang secara umum terdiri dari komponen yang berbasis komputer dan manual komponen yang dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengolah untuk menghasilkan output informasi yang berguna bagi user. Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan sebuah kombinasi dari berbagai komponen dan prosedur yang mengumpulkan, menyimpan, memproses menjadi infromasi, dan mengirimkan informasi tersebut kepada pengguna untuk mendukung proses pengambilan keputusan perusahaan.
2.1.2
Tujuan Sistem Informasi Tiga tujuan dasar dari sistem informasi menurut Hall (2013: 5) yaitu: 1. Untuk mendukung fungsi pengawasan dari manajemen. Pengawasan mengacu kepada tanggung jawab manajemen untuk mengelola sumber daya perusahaan secara tepat.
8
9 2. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. Sistem informasi menyediakan
informasi
yang
dibutuhkan
pihak
manajer
dalam
pengambilan keputusan. 3. Untuk mendukung operasi sehari-hari perusahaan. Sistem informasi menyediakan informasi kepada pegawai operasional untuk membantu mereka melaksanakan tugas mereka sehari-hari secara efektif dan efisien.
2.2
Sistem informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi merupakan bagian daripada sistem informasi perusahaan yang memiliki kegunaan, komponen yang mendukungnya, serta siklus dari sistem informasi akuntansi. Ira Setiawati (2007: 51) mengungkapkan bahwa sistem informasi akuntansi meliputi pemanfaatan teknologi informasi untuk menyediakan informasi bagi para pengguna melalui pengolahan data.
2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Beberapa ahli dari berbagai literatur mendefinisikan sistem informasi akuntansi sebagai berikut: Sistem informasi akuntansi menurut Gelinas dan Dull (2008: 14) adalah “Accounting information system (AIS) is a specialized subsystem of the IS. The purpose of this separate AIS was to collect, process, and report information related to the financial aspects of business events.” Artinya sistem informasi akuntansi merupakan subsistem yang terspesialisasi dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek-aspek keuangan dari kegiatan-kegiatan bisnis. Considine, Parkes, Olesen, Blount, dan Speer (2012: 12) menjelaskan “Accounting Information System is the application of technology to the capturing, verifying, storing, sorting, and reporting of data relating to an organisation’s activities.” Berarti sistem informasi akuntansi adalah teknologi aplikasi yang menangkap, memverifikasi, menyimpan, mengurutkan, dan melaporkan data yang saling berkaitan dengan aktivitas organisasi. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah sistem informasi berbasis komputer yang mengumpulkan, memverifikasi, memproses, menyimpan, mengurutkan, dan
10 melaporkan data keuangan dari proses bisnis perusahaan yang berguna untuk mendukung pengambilan keputusan.
2.2.2
Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi M. Slamet menerjemahkan kegunaan sistem informasi akuntansi menurut Jones dan Rama (2008: 6-7), yaitu: 1. Membuat laporan yang berisi informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan seperti para investor, kreditur, dinas pajak, badanbadan pemerintah, dan yang lainnya. 2. Membantu para manajer dalam menjalankan aktivitas operasional yang rutin dilakukan dalam suatu siklus operasi perusahaan. 3. Mendukung pengambilan keputusan pada semua tingkat manajemen dalam perusahaan, baik yang dilakukan secara rutin maupun tidak. 4. Membantu dalam membuat suatu perencanaan dan juga dalam melakukan pengendalian terhadap setiap aktivitas yang dilakukan. 5. Melaksanakan pengendalian internal, yang mencakup aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kerugian dan menjaga keakuratan data keuangan perusahaan.
2.2.3
Komponen Sistem Informasi Akuntansi Terdapat enam komponen yang membentuk sistem informasi akuntansi menurut Romney dan Steinbart (2006: 6) yaitu: 1. People (orang), yang mengoperasikan system dan melakukan berbagai fungsi. 2. Procedures and instruction (prosedur dan instruksi), baik manual dan otomatis meliputi pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan data mengenai kegiatan organisasi. 3. Data (data), mengenai proses bisnis organisasi meliputi semua data transaksi yang terjadi mengenai proses bisnis organisasi. 4. Software (perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses data organisasi. 5. Information technology infrastructure (infrastruktur teknologi informasi), meliputi komputer, peralatan lainnya dan peralatan komunikasi jaringan
11 yang digunakan untuk mengumpilkan, menyimpan, memproses data, serta mengirimkan data dan informasi. 6. Internal controls and security measures (pengendalian internal dan sistem keamanan), yang menjaga keamanan data di dalam sistem.
2.2.4 Karakteristik Informasi Hall (2013: 12) menjelaskan bahwa suatu informasi dikatakan berguna atau bermanfaat bagi pemakainya jika memenuhi kriteria berikut: 1. Relevan (Relevance) Isi sebuah laporan atau dokumen harus melayani suatu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan pengguna informasi. Dengan demikian laporan atau dokumen yang bersangkutan dapat mendukung keputusan manajer. 2. Tepat Waktu (Timeliness) Umur informasi merupakan factor yang kritikal dalam menentukan kegunaannya. Informasi harus tidak lebih tua dari periode waktu tindakan yang didukungnya. 3. Akurat (Accuracy) Informasi harus bebas dari kesalahan yang sifatnya material. Materialitas merupakan suatu konsep yang sulit dikualifikasikan dan tidak memiliki nilai yang absolut. 4. Lengkap (Completeness) Tidak boleh ada bagian dari informasi yang esensial bagi pengambilan keputusan atau pelaksanaan tugas yang hilang. 5. Rangkuman (Summarization) Informasi harus diagregasikan agar sesuai dengan kebutuhaan user. 6. Umpan Balik (Feedback) Merupakan pesan output yang dikirimkan kembali kepada sistem sebagai sumber daya data. Sebagai contoh adalah laporan status persediaan sebagai tanda kepada bagian persediaan bahwa jumlah persediaan berada di bawah batas minimum.
2.2.5 Siklus Transaksi Pada Sistem Informasi Akuntansi Siklus pemrosesan transaksi pada sistem didefinisikan oleh Romney dan Steinbart (2006: 29) sebagai suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan
12 perusahaan dalam melakukan bisnisnya,
mulai dari
proses
pembelian,
produksi, hingga penjualan barang dan jasa. Siklus transaksi pada perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem, yaitu: 1. Siklus Pendapatan (Revenue cycle), yang terdiri dari transaksi penjualan barang dan jasa untuk pada akhirnya menerima sejumlah uang.
2. Siklus Pengeluaran (Expenditure cycle), yang terdiri dari transaksi pembelian barang untuk dijual kembali atau bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang yang pada akhirnya akan mengeluarkan sejumlah uang. 3. Siklus Penggajian / Sumber Daya Manusia (Human Resource / Payroll cycle), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja. 4. Siklus Produksi (Production cycle), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan pengubahan bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dipasarkan. 5. Siklus Pembiayaan (Financing cycle), yang terdiri dari transaksi dimana perusahaan menjual bagian dari perusahaan kepada investor, perusahaan meminjam sejumlah uang, dan membayar sejumlah dividen serta bunga pinjaman kepada investor.
2.3
Teori-teori Produksi Proses produksi merupakan proses inti dari perusahaan manufaktur untuk menghasilkan barang yang nantinya akan dipasarkan ke masyarakat. Sebelum melakukan proses produksi, perlu adanya perencanaan dan pengendalian atas produksi agar perusahaan dapat mengelola harga pokok produksi seminimal mungkin. 2.3.1
Pengertian Produksi Produksi merupakan suatu kumpulan orang, peralatan, dan aturanaturan yang dikelola sedemikian rupa untuk melaksanakan operasi-operasi manufaktur dalam sebuah pabrik. Groover (2005: 1) Hall (2013: 15) menjelaskan bahwa aktivitas produksi terjadi di dalam siklus pengkonversian bahan baku, tenaga kerja, dan aktiva tetap yang digunakan untuk membuat suatu barang jadi. Terdapat dua kelompok aktivitas produksi, yaitu:
13 1. Aktivitas utama manufaktur. Terdiri dari aktivitas membentuk dan merakit bahan baku menjadi barang jadi. 2. Aktivitas pendukung produksi. Aktivitas ini untuk memastikan bahwa aktivitas utama manufaktur berjalan secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa produksi merupakan proses mengubah bahan baku, tenaga kerja dengan menggunakan peralatan, aturan-aturan dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi.
2.3.2 Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Production Planning and Control) 2.3.2.1 Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi menurut Nasution (2003: 14) merupakan usaha-usaha manajemen untuk merencanakan dasar-dasar daripada proses produksi dan aliran bahan, sehingga menghasilkan produk yang dibutuhkan pada waktunya dengan biaya yang seminim mungkin dan mengatur serta menganalisa mengenai pengorganisasian dan pengkoordinasian bahan-bahan, mesin-mesin dan peralatan,
tenaga
manusia
dan
tindakan-tindakan
lain
yang
dibutuhkan.” Pada dasarnya proses perencanaan produksi menurut Nasution (2003: 13) dapat dikemukakan melalui 4 langkah utama yaitu: 1. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan perencanaan produksi. Misalnya ramalan penjualan, produksi periode yang lalu masih kurang dan harus diproduksi dan permintaan produk pada titik waktu tertentu. 2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur. 3. Menentukan kapasitas produksi berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan. 4. Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh para manajer yang berhubungan dengan produksi.
14 2.3.2.2 Peranan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perencanaan dan pengendalian berperan dalam produksi menurut Nasution (2003: 14-15) untuk mengkoordinasikan kegiatan dari bagian-bagian yang langsung atau tidak langsung dalam berproduksi,
merencanakan,
menjadwalkan,
dan
mengendalikan
kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai output yang dihasilkan berupa barang secara efektif dan efisien.”
2.3.3
Pengertian Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 60) mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode yang berjalan. Biaya yang dibebankan pada barang yang telah selesai hanya biaya manufaktur yang terdiri dari biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead.
2.3.4
Fungsi Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (2005: 65) informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk: 1. Menentukan Harga Jual Produk Biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta informasi nonbiaya. 2. Memantau Realisasi Biaya Produksi Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya. 3. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam
periode
tertentu
mampu
menghasilkan
laba
bruto
atau
15 mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam perode tertentu. 4. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses Disajikan dalam Neraca Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses.
