BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970. AHP merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, serta dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat kuantitatif dan masalah yang memerlukan pendapat (judgement). Selain itu, AHP dapat juga digunakan untuk memecahkan masalah pada situasi yang kompleks. Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastiaan pendapat dari pengambil
keputusan,
pengambil
keputusan
lebih
dari
satu
orang,
serta
ketidakakuratan data yang tersedia.
Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP juga merupakan sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan cara memecahkan persoalan tersebut kedalam bagianbagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Landasan aksiomatik dari Analytical Hierarchy Process (AHP) terdiri dari :
a. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. b. Homogenity,
yaitu
mengandung
arti
kesamaan
dalam
melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. c. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy). d. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian
dapat merupakan data
kuantitatif maupun data yang bersifat kualitatif. Dalam pengambilan keputusan dengan AHP terdapat beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub criteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking. c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. d. Menormalkan data, yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
Universitas Sumatera Utara
e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data perlu diulang. f. Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hierarki. g. Menghitung nilai eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot dari setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.1.1 Prinsip-Prinsip Dalam Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam menyelesaikan permasalahan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu :
a. Decomposition merupakan prinsip utama dalam metode AHP yang menggunakan konsep yakni menguraikan atau memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya yang diwujudkan ke dalam bentuk hirarki setelah mendefinisikan permasalahn atau persoalan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Ada dua jenis hirarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Sementara hirarki tidak lengkap kebalikan dari hirarki lengkap. Bentuk struktur decomposition yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal) Tingkat kedua : Kriteria-kriteria Tingkat ketiga : Alternatif pilihan
Universitas Sumatera Utara
Tujuan
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria i
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Alternatif j
Gambar 2.1 Struktur Hirarki
b. Comparative Judgement Comparative
Judgement
bertujuan
untuk
membuat
penilain
tentang
kepentingan relatif antara dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilain ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Matriks pairwise comparison adalah matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria dan skala preferensi tersebut bernilai 1-9. Agar diperoleh skala yang tepat dalam membandingkan dua elemen, maka hal yang perlu dilakukan adalah memberikan pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria. Dalam melakukan penilaian kepentingan relatif terhadap dua elemen berlaku aksioma recripocal. Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya adalah skala Saaty, seperti pada tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Skala Saaty (Mulyono, 2004)
Tingkat Kepentingan
Definisi
1
Sama pentingnya dibanding yang lain
3
Moderat pentingnya dibanding yang lain
5
Kuat pentingnya dibanding yang lain
7
Sangat kuat Pentingnya dibanding yang lain
9
Ekstrim pentingnya dibanding yang lain
2, 4, 6, 8
Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan
c. Synthesis of Priority Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.
d. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
2.1.2 Hubungan Prioritas Sebagai Eigen Vector Mulyono (2004) menyatakan apabila elemen-elemen dari suatu tingkat dalam hirarki adalah ๐ถ1 , ๐ถ2 , ๐ถ3 , โฆ , ๐ถ๐ dan bobot pengaruh mereka adalah ๐ค1 , ๐ค2 , ๐ค3 , โฆ , ๐ค๐ yang menggambarkan hasil dari penilaian. Misalkan ๐๐๐ = ๐ค๐ ๐ค๐ menunjukkan kekuatan ๐ถ๐ jika dibandingkan dengan ๐ถ๐ , maka matriks dari gabungan angka-angka ๐๐๐ ini dinamakan matriks pairwise comparison (matriks perbandingan berpasangan) yang diberi simbol ๐ด. Sesuai dengan landasan aksiomatik yang berlaku pada AHP, maka matriks perbandingan berpasangan ๐ด merupakan matriks reciprocal, sehingga ๐๐๐ = 1 ๐๐๐ . Jika penilaian kita sempurna pada setiap perbandingan, maka ๐๐๐ = ๐๐๐ , ๐๐๐ untuk semua ๐, ๐, ๐ dan matriks ๐ด dinamakan konsisten.
