BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Material Requirement Planning (MRP) Menurut Heryanto (1997, p193), persediaan adalah bahan baku atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin sebagai salah satu aset penting dalam perusahaan, karena biasanya mempunyai nilai yang cukup besar dan mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya biaya operasi, maka perencanaan dan pengendalian merupakan suatu kegiatan penting yang mendapat perhatian khusus dari manajemen perusahaan. Adanya persediaan ini merupakan langkah lanjut dari adanya permintaan terhadap suatu barang atau komponen, dimana permintaan suatu barang dapat diklasifikasikan dalam permintaan yang bebas (independent) dan permintaan yang tidak bebas (dependent). Barang-barang permintaan bebas yaitu barang-barang yang permintaan atau kebutuhannya tidak dipengaruhi oleh permintaan atau kebutuhan barang lainnya. Barang-barang dalam golongan ini permintaannya ditentukan oleh permintaan pasar. Sedangkan barang-barang permintaan tidak bebas yaitu barang-barang yang permintaan atau kebutuhannya ditentukan oleh besar permintaan barang lainnya. Ada
21
2 masalah yang dihadapi pada masalah persediaan yaitu kapan dan berapa banyak pemesanan yang harus dilakukan untuk memenuhi rencana produksi yang telah ditetapkan. Masalah pertama dapat dipenuhi jika kita mengetahui saat kebutuhan harus dipenuhi sesuai dengan jadwal induk produksi (MPS) serta waktu tenggang (lead time). Sedangkan masalah kedua dapat dipecahkan dengan teknik lot-sizing yaitu suatu teknik untuk menetapkan besarnya lot yang optimal untuk memenuhi permintaan tertentu. Material Requirement Planning (MRP) dikembangkan untuk membantu pengolahan persediaan barang permintaannya memiliki ketergantungan. Herjanto (1997, p193) berpendapat bahwa MRP adalah suatu konsep dalam manajemen produksi, sehingga barang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan perencanaan.
2.1.1.1 Syarat teknik MRP Ada empat syarat pada teknik MRP, yaitu : 1) Tersedianya Master Production Schedule (MPS) 2) Setiap item persediaannya mempunyai identifikasi khusus. 3) Tersedianya struktur produk dan BOM (Bill of Material) pada saat perencanaan. Struktur produk tidak perlu memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk (apabila itemnya sangat banyak dan prosesnya terlalu kompleks), tetapi struktur produk harus mampu menggambarkan
22
secara jelas langkah-langkah suatu produk yang dibuat, langkah tersebut dimulai dari bahan baku sampai produk akhir. 4) Tersediannya catatan tentang persediaan (inventory status). Status persediaan menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan : •
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (inventory on hand).
•
Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan tiba (inventory on order).
•
Waktu ancang-ancang (lead time) dari setiap bulan. It = It-I + Qt - Dt Dengan : It-I
= jumlah persediaan pada akhir periode t-1
It
= jumlah persediaan barang yang dimiliki pada periode t
Qt
= jumlah barang yang dipesan dan yang akan datang pada periode t
Dt
= jumlah kebutuhan barang selama periode t
Rumusan ini akan memberikan nilai I yang positif atau negatif. Harga negatif memberikan indikasi bahwa untuk memenuhi kebutuhan maka harus dilakukan pesanan baru.
23
Menurut Gaspersz (2001,p141) Master Production
Schedule (Penjadwalan
Produksi Induk) adalah salah satu set rencana yang menggambarkan berapa jumlah yang akan dibuat untuk setiap end item pada periode tertentu. Fungsi MPS adalah : •
Menjadwalkan jumlah tiap end item yang akan diproduksi,
•
Memberikan input bagi MRP (Material Requirement Planning),
•
Sebagai dasar bagi pembuatan perencanaan sumber daya (rough cut capacity planning)
•
Merupakan dasar untuk menetapkan janji pengiriman pada konsumen
Lima input utama bagi MPS adalah : 1. Data permintaan total Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesananpesanan.