2.3.5 Sistem Perhitungan Harga Pokok Menurut Witjaksono (2006: 25), “Sistem perhitungan harga pokok membahas mengenai tata cara atau metode penyajian informasi biaya produk dan jasa berdasarkan informasi dari sistem akumulasi biaya dan sistem biaya.” Secara garis besar terdapat 2 macam alternative sistem perhitungan harga pokok, yakni: 1. Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing / Absorption Costing) Di dalam sistem perhitungan harga pokok penuh, seluruh biaya produksi variabel dan biaya produksi tetap dibebankan ke produk. 2. Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variabel Costing) Di dalam sistem perhitugan harga pokok variabel, hanya biaya produksi variabel saja yang dibebankan ke produk.
2.4
Sistem Produksi Kegiatan produksi suatu perusahaan tidak terlepas dari penggunaan sistem yang mendukung proses produksi. Terdapat beberapa jenis sistem produksi dan jenisjenis proses manufkatur serta dokumen-dokumen yang digunakan terkait dengan produksi yang akan dijelaskan berikut ini. 2.4.1 Pengertian Sistem Produksi Menurut Nasution (2003: 2), “sistem produksi merupakan kumpulan dari
subsistem-subsistem
yang
saling
berinteraksi
mentransformasi input produksi menjadi output produksi.”
dengan
tujuan
16
Gambar 2.1: Input-output sistem produksi Sumber: Nasution (2003: 2)
Menurut Askin & Goldberg (2006: 19), “The set of resources and procedures involved in converting raw material into products and delivering them to customers defined the production system.” Berarti sistem produksi adalah suatu set sumber daya dan prosedur yang terlibat dalam mengkonversi bahan baku menjadi produk dan memberikannya kepada pelanggan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem produksi adalah suatu set sistem yang terdiri dari sub-sub sistem yangn saling terintegrasi untuk mengolah ayau mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi yang akan didistribusikan kepada para pelanggan.
2.4.2
Jenis Sistem Produksi Menurut Nasution (2003: 3), sistem produksi menurut proses menghasilkan output dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Proses Produksi Kontinyu (Continuous Process) Proses kontinyu t6idak memerlukan waktu set up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk yang sama. 2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System) Proses terputus memerlukan waktu total set up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan, sehingga
adanya
pergantian jenis
barang yang diproduksi akan
membutuhkan kegiatan set up yang berbeda. Menurut Nasution (2003: 4), karakteristik dari proses produksi yang terus menerus (continuous process) yaitu: 1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang besar dengan variasi yang sangat sedikit dan sudah distandarisasikan.
17 2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesinmesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama special purpose machine. 4. Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis, maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai keahlian / ketrampilan yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut. 5. Apabila terjadi salah satu mesin / peralatan terhenti / rusak, maka seluruh proses produksi akan terhenti. 6. Oleh karena itu, mesin-mesinnya bersifat khusus dan variasi dari produknya kecil maka job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak. 7. Peersediaan bahan baku dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi terputus. 8. Oleh karena mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus, maka proses seperti ini membutuhkan ahli pemeliharaan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak. 9. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor).
Menurut Nasution (2003: 9), karakteristik dari proses yang terputus (intermittent process) adalah: 1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang sangat besar dan didasarkan atas pesanan. 2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem, atau cara penyusunan peralatan yang berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi, dimana peralatan yang sama, dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut dengan process layout atau departementalisasi berdasarkan peralatan. 3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesinmesin yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hamper sama.
18 4. Pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar, sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian atau ketrampilan yang tinggi dalam pengerjaan produk tersebut. 5. Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin atau perlatan. 6. Karena mesin-mesinnya bersifat umum dan variasi dari produknya besar, maka terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya lebih sulit. 7. Persediaan bahan baku biasanya lebih tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses akan lebih tinggi dibandingkan proses kontinyu, karena prosesnya terputus-putus/terhenti-henti. 8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong atau forklift. 9. Sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-balik sehingga perlu adanya ruangan gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahan-bahan dalam proses (work in process) yang besar.
2.4.3
Jenis-jenis Proses Manufaktur Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 306-307), dalam perusahaan dengan sistem proses, maka unitunit produksi umumnya melalui setiap departemen atau proses. Dalam setiap departemen, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead mungkin dibutuhkan. Saat penyelsaian proses tertentu, barang setengah jadi dipindahkan ke departemen berikutnya. Setelah melewati departemen terakhir, barang selesai diproduksi. Berikut adalah jenis-jenis proses manufaktur: 1. Proses berurutan (sequential processing), yaitu pola pemrosesan dengan unit yang melewati dari suatu proses ke proses lainnya dalam serangkaian susunan.
Gambar 2.2: Proses Manufaktur Berurutan Sumber: Hansen & Mowen (2009: 306)
19
2. Proses paralel (parallel processing), yaitu pola pemrosesan dengan dua atau lebih proses berurutan yang disyaratkan untuk menghasilkan sebuah barang jadi.
Gambar 2.3: Proses Manufaktur Paralel Sumber: Hansen & Mowen (2009: 307)
2.4.4 Dokumen-dokumen yang terkait dengan Produksi Menurut Mulyadi (2010: 413), dokumentasi yang digunakan untuk sistem produksi pada perusahaan terbagi menjadi beberapa dokumen, yaitu: 1. Surat Order Produksi Dokumen ini merupaka surat perintah yang dikeluarkan oleh departemen produksi untuk ditujukan kepada bagian-bagian yang terkait dengan produksi untuk memproduksi sebuah produksi, dimana berisi spesifikasi kegiatan apa saja yang harus dilakukan, berapa jumlah yang harus diproduksi, dan jangka waktu produksi.
Gambar 2.4: Surat Order Produksi Sumber: Mulyadi (2010: 414) 2. Daftar Kebutuhan Bahan Merupakan dokumen yang berisi daftar jenis dan kuantitas bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat order produksi.
20
Gambar 2.5: Daftar kebutuhan Bahan Baku Sumber: Mulyadi (2010: 415) 3. Daftar Kegiatan Produksi Dokumen ini berisi daftar urutan jenis kegiatan dan fasilitas mesin yang diperlukan untuk memproduksi produk seperti yang tercantum dalam surat order produksi.
Gambar 2.6: Daftar Kegiatan Produksi Sumber: Mulyadi (2010: 416)
4. Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang Merupakan dokumen yang digunakan oleh bagian produksi untuk meminta bahan baku kepada bagian gudang untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat order produksi.
21
Gambar 2.7: Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang Sumber: Mulyadi (2010: 417) 5. Bukti Pengembalian Barang Gudang Dokumen ini merupakan formulir untuk mengembalikan bahan baku ke bagian gudang karena terdapat sisa bahan baku dalam produksi atau karena bahan baku terseebut tidak dapat dipakai dalam produksi.
Gambar 2.8: Bukti Pengembalian Barang Gudang Sumber: Mulyadi (2010: 418)
6. Kartu Jam Kerja Dokumen yang merupakan kartu untuk mencatat jam tenaga kerja langsung yang dikonsumsi untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat order produksi.
22 7. Laporan Produk Selesai Laporan
produk
selesai
dibuat
oleh
bagian
produksi
untuk
menginformasikan selesainya produksi pesanan tertentu kepada bagian perencanaan dan pengawasan produksi, bagian gudang, bagian penjualan, bagian akuntansi persediaan, dan bagian akuntansi biaya.
Gambar 2.9: Laporan Produk Selesai Sumber: Mulyadi (2010: 419)
Menurut Romney dan Steinbart (2006: 471), dokumentasi yang digunakan untuk siklus produksi pada perusahaan terbagi menjadi beberapa dokumen, yaitu: 1. Dokumen kebutuhan bahan (Bill of Materials) Merupakan dokumen yang mendeskripsikan kode part, deskripsi part, dan kuantitas dari masing-masing part yang digunakan untuk menyelesaikan setiap unit produk.
Gambar 2.10: Bill of Materials Sumber: Hall (2013: 305)
23 2. Formulir Permintaan Bahan Baku (Materials Requisition Form) Merupakan formulir yang berisi permintaan spesifikasi tipe part dan kuantitas part yang dikeluarkan dari gudang untuk digunakan di tempat produksi.
Gambar 2.11: Material Requisition Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 465)
3. Surat Permintaan Produksi (Production Order Form) Merupakan surat yang mengotorisasi kegiatan produksi suatu part menjadi sebuah produk, dimana berisi kegiatan apa saja yang harus dilakukan, berapa jumlah yang harus diproduksi, dan lokasi dimana part tersebut harus dikirimkan.
Gambar 2.12: Production Order Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 464)
24 4. Kartu Perpindahan Barang (Move Tickets) Merupakan kartu yang mengidentifikasikan part yang dikirim menuju lokasi yang dituju dan waktu pengiriman part tersebut.
Gambar 2.13: Move Ticket Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 465)
Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92), selain dokumendokumen di atas ada beberapa dokumen pendukung lainnya, yaitu: 1. Formulir Permintaan Bahan Baku (Materials Requisition Form) Merupakan formulir yang berisi permintaan spesifikasi tipe part dan kuantitas part, harga per unit, dan total biaya yang dikeluarkan dari gudang untuk digunakan di tempat produksi.
Gambar 2.14: Material Requisition Form Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92)
2. Kartu Biaya (Job Cost Sheet) Merupakan dokumen yang dipersiapkan untuk setiap pekerjaan yang akan dilaksanakan. Berisi data part, tenaga kerja, dan overhead yang dibebankan ke setiap pesanan yang diterima.
25
Gambar 2.15: Job Cost Sheet Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92)
3. Kartu Jam Kerja (Time Ticket) Merupakan dokumen yang berisi ringkasan aktivitas tenaga kerja setiap jamnya. Dokumen ini digunakan sebagai dasar untuk memasukkan biaya tenaga kerja ke dalam pencatatan akuntansi.
