26
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengukuran Waktu Menurut Sutalaksana (1979), pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Dalam pengukuran waktu yang pertama dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Pengukuran pendahuluan dilakukan dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau lebih. Setelah itu, dilakukan uji keseragaman data, menghitung kecukupan data, dan bila jumlah belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Tahap-tahap ini akan terus berlanjut sampai pengukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang dikehendaki. •
Hitung rata-rata sub grup dengan: x=
∑ xi k
dimana :
x
= harga rata-rata dari sub grup ke-1
k
= harga banyaknya sub grup yang terbentuk
27
•
Hitung standard deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan: σ=
∑ (x
j
−x
)
2
n −1
dimana :
N
= jumlah pengamatan pendahuluan yang dilakukan
x
= waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan telah dilakukan
•
Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan: σx =
•
σ n
Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB) dengan: BKA = x + 3 σ x BKB = x − 3 σ x
dimana :
BKA = batas kendali atas BKB = batas kendali bawah
Batas-batas control ini yang merupakan batas apakah sub grup “seragam” atau tidak. •
Tentukan banyaknya jumlah pengukuran yang diperlukan dengan:
⎛ 40 N xj2 ( xj)2 ⎜ ∑ ∑ N' = ⎜ ⎜ ∑ xj ⎝ dimana :
N
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
= jumlah pengamatan yang telah dilakukan
28
Analisa kecukupan data : N’ ≤ N , maka jumlah data sudah cukup N’ > N, maka jumlah data belum cukup 2.2
Perhitungan Waktu Baku
Jika pengukuran sudah selesai, yaitu semua data yang didapatkan ”seragam” dan ”cukup”, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah berikutnya adalah mengolah data tersebut untuk memberikan waktu baku. Cara memperoleh waktu baku dari data yang terkumpul adalah sebagai berikut : 1. Hitung waktu siklus rata-rata Ws =
∑ X1 N
2. Hitung waktu normal Wn = Ws × p dimana : p = faktor penyesuaian 3. Hitung waktu baku Wb = Wn × (1 + a) dimana : a = kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. 2.2.1
Penyesuaian
Setelah
pengukuran
berlangsung,
pengukur
harus
mengamati
kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi
29
misalnya bekerja dengan tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan dengan wajar. Jika terdapat ketidakwajaran maka pengukur harus bisa mengetahui dan menilai seberapa hal itu terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut factor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu cepat) maka p > 1; sebaliknya bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di bawah normal (terlalu lambat) maka p < 1. seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka p = 1.
30
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian adalah metode Westinghouse. Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat menurun jika terlalu lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh sosial dan sebagainya. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas yaitu super skill, excellent skill, good skill, average skill, fair skill dan poor skill. Secara keseluruhan yang membedakan kelas keterampilan
seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas” latihan dan hal-hal lain yang serupa. Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelaskelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan
31
pekerjaannya. Terdapat enam kelas dalam usaha yaitu excessive effort, excellent effort, good effort, average effort, fair effort dan poor effort.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse
adalah
kondisi
fisik
lingkungannya
seperti
keadaan
pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi ini juga sering disebut sebagai factor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu ideal, excellent, good, average, fair dan poor. Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kawajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu perfect, excellent, good, average, fair dan poor.
2.2.2
Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan
32
oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja. b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Salah satu cara menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. c. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai ”hambatan”. Ada hambatan yang bisa dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak bisa dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
33
− menerima atau menerima petunjuk kepada pengawas. − melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin. − memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. − mengasah peralatan potong. − mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
2.3
Penjadwalan
Jadwal adalah daftar produk yang harus dihasilkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya disusun menurut urutan prioritas. Setiap produk harus dipecah-pecah menjadi unsur-unsur pekerjaan dan operasinya. Setelah itu kita dapat membebankan setiap pekerjaan dan operasi, dalam urutannya yang benar, kepada berbagai mesin. Ada beberapa kelompok mesin yang memikul lebih banyak beban daripada yang lainnya, dan seringkali sudah cukup bila pembebanan yang terperinci ditujukan hanya terhadap mesin yang termasuk kategori “kritis”. Jadwal bersumber dari fungsi penjualan, biasanya disusun menurut prioritas, dan menentukan kapan pekerjaan harus dilaksanakan. Seringkali para pegawai tata usaha penjualan membuat suatu program atau jadwal induk, berdasarkan mana mereka kemudian menetapkan komitmen yang akan datang untuk pabrik.
