6
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Batik Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan malam pada kain yang telah disediakan, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Secara etimologi, kata batik berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu βambaβ yang berarti menulis dan βtikβ yang berarti titik. Batik sendiri merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi dan sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu Warisan Kemanusiaan Untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Walaupun kata batik secara harafiah berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di pulau Jawa sendiri tidak tercatat. (Rouffaer, 1991) berpendapat bahwa teknik batik kemungkinan pertama kali diperkenalkan di India dan Sri langka pada abad ke-6 atau ke-7. Menurutnya, pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur dan pola tersebut hanya bisa dibuat menggunakan canting. Pola gringsing sendiri adalah pola-pola yang dibuat pada kain yang pada zaman dulu dipercaya dapat menolak bala. Detail ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan Buddha dari Jawa Timur abad ke-13. Detail pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang saat ini dapat ditemukan. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa pembuatan pola batik yang sangat rumit hanya bisa dibuat dengan menggunakan canting. Berdasarkan teknik pembuatannya, batik dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu batik tulis, batik cap, dan batik printing.
Universitas Sumatera Utara
7
a) Batik Tulis Batik tulis adalah batik yang pembuatannya menggunakan canting. Prosesnya diawalinya dengan membuat pola, mengisi pola hingga pewarnaan kain. Ciri utama batik tulis adalah memiliki wangi khas dari penggunaan malam (lilin) dan pewarnaan, dan juga memiliki warna yang sama terang pada kedua sisi karena pengerjaannya dilakukan pada kedua sisi kain. Untuk pengerjaannya sendiri membutuhkan waktu 2-3 bulan.
b) Batik Cap Batik cap dibuat dengan menggunakan bantuan motif batik yang dibentuk dalam stempel atau cap tembaga. Pengerjaannya dilakukan dengan menempelkan cap tembaga pada malam panas, kemudian menempelkan cap tembaga tersebut pada kain batik polos yang telah disiapkan. Ciri utama batik cap adalah pola yang terbentuk simetris dan teratur, serta memiliki warna yang hanya terang pada satu sisi kain. Untuk pengerjaannya membutuhkan waktu 2-3 hari.
c) Batik Printing Batik printing dibuat menggunakan motif pabrikan, yaitu motif batik yang telah dicetak secara otomatis. Dalam pengerjaannya, batik printing tidak membutuhkan metode dasar batik karena prosesnya sudah tidak menggunakan pencegahan serap warna pada malam. Ciri utama batik printing adalah motifnya yang teratur dan memiliki warna yang terang hanya pada satu sisi kain karena proses pewarnaan dengan mesin hanya dilakukan pada satu sisi kain.
Pada saat sekarang ini, terdapat ribuan motif batik yang telah diproduksi di pasaran. Tapi pada umumnya motif batik tersebut dikelompokkan pada empat jenis utama motif batik sebagai berikut :
a) Motif Geometris Motif geometris adalah motif batik berbentuk garis-garis. Biasanya motif ini melambangkan birokrasi pada pemerintahan. Motif batik ini tidak selalu berbentuk garis lurus, bisa jadi berupa persegi, belah ketupat, ataupun berbentuk lingkaran.
Universitas Sumatera Utara
8
b) Motif Tumbuhan Motif tumbuhan pada kain batik biasanya berupa hiasan yang diperoleh dari objek yang distilir/digayakan. Motif tumbuhan pada batik misalnya berupa tumbuhan menjalar dan tumbuhan air.
c) Motif Hewan Motif hewan pada batik berupa bentuk hewan-hewan yang distilir atau disederhanakan. Hewan-hewan yang digunakan sebagai motif adalah hewanhewan yang dianggap keramat seperti kerbau, burung, singa barong, kupu-kupu, dan sebagainya.
d) Motif Manusia Motif manusia dapat ditemukan pada kain tenun dan songket, yang biasanya juga berbentuk motif yang distilir atau disederhanakan. Motif batik manusia kebanyakan dianggap sebagai lambang roh nenek moyang ataupun sebagai lambang kesaktian. Motif manusia pada batik contohnya seperti wayang.
