BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Definisi Bank secara umum adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote.Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang .
Pengertian Bank menurut Iska ( 2012:16) adalah menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat, memberikan kredit, baik bersumberkan dari dana masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan nasabah baru, memberikan pelayanan dalam urusan pembayaran dan peredaran uang.
Pengertian Bank menurut Undang- Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2.1.2
Bank syariah atau perbankan Islam Pengertian Perbankan syariah atau perbankan Islam secara umum adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada 7
usaha-usaha berkategori terlarang (haram).Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Pengertian Perbankan Syariah menurut Iska (2012:49) adalah Bahkan juga diartikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan pelayanan yang lain, atau peredaran uang yang pelaksanannya disesuaikan dengan asas islam. Pengertian Perbankan Syariah menurut Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiataan usahanya.
2.1.3
Sejarah Bank Syariah Gagasan mengenai bank yang menggunakan system bagi hasil telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim yang menulis tentang keberadaan bank syariah, misalnya Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Muhammad Ahmad (1952). Kemudian uraian yang
lebih
terperinci
tentang
gagasan
itu
ditulis
oleh
Mawdudi
(1961).Demikian juga dengan tulisam-tulisan Muhammad hamidullah yang ditulis pada 1994, 1955, 1957 dan 1962, bisa dikategorikan sebagai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam. Sejarah perkembangan bank syariah modern tercatat dipakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu upaya pengelola dana jamaah haji secara non- konvensional. Rintisan bang syariah lainnya, adalah dengan berdirinya
8
Mit Ghamr Lokal Saving bank pada tahun 1963 di Mesir oleh Dr Ahnad elnajar. Permodalan bank dibantu oleh raja faisal dari arab Saudi. Bank pedesaan yang beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah ini sangat popular dan pada mulanya tumbuh dengan baik.Empat tahun kemudian Mit Ghamr dapat membuka Sembilan cabang dengan nasabah sekitar satu juta orang.Namun pada tahun 1967, karena persoalan politik, bank ini ditutup.Pada tahun 1972, system bank tanpa riba diperkenalkan lagi dengan berdirinya Nasser Social bank di Mesir.Berdirinya bank ini lebih bersifat social dari pada komersial menurut Sudarsono (2012, 30 ). Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional, muncul dalam konferensi Negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969, yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu: 1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hokum untung dan rugi, kika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram. 2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin 3. Sementara menunggu berdirinya
bank syariah, bank-bank yang
menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar- benar dalam keadaan darurat. Pembentukan bank syariah semula, memang banyak diragukan sebab: 1. Banyak yang beranggapan bahwa system perbankan bebas bunga (interest free) adalah suatu yang tak mungkin dan tak lazim. 9
2. Adanya pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai operasinya, tetapi dilain pihak, bank islam adalah salah satu alternative system ekonomi islam. Berdirinya IDB memotivasi Negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal decade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negaranegara teluk, Pakistan, iran, Malaysia serta turki. Selain itu, ada Negaranegara non-muslim yang mendirikan bank islam, seperti inggris, Denmark, Bahamas, (benon), swiss dan luxemnurg. Secara garis besar, lembagalembaga keuangan syariah tersebut dimasukan dalam dua kategori, yaitu bank islam komersial dan lembaga investasi dalam bentuk. Pesatnya perkembangan bank syariah menimbulkan ketertarikan konvensional untuk menawarkan produk-produk bank syariah.Hal tersebut tercermin dari tindakan beberapa bank konvensional yang membuka system tertentu di dalam masing-masing bank dalam menawarkan produk bank syariah, misalnya “Islamic windows” di Malaysia“the Islamic transactions” di cabang bank mesir dan “the Islamic services” di cabang-cabang bank perdangan Arab Saudi. Sementara itu Citibank mendirikan citi Islamic investment bank pada tahun 1996 di Bahrain yang merupakan wholly-owned subsidiary, sementara city chase manhatta telah mengembangkan produk chase manhatta leasing liquidity program (CML) untuk memenuhi kebutuhan investasi overnite dan short term lain yang halal. Produk-produk investment bangking yang islami juga ditawarkan oleh.Fund manager konvensional seperti the wellington management company (amerika serikat), oasis internasional equity fund dari flerninings bank ( inggris) state street 10
investment management ( amerika serikat ), Kleinwort benson bank (inggris) hongkong shanghai bangking corporation (HSBC-london) dan ANZ bank (Melbourne –London) dari sisi pengguna jasa perbankan syariah, tercatat beberapa perusahaan multinasional seperti KFC, Xerox, General Motor, IBM, General Electric dan Chrysler. 2.1.3.1 Prinsip Perbankan Syariah
Menurut sudarsono (2012:33) Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut: Perniagaan atas barang-barang yang haram, Bunga (riba), Perjudian dan spekulasi yang disengaja maisir), serta Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar).