Gambar 2.16: Employee Time Ticket Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 93)
2.5
Biaya Kegiatan produksi yang dilakukan perusaahaan tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk. Berikut ini adalah penjelasan mengenai biaya dan pengelompokan biaya, serta sistem perhitungan biaya. 2.5.1 Pengertian Biaya Pengertian biaya menurut Mursyidi (2010: 213) adalah “suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai
26 tujuan, baik yang dapat dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.” Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 47), “biaya adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi.” Menurut Carter & Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 29), “akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran atau pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada saat akuisisi diwakili oleh penyusutan saat ini atau di masa yang akan datang dalam bentuk kas atau aktiva lain.” Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2009: 53), “Accountants define cost as a resource sacrificed or forgone to achieve a specific objective. A cost (such as direct materials or advertising) is usually measured as the monetary amount that must be paid to acquire goods or services.” Yang dapat diartikan bahwa akuntan mendefinisikan biaya sebagai suatu sumber yang dikorbankan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Biaya (seperti bahan baku langsung atau periklanan) biasanya diukur sebagai jumlah moneter yang harus dibayar untuk memperoleh barang atau jasa. Dapat disimpulkan bahwa biaya adalah nilai tukar berupa kas atau setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan dapat memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
2.5.2
Klasifikasi Umum Biaya Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 36), terdapat beberapa klasifikasi umum biaya yang meliputi: klasifikasi biaya menurut fungsi pokok perusahaan, konsep akuntansi keuangan, isi Laporan Keuangan, prediksi perilaku biaya, pembebanan biaya ke obyek biaya, dan pembuatan keputusan. Andre Henri Slat (2013: 111) juga menyatakan bahwa dalam penentuan harga pokok produksi harus diperhatikan unsur-unsur biaya yang termasuk ke dalamnya, dan mengalokasikan unsur-unsur biaya tersebut secara tepat, sehingga dapat menggambarkan pengorbanan sumber ekonomi yang sesungguhnya.
27 2.5.2.1 Klasifikasi biaya menurut Fungsi Pokok Perusahaan Garrison & Noreen (2010: 36) juga menyatakan bahwa beberapa perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam dua kategori besar: 1. Biaya Produksi Perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori: a. Bahan Langsung (Direct Material) Merupakan bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi. Bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan produk jadi;dan produk jadi suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku bagi perusahaan yang lainnya. Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. b. Tenaga kerja langsung (Direct Labor) Istilah tenaga kerja langsung (Direct Labor) digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. Biaya tenaga kerja misalnya adalah tenaga kerja bagian perakitan seperti halnya biaya untuk tukang kayu, tukang batu, dan operator mesin. Biaya tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri secara fisik dalam pembuatan produk disebut tenaga kerja tidak langsung dan diperlakukan sebagai bagian biaya overhead pabrik. c. Biaya overhead pabrik (Manufacturing Overhead) Biaya ini mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi, asuransi fasilitas-fasilitas produksi, dan lain-lainnya. Hanya biaya-biaya
28 yang berkaitan dengan operasi pabrik yang termasuk kategori biaya overhead produksi. Biaya overhead pabrik ditambah dengan biaya tenaga kerja disebut biaya konversi (conversion cost). Istilah tersebut muncul dari fakta bahwa biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik terjadi dalam proses konversi dari bahan baku menjadi produk jadi. Gabungan antara biaya tenaga kerja langsung dengan bahan langsung disebut biaya utama (prime cost).
2. Biaya Nonproduksi Umumnya, biaya nonproduksi dibagi menjadi dua yaitu: a. Biaya pemasaran atau penjualan Meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut disebut pemerolehan pesanan (ordergetting) dan pemenuhan pesanan (order-filling).
Biaya
pemasaran
meliputi
pengiklanan,
pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, gaji untuk bagian penjualan, dan biaya penyimpanan (gudang) produk jadi. b. Biaya administrasi Meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contoh dari biaya administrasi ini adalah gaji eksekutif, akuntansi umum, kesekretariatan, humas, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.
29
Gambar 2.17 Ringkasan Terminologi Biaya Sumber: Garrison & Noreen (2010: 40)
2.5.2.2 Klasifikasi biaya menurut Konsep Akuntansi Keuangan Garrison & Noreen (2010: 38) mengklasifikasikan biaya menjadi: 1. Biaya Produk (product cost) Biaya produk mencakup semua biaya yang terkait dengan pemerolehan atau pembuatan suatu produk. Dalam kasus produk manufaktur, biaya-biaya ini terdiri atas bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Biaya produk dianggap “melekat” pada unit produk pada saat barang dibeli atau diproduksi, dan biaya tersebut tetap melekat pada barang yang kemudian menjadi persediaan yang menunggu untuk dijual.
2. Biaya Periodik (period cost) Biaya periodik adalah semua biaya yang tidak termasuk dalam biaya produk. Biaya-biaya ini dicatat sebagai beban di laporan laba rugi pada periode saat biaya tersebut terjadi dengan menggunakan peraturan akuntansi akrual. Biaya periodek tidak
30 termasuk biaya pembelian maupun produksi barang. Contoh biaya periodik adalah komisi penjualan, sewa kantor, dan seluruh beban penjualan dan administrasi. Biaya periodik akan dimasukkan ke laporan laba rugi sebagai beban pada periode terjadinya.
2.5.2.3 Klasifikasi biaya dalam Laporan Keuangan Pencatatan akuntansi untuk perusahaan manufaktur menurut Garrison & Noreen (2010: 41) yaitu: 1. Neraca Perusahaan dagang hanya memiliki satu jenis persediaan barang yang dibeli dari pemasok yang dimiliki sampai barang tersebut dijual ke konsumen. Sebaliknya dalam perusahaan manufaktur terdapat tiga jenis persediaan yaitu bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. 2. Laporan Laba Rugi Perhitungan Harga Pokok Penjualan pada perusahaan manufaktur dan
perusahaan
dagang
sedikit
berbeda
karena
faktor
persediaannya.
Harga Pokok Penjualan (HPP
=
Perusahaan Dagang)
Harga Pokok Penjualan (HPP Perusahaan
Persediaan Awal + Pembelian Persediaan Akhir
Persediaan Awal Barang Jadi + Harga =
Pokok Produksi - Persediaan Akhir
Manufaktur)
Barang Jadi
2.5.2.4 Klasifikasi biaya untuk Memprediksi Perilaku Biaya Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 58) perilaku biaya umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Biaya Tetap Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Misalnya overhead pabrik memasukkan item seperti supervisi, penyusutan, sewa, asuransi properti, pajak properti.
31 2. Biaya Variabel Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit
yang
rusak.
Biaya
variabel
biasanya
dapat
diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. 3. Biaya Semivariabel Biaya
semivariabel
didefinisikan
sebagai
biaya
yang
memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh biaya tersebut adalah biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan dinas, dan biaya hiburan.
2.5.2.5 Klasifikasi biaya untuk Pembebanan Biaya ke Obyek Biaya Menurut Horngren, Datar, dan Foster yang diterjemahkan oleh Desi Adhariani (2005: 35), penelurusan atau pelacakan biaya serta pengalokasian biaya terbagi menjadi: 1. Biaya langsung Biaya langsung suatu obyek biaya terkait dengan suatu obyek biaya dan dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomi (biaya efektifitas). Istilah biaya terlacak (cost tracing) digunakan untuk menggambarkan pembebanan biaya langsung atas suatu obyek biaya. 2. Biaya tidak langsung Biaya tidak langsung suatu obyek biaya berkaitan dengan suatu obyek biaya namun tidak dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomis (biaya efektifitas). Istilah
32 alokasi biaya (cost allocation) digunakan untuk menggambarkan pembebanan biaya tidak langsung pada suatu obyek biaya.
2.5.2.6 Klasifikasi biaya untuk Pembuatan Keputusan Garrison & Noreen (2010: 52) mendefinisikan klasifikasi biaya yang digunakan untuk mengambil keputusan yaitu: 1. Biaya Diferensial (differential cost) Keputusan melibatkan proses pemilihan dari berbagai alternatif yang ada. Setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat yang akan diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Perbedaan biaya antara dua alternatif disebut biaya diferensial. Perbedaaan penghasilan anatara dua alternatif disebut pendapatan diferensial. Biaya diferensial disebut juga biaya inkremental (incremental cost ), meskipun secara teknis yang dimaksud biaya inkremental berkaitan dengan kenaikan biaya yang terjadi karena perubahan dari suatu alternatif ke alternatif lainnya, sedangkan penurunan biaya sering disebut biaya dekremental (decremental cost). 2. Biaya Kesempatan (opportunity cost) Biaya kesempatan atau biaya peluang adalah manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Biaya kesempatan tidak selalu dicatat dalam catatan akuntansi organisasi, tetapi merupakan biaya yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan. Setiap alternatif biaya memiliki biaya kesempatan yang melekat padanya. 3. Biaya Tertanam (sunk cost) Biaya tertanam adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah oleh keputusan apa pun yang dibuat saat ini atau pun masa yang akan datang. Biaya tertanam bukanlah biaya diferensial, oleh karenanya biaya tertanam dapat diabaikan dalam pembuatan keputusan.
33 2.5.3 Sistem Perhitungan Biaya Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 155), tujuan penting dari sistem perhitungan biaya manapun adalah untuk menentukan biaya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Sistem perhitungan biaya sebaiknya ekonomis untuk dioperasikan dan membebankan sejumlah biaya ke setiap produk sedemikian rupa sehingga merefleksikan biaya dari sumber daya yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut. Ada dua sistem akumulasi biaya, yaitu: 1. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Pesanan (Job Order Costing) (2006: 127). Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Order Costing atau Job Costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan (job) yang terpisah; suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Untuk menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan harus dapat diidentifikasikan secara terpisah. Agar rincian dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan sesuai dengan usaha yang diperlukan, harus ada perbedaan penting dalam biaya per unit suatu pesanan dengan pesanan lain. 2. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Proses (Process Costing) (2006: 156). Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya. Biaya yang dibebankan ke setiap unit ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi. Pusat biaya biasanya adalah departemen, tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam satu departemen. Persyaratan utama adalah semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber daya yang dikonsumsi; bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat mendistorsi biaya produk.
34 2.6
Job Order Costing Salah satu sistem perhitungan biaya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing) yang meliputi pengertian, karakteristik, manfaat, serta tahapan perhitungan job order costing. 2.6.1
Pengertian Job Order Costing System Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 290), Job Order Costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya yang memungkinkan biaya dikumpulkan dan dibebankan ke dalam unit produksi untuk setiap pekerjaan. Menurut Carter & Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 127) mengemukakan bahwa Job Order Costing merupakan metode perhitungan biaya yang mengakumulasikan biaya untuk setiap pesanan, setiap batch, setiap lot, atau setiap pesanan pelanggan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Job Order Costing melakukan akumulasi biaya- biaya berdasarkan pekerjaan yang terpisah dan berbeda berdasarkan pesanan, dimana untuk menghimpun biayabiaya tersebut dilakukan dengan memisahkan secara cermat biaya dari suatu pekerjaan spesifik dari biaya-biaya pekerjaan lainnya.