Untuk pembuatan motif sendiri tergantung pada daerah masing-masing dan biasanya disesuaikan dengan lambang daerah ataupun kebudayaan yang ada pada daerah tersebut.
2.2. Peramalan (Forecasting) Peramalan (Forecasting) merupakan salah satu aktifitas fungsi bisnis yang digunakan untuk memperkirakan penjualan produk di masa mendatang (Gaspersz, 2004). Peramalan dibuat dengan tujuan untuk meminimumkan ketidakpastian dalam proses produksi. Dengan kata lain, peramalan adalah alat bantu yang sangat penting untuk mencapai perencanaan produksi yang efektif dan efisien (Subagyo, 1986). Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif (Levine, 2002).
Universitas Sumatera Utara
9
1. Peramalan Kualitatif Pada metode ini, proses peramalan dilakukan tanpa adanya data historis. Artinya, peramalan dilakukan dengan mengandalkan intuisi, pendapat ataupun pengetahuan dari si pembuat peramalan.
2. Peramalan Kuantitatif Pada metode ini, proses peramalan dilakukan dengan menggunakan data historis atau kumpulan data-data pada masa lalu. Hasil peramalan nantinya bergantung pada metode yang digunakan pada peramalan tersebut. Untuk datanya sendiri, pada jenis peramalan ini data historis yang digunakan dibagi ke dalam dua jenis kelompok data, yaitu data kausal dan data runtun waktu (Winarno, 2007).
a) Data Kausal (Causal Data) Pada data kausal, model peramalan yang dikembangkan menggunakan hubungan sebab-akibat sebagai asumsi, yaitu apa yang terjadi pada masa lalu, akan kembali terulang di masa mendatang.
b) Data Runtun Waktu (Time Series Data) Data runtun waktu (time series data) adalah data yang menggambarkan suatu objek dari waktu ke waktu atau periode secara historis dan terjadi berurutan (Winarno, 2007). Data runtun waktu mencakup penelitian pola data yang digunakan apakah stasioner atau tidak.
Dalam peramalan menggunakan data runtun waktu, satu hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana pola data yang terbentuk. Menurut Makridakis (1999), pada data runtun waktu pola data yang terbentuk ada empat :
1. Pola Data Horizontal Pola data horizontal terjadi jika data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan.
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.1. Data Runtun Waktu Dengan Pola Horizontal (Tanjung, 2012)
Gambar 2.1 menunjukkan grafik jumlah penjualan beras pada sebuah usaha pengecer beras dalam kurun waktu satu tahun. Dapat dilihat pada gambar 2.1 bahwa penjualan beras berfluktuasi secara konstan, yaitu sekitar 5 karung beras setiap bulannya.
2. Pola Data Tren Pola data tren terbentuk jika terjadi kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang. Artinya pola data tersebut naik turun atau bahkan konstan dalam jangka waktu yang panjang.
Gambar 2.2. Data Runtun Waktu Dengan Pola Tren (Tanjung, 2012)
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.2 menunjukkan grafik produk domestik bruto yaitu jumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara selama satu tahun. Pada gambar 2.2 terlihat pola kenaikan untuk jangka waktu yang panjang, yaitu dari tahun pertama hingga tahun ke-11.
3. Pola Data Siklis Pola data siklis terjadi apabila fluktuasi permintaan jangka panjang membentuk pola siklus. Biasanya pola ini dipengaruhi oleh siklus bisnis.
Gambar 2.3. Data Runtun Waktu Dengan Pola Siklus (Tanjung, 2012)
Gambar 2.3 menunjukkan grafik penjualan mobil dari tahun 2000 sampai tahun 2008 pada sebuah perusahaan dealer mobil. Pada gambar 2.3 dapat ditunjukkan bahwa penjualan mobil dipengaruhi oleh faktor ekonomi di Indonesia tiap tahunnya. Gambar 2.3 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2008 adalah tahun dimana ekonomi rakyat lebih baik dari tahun lainnya, sehingga penjualan mobil sebagai bahan kebutuhan tersier meningkat.
4. Pola Data Musiman Pola data musiman terjadi jika jika dalam data terlihat pengulangan otomatis dalam interval tertentu.