11
2.1.3.2 Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Tabel 2.1 Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
a. Melakukan hanya investasi yang menurut hukum Islam
halal
a. Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
b. Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
b. Memakai perangkat suku bunga
c.
c.
Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
Berorientasi keuntungan
d. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
d. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
e. Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
e. Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis
(Sumber: Iska 2012: 26)
2.1.3.3 Produk perbankan syariah
Menurut Sudarsono (2012 : 66) ada Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: 1.
Titipan atau simpanan a. Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal. b. Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap 12
dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu. 2.
Bagi hasil a. Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan b. Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. c. Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen. d. Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3.
Jual beli
13
a. Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. b. Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual. c. Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-
14
Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut. 4.
Sewa a. Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. b. Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamliksama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.
5.
Jasa a. Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam. b. Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan. c. Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga pengambilalihan hutang).
15
d. Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah. e. Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial
2. 2
PSAK 105 pada Akad Mudharabah
2.2.1
Pengertian Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pengertian Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menurut wiyono dan maulamin ( 2012:67) adalah pedoman dalam melakukan praktek akuntansi dimana uraian materi di dalamnya mencakup hampir semua aspek yang berkaitan dengan akuntansi, yang dalam penyusunannya melibatkan sekumpulan orang dengan kemampuan dalam bidang akuntansi yang tergabung dalam
suatu
lembaga
yang
dinamakan
Ikatan
Akuntan
Indonesia
(IAI). Dengan kata lain, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah buku petunjuk bagi pelaku akuntansi yang berisi pedoman tentang segala hal yang ada hubungannya dengan akuntansi. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) mencakup konvensi, peraturan dan prosedur yang sudah disusun dan disahkan oleh lembaga resmi (standard setting body) pada saat tertentu. Pernyataan di atas memberikan pemahaman bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan buku petunjuk tentang akuntansi
16
yang berisi konvensi atau kesepakatan, peraturan dan prosedur yang telah disahkan oleh suatu lembaga atau institut resmi. Dengan kata lain Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)merupakan sebuah peraturan tentang prosedur akuntansi yang telah disepakati dan telah disahkan oleh sebuah lembaga atau institut resmi. “Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh lembaga Ikatan Akuntan Indonesia selalu mengacu pada teori-teori yang berlaku dan memberikan tafsiran dan penalaran yang telah mendalam dalam hal praktek terutama dalam pembuatan laporan keuangan dalam memperolah informasi yang akurat sehubungan data ekonomi” Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) mengacu pada penafsiran dan penalaran teori-teori yang “berlaku” dalam hal praktek “pembuatan laporan keuangan” guna memperoleh informasi tentang kondisi ekonomi. Pemahaman di atas memberikan gambaran bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berisi “tata cara penyusunan laporan keuangan” yang selalu mengacu pada teori yang berlaku, atau dengan kata lain didasarkan pada kondisi yang sedang berlangsung. Hal ini menyebabkan tidak menutup kemungkinan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dapat mengalami perubahan/penyesuaian dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan kebutuhan informasi ekonomi. Dari keseluruhan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang disusun oleh lembaga IAI
17
yang didasarkan pada kondisi yang sedang berlangsung dan telah disepakati (konvensi) serta telah disahkan oleh lembaga atau institut resmi. Sebagai suatu pedoman, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bukan merupakan suatu kemutlakan bagi setiap perusahasan dalam membuat laporan keuangan. Namun paling tidak dapat memastikan bahwa penempatan unsur-unsur atau elemen data ekonomi harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar semua data ekonomi dapat tersaji dengan baik, sehingga dapat
memudahkan
bagi
pihak-pihak
yang
berkepentingan
dalam
