BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Organisasi Organisasi adalah sesuatu yang abstrak, sulit dilihat tapi bisa kita rasakan eksistensinya, dan mungkin bisa tersebar diantara beberapa lokasi (Lubis dan Huseini 1987:1, Daft. 1992:7). Robbins mendefinisikan organisasi sebagai suatu kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, yang terdiri dari dua atau lebih orang, yang bekerja atau dasar hubungan yang terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Hampir sama dengan defini diatas, Daft (1992:7-8) memberikan definisi organisasi terdiri atas 4 elemen kunci yaitu: 1. Entitas Sosial (social entities) yang artinya terdiri dari dua orang atau lebih. 2. Orientasi pada sasaran (goal-directed), yang berarti bahwa organisasi dirancang untuk mencapai hasil. 3. Mempunyai struktur yang direncanakan dengan baik (deliberately structure), yang diartikan bahwan tanggung jawab organisasi secara struktur dan direncanakan dibagi dalam departemen yang terpisah. Pekerjaan dibagi-bagi dan tanggung jawab atas kinerja organisasi dibebankan kepada para anggota organisasi. 4. Batasan yang mudah dikenali (identifiable boundary), yang artinya organisasi mempunyai batas-batas yang jelas, elemen mana yang berada di dalam dan elemen yang berada di luar.
Selanjutnya dari berbagai defini organisasi, Lubis dan Huseini (1987:1) menyatakan bahwa: “...terdapat kesamaan pengertian dan keseluruhan definisi organisasi yaitu pada dasarnya menyatakan organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkunganya”
9
Karena kemajuan-kemajuan yang cepat dalam bidang teknologi, kompetisi yang meningkat dan tuntutan konsumen yang bertambah maka perusahaan sebagai suatu organisasi dituntut untuk terus-menerus beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dan tetap menjadi kompetitif. Komponen lingkungan yang mempengaruhi organisasi adalah lingkungan eksternal yang meliputi lingkungan umum (general enviroment) dan lingkungan tugas (task enviroment). Selain lingkungan eksternal, organisasi juga dipengaruhi oleh lingkungan internal perusahaan, yaitu meliputi elemen-elemen yang berada di dalam organisasi. Lingkungan internal terdiri dari para karyawan, manajemen, dan terutama budaya perusahaan, yang mendefinisikan perilaku karyawan dalam lingkungan internal dan seberapa baik organisasi dapat beradapatasi dengan lingkungan eksternal. 2.2 Organization Culture Edgar Schein menyatakan organization culture atau budaya organisasi merupakan suatu set asumsi implicit yang dipegang dan disebarluaskan serta dipatuhi oleh suatu kelompok yang mendeterminasi bagaimana cara pandang, cara fikir, dan reaksi terhadap suatu lingkungan dalam mengatasi masalah adaptasi integrasi eksternal dan internal, serta dikonsiderasi sebagai hal yang valid sehingga diajarkan kepada anggota baru sebagai nilai benar yang dianut atau diterapkan. Tiga karakteristik penting dalam budaya organisasi: •
Budaya organisasi disampaikan kepada karwayawan baru melalui proses sosialisasi.
•
Budaya organisasi mempengaruhi cara / sikap dalam bekerja.
•
Budaya organisasi beroperasi pada tingkat yang berbeda.
Budaya organisasi terbentuk dari 4 komponen kunci yaitu founder’s value, the industry and business enviroment, the national culture, and the senior leaders vision & behavior. Seperti halnya individu suatu organisasi mempunyai kepribadian yang disebut budaya organisasi. Budaya dapat dianalisa sebagai suatu fenomena yang berada di sekitar kita setiap saat yang dijadikan atau dihasilkan secara konstan melalui interkasi dengan yang lain (Schein, 1992:1). Selain itu budaya dapat diartikan sebagai seperangkat nilai-nilai kunci, keyakinan, pemahaman, dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota sebuah organisasi (Daft, 1992:317).