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 2.4. Data Runtun Waktu Dengan Pola Musiman (Tanjung, 2012)
Gambar 2.4 menunjukkan grafik penjualan baju seragam sekolah dalam kurun waktu satu tahun. Pada gambar 2.4 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan penjualan seragam pada bulan pertama (Januari) dan bulan ke-7 (Juli). Hal ini disebabkan karena pada bulan tersebut adalah bulan awal masuk tahun ajaran baru sehingga penjualan seragam sekolah meningkat pada bulan tersebut. Selain berdasarkan sifat, peramalan juga dibedakan berdasarkan jangka waktu peramalan. Ada tiga jenis peramalan berdasarkan jangka waktu, yaitu peramalan jangka pendek, peramalan jangka menengah, dan peramalan jangka panjang.
1. Peramalan Jangka Pendek Peramalan jangka pendek dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan.
2. Peramalan Jangka Menengah Peramalan jangka menengah dilakukan dalam kurun waktu 3 sampai 18 bulan. Peramalan penjualan termasuk dalam peramalan jangka menengah.
3. Peramalan Jangka Panjang Peramalan jangka panjang dilakukan dalam kurun waktu lebih dari 18 bulan.
Universitas Sumatera Utara
13
Peramalan kuantitatif banyak digunakan untuk jenis peramalan jangka pendek dan menengah, sedangkan peramalan kualitatif banyak digunakan untuk peramalan jangka panjang.
2.3. Ukuran Akurasi Peramalan Suatu peramalan perlu diukur ketepatannya karena pada nantinya peralaman tersebut akan digunakan dalam dunia bisnis. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin suatu peramalan benar-benar akurat dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Artinya dalam setiap peramalan, pasti terdapat yang namanya tingkat kesalahan peramalan. Ukuran ketepatan peramalan yang sering digunakan adalah Mean Absolute Deviation (MAD), Mean Square Error (MSE), dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) (Makridakis, 1999).
1. Mean Absolute Deviation (MAD) Mean Absolute Deviation (MAD) digunakan untuk mengukur ketepatan ramalan dengan rata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika seseorang ingin mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. MAD dirumuskan sebagai berikut : π
1 ππ΄π· = β|ππ‘ β πΜπ‘ | π
(2.1)
π‘=1
Dimana : π
= Jumlah periode
ππ‘
= Nilai peramalan
πΜπ‘
= Nilai aktual
2. Mean Square Error (MSE) Mean Square Error (MSE) merupakan metode lain untuk mengukur kesalahan peramalan. Dalam metode ini, masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan, kemudian dijumlahkan atau dibagi dengan jumlah observasi. Pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-kesalahan tersebut dikuadratkan. Suatu teknik yang menghasilkan kesalahan moderat mungkin
Universitas Sumatera Utara
14
lebih baik untuk salah satu yang memiliki kesalahan kecil tapi kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang sangat besar. MSE dirumuskan sebagai berikut : π
1 2 πππΈ = β(ππ‘ β πΜπ‘ ) π
(2.2)
π‘=1
3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menemukan kesalahan aboslut pada setiap periode dan membaginya dengan nilai observasi pada periode tersebut. Setelah itu persentasi absolutnya dirata-ratakan (Nurmaida,2002). Metode ini sangat berguna apabila ukuran variabel merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi peramalan. MAPE dirumuskan sebagai berikut : π
|ππ‘ β πΜπ‘ | 1 ππ΄ππΈ = β π ππ‘
(2.3)
π‘=1
2.4. Metode Extreme Learning Machine (ELM) Extreme Learning Machine (ELM) adalah metode baru yang merupakan bagian dari jaringan syaraf tiruan. ELM termasuk pada feedforward neural network yang memiliki satu single hidden layer (Sun et al, 2008). Metode ELM dipercaya dapat mengatasi permasalah learning speed yang selama ini terjadi pada metode-metode lain pada feedforward neural networks (Huang et al, 2005). Menurut mereka terdapat dua alasan kenapa feed-forrward neural networks memiliki learning speed yang rendah :
1. Feedforward neural networks menggunakan slow gradient based learning algorithm dalam melakukan proses training. 2. Semua parameter pada jaringan ditentukan secara iterative dengan menggunakan metode pembelajaran tersebut.
