BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Pengendalian Intern Sebelumnya istilah yang dipakai untuk pengendalian intern adalah sistem
pengendalian intern, sistem pengawasan intern dan struktur pengendalian intern, mulai tahun 2011 istilah resmi yang digunakan IAI adalah pengendalian intern, hal ini dikemukakan oleh Agoes (2012: 100) Standar Pekerjaan Lapangan yang Kedua menyebutkan (IAPI,2011: 150.1) “Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan” Menurut Sutabri (2003) Pengendalian intern dapat mempunyai arti yang sempit atau juga luas. Dalam arti yang sempit, pengendalian intern merupakan pengecekan penjumlahan, baik penjumlahan mendatar maupun penjumlahan menurun. Dalam arti yang luas pengendalian intern tidak hanya meliputi pekerjaan pengecekan, tetapi meliputi
semua
alat-alat
yang
digunakan
manajemen
untuk
mengadakan
pengawasan. Adapun juga beberapa definisi terhadap pengendalian intern yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Mulyadi (2014: 163), sistem pengendalian intern didefinisikan sebagai berikut : “Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong terjadinya kebijakan manajemen. Definisi sistem pengendalian intern tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut, dengan demikian pengertian pengendalian intern tersebut diatas berlaku baik dalam perusahaan yang engolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan komputer.” Sedangkan menurut Romney dan Steibart (2012) mendefinisikan sebagai berikut : pengendalian internal adalah suatu proses karena termasuk didalam aktivitas operasional organisasi dan merupakan bagian integral dari kegiatan pengelolaan. pengendalian internal memberikan jaminan yang lengkap dan 9
10 wajar untuk sulit dicapai. Selain sistem pengendalian intern memiliki keterbatasan, seperti kerentanan terhadap kesalahan sederhana, penilaian yang salah dan pengambilan keputusan, mengabaikan manajemen dan terjadinya kolusi. Menurut Boyton dan Johnson (2006) Pengendalian internal adalah proses yang dipengaruhi oleh dewan entitas direksi, dan personil lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan tentang pencapaian tujuan dalam kategori berikut: a. Keandalan pelaporan keuangan b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku c. Efektivitas dan efisiensi operasi Berdasarkan definisi-definisi diatas menurut pakar akuntansi, disini dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan dari system pengendalian intern adalah : 1.
Pengamanan atas harta milik perusahaan.
2.
Menciptakan data akuntansi yang akurat / tepat.
3.
Peningkatan efisiensi operasional (biaya, waktu, beban).
4.
Mendorong dipatuhinya atau ditaatinya kebijakan-kebijakan manajemen. Sistem pengendalian intern yang baik harus mempunyai struktur pengendalian
intern yang baik pula, yaitu harus mempunyai prosedur dan tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas disini dimaksudkan bahwa struktur pengendalian intern suatu perusahaan terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan untuk memberikan cukup kepastian akan sasaran dan tujuan perusahaan yang akan dicapai.
2.2
Unsur-unsur Pengendalian Intern Menurut Boyton dan Johson (2006) dapat disimpulakan untuk memberikan
struktur untuk mempertimbangkan banyak kontrol mungkin terkait dengan pencapaian tujuan entitas, laporan COSO mengidentifikasi lima komponen yang saling terkait dalam pengendalian internal: 1.
