BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Perantara Penjualan (Channel) Marketing channel (saluran pemasaran) atau sering juga disebut sebagai distribution channel (saluran distribusi) merupakan sekumpulan praktek atau aktifitas yang diperlukan untuk mentransfer barang dan/atau jasa, memindahkan barang dan/atau jasa dari titik produksi ke titik konsumsi, yang melibatkan semua institusi dan semua aktifitas pemasaran dalam proses pemasaran. Dengan demikian saluran pemasaran dapat dipandang sebagai sekumpulan organisasi yang saling berketergantungan satu sama lain yang terlibat mulai dari proses pembuatan produk (barang dan/atau jasa) sampai menyalurkan ke konsumen untuk dikonsumsi. Saluran pemasaran berguna sebagai alat manajemen (Gaspersz, 2012:84). Menurut Gasperz, peranan saluran pemasaran dalam strategi pemasaran adalah: 1. Menghubungkan produsen ke konsumen 2. Melakukan aktifitas penjualan, periklanan, promosi, dan lain lain 3. Mempengaruhi strategi penetapan harga produk (barang dan/atau jasa) 4. Mempengaruhi strategi produk melalui penciptaan merk kebijakan – kebijakan, keinginan untuk melakukan stock, dan lain lain 5. Menetapkan
kebijakan
yang
terkait
dengan
keuntungan,
instalasi,
Two-level channel Three-level channel
Retailer Wholesaler
Retailer
Wholesaler
Jobber
Retailer
Gambar 2.1 Saluran Pemasaran Barang Konsumsi Sumber: All-in-one Marketing Excellence 2012, halaman 85
9
Consumer
Zero-level channel One-level channel
Manufacturer
pemeliharaan, penawaran kredit, dan lain - lain.
10
Gambar diatas menunjukan saluran pemasaran barang konsumsi. Penjelasan dari saluran barang konsumsi menurut (Saladin, 2003:108): 1. Saluran tingkat nol atau saluran pemsaran langsung (zero-level channel) : produsen menjual langsung kepada konsumen dengan tiga diantaranya : -
Penjualan dari rumah kerumah
-
Lewat pos
-
Lewat toko – toko perusahaan
2. Saluran satu tingkat (one-level channel): mempunyai satu perantara penjualan, di dalam pasar konsumen perantara itu sekaligus merupakan pengecer, sedangkan dalam pasar industry sebuah penyalur tungal dan penyalur industri 3. Saluran dua tingkat (two-level channel): mempunyai dua perantara penjualan. Di dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar, sekaligus pengecer sedang dalam pasar industry mereka merupakan sebuah penyalur tungal dan penyalur industri 4. Saluran tiga tingkat (three-level channel): mempunyai tiga perantara penjualan Dalam penelitian ini, variabel channel diukur dengan beberapa indikator yang telah diadaptasikan dari jurnal Kim dan Hyun (2011) yaitu dari “X has various channels to purchase it”, “The process of purchasing X is simple”, dan “Delivering and installing X is fast and correct” menjadi “Bagus Nina dijual dimana saja”, “Bagus Nina memiliki kemudahan dalam proses pembelian”, dan “Ketersediaan Bagus Nina selalu ada”.
2.2 Merek (Brand) Menurut Kotler (2003:418) Brand (merek) adalah nama, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari semuanya dengan tujuan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual, yang membedakan produk atau jasa tersebut dengan produk lain terutama produk saingannya. Sedangkan menurut Sastradipoera (2003:133), brand adalah suatu lambang yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk dalam perdagangan sehingga lambang itu dapat membedakannya dari produk serupa dari pesaingnya.
11
Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa merek (brand) adalah keunikan dari sebuah produk atau jasa yang menjadikannya berbeda dari produk atau jasa lain yang sejenis.
