BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum 2.1.1
Rumah Susun 1. Menurut Undang – Undang nomor 20 tahun 2011 1. Pasal 1 ayat (1): rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang
masing-masing
dapat
dimiliki
dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 2. Pasal 1 ayat (2): penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan, dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab. 2. Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 UU Rumah Susun Rumah susun (Rusun) adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian – bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan – satuan yang masing – masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 3. Menurut kuswahyono (2004) ditinjau dari sudut penggunaanya, rumah susun dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: 1. Rumah susun hunian yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal, 13
14
2. Rumah susun bukan hunian yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha atau kegiatan social, 3. Rumah susun campuran yaitu rumah susun sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian berfungsi sebagai tempat usaha.
2.1.2 Jenis – Jenis Rumah Susun UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis Rumah Susun, yaitu 1. Rumah Susun Umum Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah Susun Umum inilah yang kemudian berkembang menjadi Rusunami dan Rusunawa. Rusunami adalah akronim dari Rumah Susun Umum Milik, sedangkan Rusunawa adalah akronim dari Rumah Susun Umum Sewa, 2. Rumah Susun Khusus Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, 3. Rumah Susun Negara Rumah susun yang dimiliki oleh Negara yang menjadi tempat tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri, 4. Rumah Susun Komersial Rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Rumah Susun Komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat atau kondominium. Berdasarkan penggunaannya, Rumah Susun kemudian dapat dikelompokkn menjadi: 1. Rumah
susun hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya
berfungsi sebagai tempat tinggal, 2. Rumah susun bukan hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan social,
15
3. Rumah susun campuran, yaitu rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian berfungsi sebagai tempat usaha.
Terdapat 3 macam rumah susun (Neufert, 1986) yaitu : 1. Rumah susun bertingkat rendah (low rise apartment) atau bertingkat tinggi (high rise apartment). Merupakan rumah susun yang dimana pencapaian vertikalnya mempunyai lebih dari 1 tangga atau lift. Untuk rumah susun bertingkat rendah, jumlah lantai maksimal adalah 4, sedangkan jika lebih dari 8 lantai disebut rumah susun bertingkat tinggi. 2. Rumah susun memusat (point block) yaitu rumah susun dengan pencapaian vertikal hanya menggunakan 1 (satu) tangga atau lift (single vertical acess system). Dalam perkembangannya rumah susun memusat berkembang pula menjadi rumah susun memusat panjang atau disebut dengan tipe cluster (cluster type), yang mempunyai keuntungan privasi yang tinggi. 3. Maisonet (maisonette) merupakan hunian 22 lantai dan memanjang dan mempunyai potensi memanfaatakan pemandangan. Tipe ini juga disebut rumah susun tipe memanjang (row type).
Berdasarkan pada golongan pendapatan penghuni serta luasan satuan unit rumah susun, rumah susun di Indonesia dapat dibagi menjadi (Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1986) : 1. Rumah susun sederhana, adalah rumah susun yang diperuntukkan untuk masyarakat dengan penghasilan sederhana atau rendah. Luas satuan rumah susun antara 21 m² - 36 m², tanpa perlengkapan mekanikal dan elektrikal 2. Rumah susun menengah, adalah rumah susun dengan luas satuan rumah susun antara 36 m² - 54 m². Kadang dilengkapi dengan peralatan mekanikal dan elektrikal tergantung konsep dan tujuan pembangunan. Rumah susun ini diperuntukkan untuk masyarakat golongan berpenghasilan menengah.
16
3. Rumah susun mewah, adalah rumah susun bagi golongan berpenghasilan atas. Luas ruang, kualitas bangunan, perlengkapan bangunan tergantung dari konsep dan tujuan pembangunan. Dengan beberapa fasilitas yang lengkap dan status kepemilikan tertentu
rumah
susun
mewah
ini
disebut
pula
dengan
kondominium.