Universitas Sumatera Utara
1 ๐12 โฏ ๐1๐ 1 1 โฏ ๐2๐ ๐12 ๐ด= โฎ โฎ โฑ โฎ 1 1 โฏ 1 ๐1๐ ๐2๐ Gambar 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
Dengan demikian nilai perbandingan yang didapatkan dari pembuat keputusan berdasarkan penilaian pada gambar 2.2 yaitu ๐๐๐ dapat dinyatakan kedalam bentuk sebagai berikut :
๐๐๐ =
๐ค๐
; ๐, ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
๐ค๐
(2.1)
Dari persamaan (2.1) diperoleh persamaan sebagai berikut :
๐๐๐ โ
๐ค๐
=1
๐ค๐
; ๐, ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
(2.2)
; ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
(2.3)
; ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
(2.4)
Maka akan diperoleh :
๐ ๐ =1 ๐๐๐
โ ๐ค๐ โ
๐ ๐ =1 ๐๐๐ . ๐ค๐
1 ๐ค๐
= ๐๐ค๐
=๐
Persamaan (2.4) dalam bentuk matriks menjadi : ๐ด๐ค = ๐๐ค
(2.5)
Dalam teori matriks, diketahui bahwa ๐ค merupakan eigen vector dari matriks ๐ด dengan eigen value ๐. Bila ditulis secara lengkap maka persamaan tersebut akan menjadi seperti berikut :
Universitas Sumatera Utara
๐ค1 ๐ค1 ๐ค2 ๐ค1 โฎ ๐ค๐ ๐ค1
๐ค1 ๐ค2 ๐ค2 ๐ค2 โฎ ๐ค๐ ๐ค2
๐ค1 ๐ค๐ ๐ค2 โฏ ๐ค๐ โฑ โฎ ๐ค๐ โฏ ๐ค๐ โฏ
๐ค1 ๐ค2 โ โฎ ๐ค๐
๐ค1 ๐ค2 =๐โ โฎ ๐ค๐
Mulyono (2004, hal:337-338) menyatakan jika ๐๐๐ tidak didasarkan pada ukuran pasti seperti ๐ค1 , ๐ค2 , ๐ค3 , โฆ , ๐ค๐ tetapi pada penilaian subjektif, maka ๐๐๐ akan menyimpang dari rasio ๐ค๐ ๐ค๐ yang sesungguhnya, dan akibatnya ๐ด๐ค = ๐๐ค tidak terpenuhi lagi. Tetapi dalam teori matriks dapat memberikan kemudahan kepada kita melalui dua hal: Pertama, jika ๐ = ๐1 , ๐2 , ๐3 , โฆ , ๐๐
adalah angka-angka yang memenuhi
persamaan ๐ด๐ค = ๐๐ค, dimana ๐ merupakan eigen value dari matriks ๐ด, dan jika ๐๐๐ = 1 untuk ๐, maka : ๐ ๐=1 ๐๐
=๐
(2.6)
Jika ๐ด๐ค = ๐๐ค di penuhi, maka semua nilai eigen value sama dengan nol kecuali eigen value yang bernilai sebesar ๐. Maka jelas dalam kasus konsistensi, n merupakan eigen value terbesar. Kedua, jika salah satu ๐๐๐ dari matriks reciprocal ๐ด berubah sangat kecil, maka eigen value juga berubah sangat kecil. Kombinasi keduanya menjelaskan bahwa jika diagonal matriks ๐ด terdiri dari ๐๐๐ = 1 dan jika ๐ด konsisten, maka perubahan kecil pada ๐๐๐ menahan eigen value terbesar ๐๐๐๐๐ dekat ke ๐ dan eigen value sisanya dekat ke nol. Jika ๐ด merupakan matriks perbandingan berpasangan, maka untuk memperoleh vektor prioritas harus dicari ๐ค yang memenuhi : ๐ด๐ค = ๐๐๐๐๐ โ ๐ค
(2.7)
2.1.3 Konsistensi Logis Perubahan kecil terhadap ๐๐๐ menyebabkan perubahan ๐๐๐๐๐ . Perubahan terhadap ๐๐๐๐๐ mengakibatkan matriks perbandingan berpasangan menjadi tidak konsisten. Hal ini
dikarenakan
ketidakkonsistenan
preferensi
pengambil
keputusan
dalam
Universitas Sumatera Utara
memberikan penilaian. Penyimpangan ๐๐๐๐๐
dari ๐ merupakan ukuran dari
konsistensi. Untuk mengukur konsistensi digunakan consistency Index (CI) yang dirumuskan sebagai berikut :
๐ถ๐ผ =
๐ ๐๐๐๐ โ๐
(2.8)
๐ โ1
Untuk mengukur seluruh konsistensi penilaian dalam AHP digunakan Consistency Ratio (CR) yang dirumuskan sebagai berikut : ๐ถ๐ผ
๐ถ๐
= ๐
๐ผ
(2.9)
Nilai RI dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Ratio Index (RI) n
1
2
3
4
RI
0
0
0.58
0.9
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56
2.2 Teori Himpunan Fuzzy Teori himpunan fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Teori himpunan
fuzzy
merepresentasikan
merupakan
kerangka
ketidakpastiaan,
matematis
ketidakjelasan,
yang
digunakan
ketidaktepatan,
untuk
kekurangan
informasi, dan kebenaran parsial (Tettamanzi, 2001 dalam Kusumadewi et al, 2006, hal : 1).