34
2.3.1
Tujuan Penjadwalan
Tujuan penjadwalan menurut Bedworth (1987) mengidentifikasi beberapa tujuan aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan tunggunya,
penggunaan
sehingga
total
sumberdaya waktu
atau
proses
mengurangi
dapat
berkurang,
waktu dan
produktivitas dapat meningkat. 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumberdaya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi. 3. Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalti cost (biaya kelambatan). 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan. Pada saat merencanakan suatu jadwal produksi, yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan sumberdaya yang dimiliki, baik berupa tenaga kerja, peralatan. Prosesor ataupun bahan baku. Karena sumberdaya yang dimiliki dapat berubah-ubah (terutama operator dan bahan baku), maka penjadwalan dapat kita lihat merupakan proses yang dinamis. Dalam
35
menunjang MPS, akan ada beberapa sub penjadwalan yang harus ditentukan kapan dapat dimulainya suatu pekerjaan dan kapan dapat diselesaikan.
2.3.2
Penjadwalan ke Depan dan ke Belakang
Penjadwalan melibatkan pembebanan tanggal jatuh tempo atas pekerjaan-pekerjaan khusus, tapi banyak yang bersaing secara simultan untuk sumber daya yang sama. Untuk membentuk mengatasi kesulitan yang melekat pada penjadwalan, kita bisa mengelompokan teknik penjadwalan sebagai: penjadwalan kedepan dan penjadwalan kebelakang. Penjadwalan kedepan memulai schedule/jadwal segera setelah persyaratan-persyaratan
diketahui,
penjadwalan
kedepan
digunakan
diberagam organisasi seperti rumah sakit, klinik, restoran untuk makan malam, dan perusahaan alat-alat permesinan. Dalam fasilitas ini, pekerjaan dilaksanakan atas pesanan pelanggan dan sesegera mungkin dilakukan pengiriman. Penjadwalan kedepan biasanya dirancang untuk menghasilkan jadwal yang bisa diselesaikan meskipun tidak berarti memenuhi tanggal jatuh temponya. Didalam beberapa keadaan, penjadwalan kedepan menyebabkan menumpuknya barang dalam proses. Penjadwalan ke belakang dimulai dengan tanggal jatuh tempo, menjadwal operasi final dahulu. Tahap-tahap dalam pekerjaan kemudian dijadwal, pada suatu waktu, dibalik. Dengan mengurangi lead time untuk masing-masing item, akan didapatkan waktu awal. Namun demikian, sumber
36
daya yang perlu untuk menyelesaikan jadwal bisa jadi tidak ada. Penjadwalan kebelakang digunakan dilingkungan perusahaan manufaktur, sekaligus lingkungan perusahaan jasa seperti katering atau penjadwalan pembedahan. Dalam praktik, seringkali digunakan penjadwalan kedepan dan kebelakang untuk mengetahui titik temu yang beralasan antara apa yang bisa dicapai dengan tanggal jatuh tempo pelanggan. Kerusakan mesin, ketidakhadiran, problem mutu, kekurangan dan faktor-faktor lain membuat penjadwalan menjadi semakin kompleks. Konsekuensinya, tanggal penugasan tidak menyakinkan bahwa pekerjaan akan dilakukan sesuai dengan jadwal. Banyak teknis khusus yang telah dibuat untuk membantu kita dalam mempersiapkan jadwal yang bisa diandalkan.
2.3.3
Penjadwalan Kriteria Proses
Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pesanan, ciri operasi, dan keseluruhan kompleksitas pekerjaan, sekaligus pentingnya tempat pada masing-masing dari empat kriteria. Empat kriteria itu adalah: 1. Meminimalkan waktu penyelesaian, ini dinilai dengan menentukan ratarata waktu penyelesaian. 2. Memaksimalkan utilisasi, ini dinilai dengan menentukan persentase waktu fasilitas itu digunakan. 3. Meminimalkan persediaan barang dalam proses. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara
37
jumlah pekerjaan dalam sistem dan perdiaan barang dalam proses adalah tinggi. Dengan demikian semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada didalam sistem, maka akan semakin kecil persediaannya. 4. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata jumlah keterlambatan. Empat kriteria ini digunakan dalam industri untuk mengevaluasi kinerja penjadwalan. Sebagai tambahan, pendekatan penjadwalan yang baik haruslah sederhana, jelas, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, fleksibel dan realistik. Sasaran dari penjadwalan adalah untuk mengoptimalkan penggunaan sumber saya sehingga tujuan produksi bisa tercapai. Penjadwalan didalam produksi yang terfokus pada proses (terputus-putus), produksi yang berulang-ulang dan sektor jasa.