Control environment, menetapkan tujuan dari sebuah organisasi, yang mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Ini adalah dasar untuk semua komponen lain dari pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. Control environment yang kuat terdiri dari berbagai faktor yang bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran pengendalian orang-orang yang menerapkan kontrol bagi seluruh entitas. Faktor-faktor tersebut antara lain:
11 a. Integrity and ethical values Laporan COSO mencatat bahwa manajer entitas dikelola dengan baik telah semakin diterima pandangan bahwa "etika bayar bahwa perilaku etis adalah bisnis yang baik". dalam rangka untuk menekankan pentingnya integritas dan etika nilai-nilai di antara semua personil organisasi, CEO dan anggota lain dari top management. b. Commitment to competence Kompetensi seharusnya berhubungan terhadap pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk memenuhi tugas yang terdapat dalam suatu perkerjaan. Komitment terhadap kompetensi termasuk juga pertimbangan manajement terhadap tingkat kompetensi tertentu atas suatu pekerjaan dan bagaimana tingkatan tersebut menerjemahkan kedalam persyaratan keahlian dan pengetahuan c. Board of directors and audit committee Susunan dewan direksi dan komite audit dan cara di mana mereka menjalankan tanggung jawab pemerintahan dan pengawasan mereka memiliki dampak yang besar pada lingkungan pengendalian. faktor yang mempengaruhi efektivitas dewan dan komite audit meliputi kemerdekaan mereka yang diperoleh dari manajemen. d. Management’s philosophy and operating style Karakteristik dapat membentuk bagian dari filsafat dan gaya operasi manajemen dan berdampak pada lingkungan pengendalian. Karakteristik tersebut yaitu mengawasi resiko bisnis, perilaku dan tindakan terhadap laporan keuangan, pemilihan terhadap prinsip akuntansi yang ada, mengerti resiko yang terkait dengan IT. e. Organizational structure Struktur organisasi dalam suatu organisasi perusahaan bertujuan menyediakan kerangka kerja untuk aktivitas dalam mencapai tujuan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan. Hal yang cukup signifikan dalam struktur organisasi adalah area kunci atas wewenang ,tanggung jawab dan ketepatan pelaporan. f. Assigment of authority and responsibility Tugas wewenang dan tanggung jawab meliputi keterangan tentang bagaimana dan kepada siapa wewenang dan tanggung jawab untuk semua kegiatan entitas
12 ditandatangani, dan harus memungkinkan setiap individu untuk mengetahui bagaimana tindakannya saling berhubungan dengan orang lain untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan entitas dan untuk apa diadakan tanggung jawab bagi setiap individu. g. Human resources policies and practices. Kebijakan dan praktek dalam pengelolaan sumber daya manusia berpengaruh terhadap ketercukupan tenaga kerja dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia ini seperti kebijakan perusahaan dalam prosedur perekrutan, program magang, pelatihan, evaluasi, counseling, promosi, kompensasi dan tindakan perbaikan. Di beberapa perusahaan, kebijakan yang diterapkan bisa saja tidak diformalkan, tetapi tetap ada dan dikomunikasikan.
2.
Risk assessment, adalah identifikasi dan analisis risiko yang relevan dengan pencapaian tujuannya entitas, membentuk dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.
3.
Control activities adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa manajemen yang diarahkan telah dilakukan. a. Authorization controls Tujuan utama dari prosedur otorisasi yang tepat adalah untuk memastikan bahwa setiap transaksi disetujui oleh personil manajemen yang bertindak dalam lingkup kewenangannya. b. Segregation of duties Pemisahan yang kuat dari tugas melibatkan pemisahan otorisasi transaksi, mempertahankan hak atas aset, dan menjaga akuntabilitas pencatatan dalam catatan
akuntansi.
Kegagalan untuk mempertahankan pemisahan tugas memungkinkan bagi seorang individu untuk melakukan kesalahan atau penipuan dan kemudian berada dalam posisi untuk menyembunyikan dalam normal kegiatan tugas yang dilakukan. c. Information processing controls Kontrol pengolahan informasi mengatasi risiko yang terkait dengan otorisasi, kelengkapan dan keakuratan transaksi. Kontrol ini sangat relevan dengan audit
13 laporan keuangan. Kebanyakan entitas, terlepas dari ukurannya sekarang menggunakan komputer untuk pengolahan informasi secara umum dan pada khususnya untuk sistem akuntansi. Dalam kasus tersebut, hal ini berguna untuk lebih mengelompokan kontrol pengolahan informasi sebagai kontrol umum dan pengendalian aplikasi. d. Physical controls Kontrol fisik bersangkutan dengan membatasi dua jenis akses ke aset dan catatan penting yaitu akses fisik langsung dan akses langsung melalui penyusunan atau pengolahan dokumen seperti pesanan penjualan dan voucher pencairan yang mengizinkan penggunaan atau disposisi asset. e. Performance review Contoh penilaian kinerja meliputi tinjauan manajemen dan analisis laporan yang meringkas detail dari saldo rekening seperti neraca saldo umur piutang, laporan pengeluaran kas oleh departemen atau laporan kegiatan penjualan dan laba kotor oleh pelanggan atau wilayah, penjual, atau jajaran produk, kinerja aktual terhadap anggaran, perkiraan, atau jumlah periode sebelumnya, serta hubungan set data yang berbeda seperti data operasi nonfinancial dan data keuangan 4.