2.1.3 Fasilitas Lingkungan rumah susun Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan budaya setempat; 2. Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai dengan gaya hidup di rumah susun; 3. Mengurangi
kecenderungan
untuk
memanfaatkan
atau
menggunakan fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu; 4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok baik dari segi besaran maupun jenisnya sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada; 5. Menampung
fungsi-fungsi
yang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya
Tabel 2.1 : Fasilitas Lingkungan Rusun No. 1
Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas niaga
-
2
Fasilitas pendidikan
-
Fasilitas Yang Tersedia Warung Toko-toko perusahaan dan dagang Pusat perbelanjaan Ruang belajar untuk pra belajar Ruang belajar untuk sekolah dasar Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama Ruang belajar untuk sekolah menengah umum
17 No.
Jenis Fasilitas Lingkungan
3
Fasilitas kesehatan
4
Fasilitas peribadatan
5
Fasilitas pelayanan umum
6
Ruang terbuka
-
Fasilitas Yang Tersedia Posyandu Balai pengobatan BKIA dan ruamah bersalin Puskesmas Praktek dokter Apotek Musola Masjid kecil Kantor RT Kantor/balai RW Post hansip/siskamling Pos polisi Telepon umum Gedung serba guna Ruang duka Kotak Surat Taman Tempat bermain Lapangan olah raga Peralatan usaha Sirkulasi Parkir
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
2.1.4 Persyaratan dan jenis peruntukan Persyaratan lokasi pembangunan rusuna antara lain sebagai berikut: 1.
Tersedianya saran dan prasarana berupa: a. Rencana jalan paling sedikit 12 meter dan lebar badan jalan ekisting paling sedikit 8 meter; b. Saluran air dengan system drainase yang baik; c. Jalur angkutan umum menuju lokasi; dan d. Terjangkau pelayanan jaringan utilitas kota
2.
Berada pada kawasan peremajaan lingkungan dan pembangunan baru;
3.
Terhadap pembangunan rusuna pada kawasan peremajaan, maka masyarakat yang tinggal pada kawasan tersebut mendapat prioritas untuk menempati rusuna yang akan dibangun dan dikembangkan;
4.
Pola pembangunan dan pembangunan rusuna dibatasi sampai dengan luas lahan 3 hektar;
5.
Pada daerah yang memiliki potensi strategis dapat diberikan insentif berupa pengembangan dan pembangunan rusuna lebih dari 3 hektar dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan
18
Gubernur dan dikenakan kewajiban tambahan berupa sarana dan prasarana kota sebagai bentuk kontribusi terhadap kota yang besarnya ditetapkan kemudian; 6.
Perencanaan rusuna diwajibkan menyediakan fasum/ fasos paling sedikit 50% dari standar sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah
Nomor
6
Tahun
1999,
atau
mempertimbangkan ketersediaan fasum/ fasos pada lingkungan sekitarnya,
kecuali
perbelanjaan
niaga
untuk
melayani
kebutuhan lingkungannya diberikan tambahan luas sampai dengan 100% dari standar yang ditetapkan; 7.
Menyediakan ruang terbuka yang besarannya 2 m² per jiwa (sebagai ruang gerak pribadi atau personal space atau tempat bermain) yang berada pada halaman dan/ atau bangunan, dan gerak pribadi tidak boleh difungsikan untuk kegiatan lain, halaman yang digunakan untuk ruang gerak pribadi sekaligus berfungsi sebagai ruangan terbuka evakuasi bencana;
8.
Menyediakan sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;
9.
Perencaan pada lantai dasar bangunan hanya untuk fungsi sarana penunjang dan fasum/ fasos dengan luas paling banyak 50% dan sisanya sebagai ruang terbuka tanpa dinding;
10. Setiap 10 unit hunian menyediakan lokasi parkir satu mobil dan 5 motor dalam halaman bangunan; 11. Perhitungan jumlah penghuni berdasarkan luas lantai, setiap luas lantai hunian 45 m² gross adalah 4 jiwa 12. Permukaan atap bangunan dibangun sebagai taman (roof garden) dan difungsikan sebagai ruang public. 13. Pada lokasi yang termasuk dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) diperlukan rekomendasi dari instansi berwenang
2.1.5 Karakteristik Rumah Susun Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut (Teddy, 2010 : 11) :
19
1) Satuan Rumah Susun • Mempunyai ukuran standar minimum 18 m2, lebar muka minimal 3 meter. • Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain (ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama. • Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan air. • Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka. 2) Benda Bersama Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas lingkungan. 3) Bagian Bersama Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun. 4) Prasarana Lingkungan Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya. 5) Fasilitas Lingkungan Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman. Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah susun pada umumnya minimal 18m2 dan paling besar adalah 50 m2 .
