BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam suatu perusahaan menjadi hal yang bersifat sangat penting dan tidak mudah bagi suatu perusahaan. Perusahaan wajib mendukung terwujudnya proses sumber daya manusia yang berkualitas. Peran manajemen sumber daya manusia tidak kecil, karena sebagai pusat pengelola dan penyedia sumber daya manusia untuk departmen lainnya. Adapun beberapa pengertian dari manajemen sumber daya manusia. Menurut Yani (2012: 1), “Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan organisasi atau perusahaan.” Sedangkan menurut Rivai dan Sagala dalam Priansa (2014: 21), “Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.” Namun Flippo dalam Priansa (2014: 21) secara lebih spesifik mengatakan bahwa, “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengembangan,
pengarahan,
dan
kompensasi,
pengendalian
pengintegrasian,
dari
pengadaan,
pemeliharaan,
dan
pemberhentiaan pegawai dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, pegawai dan masyarakat.” Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan kata lain Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki pengertian sebagai kegiatan perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia sesuai dengan pekerjaan yang tepat dalam upaya mencapai tujuan individu ataupun organisasional agar efektif dan efisien.
11
12
2.1.2 Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia Beberapa pendekatan dalam manajemen sumber daya manusia menurut Yani (2012: 3) yaitu : 1. Pendekatan SDM Pendekatan yang menekankan pada pengelolaan dan pendayagunaan yang memperhatikan hak azasi manusia. 2. Pendekatan Manajerial Pendekatan yang menekankan pada tanggung jawab menyediakan dan melayani kebutuhan sumber daya manusia departemen lain. 3. Pendekatan Sistem Pendekatan yang menekankan pada tanggung jawab subsistem dalam organisasi. 4. Pendekatan Proaktif Pendekatan yang menekankan pada kontribusi terhadap karyawan, manajer, dan organisasi dalam memberikan pemecahan masalah.
2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Priansa (2014: 27), “Fungsi merupakan kegiatan pokok yang dilakukan dalam suatu organisasi. Fungsi operasional adalah fungsi yang lebih didominasi oleh kegiatan fisik.” Berikut adalah fungsi – fungsi operasional manajemen sumber daya manusia : 1. Pengadaan pegawai Fungsi ini berkaitan dengan penentuan kebutuhan pegawai, penarikannya, seleksi dan penempatannya. Penentuan kebutuhan pegawai berkaitan dengan mutu dan jumlah pegawai. Sedangkan seleksi dan penempatan menyangkut masalah memilih dan menarik pegawai, pembahasan pada formulir di surat lamaran, dan tes psikologis. 2. Pengembangan Fungsi ini berkaitan dengan pegawai baru yang perlu dibina dan dikembangkan.
Tujuan
dari
pengembangan
ini
adalah
untuk
meningkatkan keterampilan melalui latihan yang diperlukan untuk dapat menjalankan pekerjaan dengan baik.
13
3. Kompensasi Fungsi ini sangat besar bagi karyawan. Kompensasi adalah sebagai pemberian penghargaan kepada pegawai sesuai dengan sumbangan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Kompensasi ini biasanya diterima pegawai dalam bentuk uang dan tunjangan. 4. Pengintegrasian Pengintegrasian adalah penyesuaian sikap – sikap, keinginan pegawai, dengan keinginan organisasi masyarakat. Dalam hal ini, pegawai diminta mengubah kebiasaan dan sikap – sikap lainnya yang kurang menguntungkan bagi organisasi sehingga ada niat dan kemauan untuk menyesuaikan dengan keinginan serta tujuan organisasi. 5. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada. Apa yang sudah diterima dan pernah dinikmati pegawai hendaknya tetap dipertahankan. 6. Pensiun Pemeliharaan adalah fungsi terakhir dari manajemen kepegawaian. Fungsi ini berhubungan dengan pegawai yang sudah lama bekerja pada organisasi. Fungsi ini menjamin pegawai – pegawai yang akan pensiun. Organisasi yang sudah berukuran besar menyediakan dana bagi pegawai yang sudah pensiun.
