BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum 2.1.1
Tinjauan Pustaka 1. PROGRAM
INSPIRATIF
DI
TELEVISI
STUDI
DRAMATURGI TALK SHOW KICK ANDY DI METRO TV. Sesuai dengan teori dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman di dalam bukunya “The Presentation of Self in Everyday Life”,
Kick
mendapatkan
Andy
melakukan
perhatian
pengelolaan
penontonnya.
Peneliti
kesan
guna
melakukan
penelitan pengaplikasian unsur dramaturgi dalam berbagai faktor: a. Setting Setting panggung di dalam program Kick Andy menunjukkan kesan sebuah ruangan mewah dalam gedung tinggi
yang
terletak
di
tengah
perkotaan.
Unsur
kemewahan ini sesuai dengan target audience dari program Kick Andy yaitu pria AB 20+. b. Pakaian Host acara Kick Andy yaitu Andy F.
Noya
menggunakan pakaian berupa kemeja dengan lengan tergulung serta dasi. c. Gaya Bicara Gaya bicara para aktor panggung depan pertunjukkan Kick Andy menunjukkan gaya bicara sehari-hari. Hal ini 7
8
dikarenakan arahan Andy F. Noya saat briefing di belakang panggung. d. Tata Krama Pada pertunjukan Kick Andy, Andy F. Noya bersikap sombong dan mengarahkan jalannya percakapan. Namun sikap
tersebut
dilakukan
untuk
mengakomodasi
narasumber yang berperan sebagai aktor utama pada pertunjukkan karena nilai-nilai yang ingin disampaikan. Peneliti
menyimpulkan
bahwa
proses
produksi
program Kick Andy sesuai dengan analogi dramaturgi Erving Goffman yang diperkenalkannya dalam buku The Presentation of Self in Everyday Life. Bahwa ketika pertunjukan berlangsung, aktor dari pertunjukan Kick Andy ingin melakukan pengelolaan kesan (impression management) hingga penonton dapat menyimpulkan definisi
situasi
dengan
menggunakan
unsur-unsur
dramaturgis yang diantaranya setting, pakaian, gaya bicara, dan tata krama. (Prawira & Wahid, 2012, hal. 80) 2. NILAI DAN GAYA HIDUP MASYARAKAT DI DALAM MEDIA Menurut Kotler, pengertian gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.
Gaya
hidup
menggambarkan
“keseluruhan
diri
seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. (Kotler, 1997, p. 159)
9
Value And Lifestyle (VALS) atau Nilai dan Gaya Hidup pertama kali dikenalkan pada tahun 1978 dan telah menjadi satusatunya segmentasi psikografis komersial yang dapat diterima oleh semua golongan dan paling sering digunakan. Arnold Mitchell adalah salah satu pakar psikologi yang mengembangkan VALS ini di Amerika. Kerangka VALS ini dibagi menjadi dua sumber daya, yaitu sumber daya tinggi dan sumber daya rendah. Dalam masingmasing sumber daya terbagi menjadi empat kelompok lagi yang lebih spesifik. Kecendrungan sumber daya tinggi: 1. Actualizers: sukses, canggih, aktif, “pengawas”. Suka sekali melihat pendapat atau selera para ahli 2. Fulfilleds: dewasa, puas, nyaman, reflektif. Menyukai daya tahan dan sesuatu yang fungsional. 3. Achievers: sukses, berorientasi karir dan kerja. Menyukai halhal
yang
telah
mapan
dan
bisa
digunakan
untuk
menyombongkan diri. 4. Experiencers: muda, energik, antusias, impulsive, dan pemberontak. Menyukai hal-hal yang telah membelanjakan porsi terbesar untuk pakaian, makanan cepat saji, musik, film, dan video. Sumber daya rendah: 1. Believers: konservatif, konvensional, dan tradisional.
