Bab 2 Landasan Teori
2.1 Kerangka Teori Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang teori dari variabel yang akan diteliti, juga hubungannya dengan teori khusus. Berikut peneliti telah membuat bagan dari kerangka teori yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Penulis, 2014
2.1.1 Consumer Behavior Consumer behavior atau perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya.Ruang
7
8 lingkup dari consumer behaviorbersifat luas karena studi ini selalu berkembang seiring konsumen memilih, menggunakan sebuah produk atau jasa. Seperti yang ditulis dalam buku Consumer Behavior & Marketing Strategy(J Paul Peter, 2010), perilaku konsumen ialah interaksi dari aspek kognitif, afektif, perilaku, dan lingkungan. Dengan kata lain, perilaku konsumen meliputi pikiran dan perasaan konsumen dari pengalamannya, dan juga keputusan pembeliannya. Bukan hanya itu, lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku konsumen, seperti komentar konsumen lain, informasi harga, promosi, suasana toko, tampilan produk, juga kemasan. 1. Perilaku konsumen bersifat dinamis Artinya perilaku ini memiliki intense untuk selalu berubah, karena perasaan, pikiran, dan keputusan konsumen dapat selalu berubah seiring dengan perubahan yang ada. 2. Perilaku konsumen meliputi interaksi Perilaku konsumen meliputi interaksi dari pikiran, perasaan, keputusan konsumen, dan lingkungannya. Maka dari itu pemasar harus dapat memahami produk apa yang tepat untuk target konsumen. 3. Perilaku konsumen meliputi pertukaran Pertukaran diantara manusia, baik konsumen dengan konsumen (pertukaran komentar, pengetahuan), maupun konsumen dengan pihak perusahaan. Saat perusahaan telah mampu melakukan analisis konsumen dengan baik, dan dapat mengerti keinginan juga kebutuhan konsumen, kemudian dengan senantiasa memberikan nilai seperti yang mereka harapkan, pikiran maupun perasaan konsumen akan menghasilkan nilai yang positif, hal ini mendukung minat dan keputusan pembelian konsumen, jika perusahaan terus aktif dan konsisten memberikan nilai yang konsumen harapkan, maka semakin lama nilai tersebut akan mengantarkan konsumen melakukan keputusan pembelian berulang,
dan pada akhirnya
mengantarkan mereka menjadi pelanggan yang loyal atau setia terhadap perusahaan. 2.1.2Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen dari pelanggan untuk bertahan, dan melakukan pembelian ulang atas produk atau jasa terpilih secara
9 konsisten dimasa yang akan datang (Hurriyati, 2005). Loyalitas mengacu pada wujud dari perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, hal ini terbentuk melalui berbagai tahapan sesuai dengan proses pembelajaran dan pengalaman yang dialami pelanggan dalam aktivitas pertukaran produk yang terjadi antara pelanggan dan penyedia barang atau jasa. Customer loyalty dipengaruhi secara positif oleh kepuasan yang diterima konsumen setelah mengkonsumsi sebuah produk barang atau jasa.Customer loyalty akan membentuk komitmen, kepercayaan, juga menciptakan nilai positif bagi pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan bersifat abstrak, dan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti sistem penerimaan produk, performa produk, citra perusahaan atau citra merek, juga keunggulan yang ditawarkan perusahaan dengan berbagai bentuk, baik dari faktor internal maupun eksternal perusahaan. Terdapat lima karakteristik yang membuat pelanggan setia terhadap perusahaan, yaitu: kepuasan pelanggan, ketertarikan secara emosional, kepercayaan pelanggan terhadap merek atau perusahaan, pengurangan pilihan dan kebiasaan, juga riwayat hubungan konsumen dengan perusahaan.
Gambar 2.2 Bagan Kepuasan Pelanggan Sumber: Buku Manajemen Jasa(Tjiptono, 2004)
2.1.2.1 Jenis Loyalitas Menurut Griffin dalam bukunya yang berjudul Customer Loyalty (Griffin, 2003), loyalitas atau kesetiaan dari pelanggan dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
10 1. Tanpa Loyalitas Beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.Jenis ini ditandai dengan tingkat ketertarikan dan tingkat pembelian yang rendah. 2. Loyalitas yang lemah Jenis ini ditandai dengan ketertarikan yang rendah, namun pembelian berulang yang cukup tinggi.Hal ini dikarenakan konsumen membeli karena suatu kebiasaan, dengan kata
lain,
faktor
nonsikap
dan
faktor
situasi merupakan
alasan
utama
membeli.Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk kebutuhan sehari-hari. 3. Loyalitas tersembunyi Tingkat ketertarikan konsumen terhadap suatu perusahaan atau produk dinilai relatif tinggi, namun tingkat pembelian berulang terbilang rendah, hal ini menunjukan loyalitas konsumen yang tersembunyi, hal ini dipengaruhi situasi dan bukan sikap dari konsumen yang menentukan pembelian berulang. 4. Loyalitas premium Pada jenis ini, terjadi keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian ulang yang tinggi pula.Hal ini dikarenakan faktor sikap, baik pikiran maupun perasaan dari konsumen akan suatu perusahaan atau produk. 2.1.2.2 Keuntungan Loyalitas Pelanggan Griffin menyatakan bahwa ada keuntungan-keuntungan yang dapat perusahaan dapatkan jika terus menerus menjaga loyalitas pelanggannya, antara lain: 1. Mengurangi biaya pemasaran Hal ini dimaksudkan, agar perusahaan dapat menarik konsumen baru dengan mudah, karena biaya untuk menarik konsumen baru dinilai relatif tinggi. 2. Mengurangi biaya transaksi Dengan adanya loyalitas pelanggan, biaya-biaya seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, dan lain-lain dapat di minimalisasi. 3. Mengurangi biaya turn over konsumen Biaya pergantian konsumen yang besar termasuk juga biaya customer relationship management, dan lain-lain.