10
Salah satu definisi budaya yang terkenal dari sudut antropologi adalah definisi yang diberikan oleh Kluckhohn (dalam Hofstede, 1991:9) yaitu: Culture consists in patterned ways of thinking, feeling and reacting, acquired and transmitted mainly by sysmbols, constituting the distrinctive achievements of human groups, including their embodiments in artifacts; the essential core of culture consists of traditional (i.e. historically derived and selected) ideas and especially their attached values. Atau dengan pengertian lain bahwa budaya meliputi pola berpikir, perasaan dan reaksi, yang dihasilkan dan ditransmisikan oleh simbol-simbol, merupakan pencapaian yang jelas dari sekelompok manusia, termasuk perwujudan dari artifakartifak; pada dasarnya inti dari budaya terdiri dari ide-ide tradisional (misalnya secara historis diingankan dan dipilih) dan khususnya nilai-nilai yang melekat pada kelompok tersebut dari defini tersebut budaya merupakan perwujudan dari pola berpikir, perasaan dan reaksi dari sekelompok manusia yang diwujudkan melalui simbol-simbol, artifak-artifak, dan nilai-nilai yang melekatkan kelompok tersebut. Sejalan dengan defini diatas Hofstede (1991:9-10) memberikan definisi budaya sebagai pemrograman pikiran yang membedakan antar individu, wargawarga dari kelompok lain. Selanjutnya budaya sebagai pemrograman pikiran kolektif manusia tidak saja dimanifestasikan dalam nilai (yaitu sebagai elemen inti dari budaya yang sifatnya invisible, tapi juga dimanifetasikan melalui cara-cara visible yaitu simbol-simbol (symbols), pahlawan (heroes), ritual-ritual (rituals) dan praktekpraktek (practices). Pemrograman pikiran kolektif (collective programming of the mind) atau collective mental program terjadi pada 3 tingkatan, yaitu individual level of mental programming, collective level of mental programming dan universal level of mental programming (1991:2-3) Definisi budaya yang bersifat umum namun operasional diberikan oleh Schein (1992:1-2) yang mendefiniskan budaya atau culture sebagai: A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problem of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problem. Dalam pengertian lain, bahwa budaya adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang diterima suatu kelompok yang setelah dipelajari bahwa asumsi tersebut berhasil menghadapi masalah adaptasi ke luar dan integrasi ke dalam, dan asumsi 11
tersebut telah terbukti valid dan karenanya diteruskan kepada anggota kelompok yang baru sebagai cara memahami, menganalisa dan merasakan masalah-masalah tersebut. Dari definisi terebut budaya organisasi merupakan suatu pola yang digunakan dalam suatu organisasi anggotanya untuk mengatasi masalah dari luar (eksternal) dan mewujudkan integrasi ke dalam. Salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam mempelajari teori organisasi pada umumnya dan budaya budaya organisasi pada khususnya adalah konsep yang dikemukakan oleh Peters dan Waterman yang terkenal dengan Mckinsey 7-S Framework (Nurmantu. 2005: 39). Mckinsey 7-S Framework terdiri dari tujuh buah konsep yang saling berhubungan, enam buah konsep berada pada lingkungan luar yaitu: Strategy, Stucture, Systems, Style, Staff dan Skill. Ke-enam konsep tersebut saling terkait dan mengelilingi satu buah konsep yang berada di tengah-tengah, yaitu shared values. Shared values atau nilai-nilai bersama yang merupakan cerminan dari nilai inti budaya perusahaan pada penelitian tersebut juga menunjukan bahwa persepsi bersama akan praktek-praktek manajemen sehari-hari (daily practices) dapat dianggap sebagai nilai inti dari budaya perusahaan (Peter dan Waterman. 1987:13). Dari
berbagai
definisi
budaya
organisasi,
Robbins
(2005:
485)
menyimpulkan bahwa tampaknya telah menjadi kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu pada sistem nilai bersama yang digunakan oleh anggotanya untuk membedakan suatu organisasi dengan organisasi yang lain. Sistem nilai bersama ini adalah seperangkat nilai-nilai kunci dari nilai-nilai organisasi, terdapat tujuh karakteristik utama yang merupakan esensi dari suatu budaya yaitu: a. Innovation and Risk Taking Suatu tahapan dimana setiap karyawan dituntut untuk inovatif dan berani mengambil resiko. b. Attention to Detail Suatu tahapan dimana karyawan diharapkan menunjukan ketelitian dalam menganalisa dan memberikan perhatian yang detil pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya. c. Outcome Orientation Pihak manajemen menfokuskan pada hasil daripada proses yang digunakan dalam mencapai hasil. d. People Orientation 12
Keputusan
yang
diambil
pihak