Information and communication adalah identifikasi, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan orang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka.
5.
Monitoring adalah proses yang menilai kualitas internal kinerja kontrol.
2.3
Prinsip-prinsip Pengendalian Intern Levany (2011), Sistem pengendalian intern yang baik akan dapat memprediksi
terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas-batas yang layak, kalaupun terjadi kesalahan dan penyelewengan hal ini dapat diketahui dengan cepat. Usahausaha pimpinan perusahaan untuk menetapkan sistem pengendalian intern yang baik bertujuan untuk menunjang organisasi lebih efektif dalam rangka mencapai tujuannya. Bentuk-bentuk pengendalian yang sudah umum dapat dipilih dan diterima dengan membandingkan antara biaya dengan manfaat yang diharapkan. Untuk dapat mencapai tujuan pengendalian akuntansi, suatu sistem harus memenuhi enam prinsip dasar pengendalian intern yang meliputi:
14 a. Pemisahan fungsi Tujuan utama pemisahan fungsi untuk menghindari dan melakukan pengawasan segera atas kesalahan atau ketidakberesan. Adanya pemisahan fungsi untuk dapat mencapai suatu efisiensi pelaksanaan tugas. b. Prosedur pemberian wewenang Tujuan prinsip ini adalah untuk menjamin bahwa transaksi telah diotorisasi oleh orang yang berwenang. c. Prosedur dokumentasi Dokumentasi yang sangat penting untuk menciptakan sistem pengendalian akuntansi yang efektif. Dokumen memberi dasar penetapan tanggung jawab untuk pelaksanaan dan pencatatan akuntansi. d. Prosedur dan catatan akuntansi Tujuan pengendalian ini adalah agar dapat disiapkan nya catatan-catatan akuntansi yang diteliti secara cepat dan tepat serta data akuntansi dapat dilaporkan kepada pihak yang menggunakan secara tepat waktu. e. Pengawasan fisik Berhubungan dengan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis dalam pelaksanaan dan pencatatan transaksi. f. Pemeriksaan intern secara bebas Menyangkut perbandingan antara catatan asset dengan asset yang betul-betul ada.
2.4
Faktor-faktor Penghambat Sistem Pengendalian Intern Tidak semua sistem pengendalian intern dapat berjalan dengan baik tanpa
adanya suatu kesalahan, kecurangan dan penyelewengan-penyelewengan. Tetapi dengan adanya pengendalian intern setidaknya dapat membantu manajemen mengawasi bawahannya sehubungan dengan semakin berkembangnya perusahaan yang mengharuskan pendelegasian wewenang yang lebih besar kepasa bawahannya. Namun suatu sistem pengendalian intern tidak luput dari kekurangan dan keterbatasannya. Menurut Romney and Steinbart (2012) berikut ini faktor-faktor yang dapat menghambat suatu sistem pengendalian intern, yakni sebagai berikut : 1. Persekongkolan (Collusion) Persekongkolan dapat menghancurkan sistem pengendalian intern yang bagaimanapun baiknya. Dengan adanya persekongkolan, pemisahan fungsi dan
15 tugas seperti tercermin dalam rencana dan prosedur perusahaan merupakan tulisan diatas kertas belaka. Pengendalian intern mengusahakan agar persekongkolan dapat dihindari sejauh mungkin. 2.
Biaya dan Manfaat Pengendalian intern harus mempertimbangkan biaya kegunaannya atau biaya manfaatnya. Memiliki banyak sistem pengendalian intern akan banyak menghabiskan biaya jika sistem tersebut tidak efisien untuk perusahaan. Apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh, dan biaya yang dikeluarkan tidak boleh menjadi kerugian perusahaan atas sistem pengendalian yang diterapkan. Suatu pengendalian intern akan tidak ada artinya apabila biaya yang dikeluarkan melebihi manfaat yang diperoleh.
3.