Gambar 2.18: Arus Dokumen dalam Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan Sumber: Garrison & Noreen (2010: 99)
2.6.2
Karakteristik Job Order Costing System Menurut
Mulyadi
(2005:
38),
karakteristik
menggunakan job order costing adalah sebagai berikut :
perusahaan
yang
35 1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesanan. 2. Biaya produksi digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. 3. Biaya produksi langsung terdiri biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai beban pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi. 5. Beban pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Menurut Blocher et al. yang diterjemahkan Susty Ambariani (2001: 553) menyebutkan, perbedaan karakteristik antara sistem biaya berdasarkan pesanan dengan sistem biaya berdasarkan proses adalah: Tabel 2.1 Perbedaan Job Order Costing dengan Process Costing Sumber: Blocher et al. (2001: 553) Sistem Biaya Pesanan
Sistem Biaya Proses
Biaya produksi diakumulasikan
Biaya produksi diakumulasikan
berdasarkan biaya yang dikeluarkan
berdasarkan proses atau departemen
Produk dan jasa berbeda-beda
Produk dan jasa homogen diproduksi secara massal
Biaya per unit dihitung dengan cara
Biaya per unit dihitung dengan cara
membagi biaya pesanan total dengan
membagi biaya proses total dalam
unit produk atau jasa yang diproduksi.
suatu periode dengan unit produk dan
Penghitungan biaya per unit dilakukan
jasa yang dihasilkan. Perhitungan
pada saat pesanan telah selesai
biaya per unit dilakukan pada setiap akhir periode.
2.6.3 Tahapan Job Order Costing System Langkah – langkah dalam perhitungan job order costing menurut Syenny Sutikno (2012) yaitu: 1. Identifikasi pekerjaan yang dipilih sebagai obyek biaya
36 Agar rincian dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, maka harus diidentifikasi pekerjaan sesuai dengan obyek biaya. 2. Identifikasi biaya langsung pekerjaan Dalam mengidentifikasi biaya manufaktur, yang dikategorikan menjadi biaya manufaktur langsung yaitu bahan baku langsung dan tenaga kerja manufaktur langsung. 3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan Biaya manufaktur tidak langsung adalah biaya – biaya yang diperlukan untuk menjalankan suatu pekerjaan namun tidak dapat dilacak langsung ke pekerjaan tertentu. 4. Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi biaya Alokasi tunggal berdasarkan jam kerja tenaga manufaktur langsung dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya manufaktur tidak langsung bagi produk. 5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan. Untuk setiap cost pool, tarif biaya tidak langsung (indirect cost rate) dihitung dengan cara membagi biaya overhead total dalam pool biaya (yang ditentukan pada langkah 4) dengan kuantitas total dari dasar alokasi biaya (yang ditentukan pada langkah 3), untuk perhitungannya dapat dilihat di bawah ini. Tarif biaya tidak langsung aktual
Biaya total aktual dalam cost pool biaya tidak langsung = Total kuantitas aktual dari dasar alokasi biaya
6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan Biaya tidak langsung dari suatu pekerjaan dihitung dengan mengalihkan kuantitas aktual dari setiap dasar alokasi biaya (satu dasar alokasi untuk setiap pool) yang terkait dengan pekerjaan itu dengan tarif biaya tidak langsung dari setiap dasar alokasi biaya (yang dihitung pada langkah 5). 7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung dan tidak langsung yang dibebankan ke pekerjaan.
37 Seluruh biaya yang terkait seperti manufaktur langsung yang meliputi bahan baku langsung dan tenaga kerja manufaktur langsung, serta biaya manufaktur tidak langsung.
2.6.4
Prosedur Pencatatan Pada Job Order Costing Dalam Job Order Costing, perkiraan buku besar umum barang dalam proses ditunjang oleh perkiraan buku besar pembantu biaya pesanan,di mana catatan terpisah menunjukkan rincian biaya setiap pesanan yang ada dalam proses produksi. Rincian tersebut dicatat dalam kartu biaya pesanan (Job Order
Cost
Sheet),
yang
dapat
berbentuk
kertas/manual
atau
elektronik/terotomatisasi. Job Order Cost Sheet merupakan catatan yang penting dalam Job Order Costing System. Job Order Cost Sheet ini berfungsi sebagai rekening pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan produk.
Job Order Costing System harus memiliki
kemampuan untuk mengidentifikasi jumlah bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead yang dikonsumsi oleh setiap pekerjaan. Dokumentasi dan prosedur dibutuhkan untuk mengaitkan input manufaktur yang digunakan oleh suatu pekerjaan, dengan pekerjaan itu sendiri. Kebutuhan ini dipenuhi melalui penggunaan lembar formulir bahan baku langsung, kartu jam kerja untuk tenaga kerja langsung, dan dokumen sumber untuk penggerak aktivitas lainnya yang mungkin digunakan dalam pembebanan overhead. 2.6.4.1 Pencatatan Biaya Bahan Baku a. Pembelian Bahan Baku Saat bahan baku diterima, akun bahan baku didebet (sedangkan pada sistem periodik, yang didebet adalah akun pembelian). Kuantitas dan harga per unit dari setiap pembelian dicatat dalam kartu catatan bahan baku. Satu kartu digunakan untuk setiap jenis bahan baku. Ayat jurnalnya adalah: Persediaan Bahan baku Utang usaha
xxx xxx
b. Penggunaan Bahan Baku Biaya bahan baku langsung dibebankan ke pekerjaan dengan menggunakan dokumen sumber yang disebut Formulir permintaan
38 bahan baku (Materials Requisitions). Formulir ini mencatat jenis, jumlah, dan harga per unit bahan yang dikeluarkan dari gudang dan yang paling penting nomor pekerjaan. Dengan menggunakan formulir ini, departemen akuntansi biaya dapat mencatat biaya bahan baku langsung ke dalam kartu biaya pesanan. Apabila sistem akuntansinya terotamatisasi, penjurnalan ini langsung masuk ke dalam data pada terminal komputer, dengan menggunakan formulir permintaan bahan baku sebagai dokumen sumber. Program komputer selanjutnya memasukkan biaya bahan baku langsung tersebut ke dalam catatan setiap pekerjaan. Sebagai tambahan untuk penyediaan informasi penting pada pembebanan biaya bahan baku langsung ke pekerjaan, formulir permintaan bahan baku juga memilki item dari data lain, seperti nomor permintaan, tanggal dan tanda
tangan.
Data-data
ini
bermanfaat
untuk
melakukan
pengendalian atas persediaan bahan baku langsung. Tanda tangan misalnya, memindahkan tanggung jawab bahan baku dari gudang, kepada orang yang menerima bahan baku, biasanya supervisor produksi. Pencatatan pemakaian bahan baku dilakukan dengan mendebit rekening barang dalam proses dan mengkredit rekening persediaan bahan baku atas dasar dokumen bukti permintaan dan pengeluaran barang gudang. Ayat Jurnalnya adalah : Barang dalam proses - biaya bahan baku Utang usaha
xxx xxx
2.6.4.2 Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Dalam Job Order Costing harus dipisahkan antara upah tenaga kerja langsung dengan upah tenaga kerja tidak langsung. Alat yang digunakan untuk membebankan biaya tenaga kerja langsung ke setiap pesanan adalah dokumen sumber yang disbut dengan Kartu Jam Kerja. Setiap hari, pegawai perusahaan mengisi kartu jam kerja yang mengidentifikasi nama, tingkat gaji, dan jam kerja tiap pekerjaan. Kartu jam kerja ini dikumpulkan dan dikirim ke departemen akuntansi biaya, yang menggunakan informasi tersebut untuk mencatat biaya tenaga
39 kerja langsung ke pekerjaan tertentu. Kartu jam kerja digunakan hanya untuk tenaga kerja langsung. Oleh karena tenaga kerja tidak langsung ada di semua pekerjaan, biayanya termasuk overhead dan dialokasikan dengan menggunakan satu atau lebih tarif overhead yang telah dianggarkan. Upah tenaga kerja langsung dicatat dengan mendebit rekening barang dalam proses, dan dicatat pula dalam dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Upah tenaga kerja tidak langsung, dicatat dengan mendebit rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya. Pencatatan biaya tenaga kerja dilakukan melalui 3, yaitu: 1. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan Atas dasar daftar gaji dan upah yang dibuat, jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan adalah sebagai berikut: Gaji dan upah
xxx
Utang gaji dan upah
xxx
2. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja Kebanyakan perusahaan mendistribusikan biaya tenaga kerja secara bulanan, kartu jam kerja karyawan diurutkan berdasarkan pesanan, datanya dimasukkan ke dalam kartu biaya pesanan, dan dicatat dengan menggunakan ayat jurnal sebagai berikut: Barang dalam proses – biaya upah langsung
xxx
Biaya upah tidak langsung
xxx
Beban gaji
xxx
3. Pencatatan Pembayaran Gaji dan upah Pembayaran gaji dan upah yang terutang dicatat dengan jurnal berikut: Utang gaji dan upah Kas
xxx xxx
2.6.4.3 Pencatatan Biaya Overhead pabrik Pencatatan biaya overhead pabrik dibagi menjadi dua: pencatatan biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk
40 berdasarkan tarif yang ditentukan di muka dan pencatatan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi. Di dalam Job Order Costing, produk dibebani biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif yang ditentukan di muka. Tarif biaya overhead pabrik ini dihitung berdasarkan angka anggaran biaya overhead pabrik. Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan tarif adalah: Barang dalam proses
xxx
Biaya overhead pabrik yang dibebankan
xxx
Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, misalnya pada parusahaan terdapat penyusutan mesin dan asuransi pabrik yang sudah jatuh tempo untuk bulan tersebut, maka jurnalnya adalah: Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
xxx
Akumulasi depresiasi mesin
xxx
Asuransi dibayar dimuka
xxx
2.6.4.4 Pencatatan Harga pokok produk Jadi Pesanan yang telah selesai diproduksi ditransfer ke bagian gudang oleh bagian produksi. Harga pokok pesanan yang telah selesai diproduksi ini dapat dihitung dari informasi biaya yang dikumpulkan dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi tersebut adalah sebagai berikut: Persediaan Produk jadi
xxx
Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik
xxx
2.6.4.5 Pencatatan harga pokok produk dalam proses Pada akhir periode kemungkinan terdapat pesanan yang belum selesai diproduksi. Biaya yang telah dikeluarkan untuk pesanan tersebut dapat dilihat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan.
