BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1
Perkerasan Jalan Raya Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis
konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman (Materi Kuliah PPJ Teknik Sipil UNDIP). Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003). 1.1.1 Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri (Bahan Kuliah PPJ Teknik Sipil UNDIP), antara lain: 1.
Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) a. Memakai bahan pengikat aspal. b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar. c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur roda). d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)
2.
Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC). b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu lintas. c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retak-retak pada 3
4
permukaan jalan. d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, bersifat sebagai balok diatas permukaan 3.
Konstruksi Perkerasan Komposit (CompositePavement) a. Kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur. b. Perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.
1.1.2 Fungsi Lapis Perkerasan Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Dibawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan (Suprapto, 2004). 1.
Lapis Permukaan(LP) Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan dapat meliputi: a. Struktural: Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil. b. Non Struktural, dalam hal ini mencakup: 1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada dibawahnya. 2) Menyediakan permukaanyang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup. 3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas. 4) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru.
5
Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu: 1) Lapis Aus (WearingCourse) Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak diatas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah (Nono, 2007): a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air. b) Menyediakan permukaan yang alus. c) Menyediakan permukaan yang kesat. 2) Lapis Antara(BinderCourse) Lapis antara (binder course)
merupakan bagian dari lapis
permukaan yang terletak diantara lapis pondasi atas( basecourse) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah (Nono, 2007): a) Mengurangi tegangan. b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai kekuatan yang cukup. 2.
Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah: a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan. b. Pemikul beban horizontal dan vertikal. c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
3.
Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Sub base Course Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah: a. Penyebar beban roda. b. Lapis peresapan. c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi. d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
6
4.
Tanah Dasar (TD) atau Subgrade Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
1.2
Bahan Penyusun Perkerasan Lentur Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama
terdiri atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu pecah/ agregat dan lain-lain. Sedang untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis perkerasan jalan yang akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/bitumen, Portland cement, atau kapur/ lime. 1.2.1 Aspal Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, danoils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masingmasing agregat(Kerbs and Walker, 1971).Selain sebagai bahan ikat, aspaljuga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal akan mencair jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran (Silvia Sukirman, 2003). Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal alamya itu aspal yang di dapat di suatu tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.
7
1.2.2 Agregat Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan (Petunjuk Pelaksanaan Laston Untuk Jalan Raya SKBI-2.4.26.1987). Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat. Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan perkerasan jalannya itu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75%– 85%agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003, Beton Aspal Campuran Panas). Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu perkerasan jalan (Kerbs, and Walker,1971). 1.2.2.1 KlasifikasiAgregat Agregat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Silvia Sukirman, 1999): 1.
Berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi: a. Agregat Alam Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit proses pengolahannya dinamakan agregat alam. Dua bentuk agregat yang sering digunakan yaitu: 1) Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari 1/4 inch (6,35mm). 2) Pasir adalah agregat dengan ukuran partikel kecil dari 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan no.200).
b. Agregat yang melalui proses pengolahan Di gunung-gunung atau di bukit-bukit dan di sungai sering ditemui agregat berbentuk besar-besar melebihi ukuran yang di inginkan,
8
sehingga di perlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Agregat ini harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu supaya di peroleh: 1) Bentuk partikel bersudut, di usahakan berbentuk kubus. 2) Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik. 3) Gradasi sesuai yang di inginkan. Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga ukuran partikel-partikel yang di hasilkan dapat terkontrol, berarti gradasi yang di harapkan dapat di capai spesifikasi yang telah di tetapkan. c. Agregat buatan Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran <0,075mm), di peroleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen dan pemecah batu. 2.