Max Black mendefinisikan ketidakjelasan sebagai suatu proposisi dimana status kemungkinan dari proposisi tersebut tidak didefinisikan dengan jelas. Sebagai contoh, untuk menyatakan seseorang termasuk dalam kategori muda, pernyataan muda dapat memberikan interpretasi yang berbeda dari setiap individu, dan kita tidak dapat memberikan umur tertentu untuk mengatakan seseorang masih muda atau tidak muda. Ketidakjelasan juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang berhubungan dengan ketidakpastian yang diberikan dalam bentuk linguistik atau
Universitas Sumatera Utara
intuisi. Sebagai contoh, untuk menyatakan kualitas data dikatakan โbaikโ, atau derajat kepentingan seorang pengambil keputusan dikatakan โsangat pentingโ (Kusumadewi et al, 2006, hal: 2).
2.2.1 Himpunan Klasik (Crisp) Pada teori himpunan klasik (Crisp) keberadaan suatu elemen
๐ฅ
pada suatu
himpunan ๐ด hanya akan memiliki 2 kemungkinan keanggotaan, yaitu :
a. Menjadi anggota ๐ด, dengan derajat keanggotaan ๐๐ด ๐ฅ
sama dengan 1.
b. Tidak menjadi anggota ๐ด, dengan derajat keanggotaan ๐๐ด ๐ฅ
sama dengan
0. Contoh :
Misalkan variabel umur dibagi menjadi 3 kategori (Kusumadewi, 2003 dalam Kusumadewi et al, 2006), yaitu :
MUDA
umur < 35 tahun
PAROBAYA
35 โค umur โค 55 tahun
TUA
umur > 55 tahun
Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan MUDA, PAROBAYA, dan TUA dapat dilihat pada gambar.
MUDA
1 ๐ ๐ฅ
1
PAROBAYA
๐ ๐ฅ
๐ ๐ฅ
0
35 Umur (thn)
TUA
1
35
55
Umur (thn)
55 Umur (thn)
Gambar 2.3 Himpunan Klasik MUDA, PAROBAYA, dan TUA
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : 1. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan MUDA ๐๐๐๐ท๐ด 34 = 1 . 2. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan TIDAK MUDA ๐๐๐๐ท๐ด 35 = 0 . 3. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan PAROBAYA ๐๐๐ด๐
๐๐ต๐ด๐๐ด 35 = 1 . 4. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan TIDAK PAROBAYA ๐๐๐ด๐
๐๐ต๐ด๐๐ด 34 = 0 . Dari keterangan yang ada pada gambar 2.3 dapat disimpulkan bahwa penggunaan himpunan klasik untuk menyatakan umur sangat kurang bijaksana, hal ini disebabkan oleh apabila ada perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbadaan kategori yang cukup signifikan.
2.2.2 Himpunan Kabur Untuk mengatasi permasalahan himpunan yang ada dalam menyatakan umur dengan himpunan klasik, Zadeh mangaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsur-unsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu, yang selanjutnya disebut himpunan kabur (Susilo, 2006, hal: 50).
Menurut Zimmermann (1991) dalam Kusumadewi et al (2006, hal: 5) secara matematis himpunan kabur ๐ด dalam himpunan semesta ๐ adalah suatu himpunan pasangan berurutan :
๐ด=
๐ฅ, ๐๐ด ๐ฅ
๐ฅโ๐
Dimana ๐๐ด adalah derajat keanggotaan dari ๐ฅ, yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta ๐ ke selang tertutup [0,1].
