5
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Komunikasi Data dan Jaringan Menurut Forouzan (2004, p6-7), ketika kita berkomunikasi, kita akan saling
berbagi informasi. Berbagi informasi ini dapat dilakukan secara lokal atau secara remote. Antara individu, komunikasi lokal biasanya muncul secara face to face (bertatap muka), sedangkan remote dilakukan dari tempat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Istilah yang lebih umum digunakan pada masyarakat adalah telekomunikasi. Contoh – contoh komunikasi secara remote sebelum munculnya teknologi komputer adalah telepon dan telegraf. Kata data menunjukkan informasi yang diwakilkan dalam bentuk apapun yang disetujui oleh pihak – pihak yang menciptakan dan menggunakan data. Komunikasi data adalah pertukaran data antara dua perangkat melalui satu atau beberapa media transmisi. Agar komunikasi data terjadi, perangkat komunikasi harus menjadi bagian dari sistem komunikasi yang dibentuk oleh kombinasi dari beberapa hardware dan software. Keefektifan dari sistem komunikasi data tergantung dari karakteristik dasar, yaitu : pengiriman, keakuratan dan jangka waktu.
6
2.1.1
Perangkat Jaringan Untuk dapat terhubung ke suatu jaringan, dibutuhkan perangkat jaringan.
Terdapat enam jenis perangkat jaringan, yaitu repeaters, hub, bridge, switch, router, dan access point. 1.
Repeaters Repeater adalah perangkat yang beroperasi di layer fisik. Repeater
menerima sinyal, dan sebelum sinyal menjadi lemah atau rusak, maka repeater akan membangkitkan pola-pola bit, kemudian repeater akan meneruskan sinyal yang telah diperbaiki. Repeater dapat meningkatkan panjang LAN secara fisik dan dapat berfungsi menghubungkan bagian-bagian dari LAN. Repeater juga akan meneruskan setiap frame yang dikirim, dan tidak memiliki kemampuan untuk menyaring setiap frame. Fungsi repeater adalah sebagai pembangkit ulang atau regenerator dan bukan penguat (amplifier). 2.
Hub Hub adalah repeater yang memiliki banyak port. Biasanya hub
digunakan untuk membuat suatu koneksi antara node yang menggunakan topologi star. Hub juga dapat digunakan untuk membuat level bertingkat dari suatu jaringan komputer. 3.
Bridge Bridge beroperasi di layer fisik dan layer data link. Bridge akan
membangkitkan ulang sinyal yang diterima. Bridge juga akan memeriksa alamat fisik (asal dan tujuan) yang terdapat dalam frame. Perbedaan bridge dengan repeater adalah pada kemampuan untuk menyaring (filtering) yang dimiliki oleh
7
bridge, sehingga bridge dapat memeriksa alamat tujuan dari suatu frame dan menentukan apakah frame dapat diteruskan atau dibuang. Bridge memiliki tabel yang dapat memetakan alamat ke port. 4.
Switch Switch berada pada layer fisik dan data link. Switch adalah bridge yang
memungkinkan kinerja lebih cepat. Perbedaan bridge dengan switch adalah pada switch terdapat banyak port yang spesifik untuk masing-masing node, sehingga tidak terjadi collision dalam jaringan. 5.
Router Router bekerja pada layer network. Router merupakan perangkat jaringan
yang dihubungkan dengan dua atau lebih jaringan yang berfungsi untuk meneruskan data dari satu jaringan ke jaringan lainnya. Router dapat berfungsi sebagai internet gateway, yaitu sebagai perantara bagi komputer internal ke internet. 6.
Access Point Access Point merupakan salah satu perangkat yang dapat mendukung
akses jaringan tanpa kabel atau wireless LAN, dimana access point berfungsi sebagai pusat koneksi. Access point menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya. Access point memiliki fungsi yang sama dengan switch. Access point juga menyimpan perangkat lunak yang mampu berkomunikasi dan mengenkripsi data, serta port virtual untuk menghubungkannya dengan jaringan berkabel. Untuk
memungkinkan suatu komputer berkomunikasi dengan
8
komputer lain melalui suatu access point dibutuhkan suatu alat berupa Wireless LAN Card (Client).
2.1.2
Media Transmisi Forouzan (2004, p174) mengatakan bahwa komputer dan perangkat komunikasi
lainnya menggunakan sinyal untuk mengirimkan data. Sinyal ini ditransmisikan dari suatu perangkat ke perangkat lainnya dalam bentuk energi elektromagnet yang disebarkan melalui media transmisi. Energi elektromagnet adalah serangkaian kombinasi dari medan listrik dan medan magnet yang saling bergetar satu sama lain, termasuk di dalamnya adalah daya, gelombang radio, sinar inframerah, sinar tampak, sinar ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan sinar kosmik. Masing-masing dari sinar tersebut memiliki bagian spektrum elektromagnetik. Dari spektrum elektromagnetik tersebut, tidak semuanya dapat digunakan untuk komunikasi. Media yang menggunakan spektrum elektromagnetik tersebut dapat dibagi dalam beberapa tipe. Untuk kepentingan komunikasi, media transmisi dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu guided dan unguided.
2.1.2.1 Guided Media Guided media merupakan media transmisi yang menyediakan saluran yang menghubungkan satu perangkat ke perangkat lainnya. Termasuk di dalamnya adalah - Kabel twisted-pair - Kabel coaxial
9
- Kabel fiber optic Sinyal yang dilewati oleh media ini memiliki batasan fisik. Kabel twisted-pair dan coaxial menggunakan konduktor metal berupa tembaga yang mampu menerima dan mengirimkan sinyal dalam bentuk arus listrik. Kabel fiber optic mampu mengirim dan menerima sinyal dalam bentuk cahaya.
2.1.2.2 Unguided Media Unguided media mengirimkan gelombang elektromagnetik tanpa menggunakan konduktor fisik. Tipe komunikasi yang menggunakan media ini disebut sebagai komunikasi nirkabel. Sinyal secara normal akan disebarkan melalui udara. Bagian dari spektrum elektromagnetik berupa gelombang radio (radiowave) dan gelombang mikro (microwave) yang dibagi menjadi delapan tingkat, yang biasa disebut bands, dimana masing-masing bands diatur oleh kebijakan negara. Band ini dimulai dari VLF (Very Low Frequency) sampai dengan EHF (Extremely High Frequency).
