BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori Pada sub-bab ini, peneliti akan menyajikan ulasan teori dari berbagai sumber
yang berkaitan dengan marketing secara umum, serta variabel-variabel yang diteliti, antara lain service quality, Perceived Price Fairness, customer satisfaction, dan customer loyalty.
2.1.1 Grand Theory of Marketing Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya untuk berkembang dan mendapatkan keuntungan sebagai tolok ukur keberhasilan usahanya baik dalambentuk laba maupun kepuasan. Berbagai definisi pemasaran telah banyak berkembang dari masa ke masa. Pada mulanya, pemasaran dikenal hanya sebagai proses transaksi jual dan beli. Seorang pemasar yang bisa memahami kebutuhan pelanggan bisa mengembangkan sebuah produk atau jasa yang akan memberikan nilai lebih bagi pelanggan, menetapkan harga terbaik pada saat penjualan, mendistribusikan produk dengan lancar, serta melakukan sebuah promosi yang efektif. Kotler (2001) mengemukakan definisi pemasaran berarti bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan. Dari definisi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa pemasaran merupakan usaha terpadu untuk menggabungkan rencana-rencana strategis yang diarahkan kepada usaha pemuas kebutuhan dan keinginan konsumen untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran atau transaksi. Kegiatan pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen bila ingin mendapatkan tanggapan yang baik dari konsumen. Perusahaan harus secara penuh tanggung jawab tentang kepuasan produk yang ditawarkan tersebut. Dengan demikian, maka segala aktivitas perusahaan, harusnya diarahkan untuk dapat memuaskan konsumen yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh laba.
13
14 2.1.1.1 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran berkaitan dengan 4P (product, price, place promotion). Komponen 4P dikembangkan oleh beberapa tokoh yang disajikan dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Pengembangan Bauran Pemasaran Tokoh
Bauran Pemasaran
McCarthy (1960)
4P
Product, Price, Place, Promotion
Judd (1987)
5P
Product, Price, Place, Promotion, People
Kotler (1986)
6P
Product, Price, Place, Promotion, Political Power, Public Opinion Formation
Booms & Bitner (1982)
7P
Product, Price, Place, Promotion, Participants, Physical Evidence, Process
Baumgartner (1991)
15P
Product/service, Price, Place, Promotion, People, Politics, Public Relations, Probe, Partition, Prioritize, Position, Profit, Plan, Performance, Positive Implementations
Sumber: Gummeson dalan Harwood, Garry, Broderick (2008:8)
2.1.1.1.1 Komponen Bauran Pemasaran 4P (Marketing Mix)
Produk (Product) Menurut Kotler dan Keller (2009:4), produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide.
Harga (Price) Menurut Kotler dan Keller (2009:67), harga merupakan elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan banyak waktu.
Tempat (Place) Menurut Kotler dan Keller (2009:184), tempat adalah lokasi yang digunakan untuk proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke
15 konsumen. Variabel tempat mencakup lokasi yang strategis, akses ke lokasi yang mudah dijangkau, penempatan layout produk yang rapi dan teratur, keluasan areal dan kenyamanan suasana belanja, dan keluasan areal dan keamanan parkir kendaraan.
Promosi (Promotion) Menurut Kotler dan Keller (2009:263), promosi adalah proses penyebaran informasi yang bertujuan mempengaruhi atau membujuk konsumen atas suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia menerima dan membeli suatu produk yang ditawarkan tersebut. Variabel promosi
mencakup
periode
jangka
waktu
promosi
yang
lebih
diperpanjang, media promosi yang disampaikan melalui brosur dan spanduk, dan bentuk promosi yang ditawarkan melalui kupon undian, dan hadiah langsung untuk total belanja tertentu. Adapun alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produknya pengusaha dapat memilih beberapa cara yaitu: a) Periklanan (Advertising) Advertising merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Advertising ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop, televisi ataupun dalam bentuk poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis. Dengan membaca atau melihat advertensi itu diharapkan para konsumen atau calon konsumen akan terpengaruh lalu tertarik untuk membeli produk yang di advertensikan tersebut. Oleh karena itu maka advertensi ini haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para pembacanya. b) Promosi penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan tertentu maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen. c) Penjualan Pribadi (Personal Selling) Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan para calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara
16 pengusaha dengan calon konsumennya itu. Kontak langsung itu akan dapat mempengaruhi secara lebih intensif pada konsumennya karena dalam hal ini pengusaha dapat mengetahui keinginan dan selera konsumennya. d) Publisitas (Publication) Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh pengusaha untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen agar mereka menjadi tahu dan menyenangi produk yang dipasarkannya. Cara ini dilakukan dengan cara memuat berita tentang produk atau perusahaan yang menghasilkan produk tersebut di mass media, misalnya saja berita di surat kabar, berita di radio atau televisi maupun majalah tertentu dan sebagainya. Dengan memuat berita itu maka para pembaca secara tidak sadar telah dipengaruhi oleh berita tersebut.