Parameter yang dimaksud disini adalah input weight dan hidden bias yang berhubungan antar layer sehingga learning speed berjalan sangat lama dan kejadian
Universitas Sumatera Utara
15
terjebak dalam local minima sering terjadi (Huang et al, 2005). Sedangkan pada ELM, input weight dan hidden bias dipilih secara acak sehingga menghasilkan learning speed yang cepat dan mampu menghasilkan performa yang baik.
Berikut ini adalah gambaran umum struktur ELM :
Gambar 2.5. Struktur Umum ELM
ELM memanfaatkan teori invers matrik dalam proses pembelajarannya. Teori yang digunakan adalah moore penrose pseudoinverse. Gambar 2.5 menunjukkan sebuah model sederhana single-hidden layer feedforward networks (SLFNs) yang merupakan struktur umum dari ELM. Diberikan sebanyak n input, m neuron pada hidden layer dan fungsi aktivasi g(x). misalkan X = [π₯1 x1,x2,x3,β¦ xn] dengan xi merupakan nilai input pada jaringan tersebut. Ξ± merupakan matriks bobot penghubung input layer dan hidden layer maka Ξ± matriks mempunyai ukuran nxm. Penentuan nilai elemen-elemen matrik tersebut dilakukan secara acak. Kemudian setiap nilai tersebut diolah pada hidden layer menggunakan fungsi aktivasi tertentu dan nilai tersebut dihimpun dalam sebuah matrik H dengan ordo lxm (H = [h1,h2,h3,β¦ hn]). Moore
Universitas Sumatera Utara
16
penrose pseudoinverse digunakan untuk menentukan nilai bobot antara hiddent layer dan output layer Ξ². Metode ELM memiliki model matematis yang berbeda dengan feed-forward neural networks pada umumnya, dimana model matematis ELM berbentuk lebih sederhana dan lebih efektif. Berikut ini merupakan rumusan metode ELM untuk N jumlah sample yang berbeda (Xi, ti) (Agustina et al, 2010). ππ = [ππ 1 + ππ 2 , β¦ β¦ ππ π ]π β π
π
(2.4)
ππ‘ = [ππ‘ 1 + ππ‘ 2 , β¦ β¦ ππ‘ π ]π β π
π
(2.5)
Standar SLFNs dengan jumlah hidden nodes sebanyak N dan fungsi aktivasi g(x) dapat dirumuskan sebagai berikut (Agustina et al, 2010) : π
π
β π½π ππ (π₯π) = β π½π π(ππ β ππ + ππ ) = ππ π=1
(2.6)
π=1
Dimana : π½
= 1,2,...., N
ππ = (ππ 1 , ππ 2 , β¦ , ππ π )π , merupakan vektor dari weight yang menghubungkan i th hidden nodes dan input nodes. π½π
=
(π½π 1 , π½π 2 , β¦ , π½π π )π ,
merupakan
weight
vector
yang
menghubungkan i th hidden nodes dan input nodes. ππ
= treshold dari i th hidden nodes.
ππ ππ
= Inner product dari Wi dan Xj
SLFNs dengan N hidden nodes dan activation function g(x) diasumsikan dapat memperkirakan dengan tingkat error 0 dirumuskan sebagai berikut (Agustina et al, 2010) : π
ββππ β π‘π β = π π=1
(2.7)
sehingga oj = tj
Universitas Sumatera Utara
17
π
β π½π π (ππ β ππ + ππ ) = π‘π
(2.8)
π=1
Persamaan 2.11 di atas dapat disempurnakan lagi menjadi sebagai berikut: π»π½= π Dimana : π»
(2.9)
= Hidden layer dari output matriks.
π½
= output weight.
π
= Matriks dari target atau output.
