BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Pelanggan 2.1.1. Konsep Pelanggan Menurut Greenberg (Greenberg I. P., 2010, p. 8) pelanggan adalah individu atau kelompok yang membeli produk atau jasa berdasarkan keputusan mereka dengan pertimbangan atas manfaat dan harga produk dan jasa tersebut. Pelanggan adalah individu atau kelompok yang membeli produk atau jasa untuk kebutuhan mereka, dan kegiatan ini dilakukan secara berulang dalam kurun waktu tertentu. 2.1.2. Nilai Pelanggan Menurut Schiffman & Kanuk (Customer Behaviour, 2010, p. 29), nilai pelanggan adalah perbandingan antara keuntungan yang didapat pelanggan (ekonomi, fungsional, dan psikologi) dengan sumber daya yang dikeluarkan (uang, waktu, usaha, dan psikologi) untuk mendapatkan produk tersebut. Nilai pelanggan adalah manfaat yang diterima oleh pelanggan atas usaha yang dikeluarkan untuk memperoleh produk atau jasa. 2.1.3. Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (Kotler & Keller, 2011, p. 163), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang merupakan hasil dari perbandingan antara kinerja produk yang diterima (hasil) dikaitkan dengan harapan dari pelanggan. Jika kinerja lebih kecil dari harapan, maka dikatakan pelanggan 9
10
tidak puas. Jika kinerja berbanding dengan harapan, maka pelanggan puas. Jika kinerja lebih besar dari harapan, maka dikatakan pelanggan sangat puas. 2.1.4. Kesetiaan Pelanggan Menurut Kotler & Keller (Kotler & Keller, 2011, p. 163), kepuasan didefinisikan komitmen terdalam untuk membeli atau berlangganan kembali produk atau jasa yang disukai pada masa mendatang, walaupun adanya kemungkinan pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang akan mengubah prilaku. 2.2.
Hubungan (Relationship) 2.2.1. Konsep Relationship Hubungan terjadi karena adanya interaksi yang berulang antara perusahaan dengan pelanggan atau pemasok. Jika interaksi itu hanya sekali seperti membeli produk dari suatu took, belum bisa dikatakan sudah terciptanya hubungan antara took tersebut dengan pembeli. Ketika kita berinteraksi secara berulang dengan pihak lain untuk maksud dan tujuan tertentu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan itu tersusun dari serangkaian episode interaksi antara dua pihak secara berulang. Episode disini diartikan sebagai transaksi (yang memiliki awal dan akhir) yang terjadi antara perusahaan dengan pelanggan seperti melakukan pembelian, negosiasi harga, dan lain lain, Francis (Buttle, 2009, p. 27). 2.2.2. Fase-Fase dalam Hubungan Francis (Buttle, 2009, p. 28), hubungan itu dapat berubah setiap waktu, seperti antar pihak menjadi lebih dekat atau lebih jauh, interaksi menjadi lebih
11
sering atau semakin jarang. Karena hubungan terus berubah, mereka menjadi bervariasi, baik dari jumlah dan keragaman episode serta interaksi yang terjadi dalam setiap episode. Fase hubungan dengan pelanggan dapat dibagi menjadi : a. kesadaran (awareness) Kesadaran terjadi dimana masing-masing pihak menjadi perhatian terhadap pihak yang memungkinkan sebagai partner potensial. b. eksplorasi (exploration) Eksplorasi merupakan masa dari inventigasi dan pengetesan kemampuan dan kinerja terhadap partner potensial. c. ekspansi (expansion) Ekspansi merupakan fase dimana masing-masing pihak meningkatkan ketergantungan kepada pihak lain. Dalam fase ini transaksi menjadi lebih sering dan kepercayaan mulai terbentuk. d. komitmen (comitment) Tahapan komitmen ditandai dengan peningkatan adapatasi dan setiap pihak mengerti peran dan tujuan masing-masing. Proses pembelian yang menjadi otomatis merupakan salah satu tanda komitmen. e. pembubaran (dissolution) Tidak semua hubungan mencapai tahap komitmen, sebagian dari mereka berakhirsebelum mencapai tahap komitmen. Beberapa dari mereka berakhir karena pelanggaran terhadap kepercayaan dan perubahaan kebutuhan dari partner.
12
2.3.
Manajemen 2.3.1. Pengertian Manajemen Menurut Stephen & Mary (P.Robins & Coulter, 2012, p. 36), manajemen melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap kegiatan kerja supaya kegiatan tersebut dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Efisiensi diartikan memperoleh output yang lebih dari jumlah input yang paling sedikit. Karena manager harus berurusan dengan input yang mahal, meliputi sumber daya seperti tenaga kerja, uang, dan mesin, mereka diharuskan mengelola penggunaan yang efisien dari sumber daya tersebut. Efisiensi sering disebut doing things right atau melakukan sesuatu dengan benar, tidak memboroskan sumber daya. Stephen & Mary (P.Robins & Coulter, 2012, p. 36) Efektif disebut juga melakukan hal yang benar, yang artinya melaksanakan kegiatan yang dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Stephen & Mary (P.Robins & Coulter, 2012, p. 36). 2.3.2. Fungsi Manajemen Menurut Stephen & Mary (P.Robins & Coulter, 2012, p. 37), fungsi manajemen terbagi atas 4 fungsi utama, yakni ; a. Perencanaan (Planning) Merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan penetapan tujuan, penyusunan startegi untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan, dan pengembangan perencanaan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.
13
b. Pengelolaan (Organizing) Merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan pengaturan dan penataan kerja untuk mencapai tujuan organisasi. c. Pembimbingan (Leading) Merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan kerjasama dengan orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi. d. Pengaturan (Controlling) Merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan pemantauan, perbandingan, serta perbaikan kinerja. 2.4.
Customer Relationship Management 2.4.1. Konsep Customer Relationship Management Menurut Judy & Raymond (Strauss & Frost, 2010, p. 355), Customer Relationship
Management
(CRM)
memperoleh,
melakukan
transaksi,
adalah
proses
melayani,
dari
menargetkan,
mempertahankan,
dan
membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Menurut Kotler (Kotler & Keller, 2011), Customer Relationship Management merupakan pembangunan ikatan yang kuat dengan pelanggan. Ini merupakan proses dari pengelolan informasi pelanggan dan secara hati-hati mengelola touch points dari pelanggan dengan tujuan untuk memaksimalkan loyalitas pelanggan. Menurut Roger, Robert, & Daniel (Baran, Galka, & Strunk, 2008, p. 5), Customer Relationship Management didefinisikan sebagai strategi bisnis untuk
14
mengoptimalkan pendapatan, keuntungan, dan kepuasa pelanggan dengan mengelola
pelanggan,
membina
prilaku
kepuasan
pelanggan,
dan
mengimplementasikan proses pemusatan pelanggan. Menurut
Francis
(Buttle,
2009,
p.
4),
Customer
Relationship
Management adalah pendekatan yang terintegrasi untuk mengidentifikasi, memperoleh,
dan
mempertahankan
pelanggan.
CRM
memungkinkan
perusahaan untuk mengelola dan mengkoordinasikan interaksi pelanggan di berbagai chanel, departemen dari bisnis dan geografis. CRM membantu perusahaan dalam memaksimalkan nilai dari setiap interaksi pelanggan dan mendorong kinerja perusahaan yang unggul. 2.4.2. Manfaat Customer Relationship Management Menurut Judy (Strauss & Frost, 2010), manfaat CRM meliputi peningkatan pendapatan dari penargetan yang lebih baik, peningkatan wallet share dari pelanggan yang ada, mempertahankan pelanggan untuk waktu yang lama. Manfaat-manfaat ini direalisasikan dari database, yang dapat membantu perusahaan mengetahui pelanggan mereka dengan lebih baik, dan mengunakan pengetahuan tersebut untuk membangun loyalitas serta peningkatan nilai waktu dari pelanggan. Menurut Baran, Galka & Strunk (Baran, Galka, & Strunk, 2008, p. 16), penerapan sistem CRM dapat mengurangi biaya yang besar dalam bisnis, membuat proses perolehan pelanggan yang efektif biaya, mengurangi biaya penjualan, meningkatkan loyalitas pelanggan, mengurangi usaha yang mahal dalam
memperoleh
pelanggan
baru.