2. Status Inventory Berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchased orders) dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara
24
akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan. 3. Rencana produksi Memberikan sekumpulan batasan bagi MPS. MPS menentukan berapa tingkat produksi, inventori dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu. Terdapat tiga alternative strategi perencanaan produksi (Gaspersz,2001,p132), yaitu : a) Level method b) Chase method c) Compromise strategy 4. Data perencanaan Berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, stok pengaman (safety stock) dan waktu tunggu (lead time) dari masingmasing item biasanya tersedia dalam file induk dari item. 5. Informasi RCCP Beberapa faktor utama yang menentukan proses penjadwalan produksi induk (MPS), yaitu : a) Lingkungan manufaktur Lingkungan manufaktur yang umum dipertimbangkan ketika akan mendesain MPS (Gaspersz, 2001, p146) adalah :
25
•
Make to stock Produk dari lingkungan make to stock biasanya dikirim secara langsung dari gudang produk akhir dan karena itu harus ada stok sebelum pesanan pelanggan (customer order) tiba. Hal ini berarti produk akhir dibuat atau diselesaikan terlebih dahulu sebelum menerima pesanan pelanggan.
•
Make to order Produk-produk dari lingkungan make to order biasanya baru dikerjakan atau diselesaikan setelah menerima pesanan dari pelanggan.
•
Assemble to order Produk-produk dalam lingkungan assemble to order adalah make to order product, dimana semua komponen (semifinished, intermediate, subassembly, fabricated, purchased, packaging dan lain-lain) yang digunakan dalam assembly, pengepakan atau proses akhir, direncanakan atau dibuat lebih awal, kemudian disimpan dalam stok guna mengantisipasi pesanan pelanggan
26
b) Struktur produk Menurut Herjanto (1997,p196) Bill Of Material adalah : •
Daftar (list) dari bahan, material, atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur untuk membuat produk akhir.
•
Jaringan
yang
menggambarkan
hubungan
induk
komponen. •
Dibutuhkan sebagai input dalam hubungan induk komponen.
•
Dibutuhkan sebagai input dalam perencanaan dan pengendalian aktivitas produksi.
Struktur produk menurut Gaspersz (2001,p149) terbagi atas : •
Struktur standar
•
Struktur modular
•
Struktur inverted
Planning BOM tidak menggambarkan produk aktual yang akan dibuat, tetapi menggambarkan pseudo product atau composite product yang diciptakan untuk memudahkan dan meningkatkan akurasi peramalan penjualan, mengurangi jumlah end items, membuat proses perencanaan dan penjadwalan menjadi lebih akurat.
27
Planning Bills Of Material (Gaspersz, 2001, p149) terbagi dalam dua jenis : •
Planning Bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau subassemblies untuk pembuatan produk akhir (end items), dimana item-item yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil daripada produk akhir. Yang termasuk dalam kategori ini adalah : Modular bills Keuntungan dari penggunaan modular planning bills adalah : -
Cocok
dipergunakan
untuk
produk
yang
memiliki banyak pilihan -
Jumlah items yang dijadwalkan dalam MPS menjadi lebih sedikit.
-
Peramalan berdasarkan modules lebih akurat dibandingkan
dengan
peramalan
untuk
konfigurasi spesifik. Inverted bills of material Adalah suatu komponen tunggal atau bahan baku, seperti minyak, besi, pulp, atau coklat yang dapat diubah kedalam banyak produk unik. Perencanaan
28
menggunakan inverted bills umumnya diterapkan dalam industri proses (flow shop manufacturing). •
Planning bills dengan item yang dijadwalkan secara fisik lebih besar daripada produk akhir. Yang termasuk dalam kategori ini adalah : Super bills of material Secara spesifik, suatu super bill adalah single level BOM dimana parent adalah pseudo (not real) assembly dan children adalah real end product. Kuantitas dari setiap child adalah fraksi atau pecahan dari ramalan total untuk parent. Berdasarkan kenyataan ini, super bills sering disebut juga sebagai ratio bill of percentage bill. Fraksi untuk setiap child biasanya didasarkan pada informasi penjualan waktu lalu, meskipun dapat juga merefleksikan
kecenderungan
penjualan
yang
diproyeksikan. Super family of material Untuk
meningkatkan
akurasi
dari
peramalan
permintaan, banyak perusahaan membentuk kelompok dari produk dengan pola permintaan serupa.