2.3.4
Jenis Penjadwalan
Jenis dari penjadwalan produksi akan sangat bergantung pada hal-hal sebagai berikut: 1. Jumlah job yang akan dijadwalkan 2. Jumlah mesin yang dapat digunakan 3. Ukuran dari keberhasilan pelaksanaan penjadwalan 4. Cara job datang 5. Jenis aliran proses produksi
38
Jumlah job yang dijadwalkan mungkin terdiri sari 1,2,3 sampai n job, demikian juga dengan jumlah mesin yang dapat digunakan. Cara job datang dapat dibedakan menjadi dua yaitu statis dan dinamis. Cara job datang statis adalah bila tidak ada job yang datang pada saat jadwal dilaksanakan, sedangkan cara job datang dinamis adalah bila ada job yang datang pada saat jadwal dilaksanakan, sehingga perlu dibuatkan jadwal baru. Jenis dari aliran proses produksi yang digunakan sangat mempengaruhi permasalahan yang akan terjadi pada saat tahap penjadwalan produksi. Karena penjadwalan digunakan untuk mengatur aliran kerja yang melalui suatu sistem, maka faktor kunci yang mendominasi strategi penjadwalan adalah jenis aliran dari desain prosesnya. Jadi, pemilihan metode penjadwalan tergantung apakah tipe aliran yang dugunakan merupakan proses kontinyu seperti pada pabrik kilang minyak, flow shop ( dengan produksi massal yang fleksibel atau ketat), job shop untuk item-item dengan pesanan khusus atau proyek yang melibatkan
produk/jasa yang unik.
2.3.5
Input Sistem Penjadwalan
Pekerjaan-pekerjaann yang berupa alokasi kapasitas untuk orderorder, penugasan prioritas job, dan pengadilan jadwal produksi membutuhkan
informasi terperinci, dimana informasi-informasi tersebut akan menyatakan input dari sistem penjadwalan.
39
Pada bagian ini, kita harus menentukan kebutuhan-kebutuhan kapasitas dari order-order yang dijadwalkan dalam hal macam dan jumlah sumberdaya yang digunakan. Untuk produk-produk tertentu, informasi ini bias diperoleh dari lembar kerja operasi (berisi keterampilan dan peralatan yagn dibutuhkan, waktu standar, dan lain-lain) dan BOM (berisi kebutuhankebutuhan akan komponen, sub komponen, dan bahan pendukung). Kualitas dari keputusan-keputusan penjadwalan sangat dipengaruhi oleh ketepatan estimasi input-input diatas. Oleh karena itu, pemeliharaan catatan terbaru tentang status tenaga kerja dan peralatan yang tersedia, dan perubahan kebutuhan kapasitas yang diakibatkan perubahan disain produk/ proses menjadi sangat penting.
2.3.6
Output Sistem Penjadwalan
Untuk memastikan bahwa suatu aliran kerja yang lancar akan melalui tahapan produksi, maka sistem penjadwalan harus membentuk aktivitasaktivitas output sebagai berikut: a) Pembebanan (Loading) Pembebanan melibatkan penyesuaian kebutuhan kapasitas untuk orderorder yang diterima/ diperkirakan dengan kapasitas yang tersedia.
Pembebanan dilakukan dengan menugaskan order-order pada fasilitasfasilitas, operator-operator, dan peralatan tertentu. b) Pengurutan (sequencing)
40
Pengurutan ini merupakan penugasan tentang order-order mana yang diprioritaskan untuk diproses dahulu bila suatu fasilitas harus memproses banyak job. c) Prioritas Job (dispatching) Dispatching merupakan prioritas kerja tentang job-job mana yang
diseleksi dan diprioritaskan untuk diproses. d) Pengendalian kinerja penjadwalan Meninjau kembali status order-order ada saat melalui sistem tertentu. Mengatur kembali urutan-urutan, misalnya: expediting order-order yang jauh dibelakang atau mempunyai prioritas utama. e) Up-dating jadwal Dilakukan sebagai refleksi kondisi operasi yang terjadi dengan merevisi prioritas-prioritas.
2.3.7
Penjadwalan Job Shop
Penjadwalan pada proses produksi tipe job shop lebih sulit dibandingkan penjadwalan flow shop. Hal ini disebabkan oleh tiga alasan antara lain: 1. Job shop menangani variasi produk yang sangat banyak, dengan pola aliran yang berbeda-beda melalui pusat-pusat kerja.