Dari
sisi
pendapatan,
CRM
15
memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi dan berfokus pada pelanggan yang memberi keuntungan tinggi. 2.4.3. Jenis-jenis dari Customer Relationship Management Menurut
Francis
(Buttle,
2009,
p.
4),
Customer
Relationship
Management dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yakni; a. Startegic CRM Strategic CRM berfokus pada pengembangan budaya bisnis pada pemusatan pelanggan. Budaya ini dibuat untuk memenangkan dan menjaga pelanggan dengan membuat dan menyampaikan nilai yang lebih baik dari pesaing. b. Operational CRM Operational CRM berfokus pengotomatisasi proses yang dilakukan pelanggan seperti penjualan, pemasaran, dan layanan pelanggan. c. Analytical CRM Analytical CRM berfokus pengalian data yang berhubungan dengan pelanggan untuk tujuan taktik dan strategi. d. Collaborative CRM Collaborative CRM merupakan penerapan teknologi yang bisa menjembatani perusahaan dengan pelanggan, guna meningkatkan nilai dari perusahaan, mitra bisnis, dan pelanggan. 2.4.4. Tahapan-Tahapan CRM Menurut O’Brien & Marakas (O'Brien & Marakas, 2010, p. 268), CRM mendukung 3 siklus hidup pelanggan seperti pada gambar 2.1.
16
Gambar 2.1 Tiga Fase CRM Sumber : O'Brien, J. A.,; Marakas, G. M. (2010, p. 268) Tiga (3) siklus hidup pelanggan yang didukung CRM adalah : a. Acquire Acquire merupakan tahap memperoleh pelanggan baru. Sebuah bisnis dapat menggunakan sistem atau basis data CRM untuk memperoleh pelanggan baru, seperti halnya manajemen kontrak, penjualan, pemenuhan dan pemasaran langsung. b. Enhance Dalam tahapan enhance (meningkatkan keuntungan dari pelanggan yang sudah ada), sebuah bisnis dapat meningkatkan keuntungan dengan mendorong penjualan barang pelengkap lainnya atau sering disebut dengan cross-selling. c. Retain Agar dapat mempertahankan pelanggan yang ada, perusahaan perlu memberikan layanan secara proaktif. Nilai yang dirasakan oleh pelanggan adalah hubungan yang lebih personal dengan "perusahaan mereka".
17
Fungsional CRM dalam mendukung tiga (3) siklus hidup pelanggan : a. Direct marketing Fitur direct marketing dapat mendukung perusahaan dalam memperoleh pelanggan baru atau acquire, seperti penjualan, pemenuhan, dan pemasaran langsung. Tujuan fitur CRM ini adalah membantu pelanggan untuk mengetahui produk atau jasa unggulan yang ditawarkan oleh perusahaan. b. Cross-sell dan up-sell Melalui CRM, perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dari pelanggan yang sudah ada atau enhance dengan memasarkan produk yang berbeda kepada pelanggannya melalui fitur cross-selling dan up-selling, dengan demikian maka dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Nilai yang dilihat oleh pelanggan adalah kemudahan one stop shopping. c. Proactive service Melalui sistem dan basis data, CRM dapat membantu perusahaan secara proaktif menganalisis, mengidentifikasi, menentukan pelanggan yang setia dan menguntungkan. Perusahaan dapat memberikan reward atau penghargaan kepada pelanggan yang setia agar pelanggan tersebut tetap setia bertransaksi dengan perusahaan. Nilai yang dirasakan oleh pelanggan adalah hubungan yang lebih personal dengan "perusahaan mereka".
18
2.5.
Electronic Customer Relationship Management 2.5.1. Konsep Electronic Customer Relationship Management (e-CRM) Menurut Tawfik & Albrecht (Jelassi & Enders, 2008), e-CRM merupakan penggunaan internet dan aplikasi Teknologi Informatika dalam mengelola hubungan dengan pelanggan. Menurut Dave (Chaffey, 2009, p. 486), e-CRM merupakan pengabungan alamiah dari web dengan komunikasi email yang menyediakan wadah ideal untuk mengembangkan hubungan pelanggan, serta database yang menjadi dasar untuk menyimpan informasi tentang hubungan pelanggan dan menyediakan layanan peningkatan dan personaliasasi informasi untuk memperkuat hubungan pelanggan. 2.5.2. Tujuan e-CRM Menurut Tawfik & Albrecht (Jelassi & Enders, 2008), sejak internet dipakai untuk mendukung kegiatan dalam rantai pasokan perusahaan, e-CRM juga merupakan bagian yang penting. e-CRM bertujuan untuk : 1. Menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan untuk mengimbangi biaya perolehan pelanggan baru. 2. Mengurangi tingkat berpindahnya pelanggan. 3. Meningkatkan walletshare melalui cross selling dan up selling. 4. Meningkatkan profitabilitas dari pelanggan berprofit rendah. 5. Fokus terhadap pelanggan yang bernilai tinggi.
19
2.5.3. Elemen e-CRM Menurut Tawfik (Jelassi & Enders, 2008), e-CRM terdiri dari empat (4) elemen utama seperti digambarkan pada gambar 0.2, yakni ;
Gambar 2.2 Elemen dari CRM Sumber : Tawfik Jelassy (2008) a. Customer Selection Seleksi pelanggan ini mengacu pada penargetan segmen pelanggan. Kriteria apa yang mendeterminasikan siapa yang akan menjadi pelanggan paling menguntungkan. b. Customer Acquisition Perolehan pelanggan mencakupi pemberian promosi dan insentif, guna untuk (1) memperoleh pelanggan baru dan (2) membujuk pelanggan yang sudah ada untuk menggunakan tawaran yang berada di situs perusahaan.
20
c. Customer Retention Tujuannya, (1) mengubah pelanggan yang hanya melakukan pembelian sekali saja untuk melakukan pembelian ulang dan (2) menjaga
pelanggan
selama
mungkin
dalam
channel
online
perusahaan. d. Customer Extention Berfokus untuk memaksimalkan lifetime value dari pelanggan. Perusahaan dapat dengan memperluas ringkup dari pelanggan yang sudah ada melalui cross selling. 2.6.
Value Chain Menurut Michael, Stewart & Lyman (Hitt, Black, & Porter, 2012, p. 93), rantai
nilai atau value chain terdiri dari serangkaian aktivitas yang secara langsung memproduksi atau mendukung proses produksi produk dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Komponen dalam rantai nilai dapat dibagi menjadi lima kegiatan utama dan empat kegiatan pendukung, seperti yang disajikan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kegiatan dalam value chain Sumber : (Hitt, Black, & Porter, 2012, p. 94)
21
2.6.1. Kegiatan Utama dalam Value Chain Kegiatan utama dari value chain merupakan kegiatan yang terlibat langsung dalam pembuatan produk atau jasa, serta pendistribusiannya kepada pelanggan, (Hitt, Black, & Porter, 2012, p. 93). Kegiatan utama rantai nilai mencakupi : 1. Inbound logistics Komponen ini terdiri dari kegiatan yang berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan dan penyebaran beragam input yang diperlukan untuk produksi produk atau jasa. 2. Operations Komponen operasi berhubungan dengan kegiatan produksi atau pengubahan input menjadi produk atau jasa. 3. Outbound logistics Logistik keluar meliputi kegiatan pemindahan produk atau jasa dari lokasi perusahaan ke lokasi pelanggan. 4. Marketing and sales Kegiatan
pemasaran
dan
penjualan
merupakan
kegiatan
pemberitahuan kepada pelanggan potensial bahwa produk atau jasa dari perusahaan tersedia dan membujuk mereka untuk melakukan pembelian. 5. After-sale service Kegiatan pelayanan dirancang untuk melakukan memastikan bahwa pelanggan puas terhadap produk yang telah dibeli dan meningkatkan
22
kemungkinan untuk melakukan pembelian ulang. Kegiatan layanan meliputi perbaikan, instalasi, penyediaan suku cadang. 2.6.2. Kegiatan Pendukung dalam Value Chain Kegiatan pendukung merupakan kegiatan-kegiatan yang memfasilitasi pembuatan produk atau jasa, serta pendistribusiannya kepada pelanggan, (Hitt, Black, & Porter, 2012, p. 93). Kegiatan pendukung meliputi : 1. Firm infrastructure Infrastruktur perusahaan mencakupi manajemen umum, finansial, akuntansi, hukum, relasi pemerintah, dan kegiatan lainnya. fasilitasi 2. Human Resource Management Merupakan kegiatan perekrutan, pelatihan, evaluasi, kompensasi, dan pengembangan karyawan yang diperlukan dalam kegiatan utama. 3. Technology Development Merupakan penerapan teknologi baru untuk mendukung kegiatan utama. 4. Procurement Merupakan pengadaan atau pembelian barang atau aset yang diperlukan untuk kegiatan utama.