manajemen
berdasarkan
pada
pertimbangkan atas pengaruh yang ditimbulkan terhadap orang-orang dalam atas pengaruh yang ditimbulkan terhadap orang-orang dalam organisasi. e. Team Orientation Suatu tahapan dimana aktivitas kerja dilakukan bersama-sama dalam tim. f. Aggressiveness Anggota organisasi didorong untuk bersikap agresif dan bersaing serta meninggalkan sikap santai dalam bekerja. g. Stability Aktivitas organisasi menekan pada pemeliharaan status quo sebagai pembanding untuk pertumbuhan organisasi. 2.2.1 Level of Corporate Culture
Gambar 2. 1 Level Budaya Organisasi Teori Icerberg Sumber: http://agents2change.typepad.com/blog4/improvement/page/2/ Schein membagi budaya menjadi tiga level. Dimana ia menggunakan teori iceberg mulai dari level yang paling terlihat kasat mata sampai level yang tidak terlihat dan hanya bisa dirasakan. Yaitu : 1. Artifacts Struktur, bentuk dan proses yang bisa dilihat secara kasat mata, dirasakan langsung dan didengar dari suatu organisasi. 2. Expoused values Strategi, tujuan dan filosofi suatu organisasi. 13
3. Underlying assumptions Pikiran, perasaan, persepsi, keyakinan yang keberadaannya disadari atau tidak disadari sebagai sumber utama dari nilai-nilai dan tindakan dari anggota organisasi. 2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi Budaya perusahaan sebagai nilai inti atau esensi falsafah suatu perusahaan baik lemah atau kuat dan melekat, suatu budaya mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi suatu organisasi untuk mencapai sukses yang didukung semua anggota organisasi dan memberikan pemahaman bersama tentang arah bersama dan menjadi pedoman berperilaku anggota organisasi (Deal dan Kennedey, 1982:4). Antara lain fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai boundrary-difining roles, yaitu menciptakan perbedaan antara organisasi yang satu dengan yang lainnya. 2. Menyampaikan rasa identitas untuk anggota organisasi. 3. Budaya memfasilitasi bangkitnya komitmen pada suatu yang lebih besar daripada kepentingan diri individual. 4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya adalah perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dikatakan dan dilakukan pekerja. 5. Budaya melayani sebagai sense-making dan mekanisme kontrol yang membimbing dan membentuk sikap dan perilaku pekerja. (Wibowo, 2011: 51) Suatu budaya perusahaan yang kuat akan memberikan arahan bagi perusahaan dan karyawan perusahaan dan akan memberikan kekuatan (stability) pada organisasi (Robbins. 2005:484). Setiap organisasi mempunyai budaya, bergantung pada kekuatanya budaya tersebut akan dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada sikap dan perilaku pada anggota organisasi. Perusahaan-perusahaan yang menanamkan identitas individualnya dengan membentuk nilai-nilai, figur-figur pahlawan, menjelaskan tata caranya (rites and rituals) serta menyadari budayanya akan berada di puncak. Perusahaan-perusahaan seperti ini memiliki nilai-nilai dan kepercayaan untuk diteruskan, tidak hanya hasilhasil produknya. Mereka mempunyai sejarah untuk disampaikan, tidak hanya keuntungan-keuntungan yang mereka bisa hasilkan. Perusahaan-perusahaan tersebut 14
mempunyai orang-orang yang mereka anggap pahlawan yang bisa dijadikan contoh. Deal dan Kennedy (1982: 15) berpendapat bahwa karyawan adalah sumberdaya perusahaan yang paling berharga dan bagaimana mengelolanya tidak hanya sekedar melalui laporan-laporan yang diolah komputer, tapi melalui isyarat budaya yang halus. Suatu budaya yang kuat mempunyai pengaruh yang kuat dalam mengarahkan perilaku, yang akan membantu karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan sedikit lebih baik khususnya dalam dua cara: 1. Suatu budaya yang kuat merupakan suatu sistem aturan yang tidak
resmi
yang
menjelaskan
bagaimana
anggotanya
berperilaku. Dengan mengetahui sesungguhnya apa yang diharapkan dari seorang karyawan
sebagai anggota
organisasi,
karyawan
hanya
akan