2.1.4 Manfaat Manajemen Sumber Daya Manusia Implementasi Manajemen Sumber Daya Manusia akan memberikan manfaat yang baik pada organisasi. Berikut adalah manfaat manajemen sumber daya manusia menurut Nawawi dalam Yani (2012: 5) : 1. Organisasi atau perusahaan akan memiliki sistem informasi SDM. 2. Organisasi atau perusahaan akan memiliki hasil analisis pekerjaan atau jabatan. 3. Organisasi atau perusahaan akan memiliki kemampuan dalam menyusun dan menetapkan perencanaan SDM. 4. Organisasi atau perusahaan akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas rekrutmen dan seleksi tenaga kerja.
14
5. Organisasi atau perusahaan akan dapat melaksanakan pelatihan secara efektif dan efisien. 6. Organisasi atau perusahaan akan dapat melakukan penilaian kerja secara efisien dan efektif. 7. Organisasi atau perusahaan akan dapat melaksanakan program dan pembinaan karier secara efisien dan efektif. 8. Organisasi atau perusahaan akan dapat menyusun skala upah dan mengatur kegiatan berbagai keuntungan / manfaat lainnya dalam mewujudkan sistem balas jasa bagi para pekerja. 2.2 Pelatihan 2.2.1 Pengertian Pelatihan Menurut Chan dalam Priansa (2014: 175), “Pelatihan merupakan pembelajaran yang disediakan dalam rangka meningkatkan kinerja terkait dengan pekerjaan saat ini.” Dalam pengertian tersebut dimuat dua implikasi. Implikasi yang pertama adalah kinerja saat ini perlu ditingkatkan karena adanya kesenjangan antara pengetahuan dan kemampuan pegawai saat ini. Implikasi yang kedua adalah pembelajaran bukan untuk memenuhi kebutuhan masa depan, namun untuk dimanfaatkan dengan segera. Biech dalam Priansa (2014: 176) juga menyatakan bahwa, “Pelatihan adalah tentang perubahan, tenatang transformasi, tentang pembelajaran. Pelatihan adalah proses yang dirancang untuk membantu pegawai mempelajari keterampilan, pengetahuan, atau sikap baru. Akibatnya, pegawai tersebut akan membuat perubahan atau transformasi yang akan meningkatkan kinerjanya.” Selain
itu,
Sjafri
Mangkuprawira
dalam
Yani
(2012:
82)
menambahkan bahwa, “Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar.” Dari beberapa definisi yang diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu proses pembelajaran bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja agar karyawan semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawabnya.
15
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan Program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi memiliki sejumlah tujuan dan manfaat. Menurut Sikula dalam Priansa (2014: 176), tujuan pelatihan adalah : 1. Produktivitas ( Productivity ) Dengan pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan perubahan tingkah laku. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas organisasi. 2. Kualitas ( Quality ) Penyelenggaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kualitas pegawai namun diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam bekerja. Dengan demikian kualitas dari output yang dihasilkan akan tetap terjaga bahkan meningkat. 3. Perencanaan Tenaga Kerja ( Human Resources Planning ) Pelatihan akan memudahkan pegawai untuk mengisi kekosongan jabatan dalam suatu organisasi, sehingga perencanaan pegawai dapat dilakukan sebaik – baiknya. 4. Moral ( Morale ) Diharapkan dengan adanya pelatihan, dapat meningkatkan prestasi kerja dari pegawai sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan upah pegawai. Hal tersebut akan meningkatkan moril kerja pegawai untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya. 5. Kompensasi Tidak Langsung ( Indirect Compensation ) Pemberian kesempatan pada pegawai untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa atau prestasi yang telah dicapai pada waktu lalu, dimana dengan mengikuti program tersebut pegawai yang
bersangkutan
mempunyai
kesempatan
untuk
lebih
dapat
mengembangkan diri. 6. Keselamatan dan Kesehatan ( Health and Safety ) Merupakan langkah terbaik dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dalam suatu organisasi sehingga akan menciptakan suasana kerja yang tenang, aman, dan adanya stabilitas pada sikap mental mereka.
16
7. Pencegahan Kadaluarsa ( Obsolescence Prevention ) Pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreatifitas pegawai, langkah ini diharapkan akan dapat mencegah pegawai dari sifat kadaluarsa. Artinya kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. 8. Perkembangan Pribadi ( Personal Growth ) Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pegawai termasuk meningkatkan perkembangan pribadinya.