11 4. Meningkatkan penjualan silang Loyalitas pelanggan memudahkan perusahaan untuk menawarkan berbagai jenis produk, dan melakukan penjualan silang.Kepercayaan konsumen berpengaruh pada keputusan pembeliannya. 5. Positive word of mouth Seperti yang telah diketahui bahwa wordof mouth telah menjadi strategi pemasaran yang ampuh, dengan adanya loyalitas dari pelanggan, penyebaran positive word of mouthakan terjadi dengan sendirinya. 2.1.3Moment of Truth Sebelum mendapatkan kepercayaan, dan loyalitas pelanggan, hal yang harus diperhatikan perusahaan ialah moment of truth. Moment of truth ialah interaksi yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan, disebut juga sebagai saatpertama kali dimana pelanggan akan memberikan penilaian terhadap seluruh aspek yang dipikirkan dan dirasakannya terhadap suatu perusahaan, atau merek. Hal ini menimbulkan perceived value dari pelanggan, dengan menampilkan hal-hal yang menarik minat pelanggan, menciptakan perasaan senang, dengan menyediakan produk dan pelayanan terbaik, maka persepsi nilai dari konsumen diharapkan akan bernilai positif. Moment of truth selama ini dihubungkan dengan kualitas pelayanan yang diberikan suatu perusahaan, namun lebih dari itu, moment of truth telah mempengaruhi aspek kognitif maupun afektif pelanggan, bahkanfaktor visual seperti tampilan fisik toko dapat mempengaruhi customer perceived value. Hal ini berpengaruh pada experience dan memorability pelanggan. Pine dan Gilmore mengatakan “Companies stage on experience when they engage customers in memorable ways”. 2.1.4Store Atmosphere Pendapat bahwa store atmosphere mempengaruhi keputusan pembelian konsumen telah dikemukakan oleh Kotler pada tahun 1973, hal ini diterangkan kembali melalui jurnal internasional dengan judul The Effects of Store Atmosphere on Consumer Behavior yang ditulis oleh Peter Bohl (Bohl, 2012). Secara umum definisi store atmosphere merupakan kegiatan merancang lingkungan pembelian dalam suatu toko dengan menentukan karakteristik fisik toko tersebut melalui
12 pengaturan dan pemilihan aktivitas barang yang ditawarkan, lingkungan pembelian yang terbentuk pada akhirnya akan menciptakan citra dari restoran itu sendiri, hal ini menimbulkan suatu kesan positif melalui afektif maupun kognitif konsumen, yang menarik dan menyenangkan bagi mereka dan mempengaruhi emosi konsumen saat melakukan pembelian. Tujuan dari perusahaan ialah mendapatkan keputusan pembelian dari konsumen atas produk yang mereka tawarkan, atau dapat dikatakan bahwa tujuan dari suatu perusahaan ialah meningkatkan penjualan, banyak perusahaan yang ambil bagian dalam meningkatkan manajemen store atmosphere, namun pada kenyataannya, store atmosphere dapat menjadi bumerang bagi perusahaan karena ketidaksukaan konsumen akan manajemen store atmosphere yang dijalankan suatu perusahaan. Elemen-elemen dalam store atmosphere harus dikuasai oleh perusahaan sebelum memutuskan untuk melakukan strategic management store atmosphere, elemen-elemen tersebut, yaitu: 1. Exterior facilities. Elemen ini berfokus pada desain bagian luar toko, meliputi architectural style, dan keadaan dari lingkungan sekitar 2. General interior, meliputi lighting atau penerangan, juga skema warna dari toko. 3. Store layout, meliputi jarak antar bagian operasional yang satu dengan yang lainnya, furniture yang digunakan, juga penempatan kasir. 4. Point of purchase display. 5. Social dimensions yang meliputi keramaian, seragam dari para pegawai, dan lain-lain. Desain toko merupakan salah satu strategi penting dalam bisnis, dari definisi diatas maka dapat dijelaskan bahwa suasana toko merupakan penciptaan suasana dengan menggunkan komunikasi visual yang dapat mempengaruhi persepsi juga respon pelanggan yang berpengaruh pada keputusan pembelian. Suasana toko merupakan kombinasi dan karakteristik fisik toko secara menyeluruh yang akan menciptakan citra dalam benak konsumen, karena dalam proses pembelian, konsumen tidak hanya merespon terhadap produk yang ditawarkan, tapi juga terhadap lingkungan tempat pembelian. Melalui store atmosphere management yang baik, diharapkan konsumen akan tertarik dan terdorong untuk melakukan pembelian.