Universitas Sumatera Utara
Contoh (Kusumadewi et al, 2006, hal:6-7) : ๐ ๐ฅ MUDA
TUA
PAROBAYA
1 0,5 0,25 Umur (thn)
0 25
35
40
45
50
55
65
Gambar 2.4 Himpunan Fuzzy untuk Variabel Umur
Fungsi keanggotaan untuk setiap himpunan pada variabel umur dapat diberikan sebagai berikut: ๐๐๐๐ท๐ด
1; 45 โ ๐ฅ ๐ฅ = ; 20 0;
๐๐๐ด๐
๐๐ต๐ด๐๐ด
๐ ๐๐๐ด
๐ฅ โค 25 25 โค ๐ฅ โค 45 ๐ฅ โฅ 45
0; ๐ฅ โค 35 ๐๐ก๐๐ข ๐ฅ โฅ 55 ๐ฅ โ 35 ; 35 โค ๐ฅ โค 45 ๐ฅ = 10 55 โ ๐ฅ ; 45 โค ๐ฅ โค 55 10
0; ๐ฅ โ 45 ๐ฅ = ; 20 1;
๐ฅ โค 45 45 โค ๐ฅ โค 65 ๐ฅ โฅ 65
Seseorang yang berumur 40 tahun termasuk dalam himpunan MUDA dengan ๐๐๐๐ท๐ด 40 = 0,25, namun dia juga termasuk dalam himpunan PAROBAYA dengan ๐๐๐ด๐
๐๐ต๐ด๐๐ด 40 = 0,5. Seseorang yang berumur 50 tahun termasuk kedalam himpunan TUA dengan ๐ ๐๐๐ด 50 = 0,25, dan ia juga termasuk kedalam himpunan PAROBAYA dengan ๐๐๐ด๐
๐ ๐ต๐ด๐๐ด 50 = 0,5
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fuzzy AHP Penggunaan AHP dalam permasalahan Multi Criteria Decision Making (MCDM) sering dikritisi suhubungan dengan kurang mampunya pendekatan AHP ini untuk mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami oleh pengambil keputusan ketika harus memberikan nilai yang pasti dalam matriks perbandingan berpasangan. Oleh kerena itu, untuk mengatasi kelemahan AHP yang ada maka dikembangkan suatu metode yang disebut fuzzy AHP. Metode fuzzy AHP merupakan penggabungan antara metode AHP dengan pendekatan fuzzy.
Pada metode fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN). TFN digunakan untuk menggambarkan variabel-variabel linguistik secara pasti. TFN disimbolkan dengan ๐ = ๐, ๐, ๐ข , dimana ๐ โค ๐ โค ๐ข dan ๐ adalah nilai terendah, ๐ adalah nilai tengah, dan ๐ข adalah teratas. Tabel berikut memperlihatkan TFN yang digunakan untuk keperluan dalam matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Tabel 2.3 Fungsi keanggotaan bilangan fuzzy (fuzzy membership function)
Definisi
TFN
Absolute
(7, 9, 9)
(mutlak lebih penting) Very strong
(5, 7, 9)
(sangat penting) Fairly strong
(3, 5, 7)
(lebih penting) Weak
(1, 3, 5)
(sedikit lebih penting) Equal
(1, 1 ,3)
(sama penting)
Universitas Sumatera Utara
Jika kita misalkan terdapat 2 TFN yaitu ๐1 = ๐1 , ๐1 , ๐ข1 dan ๐2 = ๐2 , ๐2 , ๐ข2 , maka operasi aritmatika Triangular Fuzzy Number (TFN) adalah: ๐1 + ๐2
= (๐1 + ๐2 , ๐1 + ๐2 , ๐ข1 + ๐ข2 )
(2.10)
๐1 โ ๐2
= ๐1 ๐2 , ๐1 ๐2 , ๐ข1 ๐ข2
(2.11)
๐1 โ1
= 1 ๐ข1 , 1 ๐1 , 1 ๐ 1
(2.12)
2.3.1 Langkah-Langkah Fuzzy AHP Langkah-langkah dalam fuzzy AHP (Chang, 1996): a. Definisikan nilai fuzzy synthetic extent untuk ๐-objek seperti persamaan berikut: ๐
๐
โ1
๐
๐
๐๐ =
๐
๐๐ ๐ โจ
๐๐ ๐
(2.13)
๐=1 ๐ =1
๐ =๐
Untuk mendapatkan
๐ ๐ ๐ =1 ๐๐ ๐
, maka dilakukan operasi penjumlahan fuzzy dari
nilai ๐ pada matriks perbandingan berpasangan seperti yang dapat dilihat pada persamaan berikut:
๐
๐ ๐ ๐๐ ๐
=
๐
๐๐ ,
๐ =1
๐ =1
๐
๐๐ , ๐ =1
๐ข๐
(2.14)
๐ =1
Untuk memperoleh persamaan (2.15)
๐
๐ ๐
๐๐ ๐
(2.15)
๐=1 ๐ =1
๐