41
2. Peralatan pada job shop digunakan secara bersama-sama oleh bermacammacam order dalam prosesnya, sedangkan peralatan pada flow shop digunakan khusus untuk satu jenis produk. 3. Job-job yang berbeda mungkin ditentukan oleh prioritas yang berbeda pula. Hal ini mengakibatkan order tertentu yang dipilih harus diproses seketika pada saat order tersebut ditugaskan pada suatu pusat kerja. Sedangkan pada flow shop tidak terjadi permasalahan seperti diatas karena keseragaman output yang diproduksi untuk persediaan. Prioritas order pada flow shop tidak terjadi permasalahan seperti diatas karena keseragaman output yang diproduksi untuk persediaan. Prioritas order pada flow shop dipengaruhi terutama pada pengirimannya dibandingkan tanggal pemrosesan. Faktor-faktor
tersebut
diatas
menghasilkan
sangat
banyak
kemungkinan kombinasi dari pembebanan (loading) dan urut-urutan (sequencing). Perhitungan dari identifikasi dan evaluasi jadwal-jadwal yang mungkin menjadi sangat sulit sehingaa banyak perhatian diarahkan pada riset penjadwalan job shop, penyesuaian dan pembaharuannya membutuhkan investasi yang besar untuk fasilitas computer. Pada bagian ini kita membahas penjadwalan job shop dengan memperhatikan permasalahan pada job loading dan job sequencing. Job loading mengartikan bahwa kita harus memutuskan pada pusat-pusat kerja
42
yang mana suatu job harus ditugaskan. Job sequencing mengartikan bahwa kita harus menentukan bagaimana urutan proses dari bermacam-macam job harus ditugaskan pada mesin-mesin tertentu atau pusat kerja tertentu. Job Shop Loading
Ketika order-order tiba pada suatu job shop. Kegiatan pertama dari penjadwalan adalah menugaskan order-order tersebut kepada bermacammacam pusat-pusat kerja untuk diproses. Permasalahan loading menjadi lebih sederhana ketika suatu job tidak dapat dipisah. Meskipun hal ini sering terjadi, biasanya suatu industri sering dalam prakteknya melakukan pemisahan job dan menugaskan bagian-bagian terpisah dari job tersebut kepada pusat-puast kerja yang berbeda untuk tujuan meningkatkan utilisasi sumber daya. Untuk permasalahan yang sederhana dimana kita mengasumsikan tidak ada pemisahan job, maka shop loading dapat dibuat dengan mudah menggunakan Gantt chart dan metode penugasan. Job Shop Sequencing
Sekali beberapa job telah ditugaskan (loading) pada pusat kerja tertentu, maka langkah berikutnya adalah menentukan urutan-urutan memprosesnya. Pemrosesan order merupakan hal yang paling penting karena mempengaruhi lamanya suatu job akan diproses dalam sistem tertentu. Lamanya job dalam proses ini akan mempengaruhi batas waktu janji
43
pengiriman kepada konsumen. Yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh urut-urutan pemprosesan job terhadap utilisasi sumberdaya-sumberdaya organisasi, khususnya pada kondisi suplai yang kritis. Penjadwalan job shop melibatkan aturan-aturan prioritas sequencing. Aturan-aturan prioritas sequencing diaplikasikan untuk seluruh job yang sedang menunggu dalam antrian. Bila pusat kerja telah lowong untuk satu job baru, maka job dengan prioritas terdahulu akan diproses. Pemilihan prioritas sequencing tersebut mempertimbangkan efisiensi penggunaan fasilitas dengan
kriteria antara lain biaya setup, biaya persediaan WIP, waktu menganggur stasiun kerja, persentase waktu menganggur, rara-rata jumlah job yang menunggu, dan sebagainya. Beberapa aturan-aturan prioritas sequencing yang umum antara lain adalah sebagai berikut: 1) First Come First Served (FSFC) Job yang datang diproses sesuai dengan job mana yang datang terlebih
dahulu. 2) Earliest Due Date (EDD) Prioritas antara diberikan kepada job-job yang mempunyai tanggal batas waktu penyerahan (due date) paling awal. 3) Shortest Processing Time (SPT)
44
Job dengan waktu proses terpendek akan diproses lebih dahulu, demikian
berlanjut untuk job yang waktu prosesnya terpendek kedua. Aturan SPT ini tidak memperdulikan due date maupun kedatangan order baru. Beberapa kasus yang akan dibahas pada bagian penjadwalan job shop ini adalah job shop dengan pola kedatangan statis. Beberapa buku mendefinisikan job shop dengan pola kedatangan statis sebagai suatu penjadwalan job shop dengan urutan proses yang sama, atau disebut juga flow shop scheduling. Penjadwalan ini akan melibatkan permasalahan job loading
dan job sequencing untuk kasus tanpa ataupun dengan due date sebagai berikut: a) Penjadwalan “n” job pada “satu” prosesor b) Penjadwalan “n” job pada “m” prosesor, baik untuk penjadwalan paralel maupun penjadwalan seri.