Price
Product Ragam
Daftar Harga
Kualitas
Diskon
Desain
Potongan Harga
Bauran Pemasaran
Promotion
Place Saluran
Iklan
Cakupan
Penjualan Pribadi
Pemilahan
Promosi Penjualan Hubungan
Lokasi
Gambar 2.1 Bauran Pemasaran (4P) Sumber: Kotler dan Armstrong (2006)
17 2.1.2 Service Quality Dalam perusahaan yang berbasis jasa maka harus mengutamakan fasilitas di atas segalanya demi kepuasan pelanggannya. Fasilitas adalah segala sesuatu yang memudahkan konsumen di bidang jasa. Dalam perusahaan jasa, fasilitas yang ditawarkan perusahaan itulah yang akan dinilai konsumen. Persepsi yang diperoleh dari fasilitas dan interaksi pelanggan berpengaruh terhadap kualitas jasa di mata pelanggan (Tjiptono, 2000). Kualitas adalah sejauh mana produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya (Lupiyoadi, 2001). Rangkuti (2002) berpendapat bahwa pelayanan merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Pada dasarnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa memengaruhi hasil jasa tersebut. Menurut American Society for Quality Control kualitas pelayanan adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan atau bersifat laten. Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Service quality merupakan aktifitas utama dalam strategi marketing yang dilakukan oleh perusahaan di mana perusahaan harus memiliki komitmen untuk selalu memberikan pelayanan yang berkualitas agar mampu tumbuh dan berkembang. Meskipun service quality lebih sulit didefinisikan dan dinilai dibanding kualitas produk, konsumen tetap akan memberikan penilaian terhadap kualitas jasa yang diterimanya dan penyedia jasa perlu memahami bagaimana sebenarnya harapan konsumen sehingga dapat merancang jasa yang ditawarkan secara efektif. Service quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik
18 dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Menurut Tjiptono (2006), terdapat 5 macam perspektif kualitas, yaitu : 1. Transcendental approach Kualitas dipandang sebagai innate execellence, dimana kualitas dapat dirasakan dan diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Biasanya diterapkan dalam dunia seni. 2. Product-based approach Kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. 3. User-based approach Kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan referensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas tinggi. 4. Manufacturing based approach Kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan. Dalam sektor jasa bahwa kualitas seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktifitas dan penekanan biaya. 5. Value-based approach Kualitas dipandang dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam pengertian ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli.
Citra dari kualitas layanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggam. Hal ini dikarenakan pelangganlah yang mengonsumsi serta menikmati jasa pelayanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Penilaian pelanggan mengenai kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan.
19 Purnomo (2008) berpendapat bahwa bagi pelanggan kualitas layanan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan menentukan apa yang dianggap penting. Pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas layanan. Untuk itu kualitas dapat dideteksi pada persoalan bentuk sehingga dapat ditemukan : 1.
Kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji.
2.
Kualitas adalah tercapainya suatu harapan dan kenyataan sesuai dengan komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.
Kualitas dan integrasi merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan.
2.1.2.1 Karakteristik Service Tjiptono (2004;22) mengutarakan ada lima karakteristik utama jasa bagi pembeli pertamanya: 1. Intangibility (tidak berwujud) Jasa bebeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi para pelanggan, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diteriman konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi. 2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Tidak dapat dipisahkan berarti karakter jasa yang memungkinkan diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Kedua pihak mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur yang penting. Hal ini berarti jasa secara normal tidak diproduksi pada suatu lokasi yang terpusat dan dikonsumsi pada lokasi yang berbeda.
20 3. Variability / Heterogeneity (berubah-ubah) Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya. 4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. 5. Lack of Ownership Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengonsumsi, menyimpan, atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas.