Maka dilakukan operasi penjumlahan terhadap ๐๐ ๐ seperti yang dapat dilihat pada persamaan berikut:
Universitas Sumatera Utara
๐
๐
๐ ๐ ๐๐ ๐
=
๐=1 ๐ =1
๐
๐๐ ,
๐
๐๐ ,
๐=1
๐=1
๐ข๐
(2.16)
๐=1
Kemudian untuk memperoleh invers dari persamaan (2.16) dapat dilakukan dengan cara menggunakan operasi aritmatika TFN pada persamaan (2.12)
๐
โ1
๐ ๐
๐๐ ๐
=
๐=1 ๐ =1
1 ๐ ๐=1 ๐ข๐
,
1 ๐ ๐=1 ๐๐
,
1
(2.17)
๐ ๐=1 ๐๐
b. Andaikan terdapat 2 bilangan fuzzy yaitu ๐1 = (๐1 , ๐1 , ๐ข1 ) dan ๐2 = ๐2 , ๐2 , ๐ข2 ,
maka
tingkat
keyakinan
dari
๐1 = ๐1 , ๐1 , ๐ข1 โฅ ๐2 =
(๐2 , ๐2 , ๐ข2 ) didefinisikan sebagai berikut : ๐ ๐1 โฅ ๐2 = ๐ ๐ข๐ ๐๐๐ ๐๐1 ๐ฅ , ๐๐2 ๐ฆ
(2.18)
๐ฆโฅ๐ฅ
Apabila ๐1 dan ๐2 bilangan fuzzy konveks maka diperoleh ketentuan sebagai berikut: ๐ ๐1 โฅ ๐2 = 1 iff ๐1 โฅ ๐2 ๐ ๐2 โฅ ๐1 = ๐๐๐ก ๐1 โฉ ๐2 = ๐๐1 ๐ Tingkat keyakinan dari bilangan fuzzy dapat diperoleh dengan persamaan (2.19) ๐ ๐2 โฅ ๐1 =
1 0
, ๐๐๐๐ ๐2 โฅ ๐1 , ๐๐๐๐ ๐1 โฅ ๐ข2 (๐ 1 โ๐ข 2 )
๐ 2 โ๐ข 2 โ ๐ 1 โ๐ 1
(2.19)
, ๐ฆ๐๐๐ ๐๐๐๐๐ฆ๐
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan 2 bilangan fuzzy dapat digambarkan sebagai berikut:
๐2
๐1
๐(๐2 โฅ ๐1 )
๐2
๐2 ๐1
d
๐ข2 ๐1
๐ข1
Gambar 2.5 Perpotongan antara ๐ด๐ dan ๐ด๐ (Chang, 1996) d merupakan ordinat titik perpotongan tertinggi antara ๐๐1 dan ๐๐2 , dan untuk membandingkan ๐1 = (๐1 , ๐1 , ๐ข1 ) dan ๐2 = ๐2 , ๐2 , ๐ข2
kita memerlukan
nilai-nilai dari ๐ ๐1 โฅ ๐2 dan ๐ ๐2 โฅ ๐1 . c. Tingkat kemungkinan untuk sebuah bilangan fuzzy konveks lebih baik dibandingkan dari ๐ bilangan fuzzy konveks ๐๐ ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
dapat
didefinisikan sebagai berikut: ๐ ๐ โฅ ๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐
= ๐ ๐ โฅ ๐1 ๐๐๐ ๐ โฅ ๐2 ๐๐๐ โฆ ๐๐๐(๐ โฅ ๐๐ ) = min ๐ ๐ โฅ ๐๐ , ๐ = 1, 2, โฆ , ๐
(2.20)
Diasumsikan bahwa: ๐โฒ ๐ด๐ = min ๐(๐๐ โฅ ๐๐ ) untuk ๐ = 1, 2, โฆ , ๐ ; ๐ โ ๐
(2.21)
Maka vektor bobot didefinisikan sebagai berikut: ๐ โฒ = ๐โฒ ๐ด1 , ๐โฒ ๐ด2 , โฆ , ๐ โฒ ๐ด๐
๐
(2.22)
d. Menormalisasi vektor bobot pada persamaan (2.22) menjadi: ๐ = ๐ ๐ด1 , ๐ ๐ด2 , โฆ , ๐ ๐ด๐
๐
(2.23)
Dimana ๐ bukan merupakan bilangan fuzzy.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Definisi Jalan dan Klasifikasi Jalan Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang dimaksud dengan jalan ialah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan. Klasifikasi jalan umum : a. Klasifikasi jalan umum menurut sistem 1. Sistem jaringan jalan primer Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan. 2. Sistem jaringan jalan sekunder Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
b. Klasifikasi jalan umum menurut fungsi 1. Jalan arteri Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
Universitas Sumatera Utara
2. Jalan kolektor Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
c. Klasifikasi jalan umum menurut status 1. Jalan nasional Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 2. Jalan provinsi Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. 3. Jalan kabupaten Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. 4. Jalan kota Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