13 2.1.4.1 Peran Store Atmosphere dalam Pemasaran Konsep manajemen suasana toko berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh pemasar, karena pemasar memiliki kendali untuk mengatur pengaruh situasi yang diciptakan melalui lingkungan toko.Atmosfir dapat membantu konsumen dalam membentuk arah, juga mengarahkan perhatiannya, hal ini mampu meningkatkan kemungkinan pelanggan untuk melakukan pembelian produk.Atmosfir juga dapat mengekspresikan berbagai aspek mengenai toko kepada konsumen, seperti segmen pasar dan citra toko, bukan hanya itu, atmosfir juga menimbulkan reaksi emosi tertentu dari konsumen, misalnya perasaan senang, bangga atau semangat. Pemasar diharapkan mampu untuk mengidentifikasi proses pengambilan keputusan dari konsumen. Suasana toko yang baik akan meningkatkan daya tarik dan kesadaran konsumen terhadap kontak antara konsumen dan perusahaan yang ditimbulkan dari suasana toko tersebut. 2.1.5Customer Experience Customer experience adalah interaksi antara konsumen dan perusahaan, interaksi ini menciptakan persepsi konsumen baik secara sadar maupun tidak sadar.Customer experience telah menjadi salah satu faktor penentu penting bagi keberhasilan
suatu
perusahaan,
setiap
perusahaan
berlomba-lomba
untuk
memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggannya.Dalam tulisannya yang dimuat di situs Forbes, Martin Zwilling menyatakan bahwa terdapat enam kunci sukses dalam menciptakan pengalaman konsumen yang baik, yaitu: 1. Dengarkan pelanggan Setiap hubungan membutuhkan kemampuan mendengarkan yang baik, sama baiknya seperti kemampuan berbicara. Perusahaan harus dapat mendengarkan keinginan, aspirasi, dan tujuan pelanggan.Kesempatan untuk dapat diapresiasi dan didengar adalah pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan tak dapat dilupakan. 2. Memanfaatkan strategi diferensiasi dari produk dan jasa Pengalaman tak terlupakan ialah pengalaman yang berbeda.Perusahaan harus dapat melihat perbedaan dari produk atau jasa yang ditawarkannya dengan yang ditawarkan oleh kompetitor.
14 3. Menunjukkan nilai yang ditawarkan oleh perusahaan Langkah awal untuk menunjukan nilai yang perusahaan tawarkan ialah dengan mengetahui apa yang konsumen butuhkan, dan inginkan. Hal ini mampu menumbuhkan hubungan dengan consumn yang menunjukan nilai lebihm dan tidak hanya sekedar mengenai harga atau kualitas. Saat perusahaan telah berhasil menciptakan loyalitas pelanggan, mereka akan terus melakukan pembelian, dan merekomendasikannya kepada orang lain. 4. Menunjukkan semangat dan kreatifitas dari setiap solusi Saat perusahaan mampu menunjukan semangat dan kreatifitas dari setiap solusi yang ditawarkan, pelanggan dapat menjadi value seeker, mereka mencari nilai dari setiap pengalaman, dan hubungan. 5. Menunjukkan komitmen perusahaan Saat berhubungan dengan pelanggan, fokuslah terhadap mereka, lakukan apa yang perusahaan dapat beri untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. 6. Memberi kepuasan kepada konsumen Dengan senantiasa menjaga komunikasi, keterlibatan, dan hubungan emosional perusahaan akan mengerti apa yang pelanggan butuh dan inginkan dari segala aspek baik pengalaman kognitif maupun afektif. 2.1.6Experiential Marketing Experiential marketing dapat di definisikan sebagai memori atau ingatan, juga pengalaman yang tertanam dalam pikiran juga perasaan seseorang.Hal ini dapat mempengaruhi instensitas pembelian dari konsumen melalui emosi yang ditimbulkan, juga menaikan nilai yang melekat pada produk atau merek itu sendiri. Dalam jurnal internasional yang berjudul The Evolution of Experiential Marketing, Qader (Qader, 2013) mengemukakan bahwa dalam pemasaran tradisional, pemasar melihat konsumen sebagai rational decisionmaker, yang berarti mereka hanya peduli tentang keuntungan fungsional dari produk yang ditawarkan, namun pemasaran modern mengenal yang disebut dengan experiential marketing, dimana konsumen dilihat sebagai rational and emotional human being yang tidak hanya peduli akan keuntungan fungsional produk, namun juga mengharapkan pengalaman menarik dan tidak
15 terlupakan dari proses pembelian, dan penggunaan suatu produk, seperti contohnya restoran Nanny's Pavillon yang memfokuskan dirinya untuk memberikan pengalaman yang unik dan bernilai positif bagi pelanggannya. Menurut Pine dan Gilmore (B. Joseph Pine, 1999) terdapat 4 tingkatan dalam ilmu pemasaran (economic value) yakni commodities, goods, service dan experience yang masing-masing tingkatan memiliki arti dan pengaruh masing-masing yang berkaitan dengan kepuasan konsumen. -
Commodities Komoditi atau komoditas merupakan bahan material yang diambil secara langsung dari alam misalnya flora, fauna, air, udara, tanah serta mineral. Pada umumnya komoditi diproses lebih lanjut sehingga diperoleh suatu karakteristik tertentu dan lebih bermanfaat dan mempunyai nilai jual jika dilakukan pengolahan lebih lanjut.