2.2
TCP/IP
2.2.1
Sejarah TCP/IP TCP/IP mulai dikembangkan pada tahun 1968 di bawah U.S. Department of
Defense (DoD). Pada awalnya, ini dikembangkan untuk menghubungkan jaringan riset DoD yang tersebar di U.S. Pada tahun 1980an, TCP/IP menjadi standar jaringan packet switched, di mana DoD menginstruksikan supaya semua sistem komputer mereka menggunakan protokol TCP/IP untuk komunikasi. Jaringan ini dikenal dengan
10
ARPAnet. Pada tahun 1986, National Science Foundation (NSF) membangun jaringan backbone untuk menghubungkan empat jaringan super komputer. Jaringan ini dikenal dengan nama NSFnet. Perkembangan ARPAnet maupun NSFnet ini semakin pesat sampai pada tahun 1990, dengan semakin pesatnya public user yang terhubung pada jaringan dalam skala besar ini, user mulai bermigrasi ke jaringan ini yang kemudian dikenal sebagai Internet. Internet adalah suatu jaringan yang terhubung secara logikal oleh suatu alamat yang unik berdasarkan IP dan sejenisnya, mendukung komunikasi yang menggunakan TCP/IP dan jenisnya serta protokol lainnya yang kompatibel, dan menyediakan, baik secara publik maupun privat, layanan sampai layer atas dalam komunikasi dan infrastruktur yang berhubungan dengannya. (1995, Federal Network Council).
2.2.2
Arsitektur TCP/IP TCP/IP (Transport Control Protocol / Internet Protocol) ini menggunakan
arsitektur model OSI . Arsitektur OSI layer ini serupa dengan arsitektur yang dikembangkan oleh DoD, di mana pada OSI model ada 7 layer disederhanakan menjadi 5 layer pada DoD TCP/IP. 7 OSI layer terdiri dari application, presentation, session, transport, network, data link, physical. Sedangkan DoD model terdiri dari application, host-to-host, internet, dan network access.
11
Application
Presentation
Application
Session
Transport
Host-to-host
Network
Internet
Data link Network access Physical
7 OSI Layer
DoD Model
Gambar 2.1 Perbandingan OSI Model dengan DoD model
Pada TCP/IP, data link layer mencakup penamaan dan pengolahan MAC Address. Penggunaan IP (Internet Protocol) dan ICMP (Internet Control Message Protocol) ada pada network layer. Pada layer ini terdapat error detection, yaitu pendeteksian kesalahan pada transmisi data. IP adalah protokol yang bersifat connectionless, yaitu tidak ada konfirmasi apakah data tersebut telah sampai di tujuan ataupun terjadi kegagalan dalam transmisi data, hanya mengirimkan data saja. Layanan untuk mengontrol IP ada pada transport layer, yaitu TCP (Transport Control Protocol) dan UDP (User Datagram Protocol). Perbedaan TCP dengan UDP adalah TCP menyediakan connection-oriented control,yaitu kontrol yang berfungsi memastikan data telah sampai di tujuan dan error handling atau penanganan error. Sedangkan UDP menyediakan connectionless-control. Pada layer application, presentation, dan session,
12
layanan yang disediakan TCP antara lain HTTP, Telnet, FTP. Sedangkan layanan yang disediakan oleh UDP antara lain TFTP, SNMP.
OSI Reference Model
Internet Protocol Suite
Application
Presentation
NFS
FTP, Telnet, SMTP, SNMP
Session
Transport
XDR
RPC
TCP, UDP Routing Protocol, IP, ICMP
Network ARP, RARP Data Link Not Specified Physical
Gambar 2.2 Protokol – protokol internet pada masing-masing layer
Data yang akan dikirimkan melewati jaringan, akan dipecah-pecah menjadi paket-paket. Fungsi ini ada pada network layer. Paket – paket ini disebut paket IP, dienkapsulasi dengan alamat pengirim dan penerima serta informasi-informasi lainnya.
2.2.3
Pengalamatan TCP/IP Pengalamatan TCP/IP (Ipv4) terdiri dari 4 byte (32 bit) dengan dipisahkan oleh
titik dengan masing-masing 8 bit. Setiap bit dalam oktet tersebut mempunya bobot biner (128, 64, 32, 16, 8, 4, 2, 1). Nilai minimum oktet tersebut adalah 0 dan maksimum adalah 255.
13
Setiap alamat IP ini terdiri dari bagian network dan host. Bagian network adalah alamat yang menandakan alamat jaringan, sedangkan bagian host adalah alamat yang menandakan alamat workstation tersebut. Dalam pengalamatan IP Address ini, dikenal adanya kelas IP. Kelas IP tersebut dibedakan menjadi 5, yaitu A, B, C, D, E. •
Alamat network pada kelas A adalah 1.0.0.0 – 126.0.0.0, di mana IP 127.0.0.0 digunakan untuk looping back. Pada IP kelas A ini, oktet pertama IP digunakan untuk alamat network dan tiga oktet di belakang untuk alamat host.
•
Alamat network kelas B adalah 128.1.0.0 – 191.254.0.0. Dua oktet pertama digunakan untuk alamat network dan dua oktet selanjutnya untuk alamat host.
•
Alamat network kelas C adalah 224.0.0.0 – 223.255.255.0. Tiga oktet pertama digunakan untuk alamat network dan oktet selanjutnya untuk alamat host.
•
Alamat network kelas D adalah 224.0.0.0 – 239.255.255.255.
•
Alamat network kelas E adalah 240.0.0.0 – 254.255.255.255.
Dari kelima kelas IP ini, IP yang digunakan untuk keperluan publik adalah IP kelas A, B, dan C. Sedangkan IP kelas D digunakan untuk grup multicast, di mana dalam jaringan dengan IP kelas D ini, semua alamat dipakai untuk alamat jaringan. Kelas E dipakai untuk eksperimental dan keperluan mendatang.