Berdasarkan besar partikel-partikel (ukuran butiran) agregat, dapat di bedakan menjadi: a. Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No.4 (4,75mm). b. Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.4 dan tertahan no.200 (0,075mm). c. Abu batu/mineral filler, merupakan
bahan berbutir
halus yang
mempunyai fungsi sebagai pengisi pada pembuatan campuran aspal. Filler di definisikan sebagai fraksi debu mineral/ agregat halus yang umumnya lolos saringan no.200, bisa berupa kapur, debu batu atau bahan lain, dan harus dalam keadaan kering (kadar air maksimal 1%). 1.2.2.2 Bentuk dan Tekstur Agregat Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut. Agregat yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tidak ada,
9
maka agregat yang memiliki minimal satu bidang pecahan, dapat digunakan sebagai alternatif berikutnya. Partikel agregat dapat berbentuk sebagai berikut: 1.
Bulat (rounded) Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air sehingga umumnya berbentuk bulat. Partikel agregat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil dan lebih mudah tergelincir.
2.
Lonjong (elongated) Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat di katakan lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih panjang dari 1,8 kali diameter rata-rata. Sifat interlocking-nya hampir sama dengan yang berbentuk bulat.
3.
Kubus (cubical) Partikel berbentuk
kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin
pemecah batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga memberikan interlocking/ saling mengunci yang lebih besar. Dengan demikian kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang timbul. Agregat berbentuk kubus ini paling baik di gunakan sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan. 4.
Pipih (flaky) Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu
ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika
dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalulintas. 5.
Tak beraturan (irregular) Partikel agregat tak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan diatas.
10
Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal. Tekstur permukaan agregat terdiri atas: 1.
Kasar sekali (very rough)
2.
Kasar (rough)
3.
Halus
4.
Halus dan licin (polished) Permukaan agregat yang halus memang mudah dibungkus dengan aspal,
tetapi sulit untuk mempertahankan agar film aspal itu tetap melekat, karena makin kasar bentuk permukaan maka makin tinggi sifat stabilitas dan keawetan suatu campuran aspal dan agregat. Campuran aspal beton (AC) dapat di buat bergradasi halus (mendekati batas titik-titik kontrolatas), tetapi akan sulit memperoleh rongga dalam agregat (VMA) yang disyaratkan. Lebih baik di gunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati batas titik-titik kontrol bawah). 1.2.2.3 Gradasi Agregat Gradasi atau
distribusi
partikel-partikel
berdasarkan
ukuran
agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm;12,7 mm;9,52 mm;4,76 mm;2,38 mm;1,18 mm;0,59 mm; 0,149 mm;0,074 mm), di mana saringan yang paling kasar diletakkan di atas dan yang paling halus terletak paling bawah. Satu saringan dimulai dari depan dan di akhiri dengan tutup (Silvia Sukirman,1999). 1.2.2.3.1 Jenis Gradasi Agregat Gradasi di bedakan menjadi tiga macam, yaitu gradasi rapat, gradasi seragam dan gradasi timpang.
11
1.
Gradasi Rapat (Dense Graded/Well Graded) Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga di namakan juga agregat bergradasi baik (wellgraded). Agregat dinamakan bergradasi baik bila persen yang lolos setiap lapis dari sebuah gradasi memenuhi: d P = 100 D
.
Dimana : P = persen lolos saringan dengan ukuran bukaan dmm. d = ukuran agregat yang sedang di perhitungkan D = ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut. Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar. 2.
Gradasi Seragam (Uniform Graded) Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.
3.
Gradasi Timpang/Senjang (Poorly Graded/Gap Graded) Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi timpang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang, merupakan campuran agregat dengan l fraksi hilang dan 1 fraksi sedikit sekali. Agregat dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis diatas
a. Rapat
b. Seragam
c. Senjang(timpang)
Gambar 2.5. Ilustrasi Macam Gradasi Agregat
12
1.3
Paramater Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Menurut Alamsyah (2001), lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima
dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada para pengguna jalan raya selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlu dipertimbangkan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti: a.
Fungsi jalan
b.
Kinerja perkerasan (Pavement Performance)
c.
Umur rencana
d.
Lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan
e.
Sifat tanah dasar
f.