-
Goods Goods merupakan komoditi sebagai bahan mentahnya atau merupakan bahan setengah jadi dan siap dijual.Harga goods itu sendiri ditentukan berdasarkan pada biaya produksi.
-
Services Service lebih kenal dengan jasa yang dipergunakan untuk memenuhi keinginan konsumen. Konsumen pada umumnya menilai manfaat dari servicelebih tinggi dari apayang konsumen ekspektasikan atau harapkan (kepuasan).
-
Experience Experience atau pengalaman konsumen adalah suatu kejadian yang terjadi apabila organisasi atau perusahaan dengan sengaja menggunakan services sebagai prasarana dan goods menjadi penyangga untuk dapat menarik hati atau minat konsumen secara individual dan emosional. Badan usaha berusaha mengikat pengalaman disekeliling goods maupun services yang ada untuk dapat menarik konsumen lebih banyak. Konsumen secara umum menilai pengalaman berdasarkan pada ingatan atas kejadian yang menarik hati.
Pergerakan economic value dari keempat tingkatan yang ada mulai dari commodities, goods, service dan experience akan meningkatkan nilai bagi konsumen, karena setiap individu konsumen menemukan bahwa dalam tiap tingkatan tersebut
16 mereka dapat menemukan apa yang mereka inginkan secara relevan. Setiap perusahaan memiliki tingkat experience yang berbeda-beda sehingga mereka lebih mudah mendiferensiasikan apa yang mereka tawarkan. Pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk dapat menggerakan economic value menuju pada tingkatan experiential yaitu dengan menambah elemen-elemen yang dapat mempertinggi interaksi yang berkaitan secara langsung dengan panca indra melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau dari konsumen tersebut. Tahapan-tahapan dalam pergerakan economic value adalah mengolah barang atau bahan baku (extract commodities), tahap membuat barang atau produk (make goods), tahap memberikan pelayanan (deliver services) dan tahap pengalaman (stage experience) yang mempunyai arti memberikan pengalaman yang bersifat memorable (selalu diingat dan dikenang dalam pikiran). Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt (Schmitt, 1999), menyatakan bahwa esensi dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang didorong oleh pengalaman. Dalam bukunya, Schmitt juga mengemukakan tentang pendekatan features and benefits (F & B) dalam pemasaran tradisional. Dalam pemasaran tradisional ini, pemasar menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk, baik barang atau jasa, akanmemberikan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal produk tersebuat maupun yang belum). Bagaimanapun juga, Schmitt mengganggap konsep ini sangat membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen, yang melibatkan elemen rasionalitas dan logika, serta aspek emosional dan irasional dalam pembelian. Experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk.Hal yang terpenting adalah menciptakan pelanggan yang loyal. Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup mereka.Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan merek-merek
17 tersebut dapat berhubungan dengan hidup mereka, mengerti mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi.Dalam era informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka.
2.1.6.1 Karakteristik Experiential Marketing Schmitt (Schmitt, 1999) membagi experiential marketing menjadi empat kunci karakteristik antara lain: 1. Fokus kepada pengalaman yang diterima konsumen Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, dimana konsumen menjalani atau melewati situasi tertentu yang memberikan nilai yang dapat ditangkap oleh indera, juga emosional, kognitif, perilaku dan relasional yang dapat menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman
tersebut,
dapat
menghubungkan
perusahaan
beserta
produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian.
2. Menguji situasi yang dialami oleh konsumen Berdasarkan pengalaman yang telah ada, konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.
3. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi Dalam experiential marketing, perusahaan hendaknya melihat sisi emosional atau perasaan konsumen.Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.