2.1.2.2 Dimensi Service Quality Menurut Parasuraman, dkk (1998) untuk mengevaluasi kualitas jasa pelanggan umumnya menggunakan lima dimensi berikut : a. Tangibles / Bukti langsung Tangibles merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Pentingnya dimensi tangibles ini akan menumbuhkan image penyedia jasa terutama bagi konsumen baru dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak image perusahaan. b. Reliability / Keandalan Reliability atau keandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu. Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan konsumen akan menurun bila
21 jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi, komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat. c. Responsiveness / Ketanggapan Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk di dalamnya jika terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi permintaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. Jadi, komponen atau unsur dari dimensi ini terdiri dari kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam melayani pelanggan, dan penanganan keluhan pelanggan. d. Assurance / Jaminan Assurance atau jaminan merupakan pengetahuan dan perilaku employee untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam mengonsumsi jasa yang ditawarkan. Dimensi ini sangat penting karena melibatkan persepsi konsumen terhadap risiko ketidakpastian yang tinggi terhadap kemampuan penyedia jasa. Perusahaan membangun kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung menangani konsumen. Jadi, komponen dari dimensi ini terdiri dari kompetensi karyawan yang meliputi keterampilan, pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk melakukan pelayanan dan kredibilitas perusahaan yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan konsumen kepada perusahaan seperti, reputasi perusahaan, prestasi dan lain-lain e. Emphaty / Empati Emphaty merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen
22 atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.1.3 Perceived Price Fairness 2.1.3.1 Pengertian Perceived Price Price adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa menurut Kotler dan Armstrong (2008). Menurut Brudy dan Hult (2000), Perceived Price adalah sebagai sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk. Sehingga Perceived Price adalah persepsi konsumen akan harga atau suatu pengorbanan yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk yang sebanding dengan harga atau pengorbanan yang diberikan.
2.1.3.2 Pengertian Price Fairness MenurutConsuegra et al (2007), pricefairness adalah suatu penilaian untuk suatu hasil dan proses agar mencapai hasil yang masuk akal serta dapat diterima, dan price fairness dapat diukur dengan empat atribut sebagai berikut : •
Konsumen merasa membayar harga yang wajar pada setiap transaksi pembelian.
•
Refrensi tingkat kewajaran harga (Price fairness), dimana konsumen merasa wajar jika suatu produk atau jasa yang sama jenisnya dari perusahaan yang berbeda ditetapkan dengan harga yang berbeda.
•
Kebijakan harga ditentukan oleh perusahaan adalah hal yang wajar dan dapat diterima oleh konsumen.
• Harga yang ditetapkan merupakan sebuah etika, dimana pelanggan selalu diberitahu mengenai perubahan harga yang akan dilakukan oleh perusahaan sebelum harga yang baru ditetapkan.
23 2.1.3.3 Pengertian Perceived Price Fairness Menurut Ailawadi, Luan, Neslin dan Taylor (2011) bahwa perceived price fairness merupakan penilaian subyektif konsumen mengenai harga yang ditawarkan wajar, mempunyai alasan yang jelas, atau dapat diterima. Persepsi price fairness pembelian konsumen (sebenarnya atau niat) tidak hanya bergantung pada tingkat harga yang relatif tetapi juga pada harga yang dianggap wajar atau mempunyai alasan yang jelas (Carvalho, 2010). Menurut Xia et al (2004), bahwa perceived price fairness merupakan penilaian subyektif dari konsumen apakah ada perbedaan harga antara satu penjual dengan penjual yang lain yang wajar dan masuk akal. Sehingga perceived price fairness adalah penilaian subyektif terhadap harga yang ditawarkan oleh suatu perusahaan adalah wajar, masuk akal dan dapat diterima.