23
2.7.
Analisis Lingkungan Industri : Model Lima Kekuatan Porter Menurut Fred (David, 2010, p. 106), model lima kekuatan Porter merupakan
pendekatan yang sering digunakan untuk mengembangkan strategi dalam industri. Di mana, model tersebut digunakan untuk menganalisis persaingan antara perusahaan dalam industri, seperti yang diilustrasikan pada gambar 0.3. Kekuatan persaingan perusahaan bervariasi antara industri dengan industri yang lain. Menurut Porter, haikat dari persaingan dapat dilihat sebagai gabungan dari lima kekuatan :
Gambar 2.4 Lima Kekuatan Porter Sumber : Fred R. David (2010, p. 106) 2.7.1. Persaingan antar perusahaan yang bersaing Menurut Fred David (2010, p. 106), persaingan antar perusahaan yang bersaing merupakan kekuatan yang paling kuat dari lima kekuatan persaingan. Strategi perusahaan dapat berhasil apabila strategi tersebut menyediakan keunggulan kompetitif dari strategi yang disusun oleh pesaing. Strategi
24
perusahaan mungkin akan bertemu dengan strategi balasan pesaing, seperti penurunan harga, peningkatan kualitas, penambahan fitur, peningkatan iklan. Kekuatan persaingan antar perusahaan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pesaing, kapasitas dan ukuran pesaing berbanding dengan perusahaan, permintaan produk dari industri menurun, pemotongan harga produk menjadi umum. Persaingan juga akan meningkat ketika konsumen dapat dengan mudah berpindah ke merek lain, ketika hambatan untuk keluar pasar yang tinggi, ketika biaya tetap dari produk tinggi, ketika produk dapat bertahan lama, ketika permintaan dari konsumen bertumbuh dengan lambat dan menurun sehingga menjadikan pesaing kelebihan kapasitas dan persediaan, ketika perusahaan saingan yang beragam dalam strategi, asalusul, dan budaya, serta ketika merger dan akuisisi yang umum di industri. 2.7.2. Potensi masuknya pesaing baru Menurut Fred David (2010, p. 108), pada saat pesaing baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri tertentu, daya saing di antara perusahaan yang ada akan meningkat. Untuk masuk ke dalam industri, hambatan bagi pesaing baru mencakupi kebutuhan untuk mendapatkan skala ekonomi, kebutuhan untuk menguasai teknologi, kurangnya pengalaman, loyalitas pelanggan yang kuat, preferensi merek yang kuat, persyaratan modal yang besar, kurangnya saluran distribusi yang memadai, kebijakan dan peraturan pemerintah, kurangnya akses terhadap bahan baku, kepemilikan paten, serangan dari pesaing yang ada, kejenuhan pasar.
25
2.7.3. Potensi pengembangan produk substitusi Menurut Fred David (2010, p. 109), persaingan yang harus dihadapi oleh perusahaan terkadang berhadapan dengan produsen produk pengganti dari industri yang berbeda. Kehadiran produk pengganti memberikan batasan harga yang dapat dibebankan pada produk yang dijual perusahaan, jika melebihi batasan harga tersebut akan menjadikan konsumen berpindah ke produk pengganti lainnya. Tekanan persaingan dari produk pengganti meningkat seiring dengan menurunnya harga dari produk pengganti dan switching cost dari konsumen menurun. Kekuatan kompetitif dari produk substitusi diukur dari pangsa pasar yang diraih oleh produk tersebut, dan rencana dari perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penetrasi pasar. 2.7.4. Daya tawar pemasok Menurut Fred David (2010, p. 109), daya tawar dari pemasok mempengaruhi kekuatan persaingan dalam indutri, khususnya ketika jumlah supplier yang banyak, ketika hanya terdapat sedikit bahan baku penganti, ketika penggantian bahan baku memakan biaya yang tinggi. Pentingnya antara pemasok dengan perusahaan untuk menentukan harga yang masuk akal, kualitas yang ditingkatkan, pengembangan layanan baru, pengiriman tepat waktu, dan mengurangi biaya persediaan, sehingga meningkatkan keuntungan jangka panjang untuk semua pihak yang berkaitan. Dalam kebanyakan industri, penjual menjalin strategi kemitraan dengan pemasok terpilih guna untuk (1) menggurangi biaya persediaan dan logistic; (2) mempercepat ketersediaan komponen yang akan dating; (3) meningkatkan
26
kualitas dari komponen dan bagian yang dipasokan dan mengurangi tingkat kecacatan komponen; (4) menekan penghematan biaya antara perusahaan dengan pemasok mereka. 2.7.5. Daya tawar pelanggan Menurut Fred David (2010, p. 109), ketika perusahaan fokus terhadap pelanggan atau volume pembelian pelanggan besar, kekuatan tawar mereka merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi intensitas persaingan industri. Pesaing lain mungkin memperpanjang garansi atau memberikan layanan khusus untuk mendapatkan loyalitas pelanggan pada saat daya tawar pelanggan tinggi. Daya tawar pelanggan juga tinggi ketika produk yang dibeli adalah produk standar atau tidak berbeda dengan produk lain, sehingga pelanggan sering melakukan negosiasi harga, cakupan garansi, dan meminta aksesoris tambahan. Daya tawar dari pelanggan dapat menjadi kekuatan paling penting yang mempengaruhi
keunggulan
kompetitif
perusahaan.
Konsumen
dapat
meningkatkan daya tawar pada situai berikut : 1. Jika mereka dapat berpindah merek atau produk substitusi dengan switching cost yang rendah. 2. Jika mereka sangat penting bagi penjual. 3. Jika penjual berjuang pada saat penurunan permintaan pelanggan. 4. Jika mereka diinformasikan tentang produk, harga dan biaya penjual. 5. Jika mereka memegang kendali dalam dan kapan bisa membeli produk.
27
2.8.
Desain Penelitian 2.8.1. Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber pengumpulan data bisa berasal dari data primer atau sekunder. Data primer merupakan informasi dari tangan-pertama (sumber asal) yang diambil peneliti untuk tujuan tertentu. Data primer bisa didapat dengan cara wawancara, kuisioner, observasi. Data sekunder merupakan informasi dari sumber yang telah ada yang diambil oleh peneliti. Data sekunder dapat diperoleh dari artikel, buku, majalah, hasil penelitian sebelumnya, dan lain-lain (Sekaran & Bougie, 2010, p. 180). 2. Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab dengan responden untuk memperoleh informasi terkait dengan masalah yang diteliti. Wawancara dapat berbentuk terstruktur dan tidak terstruktur, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 186). Wawancara terstruktur ditandai dengan adanya pertanyaan yang telah disusun
terlebih
dahulu
sebelum
melaksanakan
wawancara.