2.3.7.1 Penjadwalan “n” Job pada “satu” Prosesor
Masalah mendasar dari suatu penjadwalan adalah bila suatu rangkaian pekerjaan tiba dan siap untuk dikerjakan tetapi hanya tersedia satu prosesor. Sebagai contoh, jika ada 4 buah pekerjaan A, B, C ,D yang saling independent/ pekerjaan tidak tergantung satu dengan lainnya, maka akan ada 41 cara penjadwalan ( ABCD, ACDB, ADBC, ACBD, dan seterusnya) atau 24 cara penjadwalan yang mungkin dilakukan. Sedangkan kita harus memutuskan aliran pekerjaan seperti apa yang akan kita terapkan. Pekerjaan
45
mana yang akan dimulai lebih dahulu, dan pekerjaan apa selanjutnya. Untuk menyelesaikan masalah ini, ada beberapa pendekatan yang dapat kita lakukan.
2.3.7.2 Penjadwalan “n” Job pada “m” Prosesor
Ada dua jenis penjadwalan yang dapat digunakan pada n-job dan mprosesor yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya, yaitu: •
Penjadwalan parallel Digunakan jika n- buah pekerjaan dapat dioperasikan bersamaan pada mbuah prosesor.
Gambar 2.1 Penjadwalan Paralel
46
•
Penjadwalan seri Digunakan jika n- buah pekerjaan hatus melalui m- buah prosesor secara berurutan.
Gambar 2.2 Penjadwalan Seri
2.4
Pengukuran Waktu Metoda (Methods Time Measurement)
Menurut Sritomo (1995), pengukuran waktu metoda atau methods time measurement (MTM) adalah suatu sistem penetapan awal waktu baku
(predetermined time standard) yang dikembangkan berdasarkan studi gambar gerakan-gerakan kerja dari suatu operasi kerja industri yang direkam dalam film. Sistem ini didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk menganalisa setiap operasi atau metoda kerja (manual operation) ke dalam gerakan-gerakan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kerja tersebut, dan kemudian menetapkan standar waktu dari masin-masing gerakan tersebut berdasarkan macam gerakan dan kondisi-kondisi kerja masing-masing yang ada. Gerakan-gerakan dasar pada pengukuran waktu metode antara lain: •
Menjangkau (Reach) Menjangkau adalah elemen gerakan dasar yang digunakan bila maksud utama gerakana dalah untuk memindahkan tangan atau jari ke suatu
47
tempat tujuan tertentu. Waktu yang dibutuhkan untuk gerakan menjangkau ini bervariasai dan tergantung pada factor-faktor seperti keadaan atau kondisi tujuan, panjang gerakan dan macam gerak jangkauan yang dilakukan. Di sini ada lima macam kelas menjangkau yang mana waktu untuk melaksanakan masing-masing gerakan menjangkau tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan obyek yang akan dijangkau. Kelima kelas menjangkau tersebut adalah sebagai berikut: Menjangkau kelas A :
Gerakan menjangkau ke arah suatu tempat yang pasti, atau ke suatu obyek di tangan lain.
Menjangkau kelas B :
Gerakan menjangkau ke arah suatu sasaran yang tempatnya berada pada jarak “kira-kira” tapi tertentu dan diketahui lokasinya.
Menjangkau kelas C :
Gerakan menjangkau ke arah suatu obyek yang bercampur aduk dengan banyak obyek lain.
Menjangkau kelas D :
Gerakan menjangkau ke arah suatu obyek yang kecil sehingga diperlukan suatu alat pemegang khusus.
Menjangkau kelas E :
Gerakan menjangkau ke arah suatu sasaran yang tempatnya tidak pasti.
Di sini panjang gerakan menjangkau adalah merupakan lintasan yang sebenarnya, tidak hanya sekedar berupa garis lurus yang menunjukkan jarak antara dua titik lokasi.
48
•
Mengangkut (Move) Mengangkut adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan dengan maksud utama untuk membawa suatu obyek dari satu lokasi ke lokasi tujuan tertentu. Di sini ada tiga kelas mengangkut, yaitu: Mengangkut kelas A :
Bila
gerakan
mengangkut
merupakan
pemindahan obyek dari satu tangan ke tangan yang lain atau berhenti karena suatu sebab. Mengangkut kelas B :
Bila
gerakan
mengangkut
pemindahan obyek ke suatu
merupakan sasaran yang
letaknya tidak pasti atau mendekati. Mengangkut kelas C :
Bila
gerakan
mengangkut
merupakan
pemindahan obyek ke suatu sasaran yang letaknya sudah tertentu atau tetap. Di sini waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut dipengaruhi oleh variable-variabel seperti kondisi sasaran yang dituju, jarak yang harus ditempuh, jenis atau tipe pengangkutan, dan factor-faktor berat, dinamika atau statika obyek. Waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut juga dipengaruhi oleh panjangnya gerakan (seperti halnya dengan elemen menjangkau). Pengaruh berat pada waktu gerak terjadi bila berat lebih dari 2,5 pounds, ditambahkan pada waktu yang diperoleh dari table mengangkut.