2.2.3 Jenis – Jenis Pelatihan Pelatihan dalam suatu organisasi dapat dirancang untuk memenuhi tujuan yang berbeda sehingga dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Berikut adalah jenis – jenis pelatihan berdasarkan Mathis and Jackson dalam Yani (2012: 83) : 1. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin Pelatihan ini dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan atau dalam hal ini yaitu orientasi karyawan baru. 2. Pelatihan pekerjaan atau teknis Pelatihan ini memungkinkan karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik. 3. Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah Pelatihan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar
pribadi
serta
meningkatkan
hubungan
dalam
pekerjaan
organisasional. 4. Pelatihan perkembangan dan inovatif Pelatihan ini menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan.
2.2.4 Komponen Pelatihan Pelatihan pada umumnya dilaksanakan dengan berpedoman kepada sejumlah komponen yang saling berkaitan. Berikut komponen yang perlu
17
diperhatikan dalam pelatihan menurut Mangkunegara dalam Priansa (2014: 182) : 1. Tujuan dan Sasaran Pelatihan Harus Jelas dan dapat Diukur. Pelatihan merupakan cara yang digunakan oleh setiap organisasi dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan bagi pegawainya. Hal ini karena pelatihan merupakan cara yang digunakan oleh setiap organisasi dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan bagi pegawainya untuk saling bahu – membahu dalam mencapai tujuan organisasi. Pelatihan yang diwajibkan dari organisasi kepada pegawai akan menjadi lebih efisien. 2. Pelatih
Pelatihan
Harus
Ahlinya
yang
Berkualifikasi
Memadai
(Profesional). Keprofesionalan pelatih merupakan sebuah keharusan Hal ini disebabkan karena
pegawai
merupakan
alat
organisasi
yang
membutuhkan
keterampilan. Sehingga pegawai yang diperikan pelatihan harus mendapatkan wawasan yang lebih dari pelatih atau pengajar yang sudah menguasai bidangnya. 3. Materi Pelatihan Harus Disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Pelatihan yang dilaksanakan memiliki masing – masing keragaman materi yang
tersaji
sesuai
dengan
kebutuhan.
Materi
pelatihan
yang
diprioritaskan oleh organisasi bagi pekerjanya, harus disesuaikan dengan tujuan akhir dari pelatihan tersebut dan tujuan organisasi yang hendak dicapai. 4. Metode Pelatihan Harus Sesuai dengan kemampuan Pegawai yang menjadi Peserta. Setiap pegawai memiliki kekuatan dan kelemahan sehingga organisasi harus pandai dalam menyeleksi dan memonitor metode – metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai serta melihat hal – hal apa saja yang dibutuhkan pegawai agar dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka. 5. Peserta Pelatihan Harus Memenuhi Persyaratan yang Ditentukan. Fenomena yang sering terjadi berkaitan dengan peserta dalam suatu kegiatan pelatihan adalah pegawai yang tidak berkompeten dalam materi yang disajikan, namun karena kekurangan peserta pelatihan atau karena
18
terlambatnya informasi mengenai pelatihan yang akan dilangsungkan, maka persyaratan bagi peserta terabaikan. Jika persyaratan dijalankan sesuai dengan yang berlaku, maka peserta pelatihan akan mendapatkan banyak keuntungan setelah mengikuti pelatihan. Sebaliknya, jika persyaratan bagi peserta diabaikan maka pelatihan yang diikuti tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
2.2.5 Tahapan Pelatihan Pelatihan sangat perlu direncanakan dari jauh hari sebelumnya agar kegiatan pelatihan tidak menjadi sia – sia. Adapun tahap – tahap dalam melaksanakan perencanaan pelatihan bagi sumber daya manusia menurut Yani (2012: 91) : 1. Analisis Kebutuhan Pelatihan ( Training Need Analysis ) Tahap ini adalah tahap pertama dimana organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai dengan satu kegiatan utama yaitu analisis kebutuhan pelatihan. Ada tiga situasi dimana organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut, yaitu : Situasi pertama, berkaitan dengan performace problem atau kinerja dimana karyawan dalam suatu organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara penampilan kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan. Situasi kedua, berkaitan dengan new system and technology atau penggunaan komputer, dan teknologi baru yang digunakan untuk memberbaiki efisiensi operasional perusahaan. Situasi ketiga, berkaitan dengan automatic and habitual training atau pelatihan yang dilakukan secara tradisional berdasarkan persyaratan – persyaratan tertentu misalnya seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Analisis Kebutuhan Pelatihan adalah sebuah analisis kebutuhan workplace yang secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan kebutuhan apa yang harus menjadi prioritas. Analisis kebutuhan pelatihan ini juga dapat dipahami sebagai sebuah investigasi sistematis dan komprehensif tentang berbagai maslaah dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat persoalan yang terjadi sehingga pada akhirnya organisasi
19
dapat mengetahui apakah masalah tersebut perlu dipecahkan melalui program pelatihan atau tidak. Masalah yang membutuhkan pelatihan pasti berkaitan dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja standar tidak dapat dicapai. 2. Perencanaan dan Pembuatan Desain Pelatihan Desain pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada tahap ini bagaimana kita dapat meyakinkan bahwa pelatihan akan dilaksanakan. Pelatihan yang dilakukan dapat dilaksanakan melalui identifikasi dari sasaran, metode, dan materi pelatihan itu sendiri. 3. Implementasi Pelatihan Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan sumber daya manusia tergantung pada pemilihan program untuk memperoleh the right people under the right conditions. 4. Evaluasi Pelatihan Untuk memastikan keberhasilan pelatihan, dapat dilakukan melalui evaluasi. Secara sistematik manajemen pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi.
2.2.6 Metode Pelatihan Apabila pegawai sering di rotasi, maka pelatihan bagi pegawai tersebut menjadi penting untuk selalu dilakukan. Beberapa metode pelatihan yang sering digunakan dalam pelatihan menurut Priansa (2014: 192) : 1. Praktik Kerja Langsung ( On The Job Training ) Sistem ini merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan. Sistem ini memberikan tugas dari pimpinan langsung kepada pegawai untuk melatih pegawainya. Oleh karena itu, keberhasilan pelatihan sangat bergantung kepada kemampuan pimpinan langsung untuk memberikan pelatihan kepada pegawai. 2. Vestibule Vestibule merupakan bentuk pelatihan dimana pelatihnya bukanlah berasal dari pimpinan pegawai langsung, melainkan pelatih khusus
20
(trainer specialist). Salah satu bentuk vestibule adalah simulasi. Simulasi merupakan peniruan dari karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia nyata sedemikian rupa, sehingga peserta pelatihan dapat merealisasikan dalam keadaan sebenarnya. Dengan demikian, apabila peserta pelatihan kembali ke tempat pekerjaannya, maka ia akan mampu melaksanakan pekerjaan yang telah disimulasikan tersebut. 3. Apprenticeship Sistem magang ini dipergunakan untuk pekerjaan – pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang relatif tinggi. Program magang ini bisa mengombinasikan antara on the job training dengan pengalaman, serta petunjuk – petunjuk di kelas dalam pengetahuan – pengetahuan tertentu sesuai dengan tujuan dan kebutuhan organisasi. 4. Kursus Keahlian ( Specialist Course ) Merupakan bentuk pelatihan pegawai yang lebih mirip pendidikan. Kursus biasanya diadakan untuk memenuhi minat pegawai dalam berbagai bidang pengetahuan tertentu atau bidang lain di luar bidang pekerjaannya. Kursus biasanya dibentuk dalam bentuk program pembelajaran, dimana peserta pelatihan dapat belajar sendiri dan menyesuaikan kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan masing – masing.
2.3 Service Excellence 2.3.1 Pengertian Service Excellence Ginting (2012: 3) mengatakan bahwa, “Service excellence atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pelayanan prima merupakan suatu bentuk pelayanan dengan tatanan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga mampu meminimalkan kesalahan serta berorientasi kepada kebutuhan pelanggan.”