Sedangkan wawancara disebut tidak terstruktur karena peneliti melakukan
proses
wawancara
tanpa
menyusun
pertanyaan yang akan dijawab oleh responden.
pertanyaan-
28
3. Kuisioner Kuisioner adalah daftar sejumlah pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan dijawab responden. Kuisioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien ketika peneliti mengetahui dengan tepat apa yang diperlukan dan bagaimana mengukur variable yang diminati, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 197). 4. Observasi Obersevasi merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati objek yang ingin diteliti. Peneliti dapat berperan serta sebagai partisipan atau nonpartisipan untuk mengamati objek penelitian, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 211). 5. Studi literatur Studi literatur adalah peninjauan terhadap karya publikasi dan nonpublikasi dari sumber sekunder terkai dengan bidang yang diteliti, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 38). 2.8.2. Populasi Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal dari minat yang ingin diinvestigasi oleh peneliti, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 262). 2.8.3. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk menguji apakah alat pengukuran mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Data dikatakan valid jika r tabel.
hasil
>r
29
2.8.4. Uji Reliabilitas Kehandalan (reliability) suatu pengukuran menunjukkan sejauh mana pengukuran tersebut tanpa bias dan dapat menjamin pengukuran lintas waktu yang berbeda, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 161). Kehandalan dibuktikan dengan menguji konsistensi dan stabilitas. Konsistensi mengidentifikasi seberapa baik item-item yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep bersatu menjadi sebuah kumpulan. Alfa Conbrach adalah koefisien keandalan yang menunjukkan seberapa baik item dalam suatu kumpulan secara positif berkorelasi satu sama lain, (Sekaran & Bougie, 2010, p. 324). Data dikatakan reliable jika Alfa Conbrach > rtabel. 2.9.
Analisis Kesenjangan Kualitas Layanan Analisis kesenjangan ini bertujuan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi
antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan layanan yang diterima atau dirasakan pelanggan. Analisis ini menyediakan informasi yang bermanfaat bagi perusahaan untuk tindakan perbaikan atas kualitas layanan yang masih kurang menurut persepsi pelanggan, (Pauna, 2012). 2.9.1. Konsep Kualitas Layanan Menurut Douglas & John (Hoffman & Bateson, 2010, p. 319), kualitas layanan (service quality) adalah sikap yang terbentuk dalam waktu jangka panjang, merupakan evaluasi keseluruhan dari kinerja perusahaan. Menurut James & Mona (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2006), kualitas dari layanan terbentuk pada saat proses layanan diberikan ke pelanggan. Kualitas layanan berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Ketika layanan
30
yang diberikan melebihi harapan dari pelanggan, maka layanan yang dirasakan oleh pelanggan memiliki kualitas yang sangat baik atau mengejutkan. Ketika layanan yang diberikan tidak memenuhi harapan pelanggan, maka kualitas layanan dikatakan jelek atau tidak dapat diterima. Ketika layanan yang diberikan memenuhi harapan pelanggan, maka kualitas layanan dianggap memuaskan. 2.9.2. Pengukuran Kualitas Layanan Pengukuran
terhadap
kualitas
layanan
diperoleh
dengan
cara
membandingkan persepsi dan harapan pelanggan terhadap layanan yang diberikan oleh perusahaan.
Pengukuran yang sering digunakan untuk
mengukur kualitas layanan adalah SERQUAL. SERQUAL adalah alat diagnostik yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam lingkup kualitas layanan. Skala pengukuran SERQUAL didasarkan pada lima dimensi kualitas layanan yang diperoleh melalui wawancara terhadap sekelompok konsumen atau pelanggan. Lima dimensi tersebut mencakupi wujud(tangibles), keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), keyakinan (assurance), dan empati (empathy) (Hoffman & Bateson, 2010, p. 328). 1. Tangibles Dimensi tangibles membandingkan harapan dan persepsi pelanggan tentang kemampuan perusahaan untuk mengelola wujud mereka. Wujud dari perusahaan terdiri dari berbagai macam benda seperti arsitektur, desain, tata letak, brosur, warna dinding, fasilitas, peralatan, penampilan personil perusahaan. Dalam SERQUAL, pengukuran dari
31
dimensi tangibles berfokus pada peralatan dan fasilitas, serta personil perusahaan dan bahan komunikasi. 2. Reliability Dimensi reliability mencerminkan konsistensi dan keandalan kinerja dari perusahaan. Dimensi ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi janji yang telah dibuat. Apakah perusahaan menyediakan tingkat layanan yang sama setiap waktu, atau tingkat yang berbeda-beda setiap waktu? Apakah perusahaan menepati janji mereka, tagihan pelanggan akurat, mencatat transaksi dengan akurat? Pelanggan siap membelanjakan uang mereka jika penyedia layanan menunjukkan layanan dan melakukan transaksi sesuai dengan yang dijanjikan. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menggunakan SERQUAL, dimensi reliability merupakan yang paling penting dari dimensi lainnya. 3. Responsiveness Responsiveness
mencerminkan
komitmen
perusahaan
untuk
menyediakan layanan secara tepat waktu. Dimensi responsiveness digunakan untuk mengukur kemauan dan atau kesiapan karyawn untuk memberikan layanan. 4. Assurance Dimensi assurance dari SERQUAL membahas kompetensi dari perusahaan, kesopanan kepada pelanggannya, dan keamanan dari transaksi.
Kompetensi
berhubungan
dengan
pengetahuan
dan
32
ketrampilan
dalam
memberikan
layanan
perusahaan.
Apakah
perusahaan memiliki ketrampilan yang diperlukan dalam untuk menyelesaikan layanan secara professional? 5. Empathy Empathy merupakan kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain sebagai perasaan sendiri. Dimensi empathy mengukur kepedulian dan perhatian perusahaan tentang kebutuhan pelanggan mereka dan membuat layanan perusahaan dalam diakses oleh pelanggan mereka. 2.9.3. Matriks Kepentingan dan Kinerja Layanan Menurut Freddy (Rangkuti, 2002, p. 109), konsep pengukuran kepentingan (importance) dan kinerja (perfomance) layanan berasal dari konsep SERVQUAL. Matriks kepentingan dan kinerja layanan digunakan untuk mengukur kesenjangan antara tingkat kepentingan pelanggan (harapan pelanggan) dengan tingkat kinerja layanan perusahaan. Gambar matriks kepentingan dan kinerja layanan dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Matriks Kepentingan dan Kinerja Layanan Sumber : Freddy Rangkuti (2002, p. 109)
33
Matriks ini terdiri dari empat kuadran, yakni : 1. Kuadran I (attributes to improve) Kuadran
ini
menggambarkan
faktor-faktor
yang
tingkat
kepentingannya tinggi, tetapi pada kenyataan tingkat kinerjanya rendah (tingkat kepuasan pelanggan terhadap faktor masih sangat rendah. Perusahaan perlu meningkatkan performance variable-varibel layanan yang berada pada kuadran ini. 2. Kuadran II (maintain performance) Kuadran ini menggambarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelanggan dan kinerja dari faktor-faktor telah memenuhi kepuasan pelanggan. Namun, kinerja dari faktor-faktor yang berada pada kuadran ini harus dipertahankan karena faktor-faktor tersebut dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan dan menjadi produk atau jasa yang unggul di mata pelanggan. 3. Kuadran III (attributes to maintain) Kuadran ini menggambarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelanggan dan kenyataan kinerjanya juga tidak terlalu tinggi. Perbaikan terhadap variable-variabel yang berada pada kuadran ini perlu dipertimbangkan kembali karena bagi pelanggan variablevariabel tersebut tidak terlalu penting. 4. Kuadran IV (main priority) Kuadran ini menggambarkan faktor-faktor yang kenyataan kinerjanya tinggi, namun tidak terlalu penting bagi pelanggan. Untuk itu,
34
perusahaan perlu menggurangi peningkatan pada variable-variabel yang berada dalam kuadran ini, karena dari sisi manfaat tidak terlalu penting bagi pelanggan dan juga memakan biaya.