20
Tabel 2.2 : tipe unit rumah susun Tipe Unit Fasilitas - 1 kamar tidur Tipe 18 m2 - ruang tamu/keluarga Tipe 21 m2 Tipe 24 m2 - kamar mandi Tipe ini biasanya untuk keluarga - dapur/pantry muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga Tipe 30 m2 - 2 kamar tidur Tipe 36 m2 - ruang tamu / keluarga - kamar mandi / WC Tipe 42 m2 2 Tipe 50 m - dapur / pantry Tipe ini untuk keluarga yang - ruang makan sudah memiliki anak Sumber : Rosfian (2009)
2.1.6 Karakteristik Penghuni Rumah Susun Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harsiti (2003:99-115) pola perilaku masyarakat penghuni rumah susun dalam melestarikan fungsi lingkungan rumah susun adalah sebagai berikut : 1) Sikap terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Makin tinggi sikap terhadap lingkungan maka makin baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. 2) Motivasi hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Makin kuat motivasi hidup sehat, maka makin baik perilaku masyarkat dalam melestarikan fungsi lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi lingkungan permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan. 3) Status sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status sosial ekonomi maka makin baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling kuat dalam menentukan perilaku melestarikan lingkungan secara berurutan adalah (1) status sosial, (2) sikap terhadap lingkungan, dan (3) motivasi hidup sehat.
21
2.1.7 Luas lahan Luas lahan harus memenuhi ketentuan sesuai tabel 2.3
Tabel 2.3: Luas lahan untuk fasilitas lingkungan rumah susun dengan kdb 50 – 60%
Sumber : SNI 03-7013-2004
2.2
Tinjauan Khusus II.2.1 Sustainable Development Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dll) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987).
Menurut World Commission on Environment and Development’s (the
Brundtland
Commission)
report
Our
Common
Future
(Oxford: Oxford University Press, 1987). "Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs
Gambar 2.1 : Scheme of sustainable development Sumber : www.wikipedia.com, diakses 05 April 2014
22
Gambar 2.2 : Scheme of sustainable development Sumber : http://www.worldbank.org diakses 05 April 2014
Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada isuisu lingkungan melainkan mencangkup tiga lingkup kebijakan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dan merupakan suatu pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan (lihat gambar 2.1 dan 2.2)
23
Sustainable Development
Specific Concept Sustainable in Sustainable Development
Resource & Waste
Energy
Product & Techology
Resource & Waste
Other
Sustainable Design
Economy of Recources
Energy Conservation
Living Circle Design
Water Conservation
Human Design
Material Conservation
Reduction : - Indigenous Landscaping - Low-Flow Shower Heads - Vacuum Assist Toilets or Smaller Toilets Tanks Reuse: - Rainwater Collection - Graywater Collection
Gambar 2.3: Skematik hubungan Sustainable Development hingga den Penerapan Sustainable Design Sumber :Sustainable Architecture Module: Introduction to Sustainable Design (1998).
2.2.2
Air Air adalah senyawa yang penting bagi semua makhluk hidup di Bumi ini. Air hampir 71% menutupi perrmukaan bumi. Walaupun air
24
yang diperoleh sangat banyak tetapi kebutuhan akan air bersih makin lama semakin sulit untuk didapatkan karena sebagian besar dari kandungan air di bumi adalah air asin (97%) dan air tawar (2,6%).
Gambar 2.4: Peredaran air Sumber: Dasar-dasar Arsitektur Ekologis, Heinz Frick
Standar kelayakan akan kebutuhan air bersih adalah 49,5 liter/kapita/hari. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah menetapkan hak dasar manusia atas kebutuhan akan air yaitu sebesar 60 ltr/org/hari.