29
Super modular bill of material Merupakan kombinasi antara super bill dan modular bill. Dalam hal ini parent adalah suatu unbuidable group of modules yang digunakan hanya untuk tujuan perencanaan, sedangkan children adalah modules yang dapat muncul dalam produk akhir.
c) horizon perencanaan, waktu tunggu (product lead time) d) pemilihan item-item MPS terdapat beberapa kriteria dasar yang mengatur pemilihan itemitem dalam MPS, yaitu : •
item-item yang dijadwalkan seharusnya merupakan produk akhir, kecuali ada permintaan yang jelas menguntungkan untuk menjadwalkan item-item yang lebih kecil dari produk akhir seperti modular or inverted planning bills, atau lebih besar daripada produk akhir seperti super family, super modular, atau super planning bills lainnya.
•
Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena manajemen tidak dapat membuat keputusan yang efektif terhadap MPS apabila item MPS terlalu banyak.
30
•
Seharusnya
memungkinkan
untuk
meramalkan
permintaan dari item-item MPS (kecuali item itu adalah make to order). Item-item yang dijadwalkan harus berkaitan erat dengan item-item yang dijual. •
Setiap item yang dibuat harus memiliki BOM, sehingga MPS dapat explode melalui BOM untuk menentukan kebutuhan komponen material.
•
Item-item yang dipilih harus dimasukkan dalam perhitungan kapasitas produksi yang dibutuhkan.
•
Item-item
MPS
harus
memudahkan
dalam
penerjemahan pesanan-pesanan ke dalam pembuatan produk yang dikirim.
Dalam MPS ada 3 (tiga) jenis order, yaitu : •
Planned order, adalah order yang rencananya akan di release dan dibuat setelah mempertimbangkan demandsupply.
•
Firm planned order, adalah order yang direncanakan akan dibuat diperusahaan ini tapi masih belum direlease (masih dalam perkiraan).
31
•
Order, adalah order yang sudah diperintahkan untuk dibuat purchase ordernya.
Secara umum tabel Master Production Schedule (MPS) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Tabel Master Production Schedule (MPS) Item no. :
Description :
Lead time :
Safety stock :
On hand :
Demand time fences :
Periode
Past Due
1
Planning time fences : 2 3 4 5 6
7
8
Forecast Actual order PAB Available to promise Master Schedule
Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut : 1) Item No. (nomor item) menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2) Lead time (waktu kirim) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merilis atau melepas suatu end item. 3) Safety stock (persediaan pengaman) menyatakan cadangan material yang harus ada sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
32
4) Description menyatakan deskripsi material secara umum. 5) On hand (persediaan di tangan) menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 6) Demand time fences (batas waktu permintaan) merupakan batas waktu penyesuaian permintaan. Panjangnya = assembly lead time. PAB dihitung dari actual demand. Disini perubahan demand tidak akan dilayani. 7) Planning time fences (batas waktu perencanaan) merupakan batas waktu penyesuaian perencanaan pemesanan dimana demand masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani selama material dan kapasitas tersedia. Panjangnya = kumulatif lead time antara procurement lead time (waktu untuk mendapatkan material), fabrication lead time, dan assembly lead time. 8) Forecast (peramalan) merupakan hasil peramalan sebelumnya 9) Actual order = AO (pesanan sebenarnya) merupakan jumlah order yang diterima sebelumnya. 10) Projected available balance = PAB (keseimbangan persediaan terencana) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. PAB dihitung dengan rumus : PABt1 DTF = PABt-1 + MSt - AOt PABDTF ≤ t ≤ PTF = PABt-1 + MSt – Aot atau Ft (pilih yang paling besar) 11) Available to promise (ATP) merupakan jumlah yang dapat dijanjikan kepada konsumen untuk bisa dipenuhi atau dengan kata lain ATP merupakan jumlah
33
material on hand pada inventory yang sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ATP = ATPt-1 + MSt – Actual Order sampai pada periode yang sudah dijadwalkan pada master scheduled. 12) Master Schedule (MS) merupakan jadwal produksi (manufacturing yang diantisipasi untuk item tertentu)
2.1.1.2 Tujuan MRP Secara umum MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut : 1)
Meminimalkan persediaan MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (Master Production Schedule). Dengan menggunakan metode ini maka pengadaan (pembelian) atas komponen-komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan.