2.1.3.4 Dimensi Perceived Price Fairness Menurut (Ahmat et al, 2011) bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi perceived price fairness, yaitu : A. Treatment Experience Menurut Sinclair (2010)experience terdiri dari pengetahuan atau ketrampilan atau pengamatan atas sesuatu yang diperoleh melalui pengalaman atas transaksi aktual. Pelanggan yang berpengalaman menggunakan ingatan peristiwa yang pernah di alami di masa lalu sebagai isyarat untuk menilai harga (Ofir et al.2008) dan ketika bertemu dengan harga baru, itu akan bertindak sebagai patokan untuk menilai harga di masa mendatang (Pecthl, 2008). Dengan adanya pengetahuan akan konsumen yang berdasarkan atas pengalamannya sebagai isyarat untuk menilai harga, sehingga konsumen dapat menilai kepuasan dari barang atau jasa ataupun harga yang ditawarkan oleh suatu perusahaan, dibandingkan perusahaan lainnya yang sejenis. B. Price Knowledge Knowledge berarti keahlian dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang atau sekelompok orang melalui pemahaman teoritis atau praktis mengenai suatu subjek (Sinclair, 2010)dan pelanggan mengembangkan referensi atau harga yang diharapkan berdasarkan pengetahuan mereka tentang harga pasar dan transaksi sebelumnya (Cockrill dan Goode, 2010). Sehingga dengan adanya keterampilan atau pengetahuan seseorang tentang harga pasar dan
24 transaksi sebelumnya, maka konsumen dapat menilai bahwa apakah ada perbedaan harga antara harga transaksi hari ini dengan harga transaksi sebelumnya dalam barang atau jasa yang sama, serta konsumen dapat menilai apakah barang atau jasa yang ditawarkan tersebut patut dipertanyakan. C. Price Expectation Menurut Maxwell (2008), ekspetasi hargatelah diterima luas sebagai harga yang wajar, harga yang didefinisikan sebagai expected price harus bertepatan dengan ekspetasi dari pelanggan yang jika ada peningkatan yang tidak sesuai, maka harga tersebut dianggap tidak wajar. Ekspetasi harga tidak hanya berdasarkan perkiraan yang rasional melainkan keinginan emotional, kita lebih memilih untuk mendapatkan apa yang kita kira akan dapatkan (Maxwell 2008). Sehingga konsumen dapat menilai apakah harga tersebut yang konsumen harapkan untuk membayar tariff dari suatu barang atau jasa, serta apakah kualitas dari barang atau jasa tersebut senilai yang dibayar. D. Price Information Ketersediaan informasi harga di pasar juga mempengaruhi pengetahuan harga pelanggan. Konsumen mungkin telah mengembangkan ingatan yang lebih baik pada informasi harga yang relevan yang disebabkan tingginya pengalaman transaksi atau transaksi berulang di kategori tertentu (Estelami, 1998 yang dikutip dalam ahmat el al,2011). Campbell (2007) menjelaskan bahwa informasi harga yang dikumpulkan, dari manusia (misal: karyawan penyedia jasa) maupun bukan manusia (misal: internet dan iklan) menjadi suatu patokan, yang membentuk kesan dan ekspetasi pelanggan untuk dapat menerima harga yang akan ditawarkan oleh suatu usaha. Dengan terkumpulnya informasi harga maka hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih suatu barang atau jasa, serta konsumen dapat membandingkan harga terlebih dahulu dengan barang atau jasa sejenis sebelum membuat keputusan.
2.1.4 Customer Satisfaction Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan konsumen yang merasa puas (customer satisfaction). Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat antara lain pengaruh antara perusahaan dan konsumen menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan
25 terciptanya loyalitas konsumen, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan atau ketidakpuasan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Kotler (2001 : 46) menandaskan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Bila kinerja melebihi harapan mereka akan merasa puas dan sebaliknya bila kinerja tidak sesuai harapan maka akan kecewa. Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
2.1.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Dalam menentukan kepuasan konsumen ada lima faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan (Lupyoadi, 2001) antara lain : a. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. b. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. c. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi sosial atau self esteem yang membuat pelanggan merasa puas terhadap merek tertentu. d. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan. e. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.
26 2.1.4.2 Dimensi Customer Satisfaction Menurut Li (2012) setidaknya ada dua dimensi penentu kepuasan pelanggan, yaitu : •
Transaction Specific Satisfaction Merupakan hasil dari pertemuan dengan layanan, hal ini terbentuk dari evaluasi pada pengalaman yang dirasakan dan prilaku pelanggan selama masa transaksi.
•
Overall Satisfaction Dimensi yang berdasarkan banyaknya pengalaman berpindah-pindah layanan dan evaluasi dari pelanggan berdasarkan totalitas dari produk atau jasa.
2.1.5 Customer Loyalty Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan. Loyal secara harfiah dapat diartikan sebagai kesetian terhadap suatu objek. Customer Loyalty merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada sebuah produk atau jasa sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Menurut Kotler, customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan. Griffin (dalam Hurriyati, 2005) menyatakan bahwa Loyality is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit yang berarti bahwa loyalitas didefenisikan sebagai pembelian non random yang diekspresikan sepanjang
waktu
dengan
melakukan
serangkaian
pengambilan
keputusan.
Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian rutin didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Menurut Tjiptono (2000 : 110) loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok berdasarkan sifat yang sangat positif dalam pembelian jangka panjang. Kotler, Bowens dan Makens (2008), mendefinisikan loyalitas sebagai besarnya kemungkinan pelanggan membeli kembali dan kesediaan mereka untuk menjadi partner bagi perusahaan. Menjadi partner artinya bersedia membeli produk
27 dan jasa dalam jumlah banyak, memberikan rekomendasi positif, serta bersedia menginformasikan kepada pihak perusahaan apabila terjadi kesalahan dalam operasional pelayanan. Menurut Tjiptono (2008:110) loyalitas merupakan komitmen pelanggan terhadap toko, merek, ataupun pemasok yang didasarkan atas sikap positif yang tercermin dalam bentuk pembelian berulang secara konsisten. Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian
secara
berulang-ulang
secara
konsisten
serta
pelanggan
mau
merekomendasikan sebuah produk atau jasa kepada konsumen lain untuk turut serta menggunakan produk yang pelanggan gunakan. Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya. Pelanggan yang setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk dan pelayanan tertentu, sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal. Selanjutnya pada tahap berikutnya pelanggan yang loyal tersebut akan memperluas “kesetiaan” mereka pada produk-produk lain buatan produsen yang sama. Dan pada akhirnya, mereka adalah pelanggan yang setia pada produsen atau perusahaan tertentu untuk selamanya. Philip Kotler (2001) menyatakan bahwa loyalitas tinggi adalah pelanggan yang melakukan pembelian dengan persentase makin meningkat pada perusahaan tertentu daripada perusahaan lain. Loyalitas pelanggan tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui proses pelanggan mempelajari suatu produk dan berdasarkan hasil pengalaman dari pelanggan itu sendiri yang melakukan pembelian secara konsisten sepanjang waktu. Bila apa yang dibeli oleh pelanggan sesuai dengan harapan maka proses pembelian ini akan terus berulang. Hal ini dapat dikatakan bahwa telah timbul adanya kesetiaan pelanggan.
2.1.5.1 Dimensi Customer Loyalty Pendekatan untuk menganalisis loyalitas pelanggan adalah membedakan antara attitudinal loyalty dan behavioral loyalty (Chaudhuri and Holbrook, 2001; Han et al, 2001 dalam P. Martinez, 2013). •
Behavioral loyalty Behavioral loyalty terkait dengan transaksi berulang dari konsumen dalam jangka waktu tertentu. Namun, perilaku pembelian kembali dapat
28 disebabkan kepuasan atau hanya kurangnya alternatif serta alasan kenyamanan atau kebiasaan. •
Attitudinal loyalty Attitudinal Loyalty terkait dengan pemikiran seorang pelanggan yang akan memberikan evaluasi positif tentang perusahaan sehingga menghasilkan loyalitas nyata atau setidaknya loyalitas potensial. Attitudinal loyalty tidak hanya membeli kembali tetapi juga memberikan review positif terhadap orang-orang di sekelilingnya dari mulut ke mulut.
2.1.5.2 Karakteristik Customer Loyalty Menurut Griffin (2005, hal.31), konsumen yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian secara teratur Merupakan pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. 2. Membeli di luar lini produk atau jasa Membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh produk pesaing. 3.
Merekomendasikan produk atau jasa Membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur, selain itu mereka mendorong temanteman mereka agar membeli barang atau menggunakan jasa perusahaan serta merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain.
4.
Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing Tidak mudah terpengaruh oleh jenis barang atau jasa yang ditawarkan dari perusahaan pesaing,
29 2.1.5.3 Manfaat Loyalitas Konsumen Kotler (2001) menyatakan bahwa kesetiaan terhadap merek merupakan salah satu dari aset merek, yang menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas, karena untuk membangunnya banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama. Lebih lanjut dijelaskan bahwa manfaat kesetiaan terhadap merek bagi perusahaan adalah sebagai berikut : 1.