49
•
Memutar (Turn) Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutar tangan baik dalam keadaan kosong atau membawa beban. Gerakan di sini berputar pada tangan, pergelangan, dan lengan sepanjang sumbu lengan tangan yang ada. Waktu dibutuhkan untuk memutar akan tergantung pada dua variable yaitu derajat putaran dan faktor berat yang harus dipikul.
•
Menekan (Apply Pressure) Di sini memberikan siklus waktu penuh dari komponen-komponen yang berkaitan dengan gerakan-gerakan yang lain.
•
Memegang (Grasp) Memegang adalah elemen gerakan dasar yang dilakukan dengan tujuan utama untuk menguasai/mengontrol sebuah atau beberapa obyek baik dengan jari-jari maupun tangan untuk memungkinkan melaksanakan gerakan dasar berikutnya. Di antara hal-hal yang mempengaruhi lamanya gerakan ini adalah mudah/sulitnya obyek dipegang, bercampur tidaknya obyek dengan obyek lain, bentuk obyek dan lain-lain.
•
Mengarahkan (Position) Mengarahkan adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan untuk menggabungkan, mengarahkan atau memasangkan satu obyek dengan obyek lainnya. Gerakan yang ada di sini cukup sederhana sehingga tidak diklasifikasikan seperti elemen-elemen gerakan dasar yang lain. Waktu
50
untuk gerakan mengarahkan dipengaruhi oleh derajat kesesuaian, bentuk simetris, dan kemudahan untuk ditangani (handling). •
Melepas (Release) Melepas adalah elemen gerakan dasar untuk membebeaskan control atas suatu obyek oleh jari atau tangan. Ada dua klasifikasi gerakan melepas ialah gerakan melepas normal yaitu secara sederhana jari-jari tangan bergerak membuka dan yang kedua adalah gerakan melepas sentuhan (contact release) yaitu dimulai dan diselesaikan penuh sesaat elemen
gerakan menjangkau (reach) dimulai tanpa ada waktu idle sesaatpun. Biasanya
gerakan
melepas
tidak
membutuhkan
waktu
untuk
melaksanakannya terkecuali bila gerakannya terpisah dengan gerakan lainnya. •
Melepas Rakit (Disassemble atau Disengange) Lepas rakit adalah elemen gerakan dasar yang digunakan untuk memisahkan kontak antara satu obyek dengan obyek lainnya. Hal ini termasuk gerakan memaksa yang dipengaruhi oleh mudah atau tidaknya dipegang. Waktu yang dibutuhkan untuk gerakan lepas rakit akan dipengaruhi oleh 3 variabel seperti tingkat hubungan/sambungan dari obyek-obyek yang akan dipisahkan, kemudian di dalam proses handling, factor kehati-hatian yang perlu dipertimbangkan.
•
Gerakan Mata (Eye Times)
51
Pada bagian besar aktivitas kerja, waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan dan memfokuskan mata bukanlah merupakan faktor-faktor yang menghambat sehingga konsekuensinya hal ini tidak akan mempengaruhi waktu untuk melaksanakan operasi kerja itu sendiri, terkecuali gerakan-gerakan mata yaitu eye focus time (gerakan mata untuk fokus) akan memerlukan waktu untuk melakukan gerakan fokus pada suatu obyek dan melihatnya untuk waktu yang cukup lama guna menentukan karakteristik-karakteristik dari obyek tersebur (obyek dilihat tanpa mengangkat mata). Selanjutnya eye travel time (gerak perpindahan mata) dipengaruhi oleh jarak di antara obyek-obyek yang harus dilihat dengan jalan menggerakkan mata. •
Gerakan Anggota Badan, Kaki dan Telepak Kaki (Body, Leg, Foot) Gerakan-gerakan anggota badan lainnya adalah gerakan kaki, telapak kaki serta bagian-bagian tubuh lainnya seperti lutut, pinggang, dan lainlain. Di dalam operasi-operasi kerja di industri, seringkali dijumpai bahwa
gerakan kerja harus dilakukan oleh lebih dari satu anggota tubuh pada saat yang sama. Biasamya metoda yang paling efektif untuk melaksanakan suatu operasi kerja dilakukan oleh dua atau lebih anggota tubuh yang bergerak pada saat bersamaan. Apabila dua atau lebih gerakan dikombinasikan (overlapping) maka hal ini akan bisa menghemat waktu penyelesaian kerja dan membatasi
52
gerakan-gerakan kerja. Apabila dua gerakan dilaksanakan dalam waktu bersamaan hal ini akan disebut sebagai kombinasi gerakan (gerakan dilakukan oleh anggota tubuh yang sama), sedangkan bila gerakan-gerakan tersebut dilakukan oleh anggota tubuh yang berbeda dikenal sebagai gerakan-gerakan simultan.