14
2.2.4
IP Subnet Mask Suatu alamat IP dapat dibagi menjadi beberapa sub-jaringan dengan cara
meminjam bit dari bagian host untuk dijadikan bagian network. Subnet mask dari IP tersebut diubah menjadi satu, yang menandakan bahwa bit tersebut adalah bagian network.
2.2.5
Public IP Address dan Private IP Address Public IP adalah alamat IP yang dapat dipakai untuk koneksi di Internet, di mana
IP tersebut bersifat global, dan tidak mungkin ada dua buah public IP yang sama di Internet. Namun demikian, karena terbatasnya jumlah alamat IP yang dapat dialokasikan, maka dipakai alamat private IP untuk pemberian alamat IP. Private IP adalah alamat IP yang hanya bersifat lokal untuk suatu jaringan. Karena antara suatu jaringan dengan jaringan lainnya tidak terhubung, maka pemberian alamat IP yang sama pada dua jaringan tidak akan menimbulkan masalah. Untuk menghubungkan jaringan lokal tersebut ke jaringan Internet, diperlukan suatu public IP, di mana semua private IP jaringan lokal dalam Internet akan diterjemahkan sebagai public IP tersebut. Prosedur tersebut yaitu NAT (Network Address Translation), di mana private IP diterjemahkan menjadi public IP.
15
2.2.6
Topologi Jaringan Topologi jaringan yang umum dipakai dalam jaringan TCP/IP adalah : •
Star
Topologi Star
Gambar 2.3 Topologi Jaringan Star
•
Extended Star
Topologi Extended Star
Gambar 2.4 Topologi Jaringan Extended Star
16
•
Mesh
Topologi Mesh
Gambar 2.5 Topologi Jaringan Mesh
•
Hierarchical
Topologi Hierarchical
Gambar 2.6 Topologi Jaringan hierarchical
2.2.7
Bandwidth Telah dijelaskan di atas bahwa bandwidth adalah kecepatan maksimum yang
dapat digunakan untuk melakukan transmis data antar computer pada jaringan IP atau Internet. Dalam perancangan VoIP, bandwidth merupakan suatu yang harus diperhitungkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan yang dapat digunakan menjadi parameter untuk menghitung jumlah peralatan yang dibutuhkan dalam suatu
17
jaringan. Perhitungan ini juga sangat diperlukan dalam efisiensi jaringan dan biaya serta acuan pemenuhan kebutuhan untuk pengembangan di masa mendatang. Packet loss (kehilangan paket pada proses transmisi) dan desequencing merupakan masalah yang berhubungan dengan kebutuhan bandwidth, namun lebih dipengaruhi oleh stabilitas rute yang dilewati data pada jaringan, metode antrian yang efisien, pengaturan pada router, dan penggunaan control terhadap kongesti (kelebihan beban data) pada jaringan. Packet loss terjadi ketika terdapat penumpukan data pada jalur yang dilewati dan menyebabkan terjadinya overflow buffer pada router.
2.3
Backup Sebuah datacenter biasanya memiliki suatu database yang sangat besar dan
biasanya memiliki peranan yang sangat vital bagi perusahaan. Volume data tersebut biasanya berukuran sangat besar, terutama jika dibandingkan dengan ukuran dan kecepatan backup drives-nya. Sangat tidak efisien jika database sebesar 20 gigabyte dibackup ke tape drives 4mm yang memiliki kecepatan tulis 500 kilobytes/second, yang akan membutuhkan waktu 12 jam agar selesai. Hal ini belum termasuk permasalahan konsistensi database itu sendiri. Penjadwalan backup untuk sebuah sistem utama pada jam kerja akan mengakibatkan pemborosan resource. Scripts biasanya sering digunakan untuk melakukan scheduling backup seteleh jam kerja selesai. Perencanaan dan konfigurasi akan lebih sulit jika sistem harus berada dalam kondisi online selama 24 jam atau jika waktu yang dibutukan untuk melakukan backup lebih lama daripada waktu senggang
18
yang tersedia. Dalam membuat penjadwalan backup ada beberapa tipe penjadwalan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan, yaitu : •
Normal : Akan mem-backup semua folder dan file dan menggunakan archive bit. Normal backup sering disebut juga sebagai full backup.
•
Copy : Sama seperti normal backup tetapi tidak mengubah status archive bit.
•
Incremental : Hanya membackup file – file yang berubah setelah backup terakhir, menggunakan archive bit.
•
Differential : Sama seperti proses incremental, bedanya differential tidak akan menghapus status dari archive bit setelah proses backup selesai.
•
Daily : Akan memeriksa atribut tanggal file yang akan dibackup. Jadi hanya membackup file – file yang dibuat atau diubah pada hari proses backup dibuat. Database berukuran kecil dapat dibackup dengan menggunakan DAT tape drives.
Namun untuk database yang berukuran lebih besar dari 10 gigabytes dibutuhkan suatu strategi agar proses backup tidak terlalu menghambat kinerja perusahaan. Untuk meningkatkan kecepatan backup data dapat juga dilakukan kompresi database.
2.4
Capacity Planning Capacity Planning secara umum terdiri dari Server Capacity Planning dan
Network Capacity Planning, capacity planning sangat penting untuk memaksimalkan kinerja suatu data center. Capacity Planning diperlukan dilingkungan mainframe dimana diperlukan sumberdaya yang mahal dan dibutuhkan waktu yang lama untuk mengupgradenya.
19
Ada tiga tipe Capacity Planning yang dapat dipilih, yaitu : 1. Capacity Benchmarking Capacity benchmarking
merupakan metode yang paling banyak digunakan,
namun juga paling mahal dari segi biaya. Dilakukan dengan mengkonfigurasi sistem kemudian mengirim traffic data ke sistem tersebut untuk melihat performa dari sistem. 2. Capacity Trending Capacity trending merupakan metode yang dapat memberitahukan kapan kita harus melakukan sesuatu terhadap performa sistem, tapi tidak memberitahukan apa yang harus kita lakukan secara optimal. 3. Capacity Modelling Capacity modelling merupakan metode yang menggunakan model simulasi dan analisis. Model simulasi sangat akurat, namun membutuhkan perhatian dan waktu ekstra. Model analisis sangat cepat dan juga akurat. Keunggulan metode ini adalah kita dapat menguji beberapa kemungkinan solusi dari suatu masalah tanpa harus benar – benar menerapkanya. Ini dapat menghemat waktu dan biaya. Dalam proses penulisan skripsi ini kami akan lebih menitikberatkan pada metode Capacity Modelling. ITIL ( IT Infrastructure Library ) merupakan standar dari proses – proses dimana organisasi berbasis IT dapat mencapai efisiensi operasional yang akan memberikan nilai lebih bagi perusahaan itu sendiri. ITIL biasanya digunakan di Eropa, ITIL diciptakan pertama kali untuk badan pemerintahan U.K. ITIL lebih dikenal sebgai
20
alat untuk mengatur layanan IT baik dalam organisasi komersil maupun organisasi pemerintah.