Pada ELM input weight dan hidden bias ditentukan secara random, maka output weight yang berhubungan dengan hidden layer dirumuskan sebagai berikut : π½ = π»+ π
(2.10)
2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai peramalan sudah sering dilakukan. Dalam dunia industri, peramalan biasanya dilakukan untuk meramalkan penjualan dan permintaan. Hal ini dilakukan karena peramalan memang terbukti dapat meningkatkan kualitas produksi. Begitu juga dengan batik. Bersinarnya batik di dunia industri pakaian diikuti oleh penelitian-penelitian tentang batik itu sendiri. Darmawan (2012) dalam penelitiannya membuat sistem pendukung keputusan untuk meramalkan penjualan batik tulis dengan menggunakan metode Trend Moment. Metode ini dipilih karena dapat menghindarkan penghitungan peramalan dari unsur subyektif. Melihat keadaan dimana permintaan terhadap batik sering kali dipengaruhi oleh faktor musiman yang berkaitan dengan fluktuasi periodik dan relatif konstan, maka ia mengkombinasikan perhitungan peramalan metode Trend Moment dengan indeks musim. Untuk data yang digunakan berasal dari 20 unit industri batik dengan jangka waktu penjualan dua tahun terakhir. Jenis batik yang ia gunakan adalah batik tulis buharto.
Universitas Sumatera Utara
18
Kardha (2012) juga melakukan penelitian tentang batik. Pada penelitiannya, ia membuat sebuah sistem informasi yang diberi nama ProMix dimana sistem tersebut berguna untuk melakukan peramalan volume produksi dan pendistribusian produk batik ke masing-masing area penjualannya. Metode yang ia gunakan dalam penelitian ini adalah metode Trend Moment. Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang ia lakukan : 1. Analisis Kebutuhan Dalam proses ini data dikumpulkan melalui survei lapangan (pencatatan data perusahaan dalam jangka waktu 3 tahun) serta wawancara dengan pihak eksekutif perusahaan. 2. Rancangan Diagram Arus Data Sistem Pada tahap ini data-data yang telah dikumpulkan dibuat rancangan diagram arus penjualannya pada tiap-tiap daerah pemasaran. Pada diagram arus yang dibuat akan terlihat alur proses bisnis sehingga memudahkan untuk implementasi pembangunan sistem. 3. Pembangunan Sistem Pada tahap ini sistem dibangun sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 4. Uji Coba Sistem Pada tahap ini sistem yang telah dibangun di uji coba apakah sudah layak atau tidak untuk digunakan. 5. Dokumentasi Pembangunan Sistem Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi jalannya proses pembangunan sistem sehingga diperoleh kesimpulan untuk pembangunan sistem selanjutnya.
Fungsi dari keseluruhan sistem yang ia bangun adalah sebagai berikut : 1. User maintenance. 2. Maintenance data volume penjualan, data cabang, dan data produk. 3. Proses peramalan. 4. Info laporan peramalan dan volume penjualan. 5. Info grafik penjualan.
Sanmorino (2012) membuat pengelompokan gambar batik menggunakan algoritma Fuzzy C-Means (FCM) berdasarkan log-rata pencahayaan dari batik.
Universitas Sumatera Utara
19
Algoritma pengelompokan FCM adalah algoritma yang bekerja menggunakan model fuzzy yang memungkinkan semua data dari semua anggota kelompok terbentuk dengan derajat keanggotaan yang berbeda antara 0 dan 1. Data yang digunakan adalah 16 jenis sampel dari jenis batik. Untuk mengambil log-rata pencahayaan dari gambar batik, dilakukan penghitungan dengan mencari rata-rata geometris dari nilai pencahayaan dari semua piksel yang disebut dengan Log-Average Luminance (LAL). Pada gambar grayscale, nilai pencahayaan sama dengan nilai piksel, sedangkan pada gambar berwarna nilai pencahayaan dicari dengan menjumlahkan semua nilai RGB pada gambar. Pada proses evaluasinya, ia menggunakan algoritma K-Means Clustering sebagai pembanding. Rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu tentang batik dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Tentang Batik No. 1.
Peneliti (Tahun) Darmawan (2012)
Keterangan
Metode
Trend Moment
-
Meramalkan penjualan batik
-
Dibuat dalam bentuk sistem pendukung keputusan
2.
Kardha (2012)
Trend Moment
Meramalkan produksi dan distribusi produk batik
-
Dibuat dalam bentuk sistem informasi bernama ProMix
3.