2.10. Manajemen Strategi 2.10.1. Konsep Manajemen Strategis Menurut Fred (David, 2010, p. 5) manajemen strategis dapat didefinisikan
sebagai
seni
dan
ilmu
dalam
merumuskan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang memungkinkan suatu organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Manajemen strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi untuk mencapai kesuksesan organisasi. Manajemen strategis bertujuan untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang yang baru dan berbeda di kemudian hari; perencanaan jangka panjang, sebaliknya mencoba untuk mengoptimalkan tren-tren saat ini untuk kemudian hari. 2.10.2. Manfaat Manajemen Strategis Menurut Fred (David, 2010, p. 48), manajemen strategis memungkinkan perusahaan lebih proaktif daripada reaktif dalam membentuk masa depan sendiri, yang memungkinkan perusahaan untuk memulai dan mempengaruhi (bukan hanya merespon) kegiatan-kegiatan, sehingga perusahaan dapat mengontrol nasib sendiri. Ditinjau dari sejarah, manfaat umum dari manajemen strategis telah membantu organisasi dalam merumuskan strategi yang lebih
35
baik melalui penggunaan pendekatan sistematis, logika, dan rasional dalam pemilihan strategi. Manfaat manajemen strategis dapat dilihat dari sisi keuangan dan nonkeuangan. 1. Manfaat keuangan Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan yang menerapkan konsep manajemen strategis lebih memperoleh laba dan kesuksesan. Penggunaan
manajemen
strategis
dalam
bisnis
menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam penjualan, keuntungan, dan produktivitas jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak merencanakan kegiatan sistematik. Perusahaan yang berkinerja tinggi tampaknya
membuat
keputusan
yang
lebih
tepat
dengan
mengantisipasi konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. 2. Manfaat non-keuangan Selain membantu perusahaan menghindari kendala keuangan, manajemen strategis menyediakan manfaat nyata lainnya, seperti meningkatkan kesadaran akan ancaman eksternal, peningkatkan pemahaman strategi pesaing, meningkatkan produktivitas karyawan, mengurangi perlawanan terhadap perubahan, dan pemahaman yang lebih jelas tentang hubungan kinerja dan penghargaan.
36
2.10.3. Tahapan Model Manajemen Strategis Menurut Fred (David, 2010, p. 37) proses manajemen strategis mencakupi tiga tahapan seperti pada gambar 2.6, yakni perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Perumusan strategi dimulai dengan pengembangan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, mengidentifikasi
kekuatan
dan
kelemahan
dari
internal
perusahaan,
menciptakan sasaran jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif, dan memilih strategi khusus untuk dicapai. Implementasi strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijkan, memotivasi karyawan, dan mengalokasi sumber daya sehingga strategi yang telah dirumuskan dapat dilaksanakan. Implementasi strategi mencakupi pengembangan budaya yang mendukung strategi, membuat struktur organisasi yang efektif, mengarahkan usaha pemasaran, mempersiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi, dan menghubungkan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Evaluasi strategi mencakupi (1) peninjauan faktor internal dan eksternal yang merupakan dasar untuk strategi sekarang, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil
tindakan
perbaikan.
Evaluasi
strategi
dibutuhkan
karena
kesuksesan hari ini tidak menjamin kesuksesan yang akan datang. Kesuksesan selalu menciptakan masalah yang baru dan berbeda.
37
Gambar 2.6 Tahapan Model Manajemen Strategis Sumber : Fred R. David (2010, p. 47) 2.10.4. Kerangka Perumusan Strategi Menurut Fred (David, 2010, p. 209), teknik perumusan strategi dapat dikelompokan menjadi tiga tahap kerangka pengambilan keputusan, seperti pada gambar 2.7. Peralatan yang terdapat dalam kerangka dapat diterapkan pada semua jenis dan ukuran organisasi serta dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi.
38
Gambar 2.7 Kerangka Perumusan Strategi Sumber : Fred R. David (2010, p. 209) 2.10.4.1. Tahap Masukan Tahap pertama meliputi matriks External Factor Evaluation (EFE), matriks Internal Factor Evaluation (IFE), dan Competitive Profile Matrix (CPM). Disebut juga tahapan masukan, menyimpulkan informasi masukan dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Informasi yang berasal dari ketiga matriks tersebut menyediakan informasi masukan untuk tahapan pencocokan dan keputusan. 1. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Menurut
Fred
(David,
2010,
p.
112),
matriks
EFE
memungkinkan penyusun strategi merangkum dan mengevaluasi informasi lingkungan,
tentang politik,
ekonomi,
sosial,
pemerintah,
budaya,
hukum,
demografi,
teknologi,
dan
persaingan. Cara pengembangan matriks EFE adalah sebagai berikut :
39
- Buat daftar faktor eksternal dari segi peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahaan dan industri. - Tentukan bobot setiap faktor dengan kisaran nilai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukan hubungan
kepentingan
dari
faktor
untuk
mencapai
kesuksesan dalam industri. Jumlah keseluruhan bobot adalah 1,0. - Tentukan peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap kunci faktor external untuk mengindikasikan seberapa efektifnya strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut. Dimana 4 = respon lebih unggul, 3 = respon di atas rata-rata, 2 = respon rata-rata, 1 = respon buruk. - Kalikan setiap bobot dengan peringkat untuk mendeterminasi nilai tertimbang. - Jumlahkan keseluruhan nilai tertimbang. 2. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Menurut Fred (David, 2010, p. 155), matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang memungkinkan untuk merangkum dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari area fungsional perusahaan, dan menyediakan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
hubungan
antara
area
tersebut.
Cara
pengembangan matriks IFE sama seperti halnya dalam matriks EFE yaitu :
40
- Buat daftar faktor internal yang merupakan proses audit internal, dari segi kekuatan dan kelemahan perusahaan. - Tentukan bobot setiap faktor dengan kisaran nilai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukan hubungan
kepentingan
dari
faktor
untuk
mencapai
kesuksesan dalam industri. Jumlah keseluruhan bobot adalah 1,0. - Tentukan peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap kunci faktor external untuk mengindikasikan seberapa efektifnya strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut. Dimana 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan minor, 3 = kekuatan minor, 4 = kekuatan utama. - Kalikan setiap bobot dengan peringkat untuk mendeterminasi nilai tertimbang. - Jumlahkan keseluruhan nilai tertimbang. 3. Matriks Competitive Profile Matrix (CPM) Menurut
Fred
(David,
2010,
p.
113),
matriks
CPM
mengidentifikasi pesaing utama perusahaan dan kekuatan serta kelemahannya terhadap strategi perusahaan. Bobot dan total skor antara matriks CPM dan EFE mempunyai arti yang sama. Namun, faktor kritikal suskes dalam CPM mencakupi masalah internal dan eksternal. Peringkat menunjukkan kekuatan dan kelemahan, dimana 4 = kekuatan besar, 3 = kekuatan kecil, 2 = kelemahan kecil, 1 = kelemahan besar. Faktor kritikal sukses
41
dalam CPM tidak dikelompokan menjadi peluang dan ancaman seperti halnya EFE.