2.5
Definisi Jaringan
Menurut Taha (1996), sebuah jaringan terdiri dari sekelompok node yang dihubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jenis arus tertentu berkaitan dengan setiap busur. Contohnya, dalam jaringan transportasi, kota mewakili node dan jalan raya mewakili busur, dengan lalu lintas mewakili arus busur. Notasi standar untuk menggambarkan sebuah jaringan G adalah G =(N,A) dimana N adalah himpunan node dan A adalah himpunan busur. Jadi, jaringan dalam gambar 8-1 yang terdiri dari lima node dan delapan busur dijabarkan dengan x N = { 1, 2, 3, 4, 5} A = { (1,3), (1,2), (2,3), (2,4), (2,5), (3,4), (3,5), (4,5) } Satu jenis arus tertentu berkaitan dengan setiap jaringan (misalnya, arus produk minyak dalam sebuah jaringan dan arus lalu lintas dalam jaringan transportasi). Pada umumnya , arus dalam
sebuah busur dibatasi oleh
kapasitasnya, yang dapat terbatas atau tidak terbatas. Sebuah busur dikatakan terarah atau terorientasi jika busur tersebut memungkinkan arus positif dalam
53
satu arah dan arus nol dalam arah yang berlawanan. Karena itu, jaringan yang terarah adalah jaringan dengan semua busur yang terarah.
Gambar 2.3 Contoh Jaringan
Jalur adalah urutan busur-busur tertentu yang menghubungkan dua node tanpa bergantung pada orientasi busur-busur tersebut secara individual. Misalnya, dalam Gambar 2.3 (1),
busur (1,3), (3,2), dan (2,4) mewakili
sebuah jalur dari node 1 ke node 4. jalur akan membentuk sebuah loop atau siklus jika jalur itu menghubungkan sebuah node dengan dirinya sendiri. Misalnya, dalam Gambar 2.3 (1), busur (2,3), (3,4), dan (4,2) membentuk sebuah loop. Sebuah loop yang terarah dimana semua busur-busurnya memiliki arah atau orientasi yang sama. Jaringan yang berhubungan adalah sebuah jaringan dimana setiap dua node dihubungkan dengan jalur seperti yang diperhatikan dalam Gambar 2.3
54
(1). Sebuah pohon adalah sebuah jaringan yang berhubungan yang dapat hanya melibatkan sebagian dari node dan sebuah pohon perentangan adalah sebuah jaringan yang berhubungan yang mencakup semua node dalam jaringan tersebut tanpa loop. Gambar 2.3 (2) mendefinisikan pohon dan pohon yang merentang untuk jaringan dalam Gambar 2.3 (1).
2.6
Algoritma Rute Terdekat
Terdapat dua algoritma untuk untuk menemukan rute terdekat dalam jaringan asiklis dan siklis. Sebuah jaringan dikatakan bersifat asiklis jika tidak memiliki loop; jika memiliki loop, jaringan itu bersifat siklis. Algoritma siklis adalah lebih umum dalam arti bahwa algoritma ini mencakup kasus asiklis. Tetapi , algoritma asiklis lebih efisien, karena melibatkan lebih sedikit perhitungan.
2.6.1
Algoritma Siklis (Dijkstra)
Menurut Gunadi (2007), Dijkstra’s algorithm yang ditemukan oleh E.W.Dijkstra berguna untuk mencari lintasan terpendek dari suatu titik dalam suatu gambar, mulai dari titik awal ke titik tujuan. Dijkstra’s algorithm juga dapat digunakan untuk mencari lintasan terpendek dari sebuah titik yang ditentukan ke semua titik dalam gambar pada saat yang bersamaan, oleh sebab itu masalah tersebut seringkali disebut dengan single-source shortest paths problem. Menurut Haryanto (2009), algoritma Dijkstra diterapkan untuk
55
mencari lintasan terpendek pada graf berarah. Namun, algorima ini juga benar untuk graf tak berarah. Algoritma asiklis tidak akan berjalan baik jika jaringan yang bersangkutan kebetulan mencakup loop yang terarah. Untuk memperlihatkan hal ini, pertimbangkan jaringan dalam gambar 2.4 dimana sebuah loop yang terarah dibentuk oleh node 2,3, dan 4. Dengan peraturan algoritma asiklis, adalah tidak mungkin mengevaluasi masing-masing dari node 2,3, dan 4 dalam loop ini, karena algoritma trsebut mengharuskan perhitungan Ui untuk semua node yang mengarah pada node j sebelum Uj dapat dievalusai. Algoritma siklis berbeda dengan algoritma asiklis dalam hal bahwa algoritma ini memungkinkan sebanyak mungkin kesepakatan sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node. Ketika terlihat bahwa jarak terdekat kesebuah node telah dicapai, node tersebut dikeluarkan dari pertimbangan lebih lanjut. Proses ini berakhir ketika node tujuan dievaluasi.