Kondisi lingkungan
g.
Sifat dan banyak material tersedia di lokasi
h.
Bentuk geometric lapisan perkerasan
1.3.1 Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Jalan Nomor 22 tahun 2009, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. a.
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk mengembangkan semua wilayah tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.
b.
Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, ini berarti sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, Fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya hingga perumahan.
1.3.2 Kinerja Perkerasan Jalan (Pavement Performance) Kinerja perkerasan jalan meliputi 3 hal yaitu:
13
a.
Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara ban dan permukaan jalan, besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca dan sebagainya.
b.
Wujud perkerasan (structural pavement) sehubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang dan sebagainya.
c.
Fungsi pelayanan (functional performance), sehubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan dengan kenyamanan mengemudi (riding quality). Kinerja perkerasan dapat dinyatakan dengan:
1.3.3 Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural. Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk perkerasan jalan baru umumnya diambil 20 tahun dan peningkatan jalan selama 10 tahun (Alamsyah, 2001). Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai. 1.3.4 Lalu Lintas Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari: 1. Analisa lalu lintas saat ini hingga diperoleh data mengenai: a. Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan b. Jenis kendaraan beserta jumlah tiap jenisnya c. Konfigurasi sumbu dari setiap kendaraan
14
d. Beban masing-masing sumbu kendaraan Pada perencanaan jalan baru perkiraan volume lalu lintas ditentukan dengan menggunakan hasil survei volume lalu lintas didekat jalan tersebut dan analisa pola lalu lintas disekitar lokasi jalan tersebut. 2.
Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut. a. Volume Lalu Lintas Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu lintas. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu tahun waktu. Untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2
arah
untuk
jalan
2
arah
tidak
terpisah
dan
kendaraan/hari/1 arah untuk jalan satu arah atau 2 arah terpisah. Data volume lalu lintas dapat diperoleh dari pos-pos rutin yang ada disekitar lokasi. Jika tidak terdapat pos-pos rutin didekat lokasi atau untuk pengecekan data, perhitungan volume lalu lintas dapat dilakukan secara manual ditempat-tempat yang dianggap perlu. Perhitungan dapat dilakukan selama 3x24 jam atau 3x16 jam terus menerus. Dengan memperhatikan faktor hari, bulan, musim dimana perhitungan dilakukan, dapat diperoleh data lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang representatif. b. Angka Ekuivalen Beban Sumbu Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu, daya dan lain lain. Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokkan atas beberapa kelompok yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan. Pengelompokan jenis kendaraan untuk perencanaan Tebal Perkerasan dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Mobil penumpang, termasuk didalamnya semua kendaraan dengan berat total 2 ton. 2. Bus 3. Truk 2 as
15
4. Truk 3 as 5. Truk 5 as 6. Semi trailer Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban dilimpahkan tersebut tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan perkerasan, kecepatan kendaraan dan sebagainya. Dengan demikian efek dari masing-masing kendaraan terhadap kerusakan yang ditimbulkan tidaklah sama. Oleh karena itu perlu adanya beban standar sehingga semua beban lainnya dapat diekuivalensikan ke beban standar tersebut. Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 pon (8,16 ton). Semua beban kendaraan lain dengan beban sumbu berbeda di ekivalenkan ke beban sumbu standar dengan menggunakan “angka ekivalen beban sumbu (E)”. Angka ekuivalen kendaraan adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali. c. Angka Ekivalen Kendaraan Berat kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu roda tunggal, sumbu belakang dapat berupa sumbu ataupun sumbu ganda. Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak titik berat kendaraan dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kendaraan tersebut. d. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas adalah perkembangan
16
daerah, bertambahnya kesejahteraan masyarakat, naiknya kemampuan membeli kendaran dan sebagainya. Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen per tahun. e. Lintas Ekivalen Kerusakan perkerasan jalan raya pada umumnya disebabkan oleh terkumpulnya air dibagian perkerasan jalan, dan karena repetisi dari lintasan kendaraan. Oleh karena itu perlulah ditentukan berapa jumlah repetisi beban yang akan memakai jalan tersebut. Repetisi beban dinyatakan dalam lintasan sumbu standard, yang dinamakan lintas ekivalen. Lintas ekivalen dapat dibedakan atas: -
Lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka (lintas ekivalen awal umur rencana atau LEP)
-
Lintas ekivalen pada akhir umur rencana adalah besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara structural (lintas ekivalen akhir umur rencana atau LEA)
-
Lintas ekivalen selama umur rencana yakni jumlah lintas ekivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan dari saat dibuka sampai akhir umur rencana.