2.3.2 Keterampilan Dalam Service Excellence Berdasarkan Ginting (2012: 75), “Service excellence harus didukung oleh faktor – faktor yang saling terintegrasi. Keterampilan karyawan sangat berperan penting seperti mampu memberikan pelayanan yang baik sehingga para konsumen bersedia memahami alasan. Keterampilan seperti ini harus
21
dibangun. Dan, keinginan untuk memberikan service excellence harus muncul di setiap diri karyawan. Beberapa keterampilan dasar yang bisa digunakan sebagai sebuah standar operasional pelayanan di antaranya adalah kemampuan berkomunikasi karyawan.”
2.3.3 Konsumen Internal Ginting (2012: 48) menjelaskan bahwa, “Kelompok pertama yang termasuk dalam konsumen sebuah perusahaan adalah kelompok internal. Kelompok internal ini adalah semua level pegawai di perusahaan. Siapa saja yang berada dalam oerusahaan yang tugasnya terkaitan dengan proses selanjutnya merupakan konsumen kita. Pelayanan terhadap konsumen internal merupakan dasar bagi perusahaan untuk memberikan service excellence kepada konsumen eksternal. Kegagalan perusahaan dalam memberikan service excellence terhadap konsumen eksternal bisa disebabkan oleh kegagalan memberikan pelayanan yang terbaik antar – bagian atau antar – divisi maupun antar – karyawan di bagian yang sama. Dengan demikian service excellence yang telah ditetapkan oleh perusahaan dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Jadi adalah penting unuk menghilangkan hambatan maupun kebiasaan – kebiasaan yang tidak baik di internal perusahaan.”
2.4 Manajemen Kinerja 2.4.1 Pengertian Manajemen Kinerja Menurut Wirawan dalam Abdullah (2014: 199), “Manajemen kinerja merupakan proses yang bertujuan meningkatkan kinerja individu pegawai, kinerja tim kerja, dan kemudian meningkatkan kinerja organisasi. Proses manajemen kinerja dilakukan bersama antara manajer dan pegawai.” Sedangkan menurut Michael Amstrong dalam Abdullah (2014: 199), manajemen kinerja didefinisikan sebagai, “Performance management is a process which is designed to improve organizational, team and individual performance and which is owned by line manager.”
22
Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan jika manajemen kinerja adalah proses yang dibentuk untuk meningkatkan kinerja baik secara organisasi, tim, maupun individu antara manajer dan pegawai.
2.5 Kinerja 2.5.1 Pengertian Kinerja Menurut Amstrong dan Baron dalam Abdullah (2014: 3), kinerja merupakan, “Hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi ekonomi.” Selain itu, menurut Wibowo dalam Abdullah (2014: 3), “Kinerja berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung.” Menurut Rivai dan sagala dalam Priansa (2014: 269), “Kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi.” Menurut Milkovich dan Boudreau dalam Priansa (2014: 270), “Kinerja adalah tingkat dimana pegawai melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan syarat – syarat yang telah ditentukan.” Berdasarkan definisi – definisi yang dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu tindakan perilaku nyata yang diimplementasikan melalui proses saat pekerjaan itu dilakukan sehingga menampilkan prestasi kerja sesuai dengan tanggung jawab yang dimiliki dan dengan standar yang telah ditentukan.
2.5.2 Mengukur Kinerja Karyawan Kinerja pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan organisasi, sehingga indikator dalam pengukurannya disesuaikan dengan kepentingan organisasi itu sendiri. Menurut Mondy, Noe, dan Premeaux dalam Priansa (2014: 271), pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi :
23
1. Kuantitas Pekerjaan ( Quantity of Work ) Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu. 2. Kualitas Pekerjaan ( Quality of Work ) Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan di dalam menangani tugas – tugas yang ada di dalam organisasi. 3. Kemandirian ( Dependability ) Kemandirian berkenaan dengan pertimbangan derajat, kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisir bantuan orang lain. 4. Inisiatif ( Initiative ) Inisiatif berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas berpikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab. 5. Adaptabilitas ( Adaptibility ) Adaptabilitas
berkenaan
dengan
kemampuan
untuk
beradaptasi,
mempertimbangkan kemampuan untuk bereaksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisi – kondisi. 6. Kerjasama ( Cooperation ) Kerjasama
berkaitan
dengan
pertimbangan
kemampuan
untuk
bekerjasama, dan dengan orang lain. Apakah assignments, mencakup lembur dengan sepenuh hati.