menginterpretasikan dan megevaluasi suatu laporan keuangan guna mengambil keputusan ekonomi yang baik bagi tiap-tiap pihak. 2.2.2 Peranan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Bertolak dari definisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sebagai buku petunjuk tentang prosedur pencatatan dan penyajian laporan keuangan yang disusun oleh lembaga Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dapat berperan dalam membantu pihak manajemen keuangan dalam pengungkapan informasi keuangan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2007:01,01) menuliskan bahwa : “Tujuan dari pernyataan ini adalah menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) yang selanjutnya disebut laporan keuangan......” Pernyataan di atas memberikan pemahaman bahwa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berperan dalam penetapan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan, atau dengan kata lain peranan Pernyataan Standar
18
Akuntansi Keuangan (PSAK) mengarah pada perlakuan pencatatan akuntansi terhadap sumber-sumber ekonomi agar tiap bagiannya berada pada posisi yang benar dan tepat. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) juga dapat memberi pedoman bagi kita tentang begaimana seharusnya sumber-sumber ekonomi dicatat dan bila terjadi perubahan bagaimana mencatatnya serta kapan perubahan tersebut dicatat dan bagaimana seharusnya kita menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) juga membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pengungkapan jika terjadi penyimpangan dalam laporan keuangan yang disajikan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) akan menjadi alat dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang mengantar kepada terciptanya sistematis informasi keuangan yang akurat dan dapat dipercaya sehingga dapat membantu para penentu keputusan dalam mengambil kepuitusan yang tepat bagi kelangsungan suatu usaha.
2.2.3 Pengertian Akad Mudharabah Menurut Harahap, Wiroso dan Yusuf ( 2010:423) Mudharabah adalah suatu akad kerja sama kemitraan antara penyedian dana usaha (disebut shahibul maal/ rabulmah) dengan pengelolaan dana/ manajemen usaha (disebut sebagai mudharib) untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasl usaha sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal.
19
2.2.3.1 Jenis – jenis Akad Mudharabah Jenis-jenis akad Mudharabah menurut Wangsawidjaja (2012:192) 1. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikankebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. 2. Mudharabah muqayyadahadalah mudharabah di mana pemilik danamemberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atauobjek investasi. 3. Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola danamenyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. 2.2.3.2 Rukun Mudharabah Rukun Mudharabah menurut Yusuf,et al (2010:424): 1.
Orang yang berakad: pemilik modal dan pelaksanaan atau usahawan
2.
Modal
3.
Kerja atau usaha
4.
Keuntungan
5.
Ijab Qabul Aturan tentang Pembiayaan Mudharabah menurut Harahap, Wiroso dan
Yusuf (2010:424) Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang pembiayaan Mudharabah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Himpunanan Fatwa, Edisi kedua, hal 44-49) sebagai berikut:
20
Pertama: Ketentuan Pembiayaan 1.
Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif
2.
Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mall (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3.
Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.
Nudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah diesepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.
Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang
6.
LKS sebagai penyedian dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lali atau menyalahi perjanjian.
7.
Pada prinsipnya, dalam pembiyaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharab tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta
8.
Criteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN
9.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib 21
10.
Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua: Rukun dan syarat pembiayaan. 1.
Penyedian dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum
2.
Pernyataan ijab dan Kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakn kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad) b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern
3.
Modal ialah sejumlah uang dan/atau asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a. Modal harus diketahui jumlah dan sejenisnya b. Modal dapat berbentuk uamg atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka set tersebut harus dinilai pada waktu akad. c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
22
4.
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi. a. Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan untuk satu pihak b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c. Penyedian dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari nkesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
5.