4. Metode dan perangkat yang bersifat elektik Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akandiukur
18 atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama dari waktu ke waktu. Pada experiential marketing , merek bukan hanya sebagai tanda pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen terhadap badan usaha dan merek tersebut. Schmitt (Schmitt, 1999) juga mengungkapkan bentuk pengalamanberbeda yang dirasakan
konsumen,
dari
landasan
teori
pemasaran
yang
ada,
Schmitt
mengungkapkan lima strategi, yaitu; sensory experience, emotional experience, thinking experience, action experience, dan relevance.Kelima strategi diatas harus dikuasai oleh perusahaan untuk senantiasa menciptakan pengalaman baik yang diterima oleh konsumen.Sensory experience berbicara tentang pengalaman konsumen melalui indera yang dimilikinya, baik melalui visual, auditory, olfactory, dan tactile response.Emotional experience mengungkapkan emosi yang ditimbulkan konsumen dari pengalaman yang diterimanya.Thinking experience ialah aspek kognitif atau pemikiran konsumen tentang pengalamannya.Action experience berhubungan dengan social identity dan belonging sense, sedangkan relevance atau related experience ialah pengalaman yang berhubungan dengan social recognition atau social belongs dari konsumen. 2.1.7Brand Awareness Brand awareness didefinisikan sebagai kesadaran konsumen terhadap sebuah merek.Kevin Lane Keller, dalam bukunya yang berjudul Strategic Brand Management(Keller, 2013), Keller mengatakan bahwa kesadaran akan sebuah merek berhubungan dengan kekuatan dimana seseorang dengan mudah menemukan sebuah merek yang mereka sukai di dalam pikirannya. Kotler (Philip Kotler, 2007) menyebutkan juga bahwa brand awareness merupakan kemampuan konsumen dalam mengidentifikasi merek dalam kondisi yang berbeda, hal ini juga merupakan cerminan pengenalan merek terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya kesadaran akan sebuah merek ini dapat berubah tingkatannya seiring dengan pengalaman yang diterimanya.
19 2.1.8Brand Image Menurut The American Marketing Association dalam buku Kotler & Keller (Philip Kotler, 2007) merek adalah tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa milik pesaing. Selain membedakan satu produk dengan produk yang lain, merek juga memberi manfaat bagi konsumen diantaranya membantu mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan sama(Ferrinadewi, 2008) Brand image atau citra merek merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu.Brand image dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnya membentuk sikap terhadap merek yang bersangkutan(Keller, 2013). Berdasarkan pengertian dari diatas, maka dapat disimpulkan bahwa brand image adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu dan dapat disampaikan melalui sarana komunikasi yang tersedia. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas dari produk yang mereka tawarkan. Hal lain yang menjadi fokus perusahaan ialah hal pemberian nama dari sebuah produk atau merek, pemberian nama pada sebuah produk hendaknya tidak hanya dijadikan sebagai sebuah simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian yang akan membentuk citra merek, yaitu: -
Atribut
Semua merek memiliki atribut.Artibut diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut yang terkandung dalam sebuah merek. Atribut merupakan kategori dengan fitur-fitur mengenai karakteristik produk dan jasa yang ada saat proses pembelian dan konsumsi. Atribut ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian : a. Atribut Produk Asosiasi produk terbentuk secara langsung mengenai karakteristik dari produk dan jasa
yang
bersangkutan.Asosiasi
ini
merupakan
strategi
yang
paling
seringdigunakan.Mengembangkan asosiasi ini sangat efektif karena atribut sangat bermakna dan dapat diterjemahkan dalam pembelian suatu merek.
20 b. Atribut non Produk Atribut dari non-produk dapat langsung mempengaruhi proses pembelian dan konsumsi
tetapi
tidak
langsung
mempengaruhi
kinerja
produk
yang
bersangkutan.Atribut non-produk merupakan atribut yang tidak berhubungan langsung dengan kinerja produk dan terbentuk dari aktifitas pemasaran. Berikut beberapa contoh atribut non- produk: -
Manfaat
Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen antara lain; membantu konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen tidak membeli merek, tetapi konsumen membeli manfaat dari produk yang ditawarkan.Produsen harus mampu menerjemahkan atribut menjadi manfaat bagi konsumen, baik manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang ditawarkan, sedangkan manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu hal selama proses pembelian atau sesudahnya, perasaan ini dapat mempengaruhi minat pembelian ulang pada konsumen. Ketika konsumen menggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen akan membawa citra dari pengguna sekaligus karakteristik merek itu sendiri, dan manfaat yang diinginkan oleh konsumen akan mempengaruhi pilihannya terhadap berbagai merek. -
Nilai
Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi konsumen. Nilai sering diartikan sebagai penilaian konsumen yang menyeluruh terhadap utilitas produk didasarkan atas persepsinya atas apa yang diterima dan dikorbankan. Berdasarkan defenisi ini, maka tidak mengherankan jika konsumen seringkali melakukan analisa biayamanfaat sebelum melakukan pembelian untuk menentukan besarnya nilai yang akan diterimanya. Merek yang memiliki nilai yang tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang memiliki kelas, sehingga dapat mencerminkan pengguna dari merek tersebut. -
Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu cerminan kepribadian bagi penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan suatu merek, kepribadian pengguna akan tercermin dari merek yang digunakannya. Ikatan hubungan psikografis antara merek dengan konsumen akan menjadi kuat dan member warna emosional ketika terdapat kecocokan antara merek dan kepribadian konsumen. Konsumen sering merasa
21 kesulitan ketika harus mengekspresikan identitasnya karena itu biasanya mereka menggunakan merek yang mengandung simbol dan arti yang dapat menggambarkan dirinya.Oleh karena itu konsumen memiliki kecenderungan untuk membeli merek yang memilki kepribadian yang serupa dengan konsep dirinya, (Ferrinadewi, 2008). Dalam hal ini pemilihan merek merupakan salah satu cara individu mengekspresikan dirinya. Hal ini tentunya akan mendorong pemilik merek untuk menyelaraskan gaya hidup konsumennya dengan nilai emosional merek. 2.1.9 Nilai Pelanggan Hurriyati dalam bukunya yang berjudul Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen mengemukakan bahwa pada dasarnya, para pelanggan akan membeli dari perusahaan yang mereka yakini menawarkan nilai yang dipikirkan pelanggan (customer perceived value) yang tertinggi(Hurriyati, 2005). Menurut Kotler dan Keller(Philip Kotler, 2007), “Nilai yang dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan”, Kotler juga menyatakan bahwa nilai pelanggan adalah selisih nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total, dimana nilai pelanggan total adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu dan biaya pelanggan total adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang produk atau jasa. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai pelanggan merupakan segala sesuatu yang diinginkan konsumen dalam produk atau jasa dengan memaksimalkan kualitas yang diterima konsumen dari biaya yang dikeluarkan.