Service Level Management
Financial Management For IT services
IT services continuity management
Availability Management
Capacity Management
Gambar 2.7 ITIL Service Delivery Processes Seperti yang terlihat pada diagram diatas, Capacity Management merupakan bagian dari proses ITIL Service Delivery. Sementara, Capacity Planning merupakan bagian dari ITIL Capacity Management. ITIL memiliki tiga subproses dalam proses Capacity Management, yaitu : 1. Business Capacity Management : pada subproses ini dipastikan bahwa kebutuhan bisnis di masa depan sudah dipertimbangkan, direncanakan dan diterapkan seiring dengan waktu.
21
2. Service Capacity Management : subproses ini meliputi pengaturan performa layanan operasional IT yang sedang berlangsung secara keseluruhan. 3. Resource Capacity Management : subproses ini meliputi pengaturan komponen – komponen individu dari suatu infrastructure IT. Misalnya pengaturan policy pemakaian sumberdaya IT per-departemen. Fungsi Capacity Planning dalam kaitanya dengan Capacity Management dan berbagai proses di dalamnya dapat dilihat dari diagram berikut :
Service Level Management
Performance Management
Configuration Management
Capacity Planning
Asset Management
Gambar 2.8 Workloads and Service
Berdasarkan batasan – batasan arsitektural dari Service Level Management, capacity planning akan mencari solusi termurah dengan penggunaan hardware yang optimal dan konfigurasi software yang baik, sehingga dapat mencapai service level yang
22
diinginkan, baik untuk saat ini maupun untuk masadepan. Untuk memastikan service level berhasil dicapai dibutuhkan sistem untuk mengaudit dan memonitor kinerja sistem, hal ini dilakukan oleh performance management.
2.4.1
Bagaimana Melakukan Capacity Planning Merupakan suatu kebiasaan bagi perusahaan IT untuk me-manage kinerja dari
sistem dengan cara reaksional, artinya menganalisa dan memperbaiki masalah kinerja sistem hanya ketika ada laporan masalah dari user. Ketika masalah terjadi, administrator sistem diharapkan memiliki tools yang berfungsi menganalisa dan memulihkan kinerja secara cepat. Dalam kondisi yang baik, administrator mempersiapkan dari awal untuk mencegah
performance bottlenecks, menggunakan capacity planning tools untuk
memprediksi dari awal bagaimana server seharusnya dikonfigurasikan untuk dapat menangani beban kerja (workload)di masa depan. Tujuan dari capacity planning adalah untuk menyediakan layanan yang memuaskan kepada user dengan biaya yang efisien. Tiga tahapan capacity planning : 1. Menentukan service level requirements Langkah
pertama
mengkategorisasikan
dari
proses
capacity
planning
adalah
yang dilakukan oleh sistem dan memperhitungkan
ekspektasi user tentang bagaimana perkerjaan mereka terselesaikan
23
2. Menganalisa kinerja sistem berjalan Berikutnya, kinerja / kapasitas sistem yang sekarang harus dianalisa untuk menentukan apakah sistem sudah memenuhi kebutuhan user. 3. Membuat perencanaan masa depan Kemudian, dengan memprediksi (forecast) kegiatan bisnis di masa depan, ditentukan kebutuhan sistem yang akan datang.
2.4.1.1 Menentukan Service Level Requirements Untuk menentukan Service Level Requirements, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan, yaitu : 1. Kita harus mengetahui workload yang akan diterima sistem. Workload adalah klasifikasi logis terhadap layanan yang dikerjakan sebuah sistem, misalnya departement Marketing akan membutuhkan informasi mengenai data penjualan produk terbaru, dimana prosesnya akan dilayani oleh sql server. Workload dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria – kriteria berikut : -
Siapa yang membutuhkan layanan.
-
Layanan apa yang dibutuhkan.
-
Bagaimana layanan diproses.
Penting sekali untuk mengetahui workload dari setiap departemen, karena masing – masing departemen akan memiliki service level requirements yang berbeda – beda. Selain itu, hal ini akan sangat berguna dalam proses forecasting, karena karakteristik tiap – tiap departemen akan terlihat lebih jelas.
24
2. Berikutnya, kita akan menganalisis kinerja sistem terhadap workload yang telah ditentukan, sistem dapat berupa file server, web server, mail server dan lainya. Pada tahap ini kita akan menentukan hubungan user dalam suatu departemen terhadap server – server yang ada (topologi LAN yang ada). 3.
Lalu, kita juga harus menentukan data – data apa saja yang akan digunakan untuk mengukur kinerja dari sistem – sistem tersebut, termasuk transaksi client – server yang diproses. Data – data yang dimaksud berupa CPU utilization, kapasitas hard disk, I/O dan network connection. Selain itu, kita juga harus menghitung banyaknya layanan yang telah dikerjakan server, sehingga kita juga harus mengetahui transaksi dan proses yang dikerjakan server.
4. Akhirnya, kita akan mendapatkan Service Level Requirements yang harus dapat dipenuhi oleh departemen IT. Service level requirements dapat berbeda – beda di setiap departemen, dan akan meningkat seiring meningkatnya kebutuhan bisnis.