2)
Mengurangi resiko keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengidentifikasi berapa banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan tenggang waktu produksi maupun pengadaan atau pembeliaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak
34
tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi. 3)
Komitmen yang realistis Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat
dilakukan
secara
realistis.
Hal
ini
dapat
mendorong
meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen. 4)
Meningkatkan efisiensi MRP juga dapat mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. Ada tiga input utama dari suatu system MRP, yaitu Master Production Schedule, catatan keadaan persediaan (inventory status), dan struktur produk (bill of material). Tanpa adanya ketiga input tersebut, MRP tidak akan berfungsi dengan baik. Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item dependen demand. Berdasarkan MPS yang diturunkan dari rencana produksi, suatu sistem MRP mengidentifikasikan item apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan, dan bilamana waktu memesan item
35
itu (Gaspersz, 2001, p180). Secara umum bentuk tabel Material Requirement Planning (MRP) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Tabel Material Requirement Planning (MRP) Part No. BOM UOM Lead Time Safety Stock
: : : :
Period
Description On – Hand Order Policy Lot Size
PD
1
2
3
4
: : : :
5
6
7
Gross Requirement Schedule Receipts Project On Hand Net Requirement Planned Order Receipts Planned Order Release
Keterangan untuk tabel di atas adalah sebagai berikut : 1) Part No. (nomor komponen) menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2) BOM UOM (unit material) menyatakan status komponen atau material yang akan dirakit. 3) Lead Time (waktu kirim) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merilis atau mengirim suatu komponen.
8
36
4) Safety Stock (persediaan pengaman) menyatakan cadangan material yang harus ada sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang. 5) Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6) On Hand (persediaan di tangan) menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 7) Order Policy (kebijakan pemesanan) menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8) Lot Size (ukuran lot) menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9) Gross requirement (kebutuhan kasar) menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk item akhir (produk jadi), kuantitas gross requirement sama dengan MPS (Master Production Schedule). Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya. 10) Schedule Receipts (jadwal penerimaan) menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11) Net Requirement (kebutuhan bersih) menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi Master Production Schedule (MPS).
37
12) Planned Order Receipts (penentuan jumlah pemesanan terencana) menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net Requirement, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung kepada Order Policy nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan safety stock juga. 13) Planned
Order
Release
(pelaksanaan
pemesanan
terencana)
menyatakan kapan suatu pesanan sudah harus dilakukan atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu pesanan harus dilakukan ditetapkan oleh periode Lead Time sebelum dibutuhkan.