2.1.9.1 Karakteristik Nilai Pelanggan Pelanggan menilai produk dengan membandingkan manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.Manfaat inilah yang menjadi salah satu komponen yang menentukan nilai pelanggan dari sebuah produk. -
Manfaat
Manfaat atau nilai pelanggan total (total customer value) adalah nilai moneter yang dipikirkan atas sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu (Philip Kotler, 2007).
22 (Hurriyati, 2005)menyatakan bahwa selain manfaat dari produk dan jasa, masih terdapat lagi manfaat dari sisi relationship yang terdiri dari citra, kepercayaan, dan solidaritas. Manfaat dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Manfaat ekonomis Manfaat ekonomis adalah keuntungan dari sisi finansial tetapi tidak terlepas dari kualitas produk atau jasa yang ditawarkan. Pelanggan akan mencari perusahaan yang menawarkan produk atau jasa yang berkualitas dengan harga yang lebih murah, bukan mencari produk atau jasa yang murah namun tidak berkualitas. Hurriyati dalam bukunya yang berjudul Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen (Hurriyati, 2005)mengatakan bahwa sebuah usaha dengan harga yang rendah dan kualitas yang sama dapat dengan mudah mengkomunikasikan nilai ekonomisnya kepada pelanggan. b. Manfaat fungsional Manfaat fungsional adalah manfaat yang didapat dari mengkonsumsi barang atau jasa yang sifatnya tangible seperti fisik produk, pelayanan dan kecakapan karyawan.Produk yang ditawarkan mampu memenuhi fungsi yang sebenarnya, dan memuaskan pelanggan. c. Manfaat psikologis Manfaat psikologis adalah manfaat yang berasal dari perasaan atau pernyataan dari produk atau jasa yang memiliki keuntungan emosional yang berhubungan dengan kebutuhan psikologis yang lebih pribadi, misalnya keamanan, reputasi, dan persahabatan.Manfaat emosional lebih bersifat intangible yaitu kegunaan yang diperoleh dari nilai afektif (perasaan) terhadap produk atau jasa, dapat dikatakan manfaat ini didapat dari kemampuan produk untuk membangkitkan perasaan atau emosi penggunanya,seperti manfaat citra dan reputasi merk. Merk dagang yang dapat memberikan
keuntungan
emosional
akan
memenuhi
kebutuhan
psikologis
konsumen. 2.1.9.2 Menciptakan Nilai Pelanggan Penciptaan nilai kepada pelanggan merupakan pendekatan dari manajemen strategis yang dapat digunakan perusahaan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Pelanggan tidak hanya menerima kualitas, melainkan harus merasakan bahwa nilai
23 yang diterima sudah sesuai dengan besarnya uang yang telah dikeluarkan.Penciptaan nilai tidak terjadi dalam waktu yang sangat singkat melainkan dalam penciptaannya dibutuhkan suatu proses. Sumber-sumber nilai tersebut dapat diciptakan dalam berbagai bentuk, antara lain : 1. Nilai berbasis harga produk Produk yang berkualitas rendah dijual dengan harga rendah, akan dirasakan cukup memuaskan bila pelayanannya baik dan produk tersebut belum tentu diterima sebagai produk dengan nilai rendah. Demikian pula produk dengan harga tinggi, dimana konsumen menginginkan produk yang mahal karena adanya keyakinan bahwa produk yang mahal memiliki nilai yang tinggi disertai dengan pelayanan yang memuaskan. Produk berkualitas tinggi yang dijual dengan harga tinggi, tidak akan dirasakan sebagai produk yang mempunyai nilai tinggi apabila pelayanan yang diberikan tidak memuaskan.
2. Nilai kemudahan atau akses Konsumen akan memberikan nilai tertinggi bila dengan mudah mendapatkan produk tertentu yang dibutuhkannya. Produk tersebut dapat ditemukan di berbagai tempat.