2.6 Hubungan antara Pelatihan dengan Kinerja Karyawan Menurut Sugiyono (2014: 23), “ Peneliti kuantitatif dalam melihat hubungan variabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen dan dependen. Dari variabel tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.” Dalam Priansa (2014: 174) dinyatakan bahwa, “Pelatihan sumber daya manusia merupakan sarana penting dalam pengembangan sumber daya manusia yang superior. Melalui pelatihan, manajemen organisasi akan memperoleh masukan yang penting dalam menghadapi tantangan di era persaingan, dimana pegawai akan
24
memiliki kemampuan dan keterampilan unik untuk menyelesaikan pekerjaan yang diembannya. Pelatihan yang tepat akan mempengaruhi kinerja yang ditampilkan oleh pegawai.” Dari pernyataan diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa manajemen organisasi memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kemampuan para pegawainya. Dalam usaha peningkatan kemampuan pegawai maka pemberlakuan program pelatihan untuk memperoleh hasil pekerjaan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.7 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Pelatihan ( X ) • • • • •
Tujuan dan Sasaran Pelatihan Pelatih Pelatihan Materi Pelatihan Metode Pelatihan Peserta Pelatihan
Sumber : Mangkunegara dalam Priansa (2014: 182)
Kinerja Karyawan ( Y ) • • • • • •
Kuantitas Pekerjaan Kualitas Pekerjaan Kemandirian Inisiatif Adaptabilitas Kerjasama
Sumber : Mondy, Noe, Premeaux dalam Priansa (2014: 271)
Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2015
25
2.8 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho
: Tidak terdapat pengaruh antara pelatihan terhadap kinerja karyawan divisi sumber daya manusia di Hotel Borobudur Jakarta.
Ha
: Terdapat pengaruh antara pelatihan terhadap kinerja karyawan divisi sumber daya manusia di Hotel Borobudur Jakarta.
2.9 Penelitian terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, terdapat penelitian terdahulu berupa jurnal yang menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan , yaitu : 1. Berdasarkan Very Mahmudhitya Rudhaliawan dalam Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 4, No. 2, 2013 dengan judul Pengaruh Pelatihan terhadap Kemampuan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan PT. Telkom Indonesia, TBK Kandatel Malang), fenomena masalah yang terjadi adalah, “Adanya operator telekomunikasi baru menyebabkan PT. Telkom Indonesia, Tbk Kandatel Malang untuk berupaya mengelola, memelihara karyawannya secara efektif dan efesien, serta untuk mendorong peningkatan kinerja karyawan, maka PT. Telkom Indonesia, Tbk Kandatel Malang mencoba menerapkan program pelatihan yang bertujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan
kerja
dan
kinerja
karyawannya agar dapat membentuk SDM yang sesuai dengan standar kerja yang diinginkan oleh perusahaan.“ Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa pelatihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan kerja dan kinerja karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk Kandatel Malang. 2. Berdasarkan Imran dalam Jurnal Ekonomi STIE Haji Agus Salim Bukittinggi Vol. 14, No. 2, September 2013 yang berjudul Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah, dinyatakan bahwa, “Pelatihan hendaknya tetap terus diberikan secara berkesinambungan kepada setiap karyawan, bahkan sejak awal penempatan karyawan agar dalam menghadapi cara kerja yang berlaku karyawan tidak terkejut dan mudah menyesuaikan diri. Selain itu pelatihan yang diberikan juga harus tetap disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan yang diemban oleh seorang karyawan. Bagi karyawan lama, pelatihan juga tetap harus diberikan untuk lebih mencegah penurunan
26