Gambar 2.4 Contoh Algoritma Dijkstra
56
Algoritma
siklis
(juga
dikenal
sebagai
algoritma
Dijkstra)
menggunakan dua jenis label: sementara dan tetap. Kedua label tersebut menggunakan format yang sama dengan yang dipergunakan dalam algoritma siklis: yaitu [d, n] dimana d adalah jarak terdekat yang sejauh ini tersedia untuk node saat ini, dan n adalah node yang tepat mendahuluinya yang kemungkinan realisasi jarak d. Algoritma ini memulai dari node sumber yang memiliki label tetap [0, -]. Selanjutnya kita mempertimbangkan semua node yang dapat dicapai secara langsung dari node sumber tersebut dan lalu menentukan labelnya yang sesuai. Label yang baru dibuat ini dinyatakan sebagai label sementara. Label tetap berikutnya dipilih dari diantara semua label sementara saat ini dengan d terkecil dalam label [d, n] yang bersangkutan (angka yang sama dipilih secara sembarang). Proses ini lalu diulangi untuk node terakhir yang telah dinyatakan dengan label tetap. Dalam kasus demikian, label sementara dari sebuah node hanya dapat diubah jika label baru tersebut menghasilkan jarak d yang lebih dekat. Asumsi dasar dari algoritma ini adalah bahwa semua jarak dalam jaringan tersebut adalah non negatif. Iterasi 0: Node 1 memiliki label tetap [0, -] Iterasi 1: Node 2 dan 3, yang dapat dicapai secara langsung dari node 1 (node terakhir yang diberi label tetap), sekarang memiliki label sementara [0 + 100, 1] dan [0 + 30, 1], atau [100, 1] dan [30, 1], secara berturut-turut.
57
Di antara label sementara saat ini, node 3 memiliki jarak terdekat d = 30 (= min {100, 30}). Jadi node 3 diberi label tetap. Iterasi 2: Node 4 dan 5 dapat dicapai dari node terakhir yang diberi label tetap (node 3) dan label sementara dari kedua node tersebut adalah [30 + 10, 3] dan [30 + 60, 3] (atau [40, 3] dan [90, 3]), secara berturutturut. Di titik ini, kita memiliki tiga label sementara [100, 1], [40, 3], dan [90, 3] yang secara berturut-turut berkaitan dengan node 2, 4, dan 5. node 4 yang diberi label sementara memiliki d terkecil = 40 (= min {100, 40, 90}) dan karena ini label [40, 3] dikonversikan ke dalam status tetap. Iterasi 3: Dari node 4, kita sekarang memberikan node 2 label sementara yang baru [40 + 15, 4] = (55, 4), yang menggantikan label sementara yang lama [100, 1]. Selanjutnya, node 5 diberi label sementara [40 + 50, 4] = [90, 4]. Label sementara mencakup [55, 4] dan [90, 4] yang secara berturut-turut berkaitan dengan node 2 dan 5. kita karena itu memberikan label tetap [55, 4] kepada node 2. Satu-satunya node sisanya adalah node tujuan 5, yang mengkonversikan labelnya [90, 4] menjadi sebuah label tetap, sehingga menyelesaikan prosedur ini. Tahap-tahap perhitungan di atas diringkaskan secara grafik dalam Gambar 2.5. Amati bahwa perhitungan ini didasari konsep rekursi yang diterapkan dengan algoritma asiklis. Perbedaan utama di antara kedua
58
algoritma ini terdapat dalam hal bahwa sebuah node dalam algoritma siklis dapat diberi label (sementara) tanpa bergantung pada apakah semua node yang mengarah secara langsung kepadanya telah diberi label. Pemecahan dalam Gambar 2.5 memberikan jarak terdekat ke setiap node dalam jaringan tersebut bersamaan dengan rutenya.
Gambar 2.5 Hasil Iterasi Contoh Algoritma Dijkstra