membutuhkan sedikit waktunya untuk menentukan bagaimana mereka harus bersikap. Dalam suatu budaya yang lemah, karyawan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk memposisikan gambaran apa yang mereka harus lakukan dan bagaimana mereka melakukanya. 2. Suatu budaya yang kuat memungkinkan anggotanya merasa lebih mengetahui apa yang mereka lakukan, sehingga mereka akan bekerja lebih keras/semangat. Suatu budaya perusahaan yang kuat akan menghilangkan/ mengurangi tingkat ketidakpastian dalam perusahaan tersebut, sebab umumnya mereka akan menetapkan struktur dan standar serta nilai yang jelas dalam operasionalnya. Standar atas pedoman tersebut dibuat dengan jelas sehingga mudah dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang yang bekerja didalam perusahaan tersebut, sehingga orang-orang tersebut menjadi sangat kohesif. Porter pada tahun 1980 (dalam Cameron, 2006:2) mengidentifikasikan bahwa suatu perusahaan yang sukses dengan keuntungan yang terus menerus dan diatas rata-rata dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai kondisi sebagai berikut: (1) The first is the presence of high barriers to entry, (2) A second condition is nonsubstitutable products, (3) Third, a large market share enchance success by allowing your firm to capitalize on economics of scale and efficiencies, (4) A fourth condition is low levels of bargaining 15
power for buyers, (5) Fifth, suppliers have low levels of bargaining power, (6) The sixth and final condition is rivalry competitors. Jelas bahwa kondisi diatas adalah kondisi yang dapat meningkatkan kesuksesan dibidang keuangan bagi suatu perusahaan. Namun lebih lanjut Cameron (2006: 3-4) menjelaskan bahwa banyak perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang sukses dalam 20 tahun terakhir tidak memiliki satupun dari kondisi tersebut diatas. Contoh perusahaan tersebut adalah Southwest Airlines, Walmart, Tyson Foods, Circuit City dan Plenum Publishing. Faktor penting dari kesuksesan mereka adalah suatu hal yang tidak nyata atau tampak jelas namun lebih kuat dan lebih penting daripada faktor-faktor kondisi tersebut diatas, yaitu budaya dari perusahaanperusahaan tersebut. Perusahaan-perusahaan besar dewasa ini, seperti Coca Cola, Disney, General Electric, Intel, McDonald’s, Sony, dan Toyota telah mengembangkan suatu budaya yang dapat diidentifikasikan dengan jelas oleh karyawannya. Budaya ini dapat dibentuk oleh pendiri perusahaan tersebut seperti halnya pada Walt Disney. Atau budaya yang terdapat pada Coca Cola, budaya tersebut muncul karena perusahaan tersebut beberapa kali harus menghadapi dan mengatasi tantangan dan hambatan dalam lingkungan. Kadang budaya tersebut secara sadar dibentuk oleh manajemen yang berusaha dan ingin meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara yang sistematis, hal ini dilakukan oleh General Electronic. Jadi semakin jelas bahwa perusahaan-perusahaan yang sukses telah mengembangkan suatu faktor khusus yang menggantikan strategi perusahaan, kondisi pasar dan kemajuan di bidang teknologi. Walaupun strategi perusahaan, kondisi pasar dan kemajuan teknologi sangat penting, perusahaan-perusahaan yang sukses tersebut memiliki modal kekuatan yang terletak pada pengembangan dan pengelolaan budaya perusahaan yang sesuai dengan perusahaan tersebut. Sebagimana telah ditulis dibagian awal bab ini, bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh yang kuat dalam kinerja dan efektivitas organisasi atau perusahaaan jangka panjang. Karena pentingnya budaya perusahaan, maka menjadi syarat utama bagi masing-masing individu dalam suatu perusahaan untuk belajar dan memahami budaya perusahaanya sehingga mereka dapat mengukur dimensi-dimensi yang utama dalam budaya perusahaan tersebut, mengembangkan strategi untuk perubahan dan memulai proses implementasinya.
16
Kondisi yang serba tidak pasti dan perubahan dari lingkungan luar organisasi (external enviroment) membawa pengaruh pada perubahan di dalam organisasi. Cameron menyebutkan (Cameron, 1997 dalam Cameron, 2006) setidaknya ada tiga inisiatif perubahan organisasi yang sering dilakukan dalam dua dekade terakhir ini yaitu TQM (Total Quality Management), downsizing, dan reengineering. Dalam Cameron juga disebutkan bahwa dari berbagai penelitian berikutnya ditemukan bahwa ketiga inisiatif tersebut belum dapat mengatasi sepenuhnya cepatnya pengaruh perubahan lingkungan luar terhadap perubahan organisasi, hal mendasar adalah karena diabaikanya budaya organisasi. 2.3 Organizational Culture Assesessment Instrument (OCAI) Organizational Culture Assesessment Instrument (OCAI) dikembangkan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dari Quinn dan Cameron untuk mengenali tipe-tipe budaya dalam organisasi yang disebut dengan Competing Values Framework (1999). Model Competing Value Framework ini berguna dalam membantu menginterpretasikan fenomena organisasi yang bermacam-macam jenisnya. Dalam riset mereka mengenai efektifitas organisasi, teryata 39 indikator efektifitas organisasi dari hasil penelitian John Campbell dan rekan-rekannya (Cameron dan Quinn, 2006: 34) dapat diajukan sebagai suatu analisa terdiri dari dua dimensi utama yang mengatur indikator-indikator tersebut menjadi empat kluster utama.