Dalam CPM, peringkat dan total nilai
tertimbang dari pesaing dapat dibandingkan dengan pesaing lainnya. Analisis komparatif ini menyediakan informasi strategis internal yang penting. 2.10.4.2. Tahap Pencocokan Tahap kedua meliputi matriks Strength-Weakness-OpportunityThreat (SWOT), matriks Space Position and Action Evaluation (SPACE), matriks Boston Conculting Group (BCG), matriks InternalExternal (IE), matriks Grand Strategy. Disebut juga tahapan pencocokan, tahapan ini berfokus pada pembuatan strategi alternatif yang layak dengan menyelaraskan kunci faktor internal dan external. 1. Matriks SWOT Menurut Fred (David, 2010, p. 210), matriks SWOT merupakan alat
pencocokan
yang
dapat
membantu
manager
mengembangkan empat jenis strategi, yakni strategi SO (strengths-opportunities),
strategi
WO
(weaknesses-
opportunities) , strategi ST(strengths-threats) , strategi WT (weaknesses-threats). Pencocokan kunci faktor eksternal dan internal merupakan bagian tersusah untuk pengembangan matriks SWOT dan membutuhkan pertimbangan baik.
42
Strategi SO menggunakan kekuatan internal untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang eksternal. Setiap manajer menginginkan organisasi mereka berada pada posisi dimana kekuatan internal dapat digunakan untuk mengambil keuntungan dari tren dan peristiwa eksternal. Organisasi umumnya akan mengejar strategis WO, ST dan WT untuk memperoleh situasi dimana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika perusahaan memiliki kelemahan yang besar, mereka akan mengubahnya
menjadi
kekuatan.
Ketika
perusahaan
menghadapi ancaman yang besar, mereka akan menghindarinya dan berkonsentrasi pada peluang-peluang yang ada. Strategi WO bertujuan meningkatkan kelemahan internal dengan
mengambil
keuntungan
dari
peluang
eksternal.
Terkadang kelemahan internal menghadang perusahaan untuk meraih peluang yang ada. Alternatifnya perusahaan dapat mengakuisisi tekonologi dengan cara membentuk perusahaan gabungan dengan perusahaan yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut. Alternatif strategi WO dapat dilakukan dengan merekrut dan melatih karyawan dengan kemampuan teknikal yang dibutuhkan. Strategi
ST
menggunakan
kekuatan
perusahaan
untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman eksternal. Ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat selalu berhadapan dengan ancaman yang berasal dari lingkungan eksternal.
43
Perusahaan yang menjiplak ide, inovasi, dan paten dari produk merupakan ancaman dalam banyak industri. Strategi WT merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangsi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Organisasi dihadapkan dengan sejumlah ancaman eksternal dan kelemahan internal dapat dibilang merupakan posisi yang sangat sulit. Dalam kenyataannya, perusahaan harus menghadapinya untuk bertahan hidup, melakukan pengabungan usaha, menyatakan bangkrut, pembubaran. 2. Matriks Strategies Position and Action Evaluation (SPACE) Menurut Fred (David, 2010, p. 181), matriks SPACE merupakan alat pencocokan penting lainnya. Matriks ini terdapat empat kuadran yang menunjukan strategi agresif, konservatif, defensif, dan kompetitif yang paling sesuai bagi perusahaan, seperti pada gambar 2.8. Sumbu dari matriks SPACE merepresentasikan dua dimensi internal yakni financial position (FP) dan competitive position (CP) serta dua dimensi eksternal yakni stability position (SP) dan industry position (IP). Keempat faktor mungkin adalah penentu yang paling penting dari posisi strategis keseluruhan organisasi.
44
Gambar 2.8 Matriks SPACE Sumber : Fred R. David (2010, p. 213) Tahapan yang dibutuhkan untuk mengembangkan matriks SPACE : - Pilih serangkaian dari variable untuk mendefinisikan financial position (FP), competitive position (CP), stability position (SP), dan industry position (IP). - Tentukan nilai dengan tingkatan dari +1 (buruk) sampai +7 (bagus) pada setiap variabel yang menempati dimensi FP dan IP. Tentukan nilai dengan tingkatan dari -1 (bagus) sampai -7 (jelek) pada setiap variabel yang menempati dimensi SP dan CP. Pada sumbu FP dan CP, buatlah
45
perbandingan dengan pesaing-pesaing. Sedangkan pada sumbu IP dan SP, buatlah perbandingan dengan industri lain. - Hitunglah nilai rata-rata untuk FP, CP, IP, dan SP dengan menjumlahkan nilai yang diberikan untuk setiap variable, kemudian
bagi
dengan
jumlah
dari
variable
yang
bersangkutan. - Letakan nilai rata-rata untuk FP, CP, IP, dan SP pada sumbu dalam matriks SPACE. - Jumlahkan nilai pada sumbu x (CP, IP) dan petakan hasilnya pada sumbu X. Jumlahkan nilai pada sumbu y (FP, SP) dan petakan hasilnya pada sumbu Y. Petakan titik potong dari titik xy yang baru. - Gambarkan arah panah dari pangkal matriks SPACE melalui titik potong xy yang baru. Arah panah ini menunjukkan strategi yang disarankan untuk perusahaan : agresif, kompetitif, defensif, dan konservatif. Ketika perusahaan yang berada pada kuadran agresif dalam matriks SPACE, perusahaan berada dalam posisi sempurna untuk menggunakan kekuatan internal untuk (1) meraih keuntungan dari peluang eksternal, (2) mengatasi kelemahan internal, (3) menghindari ancaman eksternal. Oleh karena itu, strategi penetrasi pasar, pengembangan produk, integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal, atau
46
diversifikasi layak untuk dipilih, tergantung pada keadaan khusus yang dihadapi perusahaan. Kuadran konservatif mengartikan perusahaan berada pada kompetensi dasar dan tidak mengambil resiko berlebihan. Strategi yang sering digunakan mencakupi penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi yang berhubungan. Kuadran defensif menunjukkan bahwa perusahaan harus fokus pada perbaikan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Strategi defensif meliputi penghematan, divestasi, likuidasi, dan diversifikasi tekait. Terakhir,
kuadran
kompetitif
mengindikasikan
strategi
kompetitif. Dimana strategi yang dapat diterapkan mencakup integrasi ke belakang, ke depan, horizontal, penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. 3. Matriks Internal-External (IE) Menurut Fred (David, 2010, p. 220) matrik IE menempatkan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel, seperti pada gambar 2.9. Matriks IE dibuat berdasarkan dua dimensi, yakni nilai tertimbang IFE pada sumbu x dan nilai tertimbang EFE pada sumbu y. Mengingat kembali bahwa setiap divisi dari organisasi harus membangun matriks IFE dan EFE sebagai bagian dari organisasi. Jumlah nilai tertimbang yang berasal dari
47
divisi memungkinkan penyusunan matriks IE level organisasi. Sumbu x dari matriks IE, jumlah nilai tertimbang IFE dari 1,0 sampai 1,99 merepresentasikan posisi internal yang lemah; nilai 2,0 sampai 2,99 menunjukkan rata-rata; dan nilai 3,0 sampai 4,0 menunjukkan posisi internal yang kuat. Sama hal dengan sumbu x, pada sumbu y, jumlah nilai tertimbang EFE dari 1,0 sampai 1,99 dinilai rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 dinilai sedang ; dan nilai 3,0 sampai 4,0 dinilai tinggi.