2.1.1.3 Langkah utama proses MRP Pada dasarnya ada empat langkah utama dalam proses MRP, yaitu : 1) Netting Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order receipts) dan persediaan awal yang tersedia (begin inventory) 2) Lotting / Lot Sizing
38
Lotting / Lot Sizing merupakan suatu algoritma heuristic yang mencoba untuk mencari jumlah pesanan yang optimal berdasarkan pertimbangan : Biaya pesan Adalah biaya yang harus dikeluarkan setiap kali memesan barang ke supplier atau biaya tetap yang terjadi setiap ada pergantian proses produksi dari satu produk ke produk lainnya. Biaya simpan Adalah biaya yang harus dikeluarkan karena menyimpan barang. Biaya-biaya yang termasuk kelompok ini adalah : listrik, pajak, premi asuransi, biaya tenaga kerja yang mengawasi persediaan, dan lain-lain. Metode ini sangat berguna untuk mencari biaya yang serendah mungkin dalam perhitungan untuk pemesanan barang. Penting untuk diingat bahwa dalam mencari metode lot sizing yang terbaik digunakan perbandingan total biaya yang terdiri dari biaya simpan dan biaya pesan. Sedangkan
biaya
pembelian tidak dapat digunakan sebagai perbandingan dengan mencari metode terbaik tetapi apabila metode terbaik sudah diperoleh maka dalam total biaya dapat dimasukkan biaya pembelian.
39
a) Metode Economic Order Quantity (EOQ) Metode ini pertama kali dicetuskan oleh Ford Harris pada tahun 1915, tetapi lebih dikenal dengan nama metode Willson karena dikembangkan oleh Willson pada tahun 1934 .Metode ini digunakan untuk menghitung minimasi total persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik equilibrium kurva biaya simpan dan biaya pesan. Rumusan untuk menentukan jumlah EOQ adalah : EOQ = Dimana :
2* D*S H
Q = jumlah barang setiap pemesanan D = jumlah permintaan dalam periode N S = biaya pesan H = biaya simpan dalam periode N
EOQ merupakan model dengan penerimaan pesanan bertahap dan dengan penggunaan secara bertahap.
40
Q
Q-S
R 0
SS
S
t
t2 t1 t
Gambar 2.1 Model dasar EOQ Dimana t = waktu Q = tingkat Permintaan t2 = Lead time R = Reorder point SS = Safety Stock
41
b) Metode Period Order Quantity (POQ) Metode ini sebenarnya adalah pengembangan dari metode EOQ. Pada metode EOQ jumlah barang setiap pemesanan konstan, maka pada metode POQ ini interval periode pemesanannya yang bersifat konstan. Rumusan untuk menentukan jumlah dan periode POQ adalah : d =
D banyak periode
N =
Q D
Dimana :
N = jumlah periode pemesanan Q = jumlah barang secara EOQ d = rata-rata penerimaan
Model POQ dapat dilihat seperti gambar dibawah ini : B a g ia n d a ri s ik lu s d im a n a p e rs e d ia a n te rja d i P e rs e d ia a n m a k s im u m B a g ia n p e rm in ta a n d a ri s ik lu s ta n p a d ila k u k a n p ro d u k s i
w a k tu
t
Gambar 2.2 Model dasar POQ
42
c) Metode Lot For Lot (LFL) Metode Lot For Lot merupakan metode yang paling sederhana dimana pada dasarnya metode ini mengadakan pemesanan persediaan setiap sub- periode. Tujuannya untuk meminimasi biaya simpan , karena tidak adanya persediaan yang tersisa setiap pergantian sub- periode. •
Off Setting Off setting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan untuk memenuhi net requirements di atas. Rencana pemesanan (Planned Order Receipts) diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya net requirement yang diinginkan dengan lead time.
•
Exploding / Explosion Adalah proses perhitungan kebutuhan kotor (Gross Requirement) untuk item pada level yang paling bawah. Dasar untuk menentukan kebutuhan item-item ini dalam tiap tahap,langsung maupun tidak langsung, yang diturunkan dari MPS, bergantung pada posisinya pada strukur produk.