3. Nilai berbasis pilihan Memberi kesempatan pada pelanggan untuk menyeleksi berbagai pilihan yang tersedia atau bagaimana pelanggan mengakses pilihan-pilihan tersebut, sehingga menciptakan nilai bagi mereka. Nilai berbasis pilihan dibagi menjadi beberapa bagian, seperti di bawah ini:
a. Nilai berbasis karyawan Perusahaan memiliki karyawan yang bisa diandalkan sehingga pelanggan merasa puas dan nyaman menggunakan produk. Informasi yang tepat dan jelas serta pelayanan karyawan yang baik, akan membentuk nilai positif dalam pribadi pelanggan. b. Nilai yang memampukan Banyak perusahaan dihargai oleh pelanggan bukan karena produk atau jasa yang dihasilkannya, tetapi karena produk atau jasa membuat pelanggan
24 mampu melakukan sesuatu.Nilai hubungan mengacu pada nilai yang tercipta ketika sebuah perusahaan membuat pelanggannya merasa lebih nyaman berhubungan dengan perusahaan. c. Nilai kejutan Nilai ini diciptakan dengan memberikan berita baik atau perlakuan istimewa, suatu pengalaman yang tidak terlupakan bagi pelanggan. d. Nilai ingatan Nilai ingatan adalah nilai yang tercipta ketika pelanggan terlibat dalam suatu peristiwa atau pengalaman yang melekat dalam ingatan mereka dalam jangka waktu yang panjang. e. Nilai pengalaman Nilai ini sangat terkait dengan penciptaan nilai saat pelanggan sedang mencoba suatu produk atau jasa. Perusahaan dapat menciptakan nilai pengalaman dengan menambahkan hiburan pada penawaran pelayanan atau perusahaan dapat melakukannya dengan mengubah pengalaman pelayanan menjadi pengalaman tak terlupakan dengan menciptakan pelayanan yang menyenangkan dan memberikan pelayanan istimewa yang tidak akan dilupakan pelanggan. Selain mencari tahu kesempatan-kesempatan pembentukan nilai, tugas dari suatu tim pemasaran adalah menciptakan serangkaian manfaat bagi pelanggan dengan biaya yang rendah sehingga produk memiliki nilai yang superior. Konsep penciptaan nilai pelanggan yang superior (superior customer value).
Gambar 2.3 Penciptaan Nilai Konsumen Sumber: flatworldknowledge.com
25 2.1.10Superior Customer Value Saat ini dikenal suatu istilah dalam pemasaran modern yaitu value-driven marketing, yang dimana teknik pemasaran ini berbeda dengan pemasaran tradisional.Tujuan dari value-driven marketing ialah menciptakan kesan yang dalam dari aspek afektif maupun kognitif konsumen (Doyle, 2003).Kesan inilah yang menjadi nilai bagi hidup mereka.Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat menciptakan daya tarik bagi konsumen atau target pasar yang baru, juga mendapatkan loyalitas pelanggan.Customer value adalah sebuah konsep yang paling banyak digunakan oleh pelaku bisnis.Konsep ini sederhana dan dapat digunakan sebagai langkah awal perumusan strategi selanjutnya.Banyak keputusan strategis perusahaan atau pemilik merek menggunakan konsep ini sebagai landasan utamanya, namun sayangnya konsep ini sering kali tidak terformulasikan dengan baik, ini dikarenakan para pelaku bisnis tidak menggunakan hitungan-hitungan sistematis dengan analisis data yang canggih, tetapi melalui judgment. Paradigma saat ini strategi perusahaan tidak hanya pada bagaimana mengalahkan pesaing, namun bagaimana menciptakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dengan terciptanya kepuasan pelanggan maka akan mendorong mereka untuk menggunakan produk atau jasa kita kembali. Salah satu yang penting dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan adalah seberapa besar value atau nilai yang dirasakan atau diterima oleh pelanggan.Customer value merupakan selisih antara customer received (yang diterima) dengan customer sacrifice (pengorbanan). Nilai pelanggan yang superior (superior customer value) didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan menawarkan produk dengan persepsi kualitas atau manfaat jauh di atas persepsi pelanggan atas harga atau pengorbanan, dimana dalam penciptaan nilai tersebut, perusahaan tidak hanya mencari proposisi nilai yang memuaskan target pelanggannya tetapi harus lebih efektif dibandingkan dengan pesaing(Davina Armbrister, 2009). Peningkatan jumlah pelanggan baru dan proporsi jumlah loyalitas pelanggan yang besar merupakan sumber utama pertumbuhan bisnis. Menurut Hurriyati (Hurriyati, 2005), terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan nilai pelanggan yang superior yaitu sebagai berikut:
26 1. Economic Value To The Customer Dapat diciptakan jika perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas pelanggan dengan membantu pelanggan dalam hal peningkatan penjualan, pengurangan biaya, dan hal lainnya yang berhubungan dengan beban (sejumlah nilai; uang) yang harus dibayarkan. 2. Diferential Advantage Dapat diciptakan jika pelanggan mempunyai persepsi bahwa produk atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan memiliki keunggulan yang dirasakan sangat penting sehingga mereka lebih menyukai produk atau layanan tersebut. 3. Brand Development Dapat diciptakan dengan membentuk atribut, manfaat yang dimiliki oleh merek tersebut, dimana merek yang dapat mempresentasikan target pasarnya berpeluang besar dibeli dan sulit digoyahkan pesaing. Ketiga pendekatan tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan dimana setiap pelanggan mempunyai life cycle, mulai pelanggan sebagai prospek, membeli pertama kali, menjadi pembeli tetap, sampai akhirnya pindah ke kompetitor. Jika pada tahap awal consumers’ life cycle sudah pindah ke pesaing, perusahaan akan rugi karena hilangnya kesempatan memenangkan target pelanggan. Kondisi tersebut mengisyaratkan perlunya perusahaan untuk selalu berupaya meningkatkan nilai pelanggan.Sukses tidaknya suatu perusahaan dalam menciptakan pelanggan yang loyal sangat bergantung pada kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai dan secara terus-menerus berupaya untuk memperbaikinya. Dari landasan teori diatas, penulis tertarik dan ingin meneliti hubungan, dan besarnya pengaruh store atmosphere, dan experiential marketing terhadap citra merek, juga dampaknya terhadap superior customer value, yang dimana jika nilai superior tersebut dapat dengan senantiasa diberikan, maka perusahaan akan mendapatkan loyalitas pelanggan.