Kelemahan Manusia Banyak penyelewengan yang terjadi pada sistem pengendalian intern yang secara teoritis sudah baik. Karena manusia sebagai pelaksananya yang mempunyai keterbatasan dan kelemahan-kelemahan. Kebocoran-kebocoran kecil yang terjadi dapat membuat penyelewengan terus dilakukan aksinya tanpa diketahui.
2.5
Prinsip Pengendalian Intern Atas Pembelian Pembelian merupakan salah satu aktivitas dalam perusahaan untuk pengadaan
barang yang diperlukan guna untuk memproduksi suatu barang. Menurut Mulyadi (2014) sistem pembelian digunakan didalam perusahaan untuk pengadaan barnag yang diperlukan oleh perusahaan. Transaksi pembelian dapat digolongkan menjadi dua yaitu pembelian lokal dan pembelian import. Pembelian lokal adalah pembelian dari pemasok luar negeri sedangkan pembelian impor adalah pembelian dari pemasok luar negeri. Adapun fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi pembelian adalah: a. Fungsi Gudang Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi gudang bertanggung jawab untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan posisi persediaan yang ada digudang dan untuk menyimpan barang yang telah diterima oleh fungsi penerimaan .
16 b. Fungsi pembelian Fungsi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai harga barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam pengadaan barang, dan mengeluarkan order pembelian kepada pemasok yang dipilih. c. Fungsi penerimaan Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi ini bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu dan kuantitas barang yang diterima dari pemasok guna menentukan dapat atau tidaknya barang tersebut diterima oleh perusahaan, fungsi ini juga bertugas melakukan penerimaan barang dari pembeli karna adanya retur penjualan. d. Fungsi akuntansi Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah fungsi pencatat utang dan fungsi pencatat persediaan. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi pencatat utang bertanggung jawab untuk mencatat transaksi pembelian kedalam register bukti kas keluar dan untuk menyelenggarakan arsip dokumen sumber (bukti kas keluar) yang berfungsi sebagai catatan utang atau menyelenggarakan kartu utang sebagai buku pembantu utang. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi pencatatan persediaan bertangggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dibeli ke dalam kartu persediaan. Secara garis besar dalam sistem akuntansi pembelian mencakup prosedur berikut ini: 1.
Prosedur permintaan pembelian Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpan digudang, misalnya untuk barang-barang yang langsung pakai, fungsi yang memakai barang mengajukan permintaan pembelian langsung ke fungsi pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian.
2.
Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok Fungsi pembelian mengirimkan surat permintaan penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh informasi mengenai harga barang dan berbagai syarat pembelian yang lain, untuk memungkinkan pemilihan pemasok yang akan ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh perusahaan.
3. Prosedur order pembelian
17 Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order pembelian kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi penerimaan, fungsi yang meminta barang dan fungsi pencatat utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan. 4.
Prosedur pencatatan utang Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat order pembelian, laporan penerimaan barang dan faktur dari pemasok) dan menyelenggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen sumber sebagai catatan utang.
5.
Prosedur distribusi pembelian Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen. Ada juga unsur pengendalian intern yang seharusnya ada didalam sistem
akuntansi pembelian: 1.
Organisasi
a. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan. b. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi. c. Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan barang. d. Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi pembelian, fungsi penerimanaa, funsi akuntansi. Tidak ada transaksi pembelian yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut. 2.
Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
a. Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang untuk barng yang disimpan dala gudang atau oleh fungsi pemakai barang untuk barang yang langsung pakai. b. Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang lebih tinggi. c. Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang. d. Bukti kas keluar diotorisasi oleh oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih tinggi. e. Pencatatan terjadinya utang didasarkan pada bukti kas keluar yang didukung dengan surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok.
18 f. Pencatatan kedalam kartu utang dan register bukti kas keluar (voucher register) di otorisasi oleh fungsi akuntansi.
3.