2.4.1.2 Menganalisa kinerja sistem yang sedang berjalan Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menganalisa kinerja dari sistem yang sedang berjalan, yaitu : 1. Lakukan perbandingan hasil yang dicapai saat ini dengan service level yang ingin dicapai. Sehingga kita akan dapat melihat seefisien apa sistem yang sedang berjalan terhadap service level yang diinginkan. 2. Berikutnya, periksa penggunaan sumberdaya sistem misalnya CPU, memory ,I/O devices dan network traffic, dari pemeriksaan ini akan diperoleh data – data
25
mengenai sumberdaya sistem yang paling banyak digunakan, dan memiliki kemungkinan terjadi masalah saat ini atau di masa depan. 3. Periksalah utilisasi sumberdaya sistem untuk setiap workload. Tentukanlah workload mana yang paling banyak menggunakan sumberdaya sistem. 4. Periksa response time dari sistem untuk tiap – tiap workload, hal ini akan membantu menentukan sumberdaya sistem yang mana yang bertanggungjawab atas response time yang paling lama untuk tiap – tiap workload.
Tujuan proses ini adalah untuk mengetahui aspek apa yang paling berpengaruh terhadap kinerja sistem, serta mendeteksi rougue job (job yang menggunakan system resource dalam jumlah yang sangat besar). Proses pengamatan kinerja membutuhkan pengumpulan data kinerja sistem yang mencakup empat aspek utama yaitu : 1. CPU Utilization 2. Memory 3. Disk Arms 4. Communication Utilization
1.
CPU Utilization Besarnya CPU time yang digunakan oleh suatu transaksi / batch job tergantung
pada : •
Algoritma pemrograman
•
Paging dan aktivitas lain yang menyebabkan bertambahnya operasi I/O disk.
26
•
High system load, menyebabkan job menunggu CPU terlalu lama sehingga dapat menyebabkan hilangnya sebagian page dari main storage.
Sedangkan besarnya CPU utilization secara umum tergantung pada workload, implementasi program, serta error recovery.
2.
Memory Memory merupakan resources paling utama yang memberikan kontribusi
terhadap keseluruhan response time. Page fault adalah suatu kondisi yang terjadi bila suatu program yang aktif merujuk pada suatu address yang tidak terdapat pada main storage. Bila terjadi fault maka job harus menunggu sampai informasi yang dibutuhkan ditransfer dari disk ke main storage, aktivitas ini disebut synchronous disk I/O. Terdapat dua jenis fault yaitu database dan non-database fault. Database fault terjadi bila yang dirujuk adalah database data atau access path. Sedangkan non-database fault terjadi bila yang dirujuk adalah selain objek selain objek database. Contoh nondatabase page yaitu program, data queue, configuration objects, internal space objects, dan lain-lain. Untuk membantu mengelola isi storage maka main storage dibagi-bagi menjadi beberapa memory (storage) pool. Penggunaan main storage oleh suatu job tergantung pada ukuran job, kebutuhan memory oleh job tersebut, serta job-job lain yang memnggunakan storage pool yang sama. Besarnya main storage yang dibutuhkan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: •
Ukuran program
•
Apakah program itu dipakai (share) oleh job lain atau tidak
27
•
Jumlah temporary storage yang digunakan (contoh: file buffers dan programa variable).
Bila main storage yang dipakai bersamaan oleh banayak job tidak memadai akan menyebabkan meningkatnya angka penggunaan CPU dan Disk. Hal ini membuat sistem menjadi tidak produktif dan menyebabkan memburuknya throughput serta response time. Setiap fault akan menggunakan power dari main processor. Makin banayak fault yang terjadi berarti makin besar pula power dari processor yang digunakan . Kompleksitas yang meningkat juga akan menyebabkan bertambah besarnya jumlah processing power yang dipakai , hal ini karena makin banyak volume kerja sistem yang digunakan untuk menangani proses tersebut. Meningkatnya fault akan berdampak pada peningkatan jumlah disk I/O. Bila sistem hanya memiliki sedikit disk arms maka disk utilization akan meningkat lebih cepat dibandingkan bila terdapat banyak disk arms. Bila disk utilization meningkat maka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses disk I/O juga akan meningkat, hal ini menyebabkan response time menjadi bertambah besar. Page fault rate pada machine pool akan mempengaruhi semua job di dalam sistem, hal ini karena machine pool mengandung
objek-objek yang menggunakan
system-wide. Karena itu page fault rate pada machine pool ini harus dijaga untuk tetap rendah sesuai dengan pedoman kriteria page fault rate.
28
3.
Disk Arms Persentase penggunaan disk merupakan angka estimasi waktu digunakanya disk
selama elapse time. Estimasi ini didasarkan pada jumlah permintaan I/O, jumalah data yang ditransfer, serta tergantung pula pada karakteristik kinerja dari tiap disk tersebut. Sedangkan persentase penggunaan space disk menunjukkan seberapa besar disk itu sudah dialokasikan. Bila total disk space terpakai meningkat (80% sampai 90% atau lebih), maka kinerja disk I/O akan mengalami penurunan. Disk actuator adalah suatu perlengkapan di dalam auxiliary yang bertugas memindahkan perintah read dan write. Sebuah disk actuator suatu saat dapat mencapai %busy lebih dari 50% dalam periode singkat, termasuk dapat terjadi pula di auxiliary storage pool. Hal ini dapat terjadi akibat adanya batch job yang sedang mengakses data. Bila datanya tidak terkonsentrasi pada satu actuator maka seharusnya tingkat penggunaan yang tinggi ini dapat dipindahkan antar actuator selama proses batch itu berlangsung. Bila selama pengamatan ditemukan hal seperti ini maka tidak diperlukan adanya perubahan pada konfigurasi disk.
4.
Response Time Salah satu parameter kinerja yang terpenting adalah faktor user response time.
End-user response time adalah waktu yang dibutuhkan untuk membaca informasi yang dibutuhkan dari disk ke dalam main memory. Response time memiliki beberapa elemen yang masing – masing dapat memberikan kontribusi pada total response time. Elemen – elemen menggunakan sejumlah kapasitas dalam jalur komunikasi, CPU time, main storage, melakukan
29
beberapa akses terhadap disk, dan harus mendapatkan penjadwalan terhadap CPU dengan menggunakan klasifikasi prioritas. Total ineractive response time yang dialami oleh user merupakan gabungan beberapa komponen berikut : •
Adanya time delay pada saat transaksi ditransmisikan untuk dapat mencapai CPU. Time delay ini dapat memberikan pengaruh yang signifikan bila sistemnya menggunakan token ring atau workstation jarak jauh.