25
Gambar 2.5 : Water consumption Sumber : www.rewatec.co.uk/rainwater-harvesting-benefits-and-uses.php, diakses 26 maret 2014
Pada gambar 2.5 dapat disimpulkan bahwa hanya beberapa dari penggunaan air yang dapat digantikan oleh air hujan yaitu laundry (17 liter), cleaning dan cleaning car (10 liter), irigasi taman (5 liter), dan yang paling besar digunakan untuk wc flushing (45 liter). 2.2.3 Jenis-jenis Air Kita ketahui bahwa sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih karena tanpa sumber air maka suatu system penyediaan air bersih tidak akan berfungsi. Berikut ini adalah 4 macam sumber air minum yang dapat digunakan; 1. Air Hujan Cara menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya jangan saat air hujan baru mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Air hujan juga mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-baik reservoir sehingga
26
hal ini akan mempercepat terjadinya korosi atau karatan. Air hujan juga mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun 2. Air Permukaan Air permukaan adalah air yang mengalir di perbukaan bumi, Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang kayu, daun, kotoran industri dan lainnya. Untuk meminumnya harus melewati proses pembersihan yang sempurna. 3. Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah tanah di dalam zona jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Suryono, 1993:1). 4. Mata Air Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah dengan hampir tidak dipengaruhi oleh musim, sedangkan kualitasnya sama dengan air dalam. 2.3
Pendekatan Teknis 2.3.1 Pertimbangan sebelum perancangan Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum merancang sistem rainwater harvesting pada sebuah hunian untuk keperluan domestik. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Faktor lingkungan (khususnya iklim) 2. Faktor teknis 3. Faktor kebutuhan air
Faktor Lingkungan Menurut buku Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), angka curah hujan merupakan kunci utama dalam mengetahui apakah penggunaan sistem rainwater harvesting mampu bersaing dengan penggunaan sistem sumber air dari PDAM. Daerah yang berada di iklim tropis dengan musim kemarau pendek yang disertai dengan beberapa hujan badai berintensitas
27
tinggi merupakan daerah yang memiliki kondisi yang paling cocok untuk pengaplikasian sistem rainwater harvesting.
Tabel 2.4 : Curah hujan rata-rata per-tahun berdasarkan iklim kawasan
Sumber : Rainwater Harvesting for Domestic Use
Faktor Teknis Selain faktor lingkungan, terdapa faktor lain yang dapat mepengaruhi konstruksi dari sistem rainwater harvesting yaitu faktor teknis antara lain : 1.
Penggunaan material penangkap air hujan yang tentu saja harus kedap air seperti metal, keramik, asbestos, atau semen
2.
Ketersediaan area untuk penyimpanan air hasil tangkapan
3.
Jumlah pengguna air dan peruntukan pengunaan air
4.
Ketersediaan sumber air antara lain seperti air permukaan atau air dari PDAM sebagai alternatif ketika air hasil rainwater harvesting habis
5.
Tersediannya pekerja dan material lokal yang cocok untuk perancangan dan manajemen sistem rainwater harvesting.
Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006), terdapat 4 jenis pengguna sistem Rainwater Harvesting. Antara lain: 1. Pengguna Tidak Berkala Pengguna
yang
menyimpan
persedian
air
hujan
dalam
penyimpanan yang relatif kecil. Air yang ditangkap hanya digunakan untuk beberapa hari.
28
2. Pengguna Berselang Pengguna yang menggunakan sistem rainwater harvesting ketika musim hujan panjang. 3. Pengguna Sebagian Pengguna
yang menggunakan
air dari sistem rainwater
harvesting secara terus menerus sepanjang waktu namun tidak mencukupi seluruh kebutuhan air yang diperlukan sehingga peruntukan kebutuhan airnya dibagi. 4. Pengguna Penuh Hanya menggunakan air yang berasal dari sistem rainwater harvesting sepenuhnya untuk semua keperluan rumah tangga sepanjang waktu.
Faktor Kebutuhan Air Didalam Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006) dinyatakan bahwa dalam keadaan terdesak dan krisis air, sedikitnya manusia dapat menggunakan sebanyak 15 Liter air untuk mandi dan kebutuhan
higienis
lainnya
dalam
sehari.