41 Jurnal untuk mencatat harga pokok produk dalam proses adalah sebagai berikut: Persediaan Produk Dalam Proses
xxx
Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja
xxx
Biaya overhead pabrik
xxx
2.6.4.6 Pencatatan harga pokok produk yang dijual Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan dicatat dalam rekening harga pokok penjualan dan rekening persediaan produk jadi. Jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan yang diserahkan kepada pemesan adalah sebagai berikut: Harga Pokok Penjualan
xxx
Persediaan produk jadi
xxx
2.6.4.7 Pencatatan Pendapatan penjualan Produk Pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk kepada pemesan dicatat dengan mendebit rekening piutang dagang dan mengkredit rekening hasil penjualan. Jurnal yang dibuat untuk mencatat piutang pemesan adalah sebagai berikut: Piutang dagang Hasil Penjualan
2.7
xxx xxx
Laporan Biaya Produksi Setiap biaya yang dikeluarkan untuk produksi akan dihitung dan dirangkum ke dalam sebuah bentuk laporan biaya produksi yang memberikan informasi bagi pihak manajemen untuk mendukung pengambilan keputusan. Laporan produksi menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary (2009: 308) adalah “dokumen yang meringkas aktivitas manufaktur yang terjadi di suatu departemen dalam periode tertentu. Laporan produksi berisi informasi biaya-biaya yang ditambahkan dalam departemen itu sendiri, seperti bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead.” Adapun laporan produksi terbagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Bagian informasi unit, yang memiliki dua sub bagian utama yaitu: a. Unit untuk diperhitungkan
42 b. Unit yang telah dihitung 2. Bagian informasi biaya, yang memiliki dua sub bagian utama yaitu: a. Biaya untuk diperhitungkan b. Biaya yang telah dihitung
2.8
Sistem Pengendalian Internal Dalam menjalankan suatu proses produksi, perusahaan menggunakan pengendalian internal untuk memastikan proses tersebut berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan mencegah terjadinya penyimpangan. Pada sub-sub bab berikut ini akan dibahas mengenai pengertian, tujuan, dan komponen-komponen terkait pengendalian internal yang ada. 2.8.1
Pengertian Pengendalian Internal Gelinas dan Dull (2008: 216) dalam Committee of Sponsoring Organization (COSO) mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yang dipengaruh oleh dewan direksi, manajemen, dan pihak personal lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan yang memadai terkait dengan pencapaian tujuan seperti efektivitas dana efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, dan ketaatan dengan peraturan yang berlaku.
2.8.2
Tujuan Sistem Pengendalian Internal Adapun tujuan dari pengendalian internal menurut Romney dan Steinbart (2006: 96) adalah sebagai berikut: 1. Menjaga asset, termasuk mencegah atau mendeteksi, secara regular, perolehan, penggunaan, atau pembuangan material yang tidak terotorisasi dari asset perubahan. 2. Memelihara catatan dalam detil yang cukup untuk secara akurat dan sesuai menggambarkan asset perusahaan. 3. Menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. 4. Menyediakan kepastian bahwa laporan keuangan dipersiapkan sesuai dengan GAAP. 5. Meningkatkan efisiensi operasional termasuk memastikan penerimaan dan pengeluaran perusahaan dibuat sesuai dengan otorisasi manajer dan direktur.
43 6. Meningkatkan kedisiplinan terhadap kebijakan manjerial yang telah ditetapkan.
2.8.3 Komponen-komponen Pengendalian Internal Terdapat lima komponen yang berhubungan dengan pengendalian internal menurut Jones dan Rama (2008: 134) yang diterjemahkan oleh M. Slamet Wibowo, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Berkaitan dengan faktor-faktor umum yang menetapkan sifat organisasi dan memengaruhi kesadaran karyawannya terhadap pengendalian. Faktorfaktor ini meliputi integritas, nilai etika, filosofi manajemen, dan gaya operasi manajemen. Juga meliputi cara manajemen memberikan wewenang dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan karyawannya, serta perhatian dan arahan yang diberikan oleh dewan direksi. 2. Penilaian Resiko (Risk Assesment) Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran pengendalian internal. 3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk menghadapi resiko-resiko yang mungkin terjadi. Adapun aktivitas pengendalian meliputi: a. Penelaahan kinerja (Performance review) Yaitu kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap kinerja, dengan cara membandingkan hasil yang didapat dengan anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya. b. Pemisahan tugas (Segregation of duties) Mencakup pembebanan tanggung jawab untuk melakukan otorisasi transaksi, pelaksanaan transaksi, mencatat transaksi, dan pemeliharaan aset kepada karyawan yang berbeda-beda c. Pengendalian aplikasi (Application control) Berhubungan dengan pengendalian yang diterapkan dalam aplikasi sistem informasi akuntansi. d. Pengendalian umum (General control)
44 Adalah pengendalian umum yang berkaitan dengan banyak aplikasi. Sebagai contoh, pengendalian yang membatasi akses ke komputer, peranti lunak, dan data perusahaan. Pengendalian umum juga mencakup pengendalian atas proses pengembangan dan pemeliharaan peranti lunak aplikasi. 4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Sistem informasi yang dimiliki perusahaan merupakan kumpulan dari prosedur (baik otomatis maupun manual) dan pencatatan yang dibuat untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian atas prosesproses entitas. Komunikasi meliputi penyediaan pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab individu. 5. Pengawasan (Monitoring) Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahawa pengendalian organisasi berfungsi sebagaimana dimaksudkan.
2.8.4
Pengendalian pada proses produksi Sebuah siklus produksi perlu dilakukan adanya pengendalian. Van Der Bij, Hans & Jeroen H.W. Van Ekert (2010 : 676) mengungkapkan bahwa “Production control system comprises a system of tasks, methods, and means, which an organisation uses to agree and maintain the availability of products to the expectations of the internal or external customer with respect to time, quantity, and place.”, dimana perusahaan mengelola produk terbaik yang dihasilkan demi pelanggannya melalui sistem pengendalian produksi yang memiliki metode, sistem kerja, dan batasan terkait produksi tersebut. Hall (2013: 313) juga menjabarkan
pengendalian yang berkaitan
dengan siklus produksi meliputi: 1. Transaksi yang Terotorisasi (Transaction Authorization) Transaksi yang terotorisasi pada siklus produksi meliputi: a. Pada perusahaan manufaktur, perencanaan dan pengendalian produksi (production planning and control) mengotorisasi kegiatan produksi dengan mengeluarkan surat permintaan kerja (work order). Dokumen ini berisi berapa banyak produksi yang akan dilakukan dimana merupakan selisih dari banyaknya produk yang diminta berdasarkan ramalan penjualan dengan jumlah finished good yang ada.
45 b. Kartu perpindahan (Move tiket) ditandatangani oleh setiap supervisor dari setiap departemen untuk setiap aktivitas dan perpindahan dari produk. c. Permintaan bahan baku (material requisition) diotorisasi oleh bagian penyimpanan untuk dikeluarkan dari gudang penyimpanan dan dikirimkan ke tempat produksi. 2. Pemisahan Tugas (Segregation of Duties) Salah satu tujuan dari prosedur pengendalian ini adalah untuk memisahkan tugas dari transaksi yang terotorisasi dan proses transaksi. Tujuan lain adalah untuk memisahkan pencatatan dan yang memegang asset. 3. Supervisi (Supervision) Prosedur supervise berikut terkait dengan siklus produksi: a. Supervisor yang berasa di tempat produksi mengawasi pemakaian bahan baku yang digunakan di proses produksi. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan baku yang dikeluarkan dari gudang digunakan dalam produksi dan meminimalisir pemborosan bahan baku. Kartu jam kerja (time cards) karyawan dan kartu kerja (job tickets) juga harus diperiksa untuk akurasi. 4. Kontrol Akses (Access Control) Siklus produksi memungkinkan akses secara langsung maupun tidak langsung. a. Akses secara langsung ke asset 1) Perusahaan cenderung membatasi hak akses ke dalam area sensitif seperti gudang, tempak produksi, dan gudang penyimpanan finished good. Cara mengontrolnya seperti adanya identifikasi tanda pengenal, petugas keamanan, alat pengintaian, dan berbagai sensor elektronik dan alarm. 2) Pemakaian standard cost menyediakan sebuah akses kontrol. Dengan menspesifikasikan jumlah bahan baku dan tenaga kerja untuk setiap produk, perusahaan membatasi akses yang tidak terotorisasi b. Akses tidak langsung ke aset Di dalam siklus produksi, dokumen-dokumen penting termasuk permintaan bahan baku,
kartu jam
kerja
karyawan.
Metode
46 pengendalian ini juga mendukung adanya audit untuk pemakaian dokumen secara berurutan. 5. Pencatatan Akuntansi (Accounting Records) Tujuan dari teknik pengendalian ini adalah untuk menghasilkan rekam jejak audit untuk setiap transaksi, termasuk pemakaian surat permintaan kerja (work order), cost sheet, kartu perpindahan (move tickets), kartu kerja (job tickets), permintaan bahan baku (material requisition), work in process file, dan finished good inventory file. Dengan menggunakan penomoran dokumen secara berurutan dan mereferensikannya dengan pencatatan work in process, perusahaan dapat melacak setiap finished good yang di produksi ke bahan baku yang digunakannya. 6. Verifikasi secara Independen (Independent Verification) Langkah verifikasi dalam siklus produksi meliputi: a. Akuntansi biaya merekonsiliasi pemakaian bahan baku dan tenaga kerja yang dilihat dari permintaan bahan baku (material requisition dan kartu kerja (job tickets). b. Departemen general ledger juga mempunyai fungsi verifikasi penting dengan memeriksa total perpindahan produk dari work in process menjadi finished goods. Ini dilakukan dengan merekonsiliasi jurnal voucher dari akuntansi biaya dengan merangkum buku besar pembantu persediaan. c. Internal dan external auditor secara periodik memverifikasi bahan baku dan finished goods yang ada di tangan dengan perhitungan secara fisik. Membandingkan kuantitas aktual persediaan dengan pencatatan persediaan dan membuat penyesuaian (adjustments) atas pencatatan.