10
2. Strivers: tidak pasti, tidak aman, mencari persetujuan, terbatas dalam sumber daya. 3. Makers:
praktis,
swasembada,
tradisional,
berorientasi
keluarga. 4. Strugglers: manula, pensiun, pasif, penuh perhatian, terbatas dalam sumber daya. (Kotler, 1997, p. 162) Dari kecenderungan sifat-sifat yang ada diatas, media berusaha untuk dapat mengakomodir tuntutan lifestyles mereka. Hal ini dapat berarti media dapat menampilkan atau membuat program yang dapat mengakomodir keinginan target marketnya atau bahkan media berusaha bekerjasama/mencari pemasang iklan yang memiliki target yang sama dengan media tersebut. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mepertahankan target market/audience. Media memilki tuntutan untuk dapat memahami audiencesnya. Karena untuk dapat mempertahankan audiensnya, media harus mengetahui apa yang menjadi keinginan masayarakat tersebut. Memahami gaya hidup masyarakat di mana media tersebut berada merupakan cara untuk dapat menyesuaikan diri dengan audiencesnya. VALS (Value and Lifestyle) merupakan salah satu cara yang akan memudahkan media memahami masyarakat. Bahkan setelah media memahami VALS audiensnya saat ini bukan berarti telah berhenti dan menjadi patokan untuk memahami masyarakat tersebut. Karena gaya hidup masyarakat akan berubah dan bersifat dinamis dari waktu ke waktu. (Goenawan, 2008)
11
2.1.2
Komunikasi Katherine Miller berpendapat di dalam buku Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi (West & Turner, 2008, p. 4), “terdapat begitu banyak konseptualisasi mengenai komunikasi, dan konseptualisasi ini telah mengalami banyak perubahan dalam tahuntahun terakhir ini”. Sarah Trenholm menyatakan bahwa walaupun studi mengenai komunikasi telah ada selama berabad-abad, tidak berarti bahwa komunikasi telah dipahami dengan baik. Bahkan, Trenholm dengan provokatif memberikan ilustrasi tentang dilema yang dihadapi dalam usaha mendefinisikan istilah tersebut. Ia menyatakan bahwa komunikasi telah menjadi semacam istilah “portmanteau” (istilah yang terbentuk dari gabungan dua kata, misalkan brunch, yang merupakan gabungan dari kata breakfast dan lunch). Sebagaimana halnya dengan sebuah koper, istilah ini sesak dijejali dengan ide-ide dan makna-makna yang aneh. Fakta bahwa beberapa dari ide-ide ini sebenarnya sudah pas sering kali diabaikan, sehingga menyebabkan koper berisi konseptualisasi ini terlalu berat untuk diangkat. Di dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Mulyana, 2007, hal. 46), kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico,
communicatio,
atau
communicare,
yang
berarti
“membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi yang merupakan akar
dari
kata-kata
latin
lainnya
yang
mirip.
Komunikasi
12
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Di dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Effendy, 2003, p. 253), Harold Lasswell menyatakan bahwa cara terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan lewat 5 unsur komunikasi, yaitu: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). 1. Who? (siapa/sumber). Sumber atau komunikator adalah pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi. Bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu negara sebagai komunikator. 2. Says
What?
(pesan).
Apa
yang
akan
disampaikan
atau
dikomunikasikan kepada penerima (komunikan), dari sumber (komunikator) atau isi informasi. Merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna, simbol untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. 3. In
Which
Channel?
menyampaikan
pesan
(saluran dari
atau
media).
komunikator
Alat
(sumber)
untuk kepada
komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak atau elektronik). 4. To Whom? (untuk siapa? penerima). Orang, kelompok, organisasi atau suatu negara yang menerima pesan dari sumber, disebut tujuan
13
(destination),
pendengar
(listener),
khalayak
(audience),
komunikan, penafsir, dan penyandi balik (decoder). 5. With What Effect? (dampak atau efek). Dampak atau efek yang terjadi pada komunikan (penerima) setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan.
2.1.3
Komunikasi Massa
Saluran Komunikasi dengan Media
Non Mass Media
Mass Media Non Periodik
Surat, Telepon, Telegram, dll
Poster, Brosur, Pengumuman, Billboard, dll
Tabel 2.2
Periodik Surat Kabar, Majalah, Radio, Televisi, Film, Internet
Gambar 2.1 Saluran Komunikasi dengan Media
Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 6), komunikasi dapat dilakukan dengan media dan tanpa media. Komunikasi yang menggunakan media dapat menggunakan media massa maupun media non massa. Media non massa contohnya: surat, telepon, telegram, dan lain-lain. Sedangkan media massa dapat dibagi lagi menjadi media massa yang periodik (waktu penerbitannya teratur) dan media massa yang non periodik (waktu penerbitannya tidak teratur). Media massa yang periodik dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Media cetak, contohnya: surat kabar, majalah, buku.