Gambar 2.9 Matriks Internal-External (IE) Sumber : Fred R. David (2010, p. 221)
Matriks IE dapat dibagikan menjadi tiga kelompok besar yang mempunyai implikasi strategi berbeda. Kelompok pertama, mencakupi sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh
48
dan membangun. Strategi yang paling tepat diterapkan pada divisi ini adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Kelompok kedua, mencakupi sel III, V, atau VII dapat dikelola dengan strategi menjaga dan mempertahankan; penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang umum dipakai pada jenis divisi ini. Kelompok ketiga, mencakupi sel VI, VIII atau XI, merupakan panen atau divestasi. Organisasi yang sukses dapat mencapai portofolio bisnis yang masuk atau berada disekitar sel I. 2.10.4.3. Tahap Keputusan Tahap ketiga disebut juga tahapan keputusan, tahapan keputusan meliputi matriks Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). 1. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Menurut Fred (David, 2010, p. 224), QSPM menggunakan informasi masukan dari tahap 1 untuk mengevaluasi strategi alternatif yang layak secara objektif pada tahap 2. QSPM menampilkan
strategi
alternatif
yang
berhubungan
dan
memberikan dasar untuk memilih strategi khusus. QSPM memungkinkan penyusun strategi dalam mengevaluasi strategi alternatif, dengan berdasarkan faktor sukses penting internal dan
49
eksternal perusahaan yang telah diidentifikasi sebelumnya. QSPM menderteminasikan strategi relatif berdasarkan pada sejauh mana faktor keberhasilan internal dan eksternal pada saat dikapitalisasi ataupun ditingkatkan. Tahapan untuk pengembangan QSPM sebagai berikut : - Buat daftar faktor eksternal peluang dan ancaman, serta faktor internal kekuatan dan kelemahan pada kolom sebelah kiri dari QSPM. - Tentukan bobot di setiap faktor eksternal dan internal. - Periksa kembali matriks pada tahapan pencocokan, dan identifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk pengimplementasian. - Determinasikan nilai daya tarik (Attractiveness Scores-AS) Didefinisikan sebagai nilai numerik yang menunjukan daya tarik
relatif
masing-masing
strategi
dari kumpulan
alternatif. Dimana nilai AS terdiri dari 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tarik rendah, 3 = daya tarik sedang, 4 = daya tarik tinggi. - Hitung total nilai ketertarikan (TAS) - Hitung keseluruhan jumlah dari total nilai ketertarikan (TAS)
50
2.11. Analisis dan Perancangan Sistem 2.11.1. Konsep Sistem Informasi Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen yang saling terhubung dan berfungsi secara bersama untuk mencapai suatu hasil (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 6). Sistem informasi merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang saling terhubung yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan bisnis (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 6). Sistem informasi adalah kombinasi yang terorganisir dari orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, sumber data, serta prosedur dan peraturan, yang mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi dalam sebuah organisasi (O'Brien & Marakas, 2010, p. 4). 2.11.2. Pengertian Analisis Sistem Analisis sistem merupakan proses dari pemahaman dan pengertian secara lengkap tentang bagaimana seharusnya suatu sistem dibangun (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 4). 2.11.3. Pengertian Perancangan Sistem Perancangan sistem merupakan proses penjelasan secara lengkap tentang bagaimana
seharusnya
komponen-komponen
dari
sistem
informasi
diimplementasikan secara fisik (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 4).
51
2.11.4. System Development Life Cycle (SDLC) System development life cycle adalah keseluruhan proses dari pembangunan,
pengembangan,
penggunaan,
dan
pembaharuan
sistem
informasi (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 38). Pendekatan SDLC yang mengasumsikan bahwa fase-fase di dalam suatu proyek dapat diselesaikan secara berurutan, disebut juga dengan waterfall model, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 40). Bentuk waterfall model disajikan pda gambar 2.10. Tujuan dari tiap-tiap tahapan SDLC ditunjukkan pada tabel 2.1.
Gambar 2.10 Waterfall model of the SDLC Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 329)
52
Tabel 2.1 Tahapan dan tujuan SDLC Tahapan SDLC Tujuan Perencanaan proyek Untuk mengidentifikasi lingkup dari sistem baru, memastikan proyek dapat dicapai, mengembangkan jadwal, perencanaan sumber daya, dan pembiayaan proyek Analisis Untuk mengetahui dan mendokumentasikan secara detail kebutuhan bisnis dan memproses persyaratan dan sistem yang baru Perancangan Untuk merancang solusi sistem berdasarkan persyaratan yang telah didefinisikand an mengambil keputusan berdasarkan analisis Implementasi Untuk membangun, mencoba, menginstalasikan sistem informasi. Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 40) 2.11.5. Object-Oriented Approach dalam Analisa dan Perancangan Sistem Dalam pengembangan sistem, terdapat dua pendekatan yang telah dikenal umum oleh pengembang yakni pendekatan traditional (traditional approach) dan pendekatan berorientasi obyek (object-oriented approach), (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 53). Perbandingan pendekatan tradisional dengan pendekatan berorientasi obyek dalam pengembangan sistem ditunjukan pada gambar 2.11. Object oriented approach adalah suatu pendekatan dalam pengembangan sistem yang melihat sistem informasi sebagai kumpulan dari objek-objek yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 59). Object oriented analysis (OOA) mendefinisikan semua tipe objek yang melakukan pekerjaan di dalam sistem dan menunjukan use cases yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 60) .
53
Object oriented design (OOD) mendefinisikan semua tipe objek yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan orang dan perangkat di dalam sistem, menunjukan bagaimana objek berinteraksi untuk menyelesaikan tugas, dan memperjelas definisi dari setiap tipe objek yang dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan tertentu (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 60).
54
Gambar 2.11 Perbandingan pendekatan tradisional dan orientasi obyek dalam pengembangan sistem Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 329)
55
2.11.6. Analisis Sistem Dalam tahapan analisis, terdapat dua keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan analisis sistem yakni 1) mencari fakta untuk menginvestigasi persyaratan sistem atau information gathering , dan 2) memodelkan proses bisnis berdasarkan persyaratan sistem atau modeling requirement (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 118). 2.11.6.1. Information Gathering Menurut John, Robert & Stephen (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 134), pengumpulan informasi atau information gathering dapat dilakukan dengan cara : 1. Distribusi kuisioner Analis sistem dapat menyusun pertanyaan seperti : Apa kegiatan dan proses bisnis yang dilakukan? Bagaimana proses bisnis dilakukan? Informasi apa yang dibutuhkan untuk proses bisnis? 2. Wawancara pengguna Dalam wawancara, yang diperlukan oleh analis sistem adalah persiapan untuk wawancara, melaksanakan wawancara, dan meninjau hasil wawancara. 3. Meninjau dokumentasi yang ada Dokumentasi dapat berasal dari faktur yang digunakan untuk tiap proses bisnis, laporan yang dihasilkan dari kegiatan proses bisnis, dan deskripsi prosedur dari setiap kegiatan bisnis.
56
4. Observasi prosedur bisnis Observasi dilakukan dengan meninjau proses bisnis yang ada untuk memahami kebutuhan dasar bisnis. Setelah melakukan observasi, analis sistem dapat mendokumentasikan dengan menggunakan activity diagram. 5. Meneliti solusi vendor Kebanyakan masalah yang timbul pada sistem sekarang mungkin sudah ditangani oleh perusahaan konsultasi.
Gambar 2.12 Hubungan antara pengumpulan informasi dengan pemodelan persyaratan sistem Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 134)
57
2.11.6.2. Modeling System Requirement System requirements adalah spesifikasi yang mendefinisikan fungsi apa saja yang perlu disediakan oleh sistem, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 122). Apabila informasi telah terkumpul, maka system requirement dapat didefinisikan ke dalam model-model berorientasi objek. Model-model
berorientasi
objek
yang
digunakan
untuk
mendefinisikan system requirements di dalam fase analisis antara lain: event table, things, class diagram, use case diagrams, use case descriptions, system sequence diagrams, activity diagram, dan state machine diagram. 1. Event table Event table merupakan katalog yang berisi list dari event-event. Event table terdiri dari enam kolom yakni; - Event, peristiwa yang menyebabkan sistem melakukan sesuatu - Trigger, tanda yang memberitahukan sistem bahwa event terjadi - Source, agen eksternal atau aktor yang menyediakan data untuk sistem - Usecase, yang dilakukan sistem ketika event terjadi - Response, output yang dihasilkan sistem (jika ada) - Destination, aktor eksternal yang menerima hasil dari sistem
58
Gambar 2.13 Keterangan dari event table Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 134) 2. Things Things
merupakan
konsep
lain
untuk
memahami
dan
memodelkan kata benda apa yang informasinya perlu disimpan oleh sistem. Dalam pendekatan orientasi obyek, things akan menjadi object yang berinteraksi dalam sistem, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 176). 3. Class diagram Menurut Satzinger (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 187), class diagram digunakan untuk kelas-kelas objek. Notasi ini berasal dari Unified Modelling Language (UML), yang telah menjadi standar yang digunakan di dengan pengembangan sistem berorientasi objek.