47
Gambar 2.19: Summary of Conversion Cycle Controls Sumber: Hall (2013: 314)
2.9
Analisis dan Perancangan Berorientasi Obyek Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 60) object oriented analysis mendefinisikan semua tipe obyek yang melakukan pekerjaan di dalam sistem dan menunjukkan apa saja interaksi pengguna yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Object oriented design mendefinisikan semua tipe obyek yang dibutuhkan untuk berkomunikasi dengan orang-orang dan alat-alat didalam sistem serta menunjukkan bagaimana obyek-obyek tersebut berinteraksi untuk menyelesaikan tugas dan menyempurnakan definisi dari masing-masing obyek agar dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan tertentu.
2.9.1 Konsep Pengembangan Sistem Dalam suatu pengembangan sistem diperlukan panduan dalam mengembangkan sistem dengan memerlukan metode-metode tertentu, dimana metode pengembangan sistem tersebut menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 47) merupakan suatu acuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap aktivitas dalam pengembangan sistem, di antaranya termasuk models, tools, dan teknik-teknik tertentu lainnya. Definisi Models dalam hal ini adalah perumpamaan dari suatu aspek yang ada di dalam dunia nyata, sedangkan tools merupakan perangkat lunak pendukung dalam pembuatan model atau komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu proyek.
48 2.9.1.1 Unified Modeling Language (UML) Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 48) mendefinisikan Unified Modeling Language sebagai seperangkat model konstruksi dan notasi yang dibentuk dalam pengembangan berorientasi obyek. Model yang
dicakup
dalam
metode
pengembangan
sistem
adalah
perumpamaan input, output, proses, data, obyek, interaksi antar obyek, lokasi, jaringan, dan peralatan. Adapun model komponen sistem yang menggunakan Unified Modeling Language terdiri dari tujuh diagram, yaitu: 1. Use Case diagram 2. Class diagram 3. Activity diagram 4. Sequence diagram 5. Communication diagram 6. Package diagram 7. Deployment diagram
2.9.1.2 Unified Process (UP) sebagai Metode Pengembangan Sistem Salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan sistem adalah Unified Process (UP), yang merupakan sebuah metode pengembangan sistem berorientasi obyek. Metode ini sudah menjadi salah satu metode yang banyak digunakan dalam pengembangan sistem berorientasi obyek. Perancangan Unified Process (UP), Unifief Modeling Language (UML) models, tools, dan teknik-teknik bermanfaat untuk memperkuat contoh praktik terbaik dari banyak metode yang digunakan dalam pengembangan sistem, seperti: 1. Pengembangan secara iteratif 2. Penjabaran dan pengelolaan system requirements 3. Pengunaan arsitektur komponen 4. Pembuatan model visual 5. Verifikasi kualitas 6. Pengendalian perubahan
49 UP memperkenalkan pendekatan baru untuk siklus hidup pengembangan sistem yang menggabungkan perulangan (iterations) dan tahapan (phases) yang disebut siklus hidup UP (UP life cycle). UP mendefinisikan
empat
tahapan
siklus
hidup
yaitu:
inception,
elaboration, construction, dan transition.
Gambar 2.20: UP Disciplines Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 264)
1. Business Modeling Tujuan utama dari business modeling discipline adalah untuk memahami dan mengkomunikasikan sifat dasar dari lingkungan bisnis dimana sistem tersebut akan dibuat. Analis harus memahami masalah saat ini dan perbaikan yang memungkinkan dari sistem yang baru. Tiga aktivitas utama dalam business modeling: a. Memahami lingkungan bisnis b. Membuat system vision c. Membuat business models 2. Requirements Tujuan utama dari requirements discipline adalah untuk memahami dan mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan persyaratan proses dari sistem yang baru. Aktivitas yang termasuk dalam requirements discipline adalah: a. Mengumpulkan informasi secara detil b. Mendefinisikan kebutuhan / persyaratan fungsional c. Mendefinisikan kebutuhan / persyaratan non fungsional d. Memprioritaskan kebutuhan
50 e. Membangun user interface dialogs f. Mengevaluasi kebutuhan dengan users 3. Design Tujuan dari design discipline adalah untuk merancang sistem solusi berdasarkan kebutuhan yang telah didefinisikan sebelumnya. Highlevel design terdiri dari membangun struktur arsitektural untuk komponen software, databases, user interface, dan lingkungan operasional. Low-level design memerlukan pembangunan detailed classes,
methods,
dan
struktur
yang
dibutuhkan
dalam
pembangunan software. Enam aktivitas utama dalam design discipline: a. Merancang support service architecture dan deployment environment, b. Merancang arsitektur software c. Merancang use case realizations d. Merancang database e. Merancang system and user interfaces f. Merancang keamanan sistem dan kontrol 4. Implementation Implementation discipline merupakan tahap mengimplementasikan sistem yang telah dirancang terdiri dari aktivitas membangun komponen
software, memperoleh
komponen software,
dan
mengintegrasikan komponen software. 5. Testing Pada tahap ini melakukan proses pengecekan atu pengetesan terhadap sistem yang telah diimplementasikan. Terdiri dari unit testing, integration testing, usability testing, dan user acceptance testing. 6. Deployment Deployment discipline mengacu kepada aktivitas yang dibutuhkan agar sistem berjalan secara operasional. Terdiri dari aktivitas: memeperoleh hardware dan software sistem, package and install komponen, melatih user, dan convert and initialize data. 7. Project management
51 8. Configuration and change management 9. Environment
2.9.2 Konsep Object Oriented Terdapat tiga pendekatan berorientasi obyek meninjau sistem informasi sebagai kumpulan dari obyek-obyek yang saling berinteraksi menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 60), yaitu: 1. Object-Oriented Analysis (OOA) mendefinisikan semua tipe obyek yang melakukan suatu pekerjaan dalam sistem dan menunjukkan interaksi apa saja yang dibutuhkan pengguna untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tersebut. 2. Object-Oriented Design (OOD) mempunyai peran mengkomunikasikan semua tipe obyek yang dibutuhkan dengan orang-orang dan perangkat di dalam
sistem
untuk
menunjukan
interaksi
obyek-obyek
dalam
menyelesaikan pekerjaan dan memperbaiki definisi setiap tipe obyek, sehingga dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan yang spesifik. 3. Object-Oriented Programming (OOP) yang berisi pernyataan tertulis berupa bahasa pemrograman untuk mendefinisikan setiap tipe obyek yang ada di dalam sistem, termasuk pesan-pesan yang dikirim antar obyek.
2.10
Modeling and Requirement Disciplines 2.10.1 Requirements Discipline 2.10.1.1 System Requirements System requirements menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 130) merupakan syarat yang dibutuhkan user dan fungsi yang harus ada di dalam suatu sistem. Secara umum, system requirements terbagi ke dalam dua kategori, yaitu: 1. Functional Requirement Meliputi semua aktivitas yang harus ditangani oleh sistem atau fungsi-fungsi yang harus ada di dalam sistem. 2. Nonfunctional Requirement
52 Meliputi karakteristik sistem selain aktivitas yang harus ada pada sistem. Nonfunctional requirement terbagi menjadi 5 bagian, yaitu: a. Technical requirement Mencakup karakteristik operasional terkait dengan lingkungan organisasi, hardware, dan software. b. Performance requirement Mencakup
karakteristik
operasional
terkait
dengan
pengukuran beban kerja, seperti waktu respon. c. Usability requirement Mencakup karakteristik operasional terkait dengan users, seperti user interface, prosedur kerja, bantuan online, dan dokumentasi. d. Reliability requirement Mencakup
karakteristik
operasional
terkait
dengan
ketergantungan suatu sistem, pencatatan semua event, pemrosesan kesalahan, serta deteksi dan perbaikan kesalahan. e. Security requirement Mencakup pembagian akses setiap user pada fungsi-fungsi yang ada di dalam sistem.
2.10.1.2 Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 144), activity diagram
merupakan
diagram
alur
kerja
sederhana
yang
menggambarkan aktivitas dari user (atau sistem) yang berbeda-beda, pihak yang melakukan tiap aktivitas, dan aliran yang berurutan dari aktivitas-aktivitas tersebut. Adapun beberapa simbol yang digunakan dalam mendesain activity diagram, yaitu: 1. Swimlane Merupakan suatu bentuk persegi yang merepresentasikan aktivitas-aktivitas yang diselesaikan setiap agen. 2. Synchronization bar Merupakan notasi yang berfungsi memisahkan (split) atau menyatukan (join) urutan jalur aktivitas .
53 3. Starting activity (Pseudo) Merupakan notasi yang menunjukkan dimulainya suatu aktivitas. 4. Transition arrow Merupakan notasi berupa anak panah yang mendeskripsikan arah perpindahan dari suatu aktivitas. 5. Activity Merupakan notasi yang mendeskripsikan aktivitas-aktivitas. 6. Ending Activity (Pseudo) Merupakan notasi yang menunjukkan diakhirinya suatu aktivitas. 7. Decision Activity Merupakan notasi yang mendeskripsikan kondisi dari suatu aktivitas.
Gambar 2.21: Activity Diagram Symbols Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 145)
Gambar 2.22: Activity Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 146) 2.10.2 Use Case and Domain Classes 2.10.2.1 Event Table Event menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 167) adalah sesuatu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu yang
54 dapat digambarkan dan berharga untuk diingat. Event terbagi dalam 3 tipe, yaitu: 1. External event Event yang terjadi diluar sistem, biasanya dimulai oleh external agent. External agent adalah orang atau unit organisasi yang menyediakan atau menerima data dari sistem, tetapi belum tentu mereka adalah pengguna sistem. Contoh dari external event adalah
“pelanggan
melakukan
pemesanan”.