•
Begitu transaksi mencapai sistem, maka perhitungan untuk system response time dimulai dengan keterangan sebagai berikut: -
Job mungkin harus menunggu activity level di dalam sistem tersebut.
-
Bila sudah memasuki activity level, baru dimulai pemakaian resource sistem yang meliputi CPU Processing (termasuk antrian CPU) dan Disk I/O time (termasuk antrian disk).
-
Ada pula periode dimana transaksi tidak aktif misalnya, status ineligible, short wait, short wait extended, serta long wait (lock conflict).
•
Keluar dari sistem, masih ada transmission delay sampai respons dari sistem dapat mencapai user.
Untuk Local Area Network yang menggunakan local twinaxial atau token-ring, biasanya waktu delay untuk input dan output sangat kecil sehingga tidak perlu diperhitungkan.
30
Gambar 2.9 Komponen interactive response time Adapun lamanya sistem response time akan bergantung pada status job dari transaksi tersebut. Status job yang sedang dijalankan di dalam sistem terdiri dari: •
Aktif
•
Menunggu (wait)
•
Ineligible
Job dalam status aktif berarti job tersebut berada pada main storage dan sedang dalam menjalankan proses sesuai dengan proses yang diminta oleh aplikasinya. Sedangkan job yang berada dalam status menunggu / wait bisa berada di main storage atau mungkin sudah dihilangkan dari main storage sampai resource yang dibutuhkan dapat dipakai kembali oleh job tersebut. Job akan menjadi ineligible bila tidak ada activity level space yang dapat digunakan.
31
Job yang sedang menunggu suatu resource dapat berada dalam kondisi short wait, short wait extended, atau kondisi long wait. •
Short wait : job ini masih memiliki activity level sambil menunggu sampai terjadinya suatu aktivitas. Maksimum job berada pada kondisi short wait adalah selama 2 detik.
•
Short wait extended : kondisi ini terjadi bila job telah berada pada kondisi short wait melebihi batas maksimum 2 detik. Bila setelah 2 detik itu aktivitas yang diharapkan tidak terjadi, maka sistem akan membatalkan status short wait, mengeluarkan job dari activity level, dan menempatkan job tersebut dalam status long wait. Transisi ini disebut sebagai short wait extended.
•
Long wait : merupakan status dari job yang meninggalkan activity level. Hal ini dapat terjadi antara lain akibat konflik record lock, ketika dua atau lebih job mencoba untuk melakukan lock terhadap record yang sama pada suatu file.
Untuk lingkungan sistem yang bersifat lebih interaktif, biasanya terdapat lebih banyak job yang dijalankan daripada space yang tersedia untuk job –job tersebut. Bila suatu job ingin dijalankan maka harus ada space yang cukup di main storage untuk job tersebut. Suatu activity level pada tiap pool akan menentukan berapa jumlah job yang bisa berada di dalam main storage pada satu waktu. Bila terdapat activity level yang mencukupi, maka job akan menjadi aktif dan akan memulai proses pada main storage. Pada kondisi tidaka adanya activity level yang mencukupi, maka job akan berada dalam status ineligible. Job yang berada dalam status ini akan ditempatkan dalam antrian ineligible sampai tersedianya
32
activity level yang diperlukan. Manajemen yang tepat terhadap antrian ineligible akan menghindarkan terjadinya transisi job dan operasi disk yang tidak perlu. Sebagai hasilnya, job yang berada dalam antrian akan menurun dan hal ini akan menyebabkan throughput serta response time akan menjadi lebih konsisten.
2.4.1.3
Membuat perencanaan masa depan ( forecasting ) Sebelum melakukan perencanaan ini, kita perlu tahu perkiraan jumlah
permintaan layanan yang diterima sistem, dengan menggunakan workload, kita dapat memperhitungkan konfigurasi sistem yang optimal sesuai dengan service level yang ingin dicapai untuk 3 sampai 5 tahun kedepan. Ada dua langkah yang harus dilakukan : 1. Kita perlu memperkirakan layanan IT yang seperti apa yang dibutuhkan organisasi pada masa depan. Masukan dari management seperti, perkembangan bisnis di masa depan, kebutuhan untuk penggunaan aplikasi baru, kebijakan finansial yang baru, semuanya akan sangat menetukan konfigurasi sistem untuk masa depan. 2. Setelah kita memiliki gambaran mengenai permintaan layanan dari sistem, kita akan membuat model untuk menentukan konfigurasi sistem yang optimal, apakah dapat memenuhi service level di masa depan.
2.4.2
Menggunakan Capacity Planning untuk Server Consolidation Dengan tools yang sesuai, kita dapat menentukan kapasitas yang underutilized
dan kemudian memasang aplikasi dan subsistem untuk memanfaatkan kapasitas yang
33
belum digunakan tersebut. Hal tersebut dapat membantu menunda pembelian server baru, sehingga dapat lebih menghemat biaya. Ini hanyalah salah satu dari sekian cara strategi optimisasi infrastruktur IT yang kemudian disebut ”server consolidation”. Konsolidasi berarti suatu aksi menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang satu. Secara khusus, server consolidation berarti memindahkan aplikasi-aplikasi dan tugas-tugas dari beberapa server (multiple server) ke satu server (single server). Server consolidation ini hanya salah satu aspek dari capacity planning. Ada banyak alasan mengapa perlu dilakukan konsolidasi server, namun pada akhirnya, alasan yang utama adalah untuk menghemat biaya. Tujuannya adalah mengurangi Total Cost of Ownership (TCO) untuk teknologi informasi dan meningkatkan Return of Invesment (ROI). Dengan meningkatkan efisiensi, departemen teknologi informasi dapat melakukan tugas lebih banyak dengan mengoptimalkan sumber daya (resource) yang telah mereka miliki. Dalam usaha konsolidasi, efisiensi dapat ditingkatkan dengan cara : •
Mengurangi kompleksitas
•
Mengurangi requirement yang kurang perlu
•
Meningkatkan manageabilitas
•
Mengurangi biaya sistem dari sisi hardware dan software
•
Meningkatkan stabilitas dan ketersediaan (availability)
•
Menunda pembelian server baru
•
Memperpanjang masa pakai server yang sudah ada
34
•
Mengoptimalkan penggunaan server yang sudah ada
Server yang tersebar (distributed server) menawarkan fleksibilitas. Fleksibilitas ini memungkinkan penyebaran yang cepat, tapi biayanya bagi manajemen seperti mimpi buruk. Biasanya manajemen server bersifat reaktif, seringkali data center manager hanya dimintai konsultasi apaabila masalah sudah terjadi, ketika masalah telah semakin sulit dan rumit untuk diatasi. Akhir-akhir ini, muncul trend baru mengenai konsolidasi server. Ide tersebut mengenalkan bahwa manajemen dilakukan dengan menguasai kekacauan sebelum terjadi, mengurangi kompleksitas, dan mengoptimalkan sumber daya IT yang ada.