Universitas Sumatera Utara
dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. 5. Jalan desa Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/ atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
d. Klasifikasi jalan umum menurut kelas Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.
2.5 Konsep Pembangunan Dalam penentuan prioritas program pembanguan jalan pada penelitian ini terdapat beberapa kriteria yang diangkat:
a. Dana Pembiayaan kegiatan-kegiatan program pembangunan jalan yang berupa pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan prasarana jalan berasal dari APBN dan Pinjaman Luar Negri. Akan tetapi keterbatasan dalam hal pendanaan ini mengakibatkan tidak semua program pembangunan jalan dapat dijalankan secara serentak. Oleh karena itu, penetapan prioritas terhadap sebuah program pembangunan jalan sangat diperlukan.
b. Manfaat program pembangunan jalan Manfaat dari sebuah program pembangunan jalan adalah dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat luas, pembangunan ekonomi, kemudahan mobilitas manusia, barang, dan jasa yang berujung pada meningkatnya daya saing suatu daerah.
Universitas Sumatera Utara
c. Masa pengerjaan dari program pembangunan jalan Masa pengerjaan dari program pembangunan adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam tahapan pelaksanaan sebuah program pembangunan jalan. Masa pengerjaan ini memiliki pengaruh yang langsung terhadap dana dari program pembangunan jalan. Semakin lama masa pengerjaan maka dana yang diperlukan semakin banyak pula.
d. Target dari program pembangunan jalan Target dari program pembangunan jalan merupakan panjannya jarak (Km) dari program pembangunan jalan. Semakin panjang target dari program pembangunan jalan maka semakin lama masa pengerjaan dari program pembangunan jalan tersebut dan dana yang diperlukan juga semakin banyak.
Keberadaan jalan sebagai jalur penghubung antar daerah akan membuka isolasi daerah dan akan mampu mendorong laju pertumbuhan perekonomian pada masyarakat. Kendala yang dihadapi sektor transportasi, khususnya prasarana jalan meliputi: 1. Sebagian besar tempo perencanaan jalan telah habis, sehingga tidak dapat melayani lalu lintas dengan optimal. 2. Penanganan pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan yang kurang memadai dibanding dengan penurunan kondisi kemantapan jalan. 3. Perkembangan
dan
kenaikan
jumlah
kendaraan
yang
pesat,
tetapi
perkembangan kapasitas jalan maupun panjang jalan yang relatif tetap menyebabkan sering terjadinya kemacetan. 4. Terbatasnya kemampuan pendanaan pembangunan jalan dan sulitnya pembebasan lahan warga, kurangnya aksesbilitas di wilayah tertinggal. 5. Kerusakan jalan akibat kondisi alam/tanah ekspansif dan bencana alam yang mengakibatkan kerusakan jalan sepanjang tahun.
Universitas Sumatera Utara