Sanmorino (2012)
Fuzzy C-Means dan K-Means Clustering
Mengelompokkan gambar batik menggunakan log rata pencahayaan dari gambar batik berdasarkan Log-Average Luminance
Untuk penelitian menggunakan metode ELM, Agustina, Anggraeni, & Mukhlason (2010) menggunakan metode ELM untuk melakukan prediksi permintaan konsumen. Data yang mereka gunakan adalah data penjualan kaos dan pin dari sebuah
Universitas Sumatera Utara
20
toko di Surabaya. Prediksi kaos dan pin dilakukan secara terpisah karena kedua data yang mereka kumpulkan adalah data yang tidak saling terkait. Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang mereka lakukan : 1. Pengumpulan Data Pada tahap ini data penjualan kaos dan pin dikumpulkan. Data yang dikumpulkan berupa data penjualan harian selama dua tahun yaitu tahun 20082009. 2. Peramalan dengan Metode ELM Pada tahap ini data yang dikumpulkan dibagi ke dalam data training dan data testing. Data training menggunakan 80% dari jumlah data, sedangkan data testing sebanyak 20% dari jumlah data ( Zhang, 1997). 3. Analisis Hasil Peramalan Dalam tahapan ini, hasil peramalan dianalisis tingkat kesalahan peramalannya menggunakan metode Mean Square Error (MSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Selain itu, peramalan dievaluasi dengan dibandingkan dengan metode peramalan konvensional Moving Average (MA) dan Exponential Smoothing (ES).
Jia & Hao (2013) dalam penelitiannya melakukan peramalan permintaan konsumsi air menggunakan metode Adaptive Extreme Learning Machine (AD-ELM). Metode lanjutan ELM ini dipilih karena AD-ELM dianggap dapat menyelesaikan masalah perubahan amplitudo dan penentuan tren, dan juga mengurangi efek dari overfitting networks. Kejadian overfitting networks biasanya membawa peramalan menjadi tidak akurat dan jauh melebihi rentang data yang ada meskipun data tersebut sudah bersih dari noise. Selain itu, pemilihan metode AD-ELM juga dikarenakan data permintaan air yang digunakan sangat besar dan juga kompleks sehingga kemungkinan terjadinya over-fitting sangat besar. AD-ELM sendiri bekerja dengan menggunakan data-data yang ada untuk memodifikasi input dari ELM pada proses peramalan dan menjadikan input tersebut menjadi learning data. Output dari jaringan hanya memiliki satu buah nilai, yaitu nilai peramalan permintaan konsumsi air. Fardani, Wuryanto, & Werdiningsih (2015) membuat sistem pendukung keputusan peramalan jumlah kunjungan pasien menggunakan ELM pada poli gigi di
Universitas Sumatera Utara
21
sebuah rumah sakit. Berikut ini merupakan langkah-langkah penelitian yang mereka lakukan : 1. Pengumpulan data 2. Pengolahan data menjadi data training dan data testing. Jumlah data keseluruhan adalah sebanyak 579 data. 3. Peramalan jumlah kunjungan pasien dengan ELM. 4. Perancangan sistem menggunakan sysflow dan pembangunan sistem berbasis desktop dan evaluasi sistem.
Pada proses peramalan ELM, fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner dengan jumlah hidden layer sebanyak 7 unit dan epoch 500 diperoleh hasil optimal MSE sebesar 0.027. Rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan metode ELM dalam proses peramalan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu Menggunakan Metode ELM No. 1.
Peneliti (Tahun)
Metode
Agustina,
Keterangan Meramalkan penjualan harian
Anggraeni, &
Extreme Learning
Mukhlason
Machine
(2010) 2.
3
Jia & Hao
Adaptive Extreme
Meramalkan permintaan
(2013)
Learning Machine
konsumsi air
Fardani,
Meramalkan jumlah kunjungan
Wuryanto, &
Extreme Learning
Werdiningsih
Machine
pasien
(2015)
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya penulis akan melakukan penelitian mengenai peramalan penjualan dengan objek penelitian adalah produk batik dengan menggunakan metode Extreme Learning Machine (ELM). Peramalan penjualan
Universitas Sumatera Utara
22
yang dilakukan berdasarkan motif batik. Karena ELM adalah metode yang memiliki kecepatan dalam hal learning speed, diharapkan proses peramalan dengan metode ini berjalan dengan baik dan akurat.
Universitas Sumatera Utara