Pelanggan
menggambarkan external agent, dan melakukan pemesanan adalah kegiatan yang mempengaruhi sistem. 2. Temporal event Event yang terjadi akibat dari tercapainya suatu titik waktu tertentu. Sistem akan menghasilkan output yang dibutuhkan tanpa harus diperintah. Dengan kata lain, external agent tidak membuat permintaan, tetapi sistem harus menghasilkan informasi atau output yang dibutuhkan ketika informasi tersebut dibutuhkan. Contoh dari temporal event adalah sistem penjualan yang menghasilkan laporan penjualan bulanan, dengan event berupa “saat untuk menghasilkan laporan penjualan.” 3. State event Event yang terjadi ketika sesuatu terjadi di dalam sistem sehingga memicu adanya kebutuhan untuk pemrosesan. Sebagai contoh, jika stok persediaan berada dibawah reorder point, maka state event yang dihasilkan dapat berupa “telah mencapai reorder point.”' Dalam pengembangan sistem, event-event yang ada di dalam sistem perlu diketahui dalam rangka merespon permintaan pengguna. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 174), event table merupakan katalog dari use case yang mendaftar event-event ke dalam baris-baris dan informasi mengenai setiap event ke dalam kolom-kolom. Informasi yang ditampilkan dalam event table terdiri dari:
55 1. Event: peristiwa yang menyebabkan sistem melakukan sesuatu. 2. Trigger: sinyal yang memberitahu sistem bahwa peristiwa telah terjadi karena adanya data yang harus diproses atau karena suatu titik waktu tertentu. 3. Source: pihak external agent memberikan data ke dalam sistem. 4. Use Case: apa yang dilakukan sistem ketika peristiwa terjadi. 5. Response: output yang dihasilkan sistem. 6. Destination: external agent menerima data dari sistem.
Gambar 2.23: Event Table Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 175)
2.10.2.2 Domain Model Class Diagram Domain model class diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd
(2005:
184)
adalah
sebuah
diagram
UML
yang
merepresentasikan semua pekerjaan user, kelas-kelas problem domain, atribut, serta hubungan antar kelas. Dalam suatu class diagram, sebuah class digambarkan berbentuk kotak. Kotak tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu pada bagian atas diberi nama kelas, pada bagian tengah diberi atributatribut dari kelas, dan pada bagian bawah diberi method. Hubungan atau asosiasi antar class digambarkan dengan garis penghubung antar class.
56
Gambar 2.24: UML Domain Class Symbol with names and attributes Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 185)
Gambar 2.25: Domain Model Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 187)
Hubungan antar class yang digambarkan dengan garis penghubung disebut multiplicity of association, yang dapat dibedakan menjadi enam jenis dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 2.26: Multiplicity of Association Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 186)
Dalam class diagram, Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 189) menjelaskan apabila terdapat karakteristik class yang sama digunakan hierarki yang berguna untuk menyusun class dimulai dari karakteristik umum sampai dengan khusus. Class yang memiliki karakteristik umum dikenal sebagai superclass, sedangkan class yang
57 memiliki karakteristik khusus dikenal sebagai subclass. Adapun penurunan karakteristik atau inheritance dapat diterapkan apabila karakteristik suatu superclass dimiliki oleh suatu subclass. Ada dua hierarki dalam notasi class diagram, yaitu: 1. Generalization/specialization notation Generalization adalah pengelompokan hal-hal dengan jenis yang sama, contohnya ada banyak jenis kendaraan seperti mobil, motor,
sepeda,
pesawat,
dan
sebagainya.
Sedangkan
specialization adalah pengkategorian jenis-jenis hal yang berbeda, sebagai contoh jenis khusus dari mobil adalah mobil sport, sedan, jeep, dan sebagainya. Generalization/specialization
hierarchy
digunakan
untuk
mengurutkan hal-hal umum menjadi khusus.
Gambar 2.27: Generalization/Specialization Hierarchy Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 190)
2. Whole-part hierarchy notation Whole-part hierarchies menggambarkan hubungan keterkaitan antara sebuah obyek dengan komponennya. Ada dua jenis wholepart hierarchies, yaitu: a. Aggregation Aggregation
digunakan
untuk
menggambarkan
sebuah
hubungan antara agregat (keseluruhan) dan komponennya (bagian-bagian) dimana bagian-bagian tersebut dapat berdiri sendiri secara terpisah.
58
Gambar 2.28: Whole-part Hierarchy (Aggregation) Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 192)
b. Composition Composition digunakan untuk menggambarkan hubungan keterikatan yang lebih kuat, dimana tiap-tiap bagian tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah.
Gambar 2.29: Whole-part Hierarchy (Composition) Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 193)
2.10.3 Use Case Modeling and Detailed Requirements 2.10.3.1 Use Case Use case menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 166) adalah aktivitas yang dilakukan oleh sistem berupa respon terhadap permintaan pengguna. Use case merepresentasikan pendekatan visual yang dapat digunakan dalam proses pemodelan dalam pengembangan sistem.
59
Gambar 2.30: Use Case Notation Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 215)
Gambar 2.31: Use Case Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 216)
Penggambaran use case diagram menggunakan beberapa simbol atau lambang untuk melambangkan setiap pengguna dan halhal yang dilakukan sistem untuk merespon permintaan pengguna atas sistem.
2.10.3.2 Use Case Description Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 220) menjelaskan Use Case Description sebagai penjelasan secara terperinci mengenai proses dari suatu use case. Perbedaan Use Case Description terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Brief Description Penggunaan brief description diperuntukkan bagi use case yang sangat sederhana dan sistem yang dikembangkan berskala kecil.
60
Gambar 2.32: Brief Description Use Case Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 221)
2. Intermediate Description Merupakan
pengembangan
dari
brief
description
untuk
menggambarkan aliran aktivitas internal dari sebuah use case. Penggunaan eksepsi atau exception dapat didokumentansi bila dibutuhkan.
Gambar 2.33: Intermediate Description Use Case Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 222)
3. Fully Developed Description Merupakan metode formal yang dapat digunakan dalam mendokumentasikan suatu use case.
61
Gambar 2.34: Fully Developed Description Use Case Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 223)
2.10.3.3 System Sequence Diagram System Sequence diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 226) adalah suatu diagram yang menggambarkan interaksi antara sistem dengan dunia luar yang direpresentsikan oleh actor. Sistem itu sendiri diperlakukan sebagai object tunggal yang dinamakan dengan :System. System sequence diagram digunakan untuk mendokumentasikan masukan dan keluaran sistem untuk use case tunggal atau scenario. Penggunaan notasi dalam sequence diagram terdiri dari: 1. Lifeline Merupakan garis vertikal yang dibentuk untuk menunjukkan waktu hidup dari sebuah obyek. 2. Object Merupakan simbol yang merepresentasikan pengguna sistem atau sistem yang telah terotomatisasi. 3. Input message Merupakan garis horizontal yang menunjukkan pesan masuk dari pengguna.
62 4. Output message Merupakan garis putus-putus horizontal yang menunjukkan hasil dari pesan yang dimasukkan oleh pengguna.
Gambar 2.35: System Sequence Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 229)
Gambar 2.36: System Sequence Diagram for Repeating message Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 229) 2.11
Design Discipline 2.11.1 Design Activities and Environment 2.11.1.1 Deployment Environment Deployment environment mempunyai komponen hardware, software, dan networking yang membuat suatu sistem dapat berjalan.
63 Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 270) membagi deployment environment tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Single Computer Architecture Merupakan sistem komputer yang menjalankan software secara tunggal. Adapun sistem informai yang dijalankan pada arsitektur ini mudah dirancang, dibangun, dioperasikan dan dikelola.
Gambar 2.37: Single Computer Architecture Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 271)
2. Multitier Computer Architecture Merupakan tipe arsitektur yang mengeksekusi suatu proses dalam beberapa komputer. Arsitektur ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Clustered Architecture Merupakan arsitektur yang menggunakan beberapa computer dengan model dan produksi yang sama.
Gambar 2.38: Clustered Architecture Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 271) b. Multicomputer Architecture Merupakan arsitektur yang menggunakan beberapa computer dengan spesifikasi yang berbeda-beda.
64
Gambar 2.39: Multicomputer Architecture Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 271)
Deployment architecture terbagi menjadi dua bagian menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 272), yaitu: 1. Centralized Architecture Merupakan arsitektur yang mendeskripsikan penyebaran sistem komputer pada suatu lokasi. Arsitektur ini umumnya digunakan untuk proses aplikasi berskala besar, seperti real-time application. 2. Distributed Architecture Merupakan arsitektur yang mendeskripsikan penyebaran sistem komputer pada beberapa lokasi dengan menggunakan jaringan komputer.
2.11.1.2 Software Architecture Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 277) membagi software architecture ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Client/server architecture Arsitektur ini membagi software ke dalam dua bagian, yaitu client dan server. Server berfungsi sebagai alat untuk mengolah sumber informasi, sedangkan client berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dengan server untuk memenuhi permintaan sumber daya. 2. Three-layer client/server architecture Arsitektur
ini
merupakan
pengembangan
dari
arsitektur
client/server yang terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu: a. Data layer Merupakan lapisan untuk mengatur penyimpanan data pada suatu database.
65 b. Business logic layer Merupakan lapisan yang mengimplementasikan aturan dan prosedur dari suatu proses bisnis. c. View layer Merupakan lapisan yang menerima input dan menampilkan output sebagai hasil dari proses yang berjalan.
Gambar 2.40: Three-layer architecture Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 280)
2.11.2 Use Case Realization: The Design Discipline within UP Iterations 2.11.2.1 Design Class Diagram Design Class Diagram digunakan untuk merepresentasikan software classes yang termasuk ke dalam sistem baru. Lebih menunjukkan mengenai rancangan aktual dari software. Design Class Diagram mempunyai methods yang menggambarkan apa yang dilakukan obyek dari class.
Gambar 2.41: Design Class Notation Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 304)
Format yang digunakan untuk menentukan masing-masing atribut adalah: 1. Attribute visibility: visibility menunjukkan apakah object lain dapat mengakses attribute secara langsung atau tidak. Tanda +
66 (plus) mengindikasikan attribute dapat terlihat atau bersifat public, dan tanda – (minus) menandakan bahwa attribute tidak dapat terlihat atau bersifat private. 2. Attribute name 3. Type-expression: dapat berupa character, string, integer, number, currency, atau date. 4. Initial value 5. Property: ditempatkan dalam kurung kurawal. Contoh: {key}.
Format yang digunakan dalam method list: 1. Method visibility 2. Method name 3. Type-expression: tipe dari return parameter dari method. 4. Method parameter list: argumen yang masuk.
Gambar 2.42: Domain Model Class Diagram and Design Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 305)
2.11.2.2 First-Cut Design Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005 : 309), First-cut class diagram adalah perkembangan dari domain class diagram melalui dua tahap, yaitu dengan mendeskripsikan atribut dengan tipe dan nilai awal dan menambahkan navigation visibility arrows, yang merupakan arah untuk menunjukkan kemampuan suatu obyek yang dapat berinteraksi dengan obyek lain.