Mengurangi biaya pemasaran Pelanggan setia dapat mengurangi biaya pemasaran. beberapa penelitian menunjukkan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada. Biaya iklan dan bentuk-bentuk promosi lain dikeluarkan dalam jumlah besar belum tentu dapat menarik pelanggan baru karena tidak gampang membentuk sikap positif terhadap merek
2.
Trade leverage Loyalitas terhadap merek menyediakan trade leverage bagi perusahaan. Sebuah produk dengan merek yang dimiliki pelanggan setia akan menarik para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar dibandingkan dengan merek lain di toko yang sama. Merek yang memiliki citra kualitas tinggi akan memaksa pelanggan membeli secara berulang-ulang merek yang sama bahkan mengajak pelanggan lain untuk membeli merek tersebut.
3. Menarik pelanggan baru Pelanggan yang puas dengan merek yang dibelinya dapat memengaruhi pelanggan lain. Sedangkan pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada orang lain juga. 4. Merespon ancaman pesaing Loyalitas terhadap merek memungkinkan perusahaan memiliki waktu untuk merespon tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pesaing. Jika pesaing mengembangkan
produk
yang
lebih
superior,
perusahaan
memiliki
kesempatan untuk membuat produk yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu karena bagi pesaing relatif sulit untuk mempengaruhi pelanggan yang setia. Karena pentingnya kesetiaan terhadap merek maka loyalitas tersebut dianggap sebagai aset perusahaan dan berdampak besar terhadap pangsa pasar serta profitability perusahaan.
30 2.1.5.4 Ciri-Ciri Konsumen Yang Loyal Menurut Giddens et al (2002), konsumen yang loyal memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Memiliki komitmen pada produk tersebut.
2.
Berani membayar lebih pada produk tersebut bila dibandingkan dengan produk lain.
3.
Akan merekomendasikan produk tersebut kepada orang lain.
4.
Dalam melakukan pembelian kembali tidak melakukan pertimbangan.
5.
Selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan produk tersebut.
6.
Pelanggan bisa menjadi semacam juru bicara dari sebuah produk dan mereka akan selalu mengembangkan hubungan dengan produk tersebut.
2.1.5.5 Tingkatan Customer Loyalty Dalam kaitannya dengan customer loyalty, didapati adanya beberapa tingkatan customer loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas adalah sebagai berikut : 1.
Switcher (berpindah-pindah) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu produk ke produk-produk yang lain mengindikasikan sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada produk tersebut. Pada tingkatan ini produk apapun dianggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan inia adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan produk yang dikonsumsinya atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai pengorbanan lain. Dapat
31 disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli masuk dalam kategori puas bila mengkonsumsi produk tersebut, meskipun demikian mungkin saja pembeli memindahkan pembeliannya ke produk lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan beralih produk. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini, para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal). 4. Likes the brand (menyukai merek/produk) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai produk tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional terkait pada produk. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya, ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian sering kali rasa suka ini merupakan suaru perasaan yang sulit diidentifikasi atau ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik. 5. Commited buyer (pembeli yang komit) Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Pengguna memiliki suaru kebanggan sebagai pengguna dari suatu produk dan bahkan produk tersebut menjadi sangat penting bagi pembeli dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi diri. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
32 2.2 Kerangka Pemikiran
((X1) Service Quality • Tangible • Reliability • Responsiveness • Assurance • Emphaty (Butt dan Murtaza, 2011)
(Y) Customer Satisfaction • Transaction Spesific Satisfaction • Overall Satisfaction
(Li, 2012) 2013)
(X2) Perceived Price Fairness • Treatment Experience • Price Knowledge • Price Expectation • Price Information
(Ahmat et al, 2011) Gambar 2.2 Kerangka Penelitian Sumber : Penulis (2015)
(Z) Customer Loyalty • Behavioral Loyalty • Attitudinal Loyalty (Martinez dan Bosque,
33 2.3
Hipotesis Menurut sugiyono (2008:93) Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan.