2.1.11 Hubungan Antar Variabel Penelitian ini dilakukan untuk meneliti nilai superior dari konsumen atau superior customer value, dimana nilai pelanggan telah menjadi fokus sebagian besar perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.Superior customer value mencakup nilai
27 fungsional, sosial dan emosional. Nilai fungsional berkenaan dengan biaya moneter, waktu, juga kenyamanan, nilai sosial berhubungan dengan kemampuan produk dalam meningkatkan konsep diri konsumen, sedangkan nilai emosional berhubungan dengan tanggapan emosional yang muncul dari akibat penggunaan suatu produk atau jasa, seperti halnya perasaan senang atau bangga. Untuk meningkatkansuperior customer value, dibutuhkan beberapa strategi, baik dalam
peningkatan
kualitas
produk,
pelayanan,
juga
penerapan
strategi
positioning,diferensiasi, maupun pengaturan suasana toko.Hal ini dijelaskan oleh jurnal yang berjudul Value Creation Challenges in Multichannel Retail Business Models (Yrjölä, 2014)Pembentukan nilai konsumen ini dapat menciptakan citra merek yang baik dibenak pelanggan.Citra dari merek erat kaitannya dengan logo, kualitas, program pemasaran, pengalaman konsumen, dan faktor pembeda dengan perusahaan lainnya. Faktor diatas dapat mendukung terciptanya citra merek yang positif dibenak konsumen, hal ini dapat dilakukan dengan program pemasaran yang baik, sehingga menghasilkan pengalaman yang menarik bagi pelanggan. Suasana toko atau atmosfir toko dapat menjadi faktor yang membedakan suatu toko dengan toko yang lain, hal ini juga dapat menimbulkan persepsi kualitas, dan pengaruh terhadap pembentukan nilai konsumen, hal ini dikemukakan oleh Ishwar Kumar dalam jurnal yang berjudul Influence of Store Atmospherics on Customer Value(Ishwar Kumar, 2010). Begitu pula halnya dengan citra sebuah merek, dan pengalaman konsumen atauexperiential marketing yang dirasakan pelanggan, yang berhubungan dengan indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, juga perasaan, dan interaksi yang tercipta. Berdasarkan penguraian di atas, maka diketahui bahwastore atmosphere, dan experiential marketingdapat mempengaruhi citra merek, dan ketiganya memiliki pengaruh terhadap penciptaan nilai superior dari konsumen atau superior customer value.Dengan demikian, jika perusahaan dapat melaksanakan managementstore atmosphereyang sesuai dan menciptakanexperiential marketingyang baik dan tidak terlupakan bagi konsumen, maka hal itudapat menciptakan citra merek yang positif di benak konsumen, akhirnya hal ini akan berdampak pada penciptaan nilai superior bagi konsumen.Dengan senantiasa berusaha menciptakan pengalaman yang bernilai positif bagi pelanggan, perusahaan mampu menciptakan superior customer value, nilai ini akhirnya akan menciptakan loyalitas pelanggan terhadap suatu produk atau merek.
28
2.2 Kerangka Pemikiran Dari teori yang telah dijabarkan diatas, peneliti telah membuat kerangka pemikiran
yang
akan
digunakan
sebagai
acuan
rumusan
masalah
dan
pemecahannya.Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh store atmosphere dan experiential marketing terhadap brand image baik secara simultan maupun parsial, juga melihat pengaruh yang ditimbulkan terhadap variabel endogen superior customer value baik secara langsung maupun tidak langsung.Kerangka pemikiran dari penelitian ini dirangkum pada gambar dibawah ini.
T-2
Store Atmosphere
T-4 T-1
Brand Image
Experiential
T-5
Marketing T-3
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2014
Superior Customer Value