43
d) Metode Fixed Period Requirement (FPR) Jangka waktu pemesanan ditentukan secara bebas, tetapi berulang secara tetap. Ukuran pemesanan sesuai jumlah kebutuhan pada jangka waktu yang ditentukan tersebut.
e) Metode Part Period Balancing (PPB) Teknik Part Period Balancing (PPB) berdasarkan pada pemikiran bahwa ongkos total untuk semua lot pada periode perencanaan akan minimal jika besarnya biaya simpan dan biaya pesan mendekati sama. Hal ini berarti kuantitas yang dipesan dapat dilakukan hanya jika biaya simpannya tidak berbeda jauh dengan biaya pemesanannya. Sebagai alat ukurnya adalah EPP (Economic Part Period) yang mempunyai pengetian yang sama dengan ratarata penumpang per km. ukuran lot ditentukan berdasarkan pada kenyataan part periodnya mendekati sama dengan EPP. Rumus untuk menentukan besarnya nilai EPP adalah EPP =
ongkos pesan Ongkos simpan per unit tiap periode
44
3) Off Setting Proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih. Yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode pemesanan yang harus dilakukan.
4) Explosion Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah. Berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses off
setting. Data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur produk dan Bill Of Material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan rencana pemesanan akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen penyusun produk akhir sesuai dengan Bill Of Material (BOM) dan struktur produknya. Dari proses
explosion juga akan diketahui rencana pemesanan untuk komponenkomponen penyusun produk tersebut.
45
2.1.1.4 Output MRP
Adapun output dari MRP adalah : 1)
Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari setiap komponen / bahan baku. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal kebutuhan bahan pada tingkat yang lebih efisien dapat diketahui.
2)
Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkan pemilihan metode lot yang paling efisien.
3)
Purchased Order (PO) Merupakan surat perintah untuk melakukan pembelian barang
4)
Work Order (WO) Merupakan surat perintah untuk melakukan pekerjaan tertentu.
5)
Work schedule (WS) Merupakan suatu perintah untuk melakukan penjadwalan kembali.
2.2 Kerangka Pikiran
Usulan perencanaan Material Requirement Planning (MRP) ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan bahan baku yang diperlukan untuk melakukan produksi, yang pengumpulan datanya dilakukan dengan melakukan wawancara kepada yang bersangkutan dan mengumpulkan data dari bagian atau department yang bersangkutan. Adapun kerangka pikiran dalam menyelesaikan studi ini adalah sebagai berikut :
46
Masalah perencanaan kebutuhan bahan baku untuk produksi
Sistem Perencanaan Bahan Bakuyang diterapkan
- Bill Of Material (BOM) - Struktur Produk - inventory Status - Master Production Schedule (MPS)
Usulan Master Requirement Planning (MRP)
-explosion - netting(kebutuhan bersih) - lotting(ukuran lot) - offsetting (waktu pesan)
Implementasi sistem MRP usulan
Gambar 2.3 Kerangka pikiran pemecahan masalah
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masalah yang saat ini ada di PT. Pratama Abadi Industri adalah perlunya perencanaan yang baik dalam pengadaaan bahan baku sehingga tidak menjadi masalah dalam melakukan produksi. Sistem Material
Requirement Planning (MRP) yang saat ini mereka terapkan adalah PT. Pratama Abadi Industri melakukan pemesanan bahan baku kepada supplier atau pemasok setiap satu bulan sekali. Dengan melakukan pemesanan dalam jangka waktu tersebut,
47
perusahaan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk biaya pesannya. Karena bahan baku dipesan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan produksi. Usulan perencanaan Material Requirement Planning (MRP) disini adalah dengan melakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dengan menggunakan 5 metode yang kenudian dari ke-5 metode tersebut akan diperoleh metode yang lebih baik untuk digunakan dalam membuat perencanaan bahan baku. Implementasi usulan perencanaan Material Requirement Planning (MRP) ini diharapkan akan mengurangi besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sehingga keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan akan menjadi lebih besar.