59
Salah satu tipe class diagram UML yang menunjukan hal-hal (things) di dalam users’ work domain disebut dengan domain class diagram (Satzinger, 2009, p187). Pada class diagram, simbol kotak menandakan class dan garis yang menghubungkan kotak-kotak menandakan asosiasi atau hubungan antar class.
Gambar 2.14 Class diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 187) Notasi multiplicity dari hubungan asosiasi terdiri dari : - one and only one, ditandai dengan 1 - zero or one, ditandai dengan 0..1 - zero or more, ditandai dengan 0..* - one or more, ditandai dengan 1..*
Gambar 2.15 Multiplicity dalam class diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 187)
60
4. Usecase diagram Use case adalah aktivitas yang dilakukan sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 160). Use case model adalah kumpulan model yang dapat digunakan untuk menangkap system requirements berdasarkan use case dengan pendekatan object oriented (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 242).
Gambar 2.16 Use case diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 187) Usecase diagram adalah diagram yang menggambarkan beragam peran pengguna atau aktor dan bagaimana aktor menggunakan sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 242). Terdapat beberapa cara untuk mengelompokan use case, yakni berdasarkan sudut pandang aktor dan berdasarkan sudut pandang
61
sistem atau subsistem, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 244). Notasi usecase diagram meliputi actor, use case, connection line, dan boundary sistem 5. Use case description Use case description adalah deskripsi yang memuat proses lengkap dari sebuah use case, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 171).
Gambar 2. 17 Use case description Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 174) 6. Activity diagram
62
Activity diagram adalah cara lain untuk mendokumentasikan use case scenario. Activity diagram adalah diagram yang mudah dimengerti untuk mendokumentasikan workflow dari proses bisnis, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 249).
Gambar 2.18 Activity diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 187) 7. System sequence diagram System
sequence
diagram
(SSD)
digunakan
untuk
menggambarkan aliran informasi yang menuju sistem atau dari sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 252).
63
Gambar 2.19 System sequence diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 252) 2.11.7. Desain Sistem Perancangan berorientasi obyek adalah proses dimana serangkaian detil dari model desain orientasi obyek dibuat dan digunakan oleh programmer untuk menuangkannya ke program dan mengetes sistem baru, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 388). Perancangan sistem merupakan jembatan antara persyaratan pengguna dengan pemograman sistem baru. Tujuan
dari
object
oriented
detailed
design
adalah
untuk
mengidentifikasi dan mespesifikasi semua objek yang harus bekerja sama untuk melakukan use case masing-masing, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 388). Perancangan sistem dengan pendekatan orientasi obyek meliputi : 1. Architectural design Architectural design atau perancangan arsitektur sistem adalah langkah awal di dalam merancang sistem. Pengembang sistem
64
memikirkan bagaimana sistem akan dikembangkan dan seperti apakah bentuk struktur dari sistem. Dalam perancangan sistem yang berbasis web, terdapat dua bentuk architectural design, diantaranya adalah two layer architecture dan three layer architecture. Two layer architecture membagi sistem menjadi dua layer, yakni user interface layer dan domain layer (business logic). Sedangkan three layer architecture membagi sistem menjadi tiga layer yang terdiri dari user interface layer, domain layer, dan data access layer. Menurut Satzinger (2009, p389), three layer architecture cocok untuk digunakan sistem yang memiliki multiple user interface. Sistem yang memiliki arsitektur two layer dan three layer architecture ditunjukan pada gambar 2.20 dan gambar 2.21.
Gambar 2.20 Two layer internet system architecture Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 397)
65
Gambar 2.21 Three layer internet system architecture Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 399) 2. First-cut class diagram Design class diagram dibuat berdasarkan domain class diagram. Design
class
diagram
dapat
digunakan
pengembangan interaction diagram. Notasi dari design class diagram terdiri atas : -
Class name
-
Attribute list
-
Method list
Gambar 2.22 Design class diagram notation Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 411)
untuk
membantu
66
Dalam pengembangan first cut diagram diperlukan 2 tahapan, yang terdiri dari: (1) menambahkan atribut dengan informasi tipe data dan nilai awal, (2) menambahkan navigation visibility arrow, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 413).
Gambar 2. 23 First-cut class diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 411) Navigation visibility adalah prinsip perancangan di mana satu objek memiliki referensi ke objek lain sehingga dapat berinteraksi dengan objek tersebut. Menurut John (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 413), pedoman di dalam menentukan navigation visibility yang terdiri dari: - One-to-many
relationship
yang mengindikasikan
superior/
subordinate biasanya navigasinya dari superior ke suborninate. - Mandatory relationship, di mana objek dari satu class tidak dapat berdiri sendiri tanpa objek dari class lain, navigasi umumnya dari class yang independent ke class dependent. - Ketika objek butuh informasi dari objek lain, biasanya navigasi dapat langsung mengarah ke objek tersebut atau ke parent dari objek tersebut. - Navigasi dapat bidirectional/ dua arah.
67
3. First Cut Sequence Diagram First cut sequence diagram merupakan pengembangan dari system sequence diagram pada tahap analisis. Setelah mengkaji class diagram dan membuat first cut class diagram, langkah selanjutnya adalah membuat first cut sequence diagram.
Gambar 2.24 First-cut sequence diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 444)
4. Multilayer Design of Sequence Diagram Setelah membuat first cut sequence diagram kita perlu membuat multilayer design dari sequence diagram. Bila first cut sequence diagram hanya fokus kepada domain layer dan objek, multilayer design juga menyertakan data access layer, dan view layer.
68
Gambar 2.25 Multilayer sequence diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 454)
5. Updated design class diagram Updated design class diagram merupakan pembaharuan dari first-cut class diagram, dimana method di sequence diagram yang berhubungan dengan class di tambah ke class diagram bagian method list. Serta adanya penambahan controller berinteraksi dengan class ke dalam class diagram.
69
Gambar 2.26 Updated design class diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 458)
70
6. Package diagram Package diagram adalah diagram tingkat tinggi yang memungkinkan disainer untuk mengelompokkan class yang saling berkaitan. Package diagram terbagi menjadi tiga layer yaitu: view layer, domain layer, dan data access layer, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 459).
Gambar 2.27 Package diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 459)
7. Object Oriented Database Design Database adalah kumpulan data yang terintegrasi yang dikelola dikontrol secara terpusat, sedangkan schema adalah deskripsi dari
71
struktur, konten, dan kontrol akses dari suatu database. Database dikelola dan dikontrol oleh database management system (DBMS), (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 488). Object database management system adalah sistem manajemen database yang menyimpan data sebagai obyek. Object Definition Language adalah bahasa yang digunankan untuk mendeskripsikan struktur dan konten dari database. Berikut adalah contoh ODL untuk class customer: class Customer { attribute string accountNo attribute string name attribute string Address attribute string TelephoneNumber }
8. User interface User interface adalah bagian dari sistem informasi yang memerlukan interaksi user untuk menghasilkan input dan output. User interface memungkinkan
pengguna
berinteraksi
dengan
sistem
untuk
melakukan transaksi dan menampilkan output dari hasil transaksi, (Satzinger, Jackson, & Burd, 2009, p. 531).
72
2.12.
Kerangka Pemikiran
Rumusan Masalah
Pengumpulan Data Studi Pustaka
Observasi
Analisa Sistem Berjalan
Wawancara
Kuisioner
Analisa Persaingan Industri Analisa Kesenjangan Kualitas Layanan Perumusan Strategi Analisa Kebutuhan User
Masalah Perusahaan
Solusi Masalah
Perbaikan Manajemen
Perancangan Sistem Informasi
Kesimpulan dan Saran Gambar 2.28 Kerangka pemikiran