17
Gambar 2. 2 Competing Values Framework Sumber: Buku Diagnosing and Changing Organizational Culture, 2006 Kriteria organisasi yang efektif dibedakan menjadi dua dimensi. Dimensi pertama membedakan kriteria efektifitas yang menekankan pada fleksibilitas (flexibility), keleluasaan (discretion) dan dinamisme (dynamism) dengan dimensi yang menekan pada stabilitas (stability), perintah (order) dan pengawasan (control). Dimensi kedua membedakan kriteria organisasi yang efektif menjadi dua sisi yaitu menekan pada orientasi internal (internal orientation), integrasi (integration) dan kesatuan (unity). Sementara pada sisi yang lain, menekan pada orientasi eksternal (external orientation), diferensiasi (differentiation) dan persaingan (rivalry). Kedua dimensi ini bersama-sama membentuk empat kuadran, yang mana setiap kuadran menggambarkan perbedaan indikator-indikator efektivitas organisasi. Keempat kelompok ini dapat memberikan:
gambaran penilaian orang tentang
kinerja organisasi, definisi apa-apa yang tampak baik dan benar dan tepat, dengan kata lain, mendefinisikan nilai inti untuk melakukan penilaian organisasi. Selanjutnya berdasarkan kerangka tersebut (Competing Values Framework) Cameron dan Quinn mengembangkan instrumen survei secara kuantitatif yang disebut Organizational Culture Assesment Instrument (OCAI). OCAI mengidentifikasikan persepsi dan aspirasi responden mengenai budaya organisasi saat ini dan yang diinginkan, yang dapat dikategorikan ke dalam empat tipe sebagai berikut: 18
1. CLAN 2. ADHOCRACY 3. MARKET 4. HIERARCHY Masing-masing tipe budaya tersebut memiliki karakteristik yang berbeda terutama dilihat dari orientasi, tipe pimpinan, nilai-nilai pendorong dan teori efektifitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat digambar berikut ini.
Gambar 2. 3 The Competing Values of Leadership Effectiveness, and Organizatonal Theory Sumber:Buku Diagnosing and Changing Organizational Culture, 2006
2.3.1 Budaya Clan Tipe budaya clan merupakan salah satu tipe budaya yang ideal. Tipe budaya ini berada pada kuadran kiri atas seperti tampak pada gambar 2.3. Tipe budaya ini disebut clan karena hampir sama dengan tipe organisasi yang bersifat kekeluargaan. Sejumlah peneliti menyebutkan bahwa setelah melakukan penelitian pada beberapa perusahaan Jepang pada akhir tahun 1960-an sampai dengan awal tahun 1970-an dijumpai bahwa perbedaan mendasar antara perusahaan di Amerika dan di Jepang adalah tipe budayanya. Tipe budaya Market dan Hierarchy banyak dijumpai di
19
perusahaan Amerika dan tipe budaya Clan banyak dijumpai pada perusahaan Jepang (Ouchi, 1981; Pascale dan Athos, 1981; Lincoln, 2003 dalam Cameron, 2006:41). Budaya clan memiliki persamaan dengan budaya hirarki, terutama dalam hal fokus pada proses internal dan integrasi. Perbedaannya, budaya clan menekankan pada fleksibilitas dan kebijaksanaan daripada stabilitas dan integrasi. Lingkungan kerja bersifat terbuka dan ramah yang memungkinkan setiap orang saling berinteraksi dan berbagi. Organisasi dikelola sebagaimana layaknya sebuah keluarga luas (extended family). Pemimpin dianggap sebagai mentor dan bahkan sebagai orang tua. Kepatuhan terhadap organisasi dan tradisi relatif sangat kuat.