2.4.3
Capacity Planning dan Service Level Management Service Level Management yaitu suatu metodologi proaktif dan prosedur untuk
memastikan bahwa tingkat pelayanan yang memadai didapatkan oleh semua user teknologi informasi dalam hubungannya dengan prioritas bisnis pada tingkat biaya yang dapat diterima. Capacity Planning dari sisi server yaitu suatu proses dimana departemen teknologi informasi menentukan jumlah sumber daya hardware server yang diperlukan dalam menyediakan tingkat layanan yang diinginkan untuk beban kerja yang ada dengan biaya seminimal mungkin. Dapat dilihat bahwa baik Service Level Management maupun Capacity Planning memiliki tujuan yang sama, menyediakan kualitas layanan yang memadai dengan biaya serendah mungkin.
35
Terdapat dua aspek kunci dalam Service Level Management, menentukan persetujuan kualitas pelayanan (service level agreements) dan memelihara kualitas pelayanan tersebut dari waktu ke waktu bersamaan dengan perubahan yang terjadi.
Service Level Agreements (SLAs) Banyak dari perusahaan IT yang tidak memiliki mekanisme SLA apapun, dan ini bisa menjadi suatu masalah. Karena kita tidak dapat menentukan service yang memadai jika tidak mengetahui tujuan yang hendak dicapai. Selain itu kita juga tidak dapat merencanakan upgrade jika tidak mengetahui apa yang kegiatan bisnis harapkan dari servis IT dari waktu ke waktu. Setidaknya informasi-informasi berikut ini perlu dicatat untuk masing-masing layanan : •
Proses bisnis yang didukung oleh servis IT
•
Prioritas dari proses bisnis yang ada
•
Response time dan bandwidth terendah yang masih dapat diterima
•
Pertumbuhan yang diharapkan pada layanan IT dalam jangka waktu tiga tahun ke depan
Dengan informasi minimal tersebut, atau SLA yang lebih lengkap dan formal, kita sekarang sudah siap untuk menggunakan capacity planning untuk memastikan kinerja sistem yang memadai dengan biaya minimum. Pertanyaan kunci SLA yang perlu dijawab adalah : •
Konfigurasi hardware apa yang diperlukan demi kualitas kinerja terhadap beban kerja?
36
•
Dapatkah servis diterapkan di sistem yang sedang berjalan dan kemudian memenuhi kebutuhan user?
•
Rencana
upgrade
hardware
apa
yang
harus
dilakukan
untuk
mengantisipasi pertumbuhan bisnis?
Manajemen Sumber Daya Proaktif dalam Pemeliharaan Kualitas Pelayanan Pertanyaan utama yang perlu dijawab yaitu : •
Apakah
kualitas
pelayanan
yang
diprediksikan
sesuai
dengan
kenyataannya? •
Dapatkah kita mengkonsolidasikan server dan aplikasi untuk menghemat biaya dengan tetap menjaga kualitas pelayanan yang ada?
•
Jika ada perubahan rencana pertumbuhan bisnis, apa dampaknya bagi rencana upgrade kita?
Bagaimana kita mengatur sumber daya untuk memelihara kualitas pelayanan yang baik dan meminimalisasi biaya? Yang pertama, kita perlu mengukur kualitas pelayanan dan membandingkannya dengan yang diprediksikan. Ini memerlukan sistem manajemen kinerja dengan pengukuran beban kerja.
Skenario Service Level Management Skenario-skenario berikut ini mengilustrasikan aplikasi capacity planning untuk service level management.
37
Menetapkan layanan baru untuk memenuhi Service Level Agreement 1. Menjalankan perencanaan dan pengujian beban kerja 2. Menentukan apa-apa yang perlu diuji 3. Membangun model lingkungan yang diuji 4. Mengubah parameter dari lingkungan model dengan lingkungan produksi 5. Memberikan solusi untuk beban kerja yang diproyeksikan 6. Membandingkan response time dan bandwidth yang telah diprediksikan 7. Melakukan perubahan yang diperlukan terhadap perencanaan yang telah dibuat
Menambahkan SLA ke servis yang sedang berjalan 1. Membangun model dari lingkungan produksi 2. Memberikan solusi untuk beban kerja yang diproyeksikan 3. Membandingkan response time dan bandwidth yang telah diprediksikan 4. Melakukan perubahan yang diperlukan terhadap perencanaan yang telah dibuat
Mengembangkan rencana upgrade menggunakan SLA 1. Mengumpulkan perkiraan pertumbuhan unit bisnis yang sudah diproyeksikan 2. Membangun model dari servis berdasarkan konfigurasi dan beban kerja yang sedang berjalan. 3. Memberikan solusi untuk proyeksi satu, dua, atau tiga tahun ke depan.
38
4. Membandingkan response time dan bandwidth yang telah diprediksikan terhadap SLA. 5. Menggunakan model skenario what-if untuk menemukan biaya terendah, dan alur upgrade tepat pada waktunya Untuk menyimpulkan, tujuan dari service level management dan capacity planning tidak jauh berbeda. Keduanya bertujuan mencapai kualitas pelayanan yang cukup memadai dengan biaya yang dapat diterima. Keduanya juga jauh lebih sukses jika diimplementasikan secara bersama-sama sebagai kesatuan konsep dan proses.