Menurut
Fenty
Wisnuwardhani (2006), kebutuhan air bersih di perkotaan pasti meningkat jumlahnya dari periode ke periode seiring dengan laju perkembangan dan pertambahan penduduk. Pernyataan tersebut dijabarkan kedalam tabel seperti berikut Tabel 2.5 : Pedoman konsumsi air
Sumber : Kimpraswil
Menurut Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), poin-poin krusial tersebut dapat dijabarkan menjadi sebuah skema dasar menyerupai kerangka berpikir yang menjadi acuan dalam
29
perancangan awal sebuah sistem rainwater harvesting (lihat gambar 2.6)
Gambar 2.6 : Skema perencanaan Rainwater Harvesting Sumber : Rainwater Harvesting for Domestic Use
2.3.2 Definisi Rainwater Harvesting Maryono dan Santoso (2006) menyebutkan bahwa rain water harvesting dapat didefinisikan sebagai salah satu cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu air hujan rendah. UNEP (2001) dan Abdullaet al (2009) menyebutkan bahwa rainwater harvesting merupakan teknologi yang digunakan untuk pengumpulan air hujan yang berasal dari atap Memanen air hujan merupakan alternatif sumber air yang sudah dipraktekkan selama berabad-abad di berbagai negara yang sering mengalami kekurangan air (Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai,
30
2004). Air hujan yang dipanen dapat digunakan untuk multi tujuan seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi dan bahkan dapat digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan (Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008; Worm, Janette & van Hattum, Tim, 2006). Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan penting untuk konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van, 2006), yaitu: 1. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya pengambilan air bawah tanah sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Sistem pemanenan air hujan merupakan alternatif yang bermanfaat. 2. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktuatif. Mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi solusi saat kualitas air permukaan, seperti air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan, sebagaimana sering terjadi di Bangladesh. 3. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai. Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap persediaan air dan berdampak positif pada kesehatan serta memperkuat rasa kepemilikan pemakai terhadap sumber air alternatif ini. 4. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun limbah kegiatan manusia misalnya masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride. Sedangkan kualitas air hujan secara umum relatif baik.
2.3.3. Keuntungan rainwater harvesting Dalam memikirkan gagasan untuk merancang sebuah sistem rainwater harvesting sangat penting untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari sistem tersebut. Keuntungan mendasar pertama dari sistem rainwater harvesting adalah
31
1. Minimnya penggunaan energi dalam proses penangkapan air hujan. Keuntungan ini sesuai dengan prinsip sustainable development
yang
sudah
dibahas
pada
pembahasan
sebelumnya. 2. Mengurangi penggunaan air dan mengurangi dampak banjir di lingkungan 3. Air hujan bersih, tidak mengandung garam 4. Pemanenan air hujan dapat mengurangi akumulasi garam didalam tanah yang dapat membahayakan pertumbuhan pada akar tanaman..
2.3.4. Kerugian rainwater harvesting Namun adapula kerugian paling mendasar dari sistem rainwater harvesting. Kerugiannya adalah 1. Sebuah kenyataan bahwa kita tidak bisa mengetahui secara pasti seberapa banyak dan kapan hujan akan turun
2.3.5. Prinsip Dasar Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006), pada dasarnya rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai kumpulan aliran air hujan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan domestik rumah tangga, kebutuhan agrikultural, dan manajemen lingkungan. Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang penting, antara lain: 1. Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap air hujan. 2. Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah ditangkap dari penangkap atau permukaan atap ke bak penyimpanan. 3. Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air itu dipergunakan.
32
2.3.6. Perancangan Sistem Rainwater Harvesting Berdasarkan Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), terdapat 4 langkah sistematis dalam merancang sebuah sistem rainwater harvesting. Tahap 1. Merancang area penangkap air hujan. Tahap 2. Merancang sistem pengiriman air hujan. Tahap 3. Menentukan ukuran penyimpanan air yang diperlukan. Tahap 4. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek yang bersangkutan
Gambar 2.7 : Rainwater Collection System Sumber : http://www.allthingsrainwater.com/ diakses 4 April 2014
Tahap 1. Menentukan Jumlah Total Kebutuhan Air
Total kebutuhan air yang akan digunakan sebagai acuan adalah kebutuhan air per tahun. Untuk mengetahui jumlah tersebut didapati persamaan: Kebutuhan Air = Rata-rata konsumsi air per orang x 365 hari
33
Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti berbeda, namun dengan asumsi rata-rata konsumsi harian orang, persamaan ini dapat dijadikan acuan yang valid. Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah air yang akan diterima. Dengan menggunakan data curah hujan yang tersedia, dan koefisien run-off, maka dapat diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima.