Menekankan pada pembinaan SDM jangka panjang dan kohesivitas
kelompok. Fokus perhatian adalah pada manusia dan sangat menghargai kerjasama tim, partisipasi dan konsensus. Tipe budaya ini lebih bersifat kekeluargaan daripada suatu institusi ekonomi. Tipe budaya clan lebih mengutamakan kerjasama tim, keterlibatan staf dalam program dan komitmen perusahaan pada karyawaan. Beberapa asumsi mendasar (basic assumpstions) dan tipe budaya clan adalah bahwa lingkungan dan dikelola dengan baik melalui kerjasama tim dan pegembangan karyawan. Pelanggan diposisikan sebagai mitra kerja. Organisasi adalah berbagai pengembangan lingkungan kerja dan tugas utama manajemen adalah mengkuatkan karyawan dan menfasilitasi partisipasi karyawan dalam perusahaan, komitmen dan loyalitas. Nilai-nilai yang dipahami bersama (shared values), tujuan (goals), kesamaan (cohesion), partisipasi, individualitas dan cara pandang yang hanya berorientasi pada diri sendiri telah melebur pada tipe budaya ini. Pada saat organisasi harus menghadapi perubahanlingkungan yang cepat dan kuat, dan meyebabkan para pimpinan menjadi sulit dalam membuat suatu perencanaan yang jauh ke depan dan keputusan yang ditetapkan menjaditidak pasti. Cara yang paling efektif adalah dengan membuat kepastian bagi seluruh karyawaan perusahaan tersebut akan memiliki kesamaan nilai, keyakinan dan tujuan yang akan dicapai. Hal ini telah terbukti dengan apa yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Jepang dalam menghadapi perubahan-perubahan setelah Perang Dunia II. 2.3.2 Budaya Adhocracy Salah satu tipe budaya ideal yang muncul setelah terjadinya perubahan dari masa industrialisasi ke masa informasi adalah tipe budaya Adhocracy. Tipe budaya 20
ini menekankan bahwa inovasi dan penemuan-penemuan terbaru menjadi kunci bagi kesuksesan suatu organisasi. Tipe budaya ini banyak dijumpai pada jenis perusahaan industri yang sifatnya dinamis, misalnya pengembangan perangkat lunak, dan teknologi informasi. Pengertian adhocracy dari akar kata ad hoc menyatakan suatu hal yang sifatnya sementara (temporary), sangat khusus (specialized), dan dinamis (dynamic) (Cameron, 2006:43). Tipe budaya ini dapat berubah dengan cepat pada saat keadaan berubah. Tujuan utamanya adalah mendorong adaptasi, fleksibilitas dan kreatifitas disaat situasi yang tidak pasti, mendua (ambiguity) dan informasi yang berlebihan muncul. Budaya adhocracy memiliki persamaan dengan budaya clan dalam hal penekanan pada fleksibilitas dan kebijaksanaan. Perbedaannya, budaya adhocracy fokus pada eksternal organisasi dan diferensiasi. Tipe budaya ini, dicirikan dengan jenis lingkungan kerja yang dinamis, bersifat entrepreneurial dan kreatif. Anggota organisasi berani menghadapi resiko. Pimpinan yang efektif adalah pimpinan yang mempunyai visi, inovasi dan berorientasi pada resiko. Perekat organisasi adalah adanya komitmen untuk berkesperimen dan berinovasi. Tipe budaya adhocracy menekankan pada keberhasilan untuk menjadi pelopor pada pengetahuan, produk, dan layanan yang terbaru. Kesiapan menghadapai perubahan dan menghadapi tantangan baru adalah penting dalam tipe budaya ini. Penekanan jangka panjang organisasi adalah untuk mencapai pertumbuhan yang cepat. Kesuksesan berarti menghasilkan produk dan layanan yang khas dan asli. Pada era informasi, diperlukan pendekatan baru untuk mengelola organisasi dalam menghadapi perubahan-perubahan yang relatif cepat dan berdampak luas. Perubahan-perubahan sosial, ekonomi dan teknologi membuat strategi dan taktik lama yang digunakan menjadi tidak relevan lagi. Organisasi yang mampu bertahan, bersaing, tumbuh dan berkelanjutan adalah organisasi yang mampu kreatif dan inovatif. Lingkungan kerja dikelola dengan mengedepankan karakter dinamis, wirausaha dan kreativitas. Setiap anggota organisasi ditantang untuk melakukan inovasi dan keberanian pengambilan risiko. Komitmen pada percobaan dan berpikir berbeda adalah nilai-nilai yang mempersatukan anggota organisasi. Orientasi jangka panjang menekankan pada pertumbuhan dan akusisi sumberdaya baru. Sukses 21