2.2.1 Ekuitas Merek (Brand Equity) Ekuitas merek didefinisikan sebagai seperangkat aset dan kewajiban terkait dengan merek yang menambah atau mengurangi dari nilai suatu produk atau jasa kepada perusahaan dan / atau pelanggan (Aaker, 2004). Menurut Aaker dalam
Durianto,
Sugiharto,
Sitinjak
(2004:4),
ekuitas
merek
dapat
dikelompokkan ke dalam 5 elemen: 1. Brand Awareness (Kesadaran Merek) Menunjukkan kesanggupan seorang konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2. Brand Association (Asosiasi-asosiasi Merek) Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing dan lain-lain. 3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Mencerminkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas / keunggulan suatu produk atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan. 4. Brand Loyalty Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Other Proprietary Brand Assets (Aset-aset Merek Lainnya) Seperti hak paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar dan lain-lain. Selanjutnya Aaker bersama dengan muridnya yaitu Kevin Lane Keller mempublikasikan tulisan mengenai customer based brand equity (CBBE) di Journal of Marketing. Artikel ini adalah salah satu artikel yang paling banyak direferensikan dalam hal merek sampai hari ini. Walaupun ditulis berdua, sangat jelas bahwa CBBE adalah buah pemikiran dari Keller. Konsep ini akhirnya
12
menjadi sangat terkenal setelah Keller meluncurkan bukunya Strategic Brand Management. (Irawan, 2014:2) Keller mempertimbangkan dua komponen umum dari brand equity yaitu brand awareness dan brand image, dimana brand awareness adalah merek berkaitan dengan kemungkinan bahwa nama merek akan datang dalam pikiran konsumen dengan mudah, sedangkan brand image adalah persepsi tentang merek sebagai refleksi asosiasi merek di benak konsumen. (Keller dalam Jara dan Cliquet, 2012) Kedua komponen inilah yang berada di dalam benak dan hati konsumen. Dengan demikian Keller melebur komponen perceived quality ke dalam brand image. Bagi Keller, brand loyalty bukan komponen atau sumber dari brand equity, tetapi merupakan hasil atau resonansi dan brand awareness dan brand image.(Irawan,2014:2) Dengan mengadopsi pemikiran dari Keller inilah kemudian peneliti menggunakan
variabel brand awareness dan brand image yang merupakan
komponen dari ekuitas merek berbasi konsumen (CBBE). Menurut Peter dan Olson (2000), pada dasarnya pemasar dapat memperoleh ekuitas merek melalui 3 cara: membangun ekuitas merek, meminjam ekuitas merek, dan membeli ekuitas merek. Perusahaan dapat membangun ekuitas merek dengan meyakinkan diri bahwa merek tersebut memberikan konsekuensi positif dan dengan konsisten mengiklankan konsekuensi tersebut. Perusahaan dapat meminjam ekuitas merek dengan cara memperpanjang nama merek yang positif pada produk lainnya. Sebuah perusahaan dapat membeli ekuitas merek dengan membeli merek yang telah memiliki ekuitas.
2.2.2 Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Aaker dalam Severi dan Ling (2013), brand awareness adalah kunci dan elemen yang esensial dalam brand equity yang kadang kurang diperhatikan, dan merupakan faktor seleksi yang umum diantara konsumen. Aaker juga berpendapat bahwa brand awareness merupakan kekekalan merek yang tertanam di benak konsumen, oleh karena itu brand awareness akan terbentuk dari visibilitas berkelanjutan, meningkatnya kebiasaan, kuatnya asosiasi yang berhubungan dengan penawaran dan pengalaman pembelian.
13
Brand awareness terdiri dari brand recognition dan brand recall performance. Brand recognition terkait pada kemampuan konsumen dalam menanggapi suatu brand ketika diberikan petunjuk. Sedangkan brand recall berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengingat kembali suatu brand ketika diberikan petunjuk berupa kategori produk, kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh suatu kategori produk atau situasi pembelian
atau
pemakaian.
Istilah
brand
awareness mengacu pada kesanggupan seorang konsumen untuk mengenali dan mengingat kembali suatu brand yang merujuk pada suatu produk tertentu (Keller, K.L , 2003:67). Menurut Peter dan Olson (2000), iklanlah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kesadaran merek, walaupun publisitas, penjulan personal dan promosi penjualan juga dapat memberikan dampak. Pramuniga dalam toko juga dapat menciptakan kesadaran merek dengan membawa beberapa merek tertentu kepada konsumen. Disamping itu, posisi rak dan penempatan merek dalam toko dapat mempengaruhi kesadaran merek. Dalam penelitian ini indikator pengukuran yang digunakan bersumber dari jurnal Severi dan Ling (2013) yang kemudian di adaptasi sesuai dengan kasus dalam penelitian ini, yaitu “I aware this particular product/brand that appeared in the social media”, “I can recognize this particular product/brand in comparison with other competing product/brand that appeared in the social media”, “I know how this particular product/brand looks like”, “Some characteristic of this particular product or brand that appeared in the social media come to my mind quickly”, dan “I can quickly recall symbol/logo of the particular product/brand that appeared in the social media” menjadi “Merk Bagus Nina muncul di media periklanan”, “Merk Bagus Nina dikenal diantara merk – merk pembalut lainnya di media periklanan”, “Konsumen menyukai tampilan dari Bagus Nina”, “Beberapa karakteristik dari Bagus Nina yang muncul di media periklanan dapat cepat diingat”, dan “Konsumen dapat dengan cepat mengingat kembali logo/simbol dari Bagus Nina yang muncul di media periklanan”.