Kegiatan usaha oelh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedian dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Kegiatan usaha adalah hak ekslusif mudharib, tanpa campur tangan penyedian dana, tetapi ia mempunyai hak unutuk melakukan pengawasan. b. Penyedian dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan c. Pengelola tidak boleh menyalahi hokum syariah islam dalam tindakanya yang berhubungan dengam mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
23
Ketiga: Beberapa ketentuan hukum pembiayaan 1.
Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu
2.
Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian dimasa depan yang belum tentu terjadi.
3.
Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah ), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan
4.
Jika salah satu pihak menunaikan kewajibanya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Menurut PSAK 105, tentang Prinsip Pembagian Hasil Usaha, Pembagian hasil usaha mudharabaha dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu berdasarkan bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih (nett profit) yaitu laba kotor dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
24
Tabel 2. 2 Laporan Laba Rugi Uraian
Jumlah
Penjualan
100
Harga Pokok Penjualan
65
Laba Kotor
35
Beban
25
Laba Rugi Bersih
10
Metode bagi hasil
Gross Profit Margin
Profit sharing
(sumber: Yusuf dan Wiroso 2011, 124 )
Menurut Yusuf dan Wiroso (2011, 124) tentang Prinsip Pembagian Hasil Usaha, menyatakan sebagai berikut: Pada prinsipnya, dalam penyaluran (pembiayaan) mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ke tiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 2.2.4 Standar Akuntansi Akad mudharabah Menurut Harahap, Wiroso dan Yusuf (2010, 429) Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengukapan transaksi mudharabah yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syariah diganti dengan PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah yang meliputi akuntansi pemilik dana dan akuntansi pengelola dana. Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah bank syariah dapat bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) atau sebagai pengelola dana ( mudharib). Jika kedudukan bank syariah sebagai pengelola dana, ini dilakukan untuk kegiatan dana yang dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip mudharabah mutlaqah 25
yang di aplikasikan pada deposito mudharabah dan tabungan mudharabah, oleh karnanya bank syariah harus menerapkan ketentuan-ketentuan PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah pada akuntansi pengelola dana. Jika kedudukan bank syariah sebagia pemilik dana, maka hal ini dilakukan untuk kegiatan bank syariah dalam menyalurkan dana dengan prinsip mudharabah yang diaplikasikan dalam produk pembiayaan mudharabah, oleh karenanya bank syariah harus memperhatikan ketentuan ketentuan dalam PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah pada akuntansi pemilik dana. Ketentuan tentang pengukuran dan pengakuan transaksi mudharabah dalam akuntansi pemilik dana, telah diatur dalam PSAK 105 tentang akuntasi mudharabah anatara lain sebagai berikut: A. Modal mudharabah 1. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada pengelola dana. 2. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut: a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar sejumlah yang dibayarkan: b. Investasi mudharabah dalam bentuk asset non kas diukur sebesar nilai wajar asset non kas pada saat penyerahan: (i) Jika nilai wajar lebih rendah dari pada nilai tercatatnya,
maka
selisihnya diakui sebagai kerugian:
26
(ii) Jika nilai wajar lebih tinggi dari pada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguban dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. 3. Jika nilai investasi mudahrabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. 4. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil. 5. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. 6. Dana investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang ( non kas ) dan barang tersebut menggalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiataan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil. 7. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukan oleh: a. Persyaratan yang ditentukan didalam akad tidak dipenuhi: b. Tidak dapat kondisi diluar kemampuan ( force majeur) yang lazim dan / atau yang telah ditentukan dalam akad: atau c. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
27
8. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang. b. Penghasila Usaha 1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. 2. Kerugian yang terjadi dalam sesuatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan bentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara: (a). investasi mudaharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi: dan (b). pengembalian investasi mudharabah: diakui sebagai keuntungan atau kerugian. 3. Pengakuan penghasilan usaha mudaharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. 4. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. 5. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang
28
C. Penyajian 1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laopran keuangan sebesar nilai tercatat. 2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan a. Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah: b. bagi hasil dana syirkah temporer yg sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban: dan c. bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan. D. Pengungkapan 1. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada: a. rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya : b. penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan: dan c. mengungkapkan yang diperlukan sesuai PSAK 101: penyajian laporan keuangan syariah.