diartikan sebagai keberhasilan memberikan produk dan jasa yang unik. Menjadi pemimpin di industrinya adalah sangat penting. Kebebasan dan inisiatif individual sangat dihargai. 2.3.3 Budaya Market Tipe budaya yang ideal yang populer pada akhir tahun 1960-an pada saat organisasi harus menghadapi tantangan baru yang kompetitif Transaction cost (biaya) menjadi hal yang terpeting dalam efektifitas organisasi (Oliver Williamson, 1975: Bill Ouchi, 1981; dalam Cameron, 2006:39). Budaya Market memiliki kesamaan dengan budaya hirarki, terutama dalam hal mengutamakan stabilitas dan kontrol. Perbedaannya, budaya market fokus pada aspek eksternal dan diferensiasi. Budaya market fokus pada hubungan-hubungan dan transaksi-transaksi dengan pemasok, pelanggan, kontraktor, pembuat undangundang, konsultan dan regulator. Fokus pada aspek eksternal organisasi diyakini akan membawa organisasi mencapai kesuksesan. Di sisi lain, hirarki dan kontrol dilakukan melalui peraturan-peraturan,
standard operating procedures, dan
pekerjaan-pekerjaan yang sangat spesialis. Pengelolaan sumber daya manusia berorientasi pada hasil dan kompetisi. Pemimpin adalah orang yang menuntut, dan pendorong, dan produktif. Penekanan pada kemenangan menjadi tujuan yang mempersatukan anggota organisasi. Fokus perhatian pada sukses dan reputasi. Orientasi jangka panjang adalah pada tindakantindakan kompetitif, dan pencapaian sasaran dan target organisasi. Sukses diartikan dengan penguasaan pangsa pasar dan penetrasi, mementingkan harga yang kompetitif dan kepemimpinan pasar. Tipe budaya market lebih berorientasi lingkungan luar dari pada lingkungan dalam organisasi. Tipe budaya ini lebih memfokuskan pada hubungan (transaction) khususnya pada institusi diluar organisasi, seperti supplier, customer, kontraktor, pemberi lisensi, dan pemerintah. Internal control dalam tipe budaya ini perusahaan market tergantung pada mekanisme ekonomi pasar, khususnya pada nilai tukar uang. Nilai inti pada budaya ini adalah kompetisi (competitiveness) dan produktivitas (productivity). 2.3.4 Budaya Hierarchy Organisasi yang hirarkis biasanya ditandai oleh birokrasi. Budaya hirarki mengutamakan stabilitas dan kontrol serta fokus pada proses internal dan integrasi. 22
Organisasi dengan budaya hirarki mementingkan standarsiasi, kontrol, dan struktur yang baku dan tegas mengatur kewenangan dan pengambilan keputusan. Lingkungan kerja diorganisasikan sangat terstruktur dan formal. Peraturanperaturan dan prosedur mengatur sikap dan perilaku anggota organisasi. Pemimpin dituntut untuk menjadi koordinator dan pengelola dengan pola pikir dan pendekatan efisiensi. Memelihara organisasi agar berjalan lancar adalah tugas terpenting. Kebijakan formal menjadi pedoman yang harus dipahami, ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. Orientasi jangka panjang menekankan pada stabilitas, operasi dan kinerja yang efisien. Keberhasilan diartikan sebagai kemampuan penyerahan produk dan jasa yang berkualitas pada jadual yang tepat dengan biaya rendah. Manajemen menghendaki segala sesuatu dapat diprediksi dan berjalan aman. Pendekatan yang pertama kali dilakukan pada organisasi di era modern berdasarkan hasil penelitian Max Weber, seorang sosiolog Jerman, Max Weber mempelajari organisasi pemerintah di Eropa pada awal tahun 1990-an. Tantangan utama yang dihadapi organisasi pada abad 20 adalah menghasilkan produk dan layanan yang efisien bagi masyarakat yang meningkatkan dan beragam. Untuk menghadapi tantangan tersebut pada tahun 1947 Max Weber mengumpulkan 7 karakteristik yang selanjtnya dikenal sebagai sifat birokrasi klasik yaitu: rules, specialization, meritocracy, hierarchy, separate ownership, impersonality accountability (Cameron, 2006: 37). Pada kenyataanya sampai dengan tahun 1960-an, hampir semua buku dan penelitian bidang manajemen dan organisasi berasumsi bahwa karakteristik hirarki atau birokrasi dikemukan Weber tersebut menjadi ideal, karena karakteristik tersebut mengacu pada kestabilan, efisiensi, konsistensi yang tinggi pada produk dan layanan. Hal ini disebabkan karena lingkungan saat itu relatif stabil, fungsi dan tugas dapat diintegrasikan dikoordinasikan dengan mudah, keseragaman dalam produk dan layanan dapat dikendalikan dengan baik, pekerja dan pekerjaannya dalam pengawasan yang ketat. Otoritas pengambilan keputusan yang jelas, standarisasi aturan dan prosedur mekanisme pengawasan dan akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang menjadi kesuksesan dalam tipe organisasi hirarki. Contoh perusahaan dengan tipe budaya hirarki adalah Mcdonald’s dan Ford Motor Company.