2.2.3 Citra Merek (Brand Image) Roy dan Banerjee dalam Severi dan Ling (2013), mendefinisikan brand image
sebagai
pemikiran dan
perasaaan tentang merek.
Aaker juga
14
menambahkan bahwa brand image merupakan kesatuan asosiasi yang signifikan terhadap konsumen. Brand image disampaikan ke benak konsumen melalui brand asosiation (Keller dalam Severi dan Ling 2013). Kotler (2007) mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek, karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya, saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa citra merek (brand image) adalah sekumpulan persepsi konsumen mengenai suatu merek yang sudah terbentuk dan melekat dibenak konsumen. Komponen citra merek (brand image) terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan
konsumen
terhadap
perusahaan
yang
membuat
suatubarang atau jasa. 2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. 3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Dalam Jalilvand dan Samiei (2012), untuk meningkatkan brand image suatu produk hal – hal yang dapat dilakukan manajer adalah meningkatkan variasi produk, mengembangkan kualitas produk, menawarkan produk dalam harga yang lebih sesuai dengan nilai yang diberikan, dan menyediakan pelayanan pasca pembelian. Untuk melalukan pengukuran variabel brand image, digunakan indikator yang bersumber dari jurnal Jalilvand dan Samiei (2012) yaitu “In comparison to other product/brand this product/brand has high quality”, “This product/brand has a rich history”, dan “Customer can reliably predict how this particular brand/product will perform”. Yang kemudian diadaptasi sesuai dengan penelitian ini menjadi “Dibandingkan dengan produk lain, Bagus Nina memiliki kualitas
15
yang tinggi”, “Bagus Nina memiliki daya serap yang tinggi”, dan “Konsumen mengetahui kinerja dari Bagus Nina”.
2.3 Minat Pembelian (Purchase Intention) Purchase intention merepresentasikan kemungkinan bahwa konsumen akan berencana atau berminat untuk membeli produk atau jasa tertentu dimasa depan. Meningkatnya minat pembelian berarti meningkatnya pula kemungkinan pembelian (Dodds et al., 1991; Schiffman dan Kanuk,2007 dalam Wu et al., 2011). Ketika konsumen memiliki minat pembelian yang positif akan membentuk komitmen merek yang positif pula dimana hal tersebut mendorong konsumen untuk melakukan pembelian aktual (Fishbein dan Ajzen,1975; Schiffman dan Kanuk 2007 dalam Wu et al.,2011). Dalam penelitian ini digunakan purchase intention dengan indikator pengukuran menurut Jalilvand dan Samiei (2012) yaitu “I would buy this product/brand rather than any other brands available”, “I am willing to recommend others to buy this product or brand”, dan “I intend to purchase this product/ brand in the future” yang kemudian diadaptasikan oleh peneliti menjadi “Konsumen mau membeli Bagus Nina dibandingkan merk – merk pembalut lain yang tersedia”, “Konsumen ingin merekomendasikan Bagus Nina kepada orang lain”, dan “Konsumen berminat untuk membeli Bagus Nina dilain hari”, adaptasi ini ditujukan agar indikator pengukuran sesuai dengan keadaan dan kasus dalam penelitian ini.
2.4 Hubungan Antar Variable 2.4.1 Hubungan antara Channel dengan Brand Awareness dan Brand Image Dalam jurnal Kim dan Hyun (2011) channel performance secara positif berdampak pada brand awareness with association. Pada jurnal yang sama, hubungan antara keseluruhan brand equity yang terdiri dari 3 dimensi memiliki hasil yang positif dan signifikan dengan brand awareness with association memiliki hubungan yang kuat dengan keseluruhan brand equity. Dengan demikian, brand awareness juga memiliki hubungan dengan brand image yang merupakan bagian dari keseluruhan brand equity.
16
2.4.2 Hubungan antara Brand image dengan Brand Awareness Keller (1993) dalam Jalilvand dan Samiei (2012) mengembangkan proses perilaku dari CBBE (Customer Based Brand Equity) yang terdiri dari dua dimensi yaitu brand awareness dan brand image dan didefinisikan sebagai efek perbedaan dari brand knowledge pada respon konsumen terhadap pemasaran merek. Berdasarkan hasil dari jurnal Jara dan Cliquet (2012), retail brand awareness secara positif dan langsung mempengaruhi retail brand image, karena setiap komponen dari retail brand image memiliki hasil yang signifikan.