Supply = Rainfall x Area x Run-off coefficient Supply
= Rata-rata air yang akan diterima dalam setahun
Rainfall
= Rata-rata curah hujan tahunan
Area
= Area penangkap air hujan
Run-off coefficient = Koefisien Run-off
Tabel 2.6 : Koefisien Run-off
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Pengertian dan Definisi istilah aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya variasi proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai. Variasi proses aliran itu adalah sebagai berikut: 1.
Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang pertama langsung menjadi satu dengan aliran sungai.
2.
Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang meninggalkan daerah aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air dari aliran sungai yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai terdekat.
34
3.
Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow (b), tetapi lebih banyak dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan sungai.
4.
Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran sungai yang dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun menambah debit sungai. Kadang-kadang dipergunakan kata sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering dipergunakan untuk aliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas permukaan air tanah.
5.
Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari ketiga komponen aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas permukaan tanah (overland flow, surface runoff), dan aliran cepat di bawah permukaan tanah (sub surface storm flow,interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan banjir akibat karakteristik DAS.
6.
Aliran dasar ( base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air tanah yang dihasilkan dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh aliran perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah miring.
Tahap 2. Merancang Area Penangkap Air Hujan Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan memenuhi luas rata-rata yang dibutuhkan agar meningkatkan jumlah air yang dapat dipanen. Selain menurut aspek teknis tersebut, desain area penangkap hujan juga diharapkan dapat menjadi komponen vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan.
35
Tahap 3. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi se-efisien mungkin dengan mempertimbangkan jarak antara area penangkap dengan bak penyimpanan. Tidak lupa untuk tetap mempertimbangkan aspek-aspek utilitas arsitektural. Pada
umumnya,
rainwater
harvesting
pada
hunian
menggunakan sistem pengiriman dengan pengaplikasian talang air di ujung genteng. Material yang digunakan sebagai talang pada umumnya adalah Aluminium dikarenakan material Aluminium memiliki sifat anti karat. Bentuk yang dapat digunakan beragam antara lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk huruf “v”.
Gambar 2.8: Contoh Jenis Talang Sumber: Utilitas Bangunan, Penyediaan Jaringan Air Hujan.
Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada bangunan yang menggunakan atap miring. Lain halnya dengan bangunan yang memiliki area penangkap air hujan dengan desain
36
khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan talang air sebagai komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim. Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa PVC berdiameter 4 Inchi yang juga digunakan pada landed house pada umumnya.
Tahap 4. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan persamaan pertama pada tahap 1. Berdasarkan kebutuhan air dan prakiraan jumlah air yang akan diperoleh, dapat diketahui pula ukuran penyimpanan air yang dibutuhkan.
Tahap 5. Memilih Desain Penyimpanan Air Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat bergantung kepada kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak sekaligus bangunan.
37
2.4 Kerangka Berfikir Tabel 2.7 : Skema kerangka berfikir TOPIK ENVIRONMENTALLY, SUSTAINABLE, HEALTHY, AND LIVEABLE HUMAN SETTLEMENT
TEMA RAINWATER
JUDUL SISTEM PEMANFAATAN AIR HUJAN PADA FLAT DI JAKARTA
LATAR BELAKANG Menyediakan rumah susun sewa bagi warga kumuh dengan mengefisiensi penggunaan air dengan pemanfaatan air hujan
Rumah Susun
Studi literatur dengan mencari standar kebutuhan ruang pada rumah susun Studi literatur dengan mencari data kebutuhan toilet flush pada penghuni rumah susun Analisa kebutuhan air apa saja yang akan digantikan dengan air hujan
Curah Hujan
Jumlah curah hujan rata-rata selama 5 tahun terakhir
Pokok Permasalahan Pemenuhan kebutuhan air harian dengan memanfaatkan air hujan
Rainwater Harvesting
ANALISIS
PERANCANGAN
Rainwater Harvesting 1. Memanfaatkan air hujan untuk water efficiency 2. Pengolahan selubung bangunan dengan sistem rainwater harvesting untuk memenuhi kebutuhan air harian
38