23
Untuk mengetahui tipe budaya suatu organisasi tersebut, dalam instrumen Organizational Culture Assesessment Instrument (OCAI) terdapat enam pernyataan yang mendefinisikan dimensi budaya, yaitu: 1. Karakteristik dominan (dominant characteristic) 2. Kepemipinan organisasi (organizational leadership) 3. Manajemen sumber daya manusia (management of employees) 4. Perekat organisasi (organizational glue) 5. Penekanan strategi (strategic emphasis) 6. Kriteria sukes (criteria of sucsess) Organizational Culture Assesessment Instrument (OCAI) membantu dalam mengidentifikasikan budaya suatu organisasi yang ada saat ini (current culture) dan selain itu membantu anggota organisasi tersebut dalam mengidentifikasikan budaya yang harus dikembangkan dalam menghadapi tuntutan lingkungan yang akan datang dan berbagai hal yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi tersebut. Dengan instrument ini akan dapat dikenali juga budaya yang kuat atau dominan (cultural strength), tipe-tipe budaya yang ada (cultural type) dan kesesuian budaya tersebut (cultural congruence) Dalam pengisian jawaban kuesioner digunakan skala ipsative (ipsative rating scale) yang memungkinkan dalam suatu organisasi terdapat tipe budaya yang berbeda dalam suatu waktu (Cameron dan Quinn, 2006: 160) Cameron dalam bukunya (Cameron, 2006: 19-20) menyebutkan bahwa dengan pendekatan menggunakan instrument OCAI dalam mendiagnosa dan merubah budaya organisasi/perusahaan terdapat 6 kelebihannya, yaitu: 1. Practical bahwa instrumen ini dapat mengidentifikasi dimensi kunci budaya yang ditemukan untuk menghasilkan perbedaan dalam kesuksesan organisasi. 2. Timely Proses dari diagnosa dan penciptaan strategi untuk perubahan dapat diselesaikan dalam waktu yang cukup masuk akal. 3. Involving Setiap langkah dalam proses ini melibatkan seluruh anggota organisasi, khususnya
bagi
mereka
yang
mempunyai
tanggung
jawab
dalam
mengembangkan arahan, penguatan nilai-nilai, dan mengembangkan pedoman perubahan yang fundamental. 24
4. Quantitative and qualitative Proses ini berdasarkan pada pengukuran kuantitatif dari dimensi kunci budaya dan metode kualitatif yang meliputi sejarah, peristiwa, dan simbol-simbol yang mewakili nilai-nilai yang tidak dapat terukur dalam organisasi. 5. Managible Proses diagnosa dan perubahan dapat dilalukan dan diimplementasikan oleh tim dalam organisasi, biasanya tim manajemen. Diagnosa dari luar ahli-ahli budaya, atau
konsultan
perubahan
tidak
diperlukan
untuk
kesuksesan
dalam
pengimplementasian. 6. Valid Keragka kerja dalam proses ini dibangun tidak hanya untuk dapat dimengerti orang-orang sebagai pemilik organisasi tetapi juga didukung dengan literatur empiris yang lengkap dan dimensi yang memiliki dasar ilmiah yang telah diverfikasi. 2.4 Bank Sebagai lembaga keuangan, bank berfungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efisien dan efektif serta melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang. Wardiah (2013:15) mendefinisikan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai penghimpun dana berarti menghimpun dana dari masyarakat luas yang dapat berupa demand deposit (giro), saving deposit (tabungan), dan time deposit (deposito). Berbagai variasi lain yang dapat dilakukan oleh bank tergantung pada masingmasing manajemen bank tersebut, dalam rangka bersaing dengan bank-bank lainnya untuk memberikan produk dan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat luas. Sebagai penyalur dana yaitu menyalurkan dana yang berlebih (yang telah dihimpun) kepada unit-unit yang membutuhkan seperti sebagai pinjaman kredit kepada yang memerlukan, baik bagi lembaga maupun individu. 2.5 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini dapat dilihat lebih jelas dalam Gambar 2.4. Dimana di dalamnya akan dijelaskan susunan langkah yang diambil dari mulai analisa awal sampai pemetaan Organization Culture Assesment Instrument (OCAI) yang akan dicapai pada akhir karya ini. 25
Analisis dengan metode OCAI
Budaya Perusahaan (Corporate Culture)
Dimensi dalam OCAI : 1. Karakteristik Dominan 2. Gaya Kepemimpinan 3. Manajemen Karyawan 4. Perekat Organisasi 5. Penekanan Strategi 6. Ukuran Kesuksesan
Budaya Perusahaan saat ini
Budaya Perusahaan yang diharapkan
Kesenjangan Budaya Perusahaan
Implikasi Hasil Budaya Perusahaaan
26
Gambar 2. 4 Kerangka Pemikiran Sumber: Hasil Proyek Penulis, 2014
27