2.4.3 Hubungan antara Brand Image dengan Purchase Intention Dalam jurnal Jara dan Cliquet (2012), brand image yang dalam kasus pada junal ini adalah citra merk retail memiliki mediasi parsial antara retail brand awareness dan consumer response (retail brand choice dan minat untuk membeli). Manajer dapat meningkatkan brand image dengan cara meningkatkan variasi produk, kualitas produk, menawarkan produk dengan harga yang sesuai dengan nilai, dan memberikan pelayanan setelah terjadi pembelian. Peningkatan ini dapat secara langsung ikut meningkatkan minat pembelian dari produk (Jalilvand dan Samiei, 2012).
2.4.4 Hubungan antara Channel dengan Purchase Intention Secara langsung channel memiliki hubungan yang positif dengan minat pembelian terutama pada kasus ini di industri pembalut, karena tampon atau pembalut wanita merupakan kebutuhan yang terus menerus ada sehingga akan terjadi peningkatan demand. Channel/ store/ intermediaries mencakup elemen – elemen seperti layout, interior, aksitektur dan dekor, penerangan musik, aroma dan kebersihan (Baker 1987 dalam Tong at el.,2011). Elemen tersebut dapat menstimuli ketertarikan konsumen (El Sayed et al.,2003 dalam Tong et al, 2011) dan membuat mood konsumen yang berdampak pada minat pembelian (Bitner,1992 dalam Tong et al, 2011).
2.5 Kerangka Pemikiran Dari ulasan teori yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya, maka untuk memberikan kemudahan pemahaman atas variabel pada penelitian ini berikut
17
disajikan kerangka pemikiran yang mencakup variabel, jenis variabel, dan hubungan diantara variabel tersebut:
Brand Image (Y2) •
•
Channel (X) • •
•
Bagus Nina dijual dimana saja Bagus Nina memiliki kemudahan dalam proses pembelian Ketersediaan Bagus Nina selalu ada
•
Dibandingkan dengan produk lain, Bagus Nina memiliki kualitas yang tinggi Bagus Nina memiliki daya serap yang tinggi Konsumen mengetahui kinerja dari Bagus Nina
Purchase Intention (Z) •
•
•
Konsumen mau membeli Bagus Nina dibandingkan merk – merk pembalut lain yang tersedia Konsumen ingin merekomendasikan Bagus Nina kepada orang lain Konsumen berminat untuk membeli Bagus Nina dilain hari
Brand Awareness (Y1) • •
• •
•
Merk Bagus Nina muncul di media periklanan Merk Bagus Nina dikenal diantara merk – merk pembalut lainnya di media periklanan Konsumen menyukai tampilan dari Bagus Nina Beberapa karakteristik dari Bagus Nina yang muncul di media periklanan dapat cepat diingat Konsumen dapat dengan cepat mengingat kembali logo/simbol dari Bagus Nina yang muncul di media periklanan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka jenis variabel yang digunakan adalah; X yang merupakan variabel independent yaitu dalam penelitian ini adalah channel; Y yang merupakan variabel intervening yaitu dalam penilitian ini adalah Brand Awareness(Y1) dan Brand Image (Y2); dan Z yang merupakan variabel dependent yaitu dalam penelitian ini adalah Purchase Intention..
18
Dari hubungan antar variabel – variabel yang digambarkan pada kerangka pemikiran diatas, maka tujuan dari penelitian ini pun dapat secara jelas digambarkan, yaitu untuk: •
T-1: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara perantara penjualan (channel) terhadap citra merk (brand image) pembalut Bagus Nina,
•
T-2: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh langsung antara perantara penjualan (channel) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina
•
T-3: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara citra merk (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina
•
T-4: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara perantara penjualan (channel) terhadap kesadaran merk (brand awareness) pembalut Bagus Nina
•
T-5
: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara kesadaran merk
(brand awareness) terhadap citra merk (brand image) pembalut Bagus Nina •
T-6
: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara perantara penjualan
(channel), kesadaran merk (brand awareness), dan citra merk (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina •
T-7
: Mengetahui ada atau tidaknya peran kesadaran merek (brand
awareness) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina •
T-8
: Mengetahui ada atau tidaknya peran citra merek (brand image)
dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan minat pembelian purchase intention).