f. Penggolongan Kelompok Jenis Kendaraan Dalam tata cara pelaksanaan survei dan penghitungan arus lalu lintas secara manual disebutkan, bahwa jumlah contoh yang diambil adalah seluruh kendaraan yang lewat dan dikelompokkan dalam: 1. Kendaraan Ringan (Light Vehicle, LV), adalah semua jenis kendaraan bermotor roda empat, meliputi: -
Mobil penumpang, yaitu kendaraan bermotor yang beroda empat yang digunakan untuk angkutan penumpang dengan maksimum sepuluh orang termasuk pengemudi (sedan, station wagon, jeep, combi, opelet, minibus, dan sub urban).
-
Pick up, mobil hantaran, dan truk, di mana kendaraan jenis ini beroda empat dan dipakai untuk angkutan barang dengan berat total (kendaraan + barang) kurang dari 2,5 ton.
17
2. Kendaraan Berat (Heavy Vehicle, HV), adalah semua jenis kendaraan bermotor beroda empat atau lebih, meliputi: -
Minibus, semua kendaraan yang digunakan untuk angkutan penumpang dengan jumlahtempat duduk 20 buah (termasuk pengemudi).
-
Bis, semua kendaraan yang digunakan untuk angkutan penumpang dengan jumlah tempat duduk untuk 40 orang atau lebih (termasuk pengemudi).
-
Truk, termasuk dalam golongan dalam kendaran ini adalah semua kendaraan angkutan bermotor beroda empat atau lebih dengan berat total lebih dari 2,5 ton; misalnya truk 2 as, truk 3 as, truk tangki, mobil gandeng, triller, dan semi triller.
1.3.5 Sifat Tanah Dasar Subgrade atau lapisan tanah dasar merupakan lapisan tanah yang paling atas, dimana diletakkan lapisan dengan material yang lebih baik. Sifat tanah dasar ini mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu jalan secara keseluruhan. Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara sederhana sampai pada cara yang agak rumit seperti CBR, Mr (Resilient Modulus), DCP. Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan mempergunakan CBR. Dari hasil pemeriksaan contoh tanah yang telah disiapkan di laboratorium atau langsung dilapangan maka diperoleh nilai CBR. 1.3.6 Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan dimana lokasi jalan tersebut berada mempengaruhi lapisan perkerasan jalan dan tanah dasar antara lain: a.
Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat komponen material konstruksi perkerasan.
b.
Pelapukan bahan material.
c.
Mempengaruhi penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan.
18
Faktor utama yang mempengaruhi konstruksi perkerasan jalan adalah air yang berasal dari hujan dan pengaruh perubahan temperature akibat perubahan cuaca. 1.3.7 Sifat Material Lapisan Perkerasan Perencanaan tebal lapsisan perkerasan ditentukan juga dari jenis lapisan perkerasan. Hal ini ditentukan dari tersedianya material di lokasi dan mutu material tersebut. 1.3.8 Bentuk Geometrik Lapisan Perkerasan Bentuk geometrik lapisan perkerasan jalan mempengaruhi cepat atau lambatnya aliran air meninggalkan lapisan perkerasan jalan. Pada umumnya dapat dibedakan atas: 1.