Praktik yang sehat
a. Surat penerimaan pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi gudang. b. Surat
order
pembelian
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggung jawabkan oleh fungsi pembelian. c. Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fugsi penerimaan. d. Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dari berbagai pemasok. e. Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan jika fungsi ini telah menerima tembuan surat order pembelian dari fungsi pembelian. f. Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari pemasok dengan cara menghitung dan menginspeksi barang tersebut dan membandingkannya dengan tembusan surat order pembelian. g. Terdapat pengecekan terhadap harga, syarat pembelian dan ketelitian perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar. h. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku besar. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) prinsip adalah hal pokok yang dijadikan pedoman dalam melakukan sesuatu, oleh karena itu, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip pembelian adalah hal-hal pokok dalam pelaksanaan fungsi pembelian yang perlu dijadikan pedoman atau acuan. Dan biasanya untuk pembelian dalam partai besar atau jumlah yang besar perusahaan lebih memilih untuk melakukan pembelian secara kredit. Dengan pembelian secara kredit perusahaan dapat mengatur cash flow agar tidak terjadi pengeluaran kas yang berlebihan dan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Berikut pedoman-pedoman untuk melakukan pembelian dengan baik dan benar adalah sebagai berikut : 1.
Pembelian dilakukan dengan harga yang sesuai (Right Price)
2.
Pembelian dilakukan dengan kualitas yang sesuai (Right Quality)
3.
Pembelian dilakukan pada saat yang tepat (Right Times)
19 4.
Barang diperoleh dari sumber yang benar (Right Source)
5.
Pembelian dilakukan dalam jumlah yang sesuai (Right Quantity)
2.6
Prinsip Pengendalian Intern Atas Hutang Hutang harus dibayar atau dilunasi sebelum jatuh tempo pembayaran hutang
tersebut telah tiba, karena ketepatan waktu atas pambayaran hutang akan mencerminkan kredibilitas perusahaan. Dan juga akan menciptakan kerjasama yang baik antara perusahaan dengan pemasok (supplier). Hutang atau kewajiban dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu : 1.
Kewajiban atau hutang jangka pendek
2.
Kewajiban atau hutang jangka panjang Kewajiban atau hutang jangka pendek biasanya timbul akibat pembelian yang
dilakukan secara kredit, sedangkan hutang jangka panjang biasanya timbul akibat dari pinjaman uang perusahaan kepada bank atau instansi lain, Sucipto (2006). Menurut Mulyadi (2014) ada dua metode pencatatan hutang yaitu account payable procedure dan voucher payable procedure. 1.
Account payable procedure Dokumen yang digunakan yaitu:
a. Faktur dari pemasok b. Kuitansi tanda terima uang yang ditandatangani oleh pemasok atau tembusan surat pemberitahuan yang dikirim kepemasok, yang berisi keterangan untuk apa pembayaran tersebut dilakukan. Catatan akuntansi yang digunakanyaitu: a. Kartu utang. Digunakan untuk mencatat mutasi dan sald utang kepada tiap kreditur. b. Jurnal pembelian. Digunakan untuk mencatat transaksi pembelian. c. Jurnal pengeluaran kas. Digunakan untuk mencatat transaksi pembayaran utang dan pengeluaran kas yang lain. Prosedur pencatatan utang pada saat faktur dari pemasok telah disetujui untuk dibayar yaitu: a. Faktur dari pemasok dicatat dalam jurnal pembelian. b. Informasi dalam jurnal pembelian kemudian di-posting ke dalam kartu utang yang diselenggarakan untuk setiap kreditur. Prosedur pencatatan utang pada saat jumlah dalam faktur dibayar yaitu:
20 a. Cek dicatat dalam jurnal pengeluaran kas. b. Informasi dalam jurnal pengeluaran kas yang bersangkutan dengan pembayaran utang di-posting ke dalam kartu utang. 2.
Voucher payable procedure. Dokumen yang digunakan yaitu: a. Bukti kas keluar, atau kombinasi bukti kas keluar dan cek (voucher atau voucher check). Catatan akuntansi yang digunakan yaitu: a. Register bukti kas keluar (voucher register). b. Register cek (check register). Prosedur pencatatan utang dengan voucher payable procedures dapat dibagi menjadi berikut:
1.