2.6 Hipotesis Untuk mencapai tujuan dari penelitian, dibutuhkan dugaan – dugaan sementara dari masing – masing tujuan. Dugaan sementara atau hipotesis tersebut adalah: •
Untuk T-1: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara perantara penjualan (channel) terhadap citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel) terhadap citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan
19
(channel) terhadap citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina •
Untuk T-2: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh langsung antara perantara penjualan (channel) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina
•
Untuk T-3: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara citra merek (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara citra merek (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara citra merek (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina
•
Untuk T-4: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara perantara penjualan (channel) terhadap kesadaran merek (brand awareness) pembalut Bagus Nina Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel) terhadap kesadaran merek (brand awareness) pembalut Bagus Nina H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel) terhadap kesadaran merek (brand awareness) pembalut Bagus Nina
•
Untuk T-5: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina
20
•
Untuk T-6: Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara perantara penjualan (channel), kesadaran merek (brand awareness), dan citra merek (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel), kesadaran merek (brand awareness), dan citra merek (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara perantara penjualan (channel), kesadaran merek (brand awareness), dan citra merek (brand image) terhadap minat pembelian (purchase intention) pembalut Bagus Nina
•
Untuk T-7: Mengetahui ada atau tidaknya peran kesadaran merek (brand awareness) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina Ho : Tidak terdapat peran kesadaran merek (brand awareness) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina H1 : Terdapat peran kesadaran merek (brand awareness) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan citra merek (brand image) pembalut Bagus Nina
•
Untuk T-8: Mengetahui ada atau tidaknya peran citra merek (brand image) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan minat pembelian purchase intention). Ho : Tidak terdapat peran citra merek (brand image) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan minat pembelian purchase intention). H1 : Terdapat peran citra merek (brand image) dalam memediasi perantara penjualan (channel) dengan minat pembelian purchase intention).
2.7 State of the Art Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu atau knowledge dari merek dengan menyertakan salah satu komponen dari marketing mix yaitu kinerja perantara penjualan atau channel untuk membentuk minat
21
pembelian konsumen. Pada jurnal Kim dan Hyun (2011), dianalisa mengenai marketing mix efforts yaitu channel terhadap corporate image dan brand equity secara keseluruhan, namun pada penelitian “Pengaruh Kinerja Perantara Penjualan Terhadap Minat Pembelian dengan Dimediasi oleh Kesadaran Merek dan Citra Merek pengguna Bagus Nina”, komponen marketing mix yaitu channel dianalisa secara langsung kepada masing – masing komponen dari CBBE yaitu brand awerness dan brand image untuk menghasilkan minat pembelian konsumen. Beberapa penelitian terdahulu lainnya yang dijadikan bahan literatur dan dasar dari penelitian ini disajikan pada tabel 2.1 Penelitian “Pengaruh Kinerja Perantara Penjualan Terhadap Minat Pembelian dengan Dimediasi oleh Kesadaran Merek dan Citra Merek pengguna Bagus Nina” berbeda dengan penelitian – penelitian sebelumnya dilihat dari metode yang digunakan, dimana penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (path analysis) untuk mengukur pengaruh antar masing – masing variabel dan peran variabel intervening. Selain dari metode, penelitian ini juga memiliki ruang lingkup penelitian di Jabodetabek.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Kim
dan
Tahun 2011
Hyun
Judul
Keterangan Hasil
A model to
Corporate image memiliki peran
investigate the
dalam
influence of
brand equity; after sales service
marketing-mix
memiliki
efforts and
terhadap
perceived
corporate image on
brand
awareness
with
brand equity in the
association
secara
kuat
IT software sector
berdampak pada nilai dari brand
proses
pembentukan
dampak
yang kuat quality;
equity Severi dan Ling
2013
The mediating
Hasil
dari
penelitian
effects of brand
menunjukan bahwa brand image
association, brand
sebagai
loyalty, brand
berpengaruh terhadap perceived
image, and
quality
variable
sebagai
ini
independent
moderator;
22
perceived quality on
brand image juga berpengaruh
brand equity
terhadap brand equity sebagai dependent variable
Jara
dan
2012
Cliquet
Retail brand equity:
Hasil
conzeptuailization
menunjukan bahwa store service
and measurement
memiliki terhadap
dari
penelitian
pengaruh respon
ini
negatif konsumen;
diluar itu hipotesis memiliki hasil signifikansi yang positif. Jalilvand
2012
dan Samiei
The effect of
Hasil
dari
electronic word-of-
menjukan bahwa word-of-mouth
mouth on brand
yang bersifat positif memiliki
image and purchase
peran
intention
meningkatkan minat pembelian,
yang
penelitian
penting
ini
untuk
membuat image yang disukai, dan mengurangi biaya promosi Tong et al
2011
Ladies’ purchase
Hasil
dari
penelitian
intention during
menunjukan bahwa pemenuhan
retail shoes sales
faktor – faktor selama sale dapat
promotions
menyebabkan
waktu
ini
belanja
lebih lama serta berpengaruh positif terhadap buying behavior dan validitas eksternal