29
2. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada: a. Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya: b. Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah: dan c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: penyajian laporan keuangan syariah. 2.2.4.1 Pengakuan dan pengukuran pembiayaan Mudharabah
Menurut Harahap, Wiroso dan Yusuf (2010, 435) bahwa sesuai dengan hukum syariah modal harus diketahui baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dan hal ini akan merupakan dasar dari penilaian, diaman keuangan mudharabah disajikan dalam pembukuan bank. Kemudian ketentuan pemberian modal harus disepakati yakni pembelian, dalam bentuk tunai. Sesuai dengan kebijakan saat ini, modal bisa diberikan dalam bentuk asset perniagaan dan dalam nilai asset tersebut pada saat pengadaan kontrak tersebut senilai/ sama dengan modal yang akan diberikan dalam mudharabah. Ketentuan tersebut juga merupakan dasar dalam penentuan jumlah modal mudharabah pada saat pengadaan kontrak. Modal bisa juga diberikan dalam bentuk asset non kas yang siap digunakan dan pada saat pengadaan kontrak dalam modal mudharabah, nilai pasar asset tersebut dengan realita yang ada. Dalam hukum syariah ketetapan modal yang harus dibayar atau serahkan kepada mudharib sesuai dengan kebijakan persyaratan yang telah ditentukan bahwa pembayaran akan dicairkan tanpa penyesuaian akusisi (perolehan) aktualnya. Hal ini dimaksudkan untuk dimenjaga agar dana
30
mudharabah tidak diambil begitu saja tanpa adanya persetujuan dari bank. Ada dua alas an yang tidak bisa digunakan dalam penilaian asset-aset non-kas yang akan diterima oleh bank Islam sebagai modal: a. Ketentuan nilai yang telah disepakati oleh semua pihak, tentang penilai asset non-moneter yang akan diakui akuntansi keuangan. b. Penerapan nilai tersebut yang disepakati bersama oleh para pihak dari kontrak untuk menilai asset non-moneter akan menjurus kepada penerapan konsep kejujuran repsentasional. Dasar perhitungan biaya secara historis telah digunakan dalam pengukuran modal mudharabah yang disediakan oleh bank tersebut setelah penandatangan kontrak yang merupakan salah satu dari persyaratan kaidah atau peraturan syariah mudharabah sehubungan dengan spesifikasi modal dan pemeliharaan dari modal yang ditetapkan sampai waktu diketahui keuntungan. Keuntungan adalah jumlah pendapatan dari hasil dari pengelola modal mudharabah.Keuntungan ini juga harus sesuai dengan ciri-ciri pengukuran akuntansi.Pengkuran dan pengkuran akuntansi pembiayaan mudharabah, telah dijelaskan padan PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah sebagai berikut: 1. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada pengelola dana. 2. Pengukuran investasi mudaharabah adalah sebagai berikut:
31
a. Investasi mudaharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan: b. Investasi mudaharabah dalam bentuk asset non kas diukur sebesar nilai wajar asset non kas pada saat penyerahaan: 1. Jika nilai wajar lebih tinggi dari pada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. 2. Jika nilai wajar lebih rendah dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian: 3. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. 4. Jika sebagaian investasi mudharabah hilang setelah dimualinya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut dihitungkan pada saat bagi hasil. 5. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. 6. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (non kas) dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah brg dipergunakan secara efektif dalam kegiataan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil. 32
7. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukan oleh: a. Persyaratan yang ditentukan didalam akad tidak dipenuhi: b. Tidak dapat kondisi diluar kemampuan ( force meigeuir) yang lazim dan / atau yang telah ditentukan dalam akad: atau c. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. 8. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudaharabah diakui sebagai piutang.
33