Konstruksi berbentuk kotak (boxed construction) Lapisan perkerasan diletakkan di dalam lapisan tanah dasar. Kerugian dari
jenis ini adlah air yang jatuh dari atas permukaan perkerasan dan masuk melalui lubang-lubang pada perkerasan, lambat keluar karena tertahan oleh material tanah dasar.
Gambar 2.1. Konstruksi berbentuk kotak jalan (Alamsyah, 2001) 2.
Konstruksi penuh sebadan jalan (full width construction) lapisan perkerasan diletakkan diatas tanah dasar pada seluruh badan jalan.
Keuntungannya, air yang jatuh dapat segera dialirkan keluar lapisan perkerasan.
19
Gambar 2.2. Konstruksi penuh sebadan jalan (Alamsyah, 2001) 1.4
Perencanaan Perkerasan Jalan (Pavement Design) Secara umum perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat
yaitu: a.
Secara keseluruhan, perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memikul berat kendaraan yang akan melaluinya.
b.
Permukaan jalan harus dapat menahan terhadap gaya gesekan dan keausan dari roda kendaraan, juga terhadap pengaruh air dan hujan. Bilamana perkerasan jalan tidak mempunyai kekuatan secukupnya secara
keseluruhan yakni tidak memenuhi syarat (a) di atas maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan penggeseran, baik pada perkerasan jalan maupun pada tanah dasar. Akhirnya jalan tersebut akan bergelombang dan berlubang hingga rusak. Apabila perkerasan jalan tidak mempunyai lapisan aus yang kuat seperti syarat (b) maka permukaan jalan akan mengalami kerusakan yang pada awalnya berupa lubang-lubang kecil dan akan bertambah banyak dan besar sampai perkerasannya akan rusak secara keseluruhan. Perencanaan perkerasan jalan sebetulnya merupakan hal rumit, dan cara yang umum digunakan sekarang untuk perencanaan perkerasan adalah metode empiris, yaitu cara yang tidak berdasarkan pada teori yang benar-benar tepat, ataupun pada cara penentuan kekuatan tanah yang teliti. Cara-cara ini berdasarkan sebagian pada teori dan sebagian pada pengalaman dan masing-masing cara tersediri dalam menentukan kekuatan tanah. Jadi kekuatan tanah yang ditentukan adalah sifat empiris yang dimaksudkan khusus untuk cara yang berkaitan dan tidak dapat dipakai pada cara lain.
20
1.
CBR Cara CBR ini dikembangkan oleh California State Highway Department
sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar pada suaru jalan (subgrade). Kemudian cara ini digunakan dan dikembangkan lebih lanjut oleh badan-badan lain, terutama U.S Army Coprs of Engineers. Dengan cara ini suatu percobaan penetrasi atau disebut percobaan CBR di pergunakan untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan diatas lapisan yang nilai CBR nya ditentukan. Jadi dianggap bahwa diatas suatu bahan dengan nilai CBR tertentu, perkerasan tidak boleh kurang dari suatu nilai tertentu. Untuk mendapatkan tebal perkerasan dari nilai CBR digunakan grafik-grafik yang telah di teliti untuk berbagai muatan roda kendaraan dan intensitas lalu lintas. Pada Gambar 2.4 di perlihatkan salah satu dari grafik-grafik ini untuk muatan roda dan intensitas lalu lintas tertentu. Dapat dilihat bahwa dari grafik ini mendekati grafik tegangan vertikal dan tegangan geser. Grafik tebal perkerasan terhadap nilai CBR telah dikeluarkan oleh beberapa badan dan instansi pemerintah dari berbagai Negara. Pada dasarnya semua dari grafik ini mempunyai bentuk yang sama dan menghasilkan nilai yang tidak berbeda. Grafik CBR pada Gambar 2.4 adalah grafik yang dikutip dari Asphalt Hanbook 1960 oleh The Asphalt Institute. Skala yang digunakan pada grafik ini untuk penentuan nilai CBR adalah skala logaritmis.