67
Gambar 2.43: First-cut class diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 311)
Dalam proses mendesain, penggunaan navigation visibility terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Attribute navigation visibility Terbentuk ketika class mempunyai atribut yang mereferensikan obyek lain.
Gambar 2.44: Attribute Navigation Visibility Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 307)
2. Parameter navigation visibility Terbentuk
ketika
class
sesuai
dengan
parameter
yang
mereferensikan obyek lain. Parameter tersebut diteruskan melalui method call.
Beberapa petunjuk mengenai penetapan navigation visibility adalah: 1. Hubungan
One-to-many
yang
menandakan
adanya
superior/subordinate relationship. Nagivasi berarah dari superior ke subordinate. Contohnya: dari Order ke OrderItem.
68 2. Mandatory relationships, dimana obyek di suatu class tidak dapat berdiri tanpa obyek dari class lain. Navigasi berarah dari independen class ke dependen class. Contohnya: dari Customer ke Order. 3. Saat suatu obyek membutuhkan informasi dari obyek lain, maka panah navigasi mengarah kepada obyek yang membutuhkan informasi. 4. Navigation arrows mungkin mengarah kepada dua arah.
2.11.2.3 Completed Three-Layer Design Sequence Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 325), completed three-layer design sequence diagram merupakan pengembangan dari first-cut sequence diagram dengan menambahkan data access layer.
Gambar 2.45: Completed Three-Layer Design Sequence Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 325)
69 2.11.2.4 Updated Design Class Diagram Pengembangan design class diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 337) dapat dilakukan pada setiap layer, dimana dalam view dan data access layer dilakukan penentuan beberapa class baru. Pada domain layer, class baru yang ditambahkan berfungsi sebagai use case controller. Penambahan method untuk setiap class dalam updated class diagram dapat dilakukan, dimana method tersebut terdiri dari 3 jenis, yaitu: 1. Constructor methods Merupakan method yang membentuk instance dari suatu obyek. 2. Data get and set methods Merupakan method yang mengambil dan mengubah nilai atribut. 3. Use case specific methods Merupakan method yang mewakili use case yang ada.
Gambar 2.46: Updated Design Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 340)
70 2.11.2.5 Package Diagram Package diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 339) merupakan diagram yang mengasosiasikan class-class dari suatu kelompok yang terkait. Di dalam diagram tersebut terbagi menjadi tiga layer, yaitu view layer, domain layer, dan data access layer. Package yang digunakan dalam diagram ini digambarkan dengan persegi panjang, sedangkan hubungan antar package digambarkan dengan anak panah bergaris putus-putus (dashed arrow), yang mewakili dependency relationship. Buntut panah terhubung dengan dependent package, sedangkan kepala panah terhubung dengan independent package. Dependency relationship sendiri menggambarkan suatu hubungan antar elemen dalam package diagram, dimana jika terjadi perubahan pada suatu elemen (elemen yang independent), maka elemen lainnya (elemen yang dependent) juga dapat berubah.
Gambar 2.47: Package Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 341)
71 2.11.3 Designing the User Interface Layer 2.11.3.1 User Interface User interface Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 442) pada dasarnya memiliki input dan output serta melibatkan pengguna sistem secara langsung. Aspek-aspek yang terkait dengan user interface meliputi semua hal yang digunakan pengguna saat menggunakan sistem tersebut, baik dari segi fisik, persepsi, maupun konseptual. Berikut adalah penjelasan aspek-aspek tersebut: 1. Aspek fisik Meliputi perangkat-perangkat yang dapat disentuh oleh pengguna seperti keyboard, mouse, touch screen, dan lain sebagainya. 2. Aspek persepsi Meliputi hal-hal yang dapat dicakup oleh indera manusia seperti penglihatan (garis, angka, kata-kata, bentuk), pendengaran (suara notifikasi dari sistem), atau penyentuhan oleh pengguna (menggunakan mouse untuk mengakses tombol-tombol di layar). 3. Aspek konseptual Meliputi hal-hal yang diketahui pengguna mengenai penggunaan sistem, operasi yang dapat dilaksanakan, serta prosedur yang diikuti agar operasi yang dilakukan berjalan dengan baik.
Beberapa organisasi pengembangan sistem menggunakan interface design standards, yaitu aturan dan prinsip-prinsip umum yang
harus
diikuti
dalam
mengembangkan
sistem.
Standar
perancangan membantu untuk memastikan bahwa semua user interface berjalan dengan baik dan semua sistem yang dikembangkan oleh organisasi memiliki rasa dan tampilan yang sama. Delapan prinsip yang dapat diterapkan pada interactive system yang disebut dengan “Eight Golden Rules” menurut Ben Shneiderman yaitu: 1. Usahakan untuk konsisten (strive for consistency). Sistem harus konsisten dalam menentukan nama dan letak menu items, ukuran dan bentuk icon, urutan tugas, serta bagaimana informasi diatur dalam suatu form.
72 2. Memungkinkan pengguna untuk menggunakan shortcut (enable frequent users to use shortcuts). Shortcut digunakan untuk mengurangi jumlah interaksi untuk tugas yang dijalankan, sehingga pengguna dapat menghemat waktu. Selain itu, perancang harus menyediakan fasilitas macro bagi pengguna untuk membuat shortcut mereka sendiri. 3. Memberikan umpan balik yang informatif
(offer informative
feedback). Umpan balik yang berupa konfirmasi dari sistem sangat penting bagi pengguna sistem, terutama bagi mereka yang bekerja dengan menggunakan sistem sepanjang hari. Contohnya, ketika pengguna ingin menghapus suatu data makan akan muncul dialog box untuk memastikan apakah pengguna sudah yakin data tersebut benarbenar ingin dihapus atau tidak. Akan tetapi, sebaiknya sistem juga tidak
memperlambat
pekerjaan
pengguna
sistem
dengan
menampilkan terlalu banyak dialog box, dimana pengguna harus merespon tiap dialog box. 4. Merancang dialog untuk menghasilkan penutupan (design dialogs to yield closure). Untuk setiap dialog dengan sistem harus diorganisasikan dengan urutan yang jelas, yaitu dari awal, tengah, dan akhir agar pengguna dapat mempersiapkan dirinya untuk fokus ke tindakan berikutnya. 5. Memberikan penanganan kesalahan yang sederhana (offer simple error handling). Saat sistem menemukan sebuah kesalahan, pesan kesalahan harus menegaskan secara spesifik apa yang salah dan menjelaskan bagaimana cara untuk menanganinya. Pesan kesalahan juga tidak boleh menghakimi pengguna. Selain itu sistem harus bisa mengatasi kesalahan dengan mudah, contohnya jika pengguna memasukkan ID pelanggan yang salah, maka sistem akan memberitahukan kepada pengguna dan meletakkan kursor pada textbox ID pelanggan yang berisi angka yang telah dimasukkan sebelumnya dan siap untuk diubah.
73 6. Memungkinkan untuk kembali ke tindakan sebelumnya dengan mudah (permit easy reversal of actions). Salah satu cara untuk menghindari kesalahan, sebagaimana user menyadari telah melakukan kesalahan, user dapat membatalkan tindakan yang sedang dijalankan dan kembali ke tindakan sebelumya. 7. Mendukung tempat pengendalian internal (support internal locus of control). Sistem harus membuat user merasa bahwa mereka yang memutuskan apa yang harus dilakukan dan bukan sistem yang mengontrol mereka. 8. Mengurangi muatan memori jangka pendek (reducing short-term memory load). Rancangan yang terlalu rumit dan terlalu banyaknya form dapat menjadi beban bagi ingatan pengguna.
2.12
Perancangan Basis Data Menurut Conolly dan Begg (2010: 15) basis data merupakan suatu kumpulan data yang berhubungan secara logis yang dipakai bersama, dan deskripsi dari data tersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi suatu organisasi. Menurut Conolly dan Begg (2010, p354) ERD adalah penggambaran dari sebuah kebutuhan penyimpanan data dengan cara kerja dari suatu perusahaan atau organisasi
tersebut
yang
bebas
dari
ambiguitas.
ERD
digunakan
untuk
mengidentifikasikan dan menjelaskan tentang hubungan antara data yang akan disimpan, diolah dan diubah untuk mendukung aktifitas bisnis suatu organisasi Komponen-komponen yang digunakan antara lain sebagai berikut : a. Entity Set Pada Entity Relationship Diagram (ERD) digambarkan dengan sebuah bentuk persegi panjang. Entity set merupakan simbol utama dari ERD. Entity adalah suatu obyek yang ada dalam suatu sistem nyata maupun abstrak dimana data tersimpan dan diberi nama dengan kata benda. Entity set adalah kumpulan entity yang sejenis. Secara umum entity set dapat dikelompokkan dalam beberapa kelas, yaitu: obyek, agen dan kejadian-kejadian yang ada di dalam sistem. b. Relationship Set
74 Pada Entity Relationship Diagram (ERD) setiap relationship set digambarkan dengan sebuah bentuk belah ketupat, dengan garis yang menghubungkan satu entity dengan entity lain yang terkait. Relationship set menunjukkan hubungan alamiah yang terjadi pada entity. Relationship set adalah kumpulan relationship yang sejenis. Pada umumnya relationship set diberi nama dengan kata kerja. c. Attribute Secara umum attribute adalah sifat atau karakteristik dari setiap entity maupun relationship yang menyediakan penjelasan detail tentang entity atau relationship tersebut, sehingga sering dikatakan adalah elemen data dari entity dan relationship. d. Cardinality Cardinality adalah tingkat hubungan antara entitas dan dilihat dari segi kejadian atau banyak tidaknya hubungan yang terjadi antara entity pada ERD. Ada tiga kemungkinan tingkat hubungan yang ada, yaitu: a. One To One (1:1) Terjadi bila suatu entitas hanya memiliki sebuah hubungan dengan entitas lainnya dan hubungan dinyatakan satu pada satu kejadian.
Gambar 2.48: Contoh One-to One Relationship b. One To Many atau Many To One (1:M, M;1) Terjadi apabila sebuah entitas memiliki banyak hubungan dengan entitas lain atau sebaliknya.
Gambar 2.49: Contoh One-to Many Relationship c. Many To Many (M:N) Terjadi apabila dua buah entitas memiliki banyak hubungan.
Gambar 2.50: Contoh Many-to Many Relationship
75 2.13
Kerangka Berpikir Dalam menentukan langkah-langkah penelitian, maka dibuat kerangka berpikir dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Gambar 2.51: Kerangka Berpikir