One-time voucher procedures. Dalam prosedur ini untuk setiap faktur dari pemasok dibuatkan satu set voucher (terdiri dari 3 lembar). One-time voucher procedures ini dibagi menjadi dua:
a. One-time voucher procedures dengan dasar tunai (cash basis). Dalam prosedur ini, faktur yang diterima oleh fungsi akuntansi dari pemasok disimpan dalam arsip sementara menurut tanggal jatuh temponya. Pada saat jatuh tempo faktur tersebut, fungsi akuntansi membuat bukti kas keluar dan kemudian mencatatnya dalam jurnal pengeluaran kas. Dalam prosedur ini tidak diselenggarakan catatan formal mengenai faktur yang belum dibayar. b. One-time voucher procedure dengan dasar waktu (accrual basis). Dalam prosedur ini, pada saat faktur diterima oleh Bagian Utang dari pemasok, langsung dibuatkan bukti kas keluar oleh Bagian Utang yang kemudian atas dasar dokumen ini dilakukan pencatatan transaksi pembelian dalam register bukti kas keluar. 2.
Build-up voucher procedures. Dalam prosedur ini satu set voucher dapat digunakan untuk menampung lebih dari satu faktur dari pemasok.
2.7
Prinsip Pengendalian Intern Terhadap Persediaan Sebelum kita membahas mengenai pengendalian intern atas persediaan ada
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan persediaan. IAI (1996) mendefinisikan pengertian persediaan adalah sebagai berikut : “persediaan adalah Aktiva :
21 1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. 2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan. 3. Dalam bentuk bahan.” Dalam perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dari: persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong dan persediaan suku cadang, Agoes (2012). Menurut Mulyadi (2014) unsur pengendalian intern dalam sistem perhitungan fisik persediaan digolongkan kedalam tiga kelompok: 1.
Organisasi
a. Perhitungan fisik persediaan harus dilakukan oleh suatu panitia yang terdiri dari fungsi pemegang kartu perhitungan fisik, fungsi perhitungan dan fungsi pengecekan. b. Panitia yang dibentuk harus terdiri dari karyawan selain karyawan fungsi gudang dan fungsi akuntansi persediaan, karena karyawan dikedua fungsi inilah yang jsutru di evaluasi tanggung jawabnya atas persediaan. 2.
Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
a. Daftar hasil dari perhitungan fisik persediaan ditandatangani oleh Ketua Panitia Perhitungan Fisik Persediaan. b. Pencatatan hasil perhitungan fisik persediaan didasarkan atas kartu perhitungan fisik yang telah diteliti kebenarannya oleh pemegang kartu perhitungan fisik. c. Harga satuan yang dicantumkan dalam daftar hasil perhitungan fisik berasal dari kartu persediaan yang bersangkutan. d. Adjustment terhadap kartu persediaan didasarkan pada informasi tiap jenis persediaan yang tercantum dalam daftar perhitungan fisik. 3.
Praktik yang sehat
a. Kartu perhitungan fisik bernomor urut tercetak dan penggunaannya di pertanggungjawabkan oleh fungsi pemegang kartu perhitungan fisik. b. Perhitungan fisik setiap jenis persediaan dilakukan dua kali secara independen, pertama kali oleh perhitungan dan kedua kali oleh pengecek. c. Peralatan dan metode yang digunakan untuk mengukur dan menghitung kuantitas persediaan harus dijamin ketelitiannya.
22 2.8 1.
Jurnal-jurnal Terkait Manengkey (2014) Produk farmasi yang didistribusikan oleh PT. Cahaya Mitra Alkes dibagi atas beberapa divisi. Karena cukup banyaknya jenis produk dan mobilitas keluar masuk barang sehingga masalah yang dikhawatirkan akan terjadi yaitu perbedaan fisik antar persediaan yang ada digudang dengan jumlah yang dicatat dibuku persediaan, kehilangan ataupun pencurian stock barang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pengendalian intern persediaan barang dagang dan penerapan akuntansinya. Metode pencatatan yang dipakai dalam perusahaan adalah sistem pencatatan perpetual dan metode penilaian yang digunakan adalah FIFO hal ini telah sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14 tentang persediaan.