produktivitas. Pelaksanaan motivasi oleh pimpinan yang selama ini diberikan tetap dipertahankan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang selama ini ternyata mampu meningkatkan kinerja, disamping itu, motivasi yang diberikan oleh pimpinan atau pesantren juga memiliki peran yang penting utuk meningkatkan semangat kerja dan komitmen karyawan terhadap pesantren juga memiliki peran yang penting untuk meningkatkan semangat kerja dan komitmen karyawan terhadap pesantren yang akhirnya juga berhasil meningkatkan kinerja karyawan.” 3. Berdasarkan Erza Firdaus, Budiyanto, dan Djawoto dalam Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen Vol. 1, No. 2, Maret 2013 dengan judul Pengaruh Pelatihan dan Pembinaan Terhadap Kinerja Alumni Peserta Pelatihan Batik Sasirangan, dijelaskan bahwa fenomena masalah yang terjadi adalah, “Balai Latihan Transmigrsi berkewajiban menjalankan peran dari sebagian unsur pemerintah dalam merealisasikan kebutuhan masyarakat transmigran berupa pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pembinaan sesuai dengan tugas dan fungsinya, melalui Balai Latihan Transmigrasi Wilayah Kalimantan UPT-P Banjarmasin diharapkan penyelenggaraan pelatihan transmigrasi dapat tercapai secara efektif.” Hasil penelitian dalam jurnal ini menyatakan bahwa pelatihan dan pembinaan yang dilakukan mempunyai pengaruh terhadap kinerja alumni peserta pelatihan pengembangan produktivitas masyarakat. 4. Berdasarkan Ekta Srivastava dan Dr. Nisha Agarwal dalam Jurnal Internasional Advance Research in Computer Science and Management Studies Vol. 2, No. 1, Januari 2014 yang berjudul Impact of Training on Bank Employee Performance : A Comparative Study of Public Sector Bank and Private Sector Bank in India, dijelaskan fenomena masalah yang terjadi dan kesimpulannya adalah, “Training process moulds the thinking of employees and leads to quality performance of employees. Training is directly proportional to revenue. If employee gets better training then definitely productivity increases and revenue also increases. . This is a comparative study of training and its impact on employee performance of public sector bank and private sector bank.” Masalah
27
diatas menjelaskan bahwa proses pelatihan akan melatih pemikiran karyawan dan berpangaruh kualitas kinerja karyawan. Pelatihan berbanding lurus dengan pendapatan. Jika karyawan mendapat pelatihan yang lebih baik maka pasti meningkatkan produktivitas dan pendapatan juga meningkat. 5. Berdasarkan Franklin Dang Kum, Richard Cowden, dan Anis Mahomed Karodia dalam Jurnal Internasional Business Economics dan Management Studies Vol. 3, No. 3, 2014 yang berjudul The Impact of Training and Development on Employee Performance : A Case Study of Escon Consulting, dijelaskan fenomena masalah dan kesimpulannya adalah, “ Some of the projects executed by ESCON fail at an embryonic stage owing to the fact that tenders are awarded to the lowest priced contractor. Moreover, the ineffectiveness of training and development of employees in the organisation reduces the organisation’s productivity, as organisations depend on having people with the right skills, attitudes and capabilities in order to reach goals effectively. It is recommended that certain areas be improved, that is, management support, the provision of feedback to employees and the conducting of employee training on a continuous basis. The findings show that this would improve employee performance in the organisation.” Hal ini menjelaskan bahwa adanya beberapa proyek yang gagal dilaksanakan oleh ESCON yang didukung dengan kurangnya pelatihan terhadap karyawan. Sehingga disarankan adanya pelatihan secara terus – menerus untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi. 6. Berdasarkan Naveed Ahmad, Nadeem Iqbal, Maryam Sohail Mir, Zeeshan Haider, dan Naqvi Hamad dalam Jurnal Internasional Business dan Management Review Vol. 2, No. 4, 2014 yang berjudul Impact of Training and Development on Employee Performance : A Case Study from Different Banking Sectors of North Punjab, dijelaskan bahwa fenomena yang terjadi, “ First of all our purpose of this study to investigate in measuring training need of the employee at Government sectors, because in Pakistan all the Government sectors are facing terrible downfall.” Masalah ini menjelaskan bahwa tujuan dilakukan investigasi ini adalah untuk mengukur kebutuhan pelatihan yang
28
dibutuhkan oleh karyawan sektor pemerintah dimana sektor pemerintahan di Pakistan sedang menghadapi banyak penurunan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif antara pelatihan dan kinerja karyawan.