Ha: Terdapat pengaruh atau hubungan antar variable Ho: Tidak terdapat pengaruh atau hubungan antar variable
Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Xiangyu Li dan Jarinto Krit (2012) dalam jurnal yang berjudul “Service Is Power: Exploring Service Quality in Hotel’s Business, Yunnan, China” bertujuan untuk untuk mengevaluasi kualitas layanan di Yunnan industri hotel dan untuk menyelidiki pengaruh perubahan kualitas layanan pada kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan dan brand image Hotel. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa Kualitas layanan memiliki efek positif pada kepuasan pelanggan. T1: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ha: Ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction pada konsumen Itasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Vinitia Kaura (2012) dalam jurnal yang berjudul “A Link for Perceived Price, Price Fairness and Customer Satisfaction” yang membahas apakah Perceived Price meningkatkan Price Fairness dan Price Fairness lebih mempromosikan kepuasan pelanggan di bank-bank komersial India. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa Perceived Price meningkatkan Price fairness, dan Price Fairness meningkatkan Customer Satisfaction. Perceived Price tidak memberikan dampak pada Customer Satisfaction. T2: Untuk menganalisa pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Satisfaction pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
34 Ha: Ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Satisfaction pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Satisfaction pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Xiangyu Li dan Jarinto Krit (2012) dalam jurnal yang berjudul “Service Is Power: Exploring Service Quality in Hotel’s Business, Yunnan, China” bertujuan untuk untuk mengevaluasi kualitas layanan di Yunnan industri hotel dan untuk menyelidiki pengaruh perubahan kualitas layanan pada kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan dan brand image Hotel. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa Kualitas layanan memiliki efek positif pada Loyalitas pelanggan. T3: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ha: Ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Loyalty pada konsumen Itasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao (2001) dalam jurnal yang berjudul “An Integrated Model For The Effects Of Perceived Product, Perceived Service Quality, And Perceived Price Fairness On Consumer Satisfaction And Loyalty” bertujuan untuk menyeimbangkan Service Quality dan Product Quality menjadi sebuah model yang terintegrasi dan mengeksplorasi efek dari tiga persepsi konsumen (Service Quality, Product Quality, dan Perceived Price Fairness) terhadap kepuasan dan perilaku yang loyal. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa Perceived Price Fairness memberikan dampak yang signifikan terhadap Customer Loyalty. T4: Untuk mengetahui pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ha: Ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
35 Penelitian yang dilakukan oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao (2001) dalam jurnal yang berjudul “An Integrated Model For The Effects Of Perceived Product, Perceived Service Quality, And Perceived Price Fairness On Consumer Satisfaction And Loyalty” bertujuan untuk menyeimbangkan Service Quality dan Product Quality menjadi sebuah model yang terintegrasi dan mengeksplorasi efek dari tiga persepsi konsumen (Service Quality, Product Quality, dan Perceived Price Fairness) terhadap kepuasan dan perilaku yang loyal. Dalam penelitian ini menunjukan Customer Satisfaction berhubungan positif dengan Customer Loyalty. T5: Untuk menganalisa pengaruh Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ha: Ada pengaruh Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Tuan (2012) dalam jurnal yang berjudul “Effects of Service Quality and Price Fairness on Student Satisfaction,”menunjukan bahwa Kualitas layanan memiliki dampak yang signifikan terhadap kepuasan mahasiswa. Hal ini sangat penting untuk mengetahui bahwa siswa sangat sensitif terhadap biaya pendidikan. Hal ini terutama berlaku karena Vietnam masih negara berkembang yang produk domestik bruto (PDB) per kapita masih sangat rendah. T6: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality dan Perceived Price Fairness secara simultan terhadap Kepuasan Konsumen pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ha: Ada pengaruh Service Quality dan Perceived Price Fairness secara simultan terhadap Kepuasan Konsumen pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality dan Perceived Price Fairness secara simultan terhadap Kepuasan Konsumen pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao (2001) dalam jurnal yang berjudul “An Integrated Model For The Effects Of Perceived Product, Perceived Service Quality, And Perceived Price Fairness On Consumer Satisfaction And Loyalty” bertujuan untuk menyeimbangkan Service Quality dan Product Quality
36 menjadi sebuah model yang terintegrasi dan mengeksplorasi efek dari tiga persepsi konsumen (Service Quality, Product Quality, dan Perceived Price Fairness) terhadap kepuasan dan perilaku yang loyal. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa Service Quality dan Perceived Price Fairness memberikan dampak positif terhadap Customer Satisfaction dan memberikan pengaruh pada Loyalty. T7: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality, Perceived Price Fairness dan Customer Satisfaction secara simultan dan signifikan terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ha: Ada pengaruh Service Quality, Perceived Price Fairness dan Customer Satisfaction secara simultan dan signifikan terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City. Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality, Perceived Price Fairness dan Customer Satisfaction secara simultan dan signifikan terhadap Customer Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.