2.5
MRTG ( Multi Router Traffic Grapher ) Pemantauan bandwidth sudah menjadi kebutuhan untuk jaringan skala menengah
dan besar. Salah satu tool yang bisa digunakan untuk memantau beban traffic (traffic load) dalam sebuah jaringan adalah Multi Router Traffic Grapher (MRTG). Protocol (SNMP) yang biasanya dimiliki oleh setiap interface jaringan (antara lain hub, switch, router, network card / NIC, Access Point, dan lain-lain). Agar bisa dipantau oleh MRTG, tentu saja syaratnya adalah adanya dukungan protokol SNMP untuk setiap perangkat-perangkat tersebut. Dengan kata lain, hanya perangkat yang mendukung SNMP sajalah yang bisa dimonitor dengan menggunakan MRTG.
2.5.1
MRTG Arsitektur dan Komponennya MRTG adalah aplikasi berbasis SNMP yang dapat memonitor semua host yang
sudah mengaktifkan service SNMP protokol secara remote. MRTG didesain untuk mendapatkan informasi tentang bandwitdh yang melalui network interface suatu
39
komputer atau perangkat lainnya dan menampilkan hasilnya dalam suatu grafik dengan berbagai skala ( daily, weekly, monthly, year ) dan diupdate dalam jangka waktu yang kita inginkan. Fungsi dari MRTG sebenarnya adalah melakukan monitoring berdasarkan parameter SNMP yang dikembalikan oleh managed device ( dalam hal ini adalah device yang di-monitor oleh MRTG ). MRTG akan melakukan query mengenai status traffic dari node suatu network, selanjutnya MRTG akan menampilkan status traffic tersebut dalam bentuk gambar grafik dalam suatu halaman web yang telah ditentukan. MRTG tersedia dalam berbagai platform seperti Windows, Linux/Unix, Netware, dan Mac OS X. Versi lama dari MRTG langsung membentuk grafik setelah data dari SNMP didapat dan tidak dapat menyimpan berbagai data untuk penggunaan masa depan. Sedangkan versi terbaru dari MRTG mendukung penyimpanan data dalam sebuah database yang fleksible sehingga dapat digunakan di lain waktu. MRTG versi terbaru tidak langsung membuat grafiknya setelah data didapat dari SNMP tapi menyimpannya dalam suatu database, membuat proses semakin cepat. Grafik dapat dibuat sesuai permintaan dengan menggunakan scripts yang sudah ada. MRTG membutuhkan komponen-komponen pendukung untuk menjalankannya, sebagai berikut : 1.
Perl Interpreter dibutuhkan pada komputer yang di-install MRTG,
karena MRTG adalah program yang ditulis menggunakan Perl maka membutuhkan Perl Interpreter.
Perl
Intrepreter
dapat
didapatkan
secara
gratis
dari
(
http://www.activeperl.com/ ) 2.
Program
MRTG,
dapat
didownload
http://people.ee.ethz.ch/~oetiker/webtools/mrtg/pub/
secara
gratis
dari
40
3.
Aplikasi Web Server dibutuhkan untuk membuat grafik MRTG dapat
diakses melalui web. Dalam hal ini aplikasi terserah menggunakan software apa saja.
2.6
Simple Network Management Protocol (SNMP) Simple Network Management Protocol (SNMP) diciptakan pada sekitar tahun
1988. Tujuan awal diciptakannya protokol SNMP ini adalah untuk mengatur berbagai device yang semakin banyak seiring dengan berkembangnya jaringan internet. SNMP sendiri merupakan ”turunan” dari protokol Simple Gateway Management Protocol (SGMP). Sebenarnya, SNMP juga akan digantikan oleh beberapa protokol lain yang lebih modern (CMIS/CMIP), tetapi sampai saat ini SNMP masih menjadi protokol manajemen jaringan yang paling banyak digunakan. Secara singkat, SNMP terdiri dari tiga bagian yaitu managed device, agent, dan Network Management System (NMS). Berikut ini deskipsi singkat mengenai fungsi dari ketiga elemen tersebut. -
Managed Device Æ Node jaringan yang memiliki SNMP agent dan berada dalam jaringan yang di-manage. Managed device akan mengumpulkan informasi yang nantinya bisa diakses oleh NMS dengan menggunakan SNMP. Managed device bisa berupa router, switch, hub, ethernet / NIC, ataupun elemen network lainnya.
-
Agent Æ Software untuk manajemen network yang berada di managed device. Agent berperan untuk menterjemahkan informasi ke dalam ”bahasa” yang kompatibel dengan SNMP.
41
-
Network Management System Æ bagian dalam jaringan yang akan melakukan pengawasan ataupun mengatur managed device.
Secara detail, ada lima perintah yang biasa digunakan untuk proses interaksi antara NMS dan managed device atau agent. Kelima perintah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Get Æ perintah yang dilakukan oleh SNMP untuk mengambil informasi tertentu. 2. Get Next Æ Sama seperti Get, tetapi Get Next mengambil informasi satu tingkat setelahnya atau selanjutnya. 3. Set Æ Perintah yang akan diberikan oleh NMS ke managed device. Perintah Set ini dilakukan untuk mengeset parameter tertentu dari managed device. 4. Get Response Æ Respons dari managed device atas perintah Get, Get Next, atau Set yang diberikan oleh NMS. Respon ini bisa berisi informasi yang diminta oleh NMS atau bisa juga berisi pesan kesalahan. 5. Trap Æ Biasanya berupa notifikasi atau peringatan yang dikeluarkan secara spontan oleh managed device kepada NMS. Biasanya perintah Trap ini digunakan untuk kejadian yang penting dan harus diberitahukan kepada NMS. Sampai saat ini, standar SNMP telah mencapai versi 3. SNMP versi 1 dan versi 2 tidak saling kompatibel. RFC 1452 mendefinisikan metode untuk membuat SNMP versi 1 dan versi 2 ini agar bisa berjalan bersamaan, yaitu dengan menggunakan proxy agent ataupun bilingual NMS. Solusi proxy agent akan menggunakan proxy untuk saling menerjemahkan ”bahasa” SNMP versi 1 den versi 2, sementara solusi bilingual NMS
42
adalah dengan menggunakan software NMS yang mendukung dua ”bahasa” sekaligus, yaitu SNMP versi 1 dan versi 2.