Hasil
penelitian
menunjukansecara
keseluruhan
sistem
pengendalian intern persediaan barang dagangpada PT. Cahaya Mitra Alkes berjalan cukup efektif. Manajemen perusahaan sudah menerapkankonsep dan prinsip-prinsip pengendalian intern, namun disisilain terdapat beberapa prosedur yang belum mencerminkan konsep pengendalian intern.Manajemen perusahaan sebaiknyamenciptakan pengendalian intern yang memadai terhadap persediaan perusahaan secara keseluruhan, dan sebaiknya perusahaan membentuk auditor internal agar dapat menyelidiki, menilai efektivitas pelaksanaan unsur-unsur pengendalian intern persediaan barang yang telah ditetapkan. 2.
Wedhayanti & Rustam (2011) Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami implementasi sistem pengendalian internal yang sedang berjalan pada organisasi AIESEC Indonesia dan mengetahui kelemahan apa saja yang ditemukan dan memberikan rekomendasi dalam pengendalian internal pada organisasi AIESEC Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuallitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dalam metode ini diperolah dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian masalah yang ada dalam sistem pengendalian internal AIESEC Indonesia ialah kurang efektifnya implementasi sistem pengendalian internal pada organisasi, kurangnya edukasi secara menyeluruh tentang sistem pengendalian internal dan kurangnya transparansi laporan keuangan. Dari kelemahan tersebut perlu diperbaiki dengan meningkatkan kompetensi manajemen pusat (MC) AIESEC Indonesia,
23 memberikan edukasi yang memadai tentang sistem pengendalian intern, dan meningkatkan transparansi laporan keuangan terhadap stakeholder dengan mempresentasikan hasil laporan keuangan organisasi pada rapat kuartal tiga bulanan ataupun konferensi nasional. 3.
Miradew, Atmadja & Yuniarta, (2014) Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas sistem pengendalian intern pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Seririt. Dalam penelitian ini kuesioner disebarkan secara langsung pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Seririt pada bagian pemasaran dengan jumlah kuesioner sebanyak 7 responden. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap unsur-unsur sistem pengendalian intern dan melakukan pengujian efektivitas dengan menggunakan attribute sampling, model stop-orgo
ssampling.
Teknik
pemilihan
sampel
dilakukan
dengan
metode
pengambilan sampel simple random sampling. Hasil pengujian menunjukkan unsur-unsur sistem pengendalian intern pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Seririt menunjukkan bahwa sistem pengendalian internnya baik dan dikategorikan memadai. Pengujian kepatuhan dengan menggunakan attribute sampling, metode stop-or-go sampling menunjukkan sistem pengendalian intern pemberian kredit pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Seririt dikatakan efektif. 4.
Lutfiana (2013) Peneliti mencari tahu bagaimana sistem pengendalian intern atas sistem dan prosedur penjualan kredit dan bagaimana sistem dan prosedur penjualan kredit pada PT. United Motors Centre (UMC) Surabaya, sedangkan tujuan penelitian ini adalah mengetahui pelaksanaan pengendalian intern atas sistem dan prosedur penjualan kredit dan mengetahui sistem dan prosedur penjualan kredit produk pada PT. United Motors Centre (UMC) Surabaya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan angket, kemudian analisisnya menggunakan skala likert untuk mengetahui sistem pengendalian intern atas sistem dan prosedur penjualan kredit pada PT. United Motors Centre (UMC) Surabaya. Berdasarkan penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa sistem dan prosedur penjualan kredit dan pelaksanaan sistem pengendalian intern pada PT. United Motors Centre (UMC) Surabaya dapat dikatakan hampir sesuai dengan teori yang ada.
24 5.
Ratnaningsih & Suaryana (2014) Efektivitas sistem informasi akuntansi merupakan suatu keberhasilan yang dicapai oleh sistem informasi akuntansi dalam menghasilkan informasi secara tepat waktu, akurat, dan dapat dipercaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecanggihan teknologi informasi, partisipasi manajemen, dan pengetahuan manajer akuntansi terhadap efektivitas sistem informasi akuntansi. Penelitian ini dilakukan pada hotel
berbintang
di
Kabupaten
Badung.
Sampel
diambil
dengan
teknik purposive sampling sebanyak 44 manajer akuntansi pada hotel bintang tiga dan empat. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil Penelitian menunjukkan kecanggihan teknologi informasi, partisipasi manajemen, serta pengetahuan manajer akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas Sistem Informasi Akuntansi (SIA).