21
Gambar 2.3 Penentuan Tebal Perkerasan dari Nilai CBR (Wesley, 1977) Cara analisa grafik ini untuk mendapatkan nilai tebal perkerasan dari suatu nilai CBR tertentu diperlihatkan dengan garis berbentuk panah. Jadi misalkan di dapat nilai CBR tanah dasar sebesar 4, sedangkan jalan yang direncanakan akan di lalui kendaraan dengan berat maksimum 7 ton, maka kita menarik garis dari nilai CBR (titik A) sampai garis muatan sebesar 7 ton, lalu di tarik ke kiri secara horisontal untuk mendapatkan titik B. Selanjutnya ditarik garis lurus dari titik B memotong titik klasifikasi lalu lintas sedang untuk mendapatkan titik C pada skala tebal perkerasan. Dengan contoh diatas maka diperoleh tebal perkerasan sebesar 26 cm. Perhitungan nilai CBR dapat dilakukan dengan cara grafis maupun cara analitis. Prosedur cara grafis sebagai berikut:
22
1.
Tentukan nilai CBR terendah.
2.
Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau sama besar dari masingmasing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris mulai dari nilai CBR terkecil sampai yang terbesar.
3.
Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan persentase dari 100%.
4.
Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
5.
Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%. Perhitungan nilai CBR cara analitis adalah dengan menggunakan rumus: CBRsegmen = CBR –
dengan:
(
–
R
)
.................................................... (2.1)
CBRsegmen
: Nilai CBR dalam satu segmen (%),
CBRrata-rata
: Nilai CBR rata-rata tiap titik dalam satu segmen (%),
R
: Nilai berdasarkan jumlah titik pengamatan,
CBRmaks
: Nilai CBR terbesar dari satu segmen (%),
CBRmin
: Nilai CBR terkecil dari satu segmen (%).
Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.3 Nilai R untuk perhitungan CBR segmen Jumlah Titik Pengamatan
Nilai R
2 3 4 5 6 7 8 9 >10
1,41 1,91 2,24 2,48 2,67 2,83 2,98 3,08 3,18
23
2.
Penetapan CBR Lapangan Melalui Pengujian Dengan Alat DCP DCP adalah alat yang digunakan untuk mengukur daya dukung tanah dasar
jalan langsung di tempat. berbeda dengan tes CBR yang hanya mengetahui kekuatan tanah pada lapisan permukaan, pada tes DCP ini dapat diketahui kekuatan tanah sampai pada kedalaman 1 meter di bawah permukaan. Kekuatan tanah dapat diketahui dengan melakukan penumbukan dengan alat DCP pada suatu titik lokasi. Dengan menjatuhkan hammer sebesar 8 kilogram dengan tinggi jatuh 575 milimeter,maka konus pada alat DCP ini akan menembus tanah. Kemudian dilakukan pencatatan, baik untuk jumlah pukulanmaupun besar penetrasi. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk melakukan tes DCP ini adalah sebagai berikut; a. Handle (pemegang). b. Hammer (penumbuk) dengan berat 8 kg dan tinggi 575 mm c. Guide rod (setang penghantar). d. Anvil (kepala penumbuk) sebagai sebagai landasan tempat jatuhnya hammer. e. Penetration rod (setang penetrasi) dengan diameter 16 mm. f. Cone (conus) dari baja yang yang diperkeras; diameter 20 mm dengan sudut kemiringan 60 (apex). g. Penetration scale (mistar penetrasi) sebagai alat pengukur masuknya cone ke dalam tanah. h. Alat tambahan berupa: a. Carrying bag (tas) tempat semua alat. b. open end wrench (kunci pas).
24
Gambar 2.4. Peralatan DCP
Gambar 2.5. Detail Alat DCP (www.gautrans-hvs.co.za) diakses 10 Juli 2012
25