14
2. Media non cetak (elektronik) contohnya: televisi, radio, film, dan media baru (internet) Dari
penjelasan-penjelasan
tersebut
diatas
dapat
ditarik
kesimpulan bahwa yang disebut komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa yang periodik. Atau secara sederhana dapat pula dikatakan bahwa komunikasi massa adalah suatu bentuk komunikasi yang menggunakan media massa baik itu media cetak maupun media elektronik dalam menyampaikan pesan-pesan tertentu kepada khalayak/masyarakat luas yang tersebar diseluruh penjuru dunia. Jalaluddin Rakhmat merangkum dari berbagai definisi yang ada; komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Sedangkan definisi media massa antara lain yaitu: media massa merupakan alat atau media penyampai pesan dari proses komunikasi massa.
2.1.3.1
Tingkatan Dalam Komunikasi Massa Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 9), komunikasi secara sederhana adalah proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dari pengertian yang paling sederhana tersebut dapat dilihat bahwa
15
komunikasi mempunyai elemen-elemen yaitu komunikator, pesan, dan komunikan yang harus ada pada proses komunikasi. Komunikasi
memiliki
tingkatan
yang
dilihat
berdasarkan seberapa banyak jumlah orang yang terlibat dalam proses komunikasi. 1. Intrapersonal Communication (Komunikasi dengan diri sendiri). John Vivian menjelaskan di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 10), Komunikasi interpersonal mempunyai elemen-elemen sebagai syarat minimal terjadinya proses komunikasi, yaitu komunikatorpesan-komunikan, tetapi dalam komunikasi intrapersonal, komunikator dan komunikannya adalah dirinya sendiri. Seseorang melakukan komunikasi intrapersonal apabila berbicara dengan diri sendiri untuk mengembangkan ideidenya
sendiri.
Komunikasi
intrapersonal
tersebut
mendahului ucapan atau tindakan seseorang. 2. Interpersonal Communication (Komunikasi antar pribadi). Komunikasi antar pribadi melibatkan dua atau tiga orang dalam proses komunikasinya, ada noise, dan komunikan bertindak juga sebagai komunikator selama proses komunikasi berlangsung. Dalam bentuknya yang paling sederhana komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar dua orang yang secara fisik berada pada lokasi yang sama.
16
3. Group Communication (Komunikasi kelompok) Didalam komunikasi kelompok, ciri utamanya adalah dimana sejumlah orang mengurangi keintiman dalam proses komunikasi. John Vivian di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 10), memberikan contoh; pertemuan klub atau pidato ke audiens di auditorium. Komunikasi kelompok dibagi menjadi dua yaitu, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar, tergantung jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut. 4. Mass Communication (Komunikasi massa). Komunikasi massa merupakan komunikasi yang kompleks karena melibatkan jumlah orang yang relatif sangat banyak, baik komunikator maupun komunikannya. Komunikasi massa ciri utamanya adalah mampu menjangkau ribuan atau bahkan jutaan orang yang dilakukan melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Dari semua tingkatan komunikasi tersebut sebenarnya memiliki
kesamaan
dalam
prosesnya
yaitu;
seseorang
membuat pesan, yang pada dasarnya adalah tindakan intrapersonal (dari dalam diri seseorang). Pesan itu kemudian dikodekan dalam kode umum, seperti bahasa. Kemudian ditransmisikan. John Vivian memberikan pendapatnya di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 11), dalam
17
komunikasi
massa
bentuknya
agak
berbeda
dengan
komunikasi yang lain karena pesannya ditujukan untuk orang banyak yang berbeda latar belakang dan kepentingan, maka dibutuhkan keahlian yang berbeda dengan sekedar berbicara dengan teman. Menyusun pesan lebih kompleks karena ia harus menggunakan suatu sarana, misalnya percetakan, kamera atau perekam.
2.1.3.2
Ciri-Ciri Komunikasi Massa Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 12), untuk membedakan antara jenis komunikasi yang satu dengan yang lainnya maka masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri. Adapun ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut: 1. Komunikatornya terlembaga Menurut Wright, komunikator dalam komunikasi massa bergerak dalam organisasi yang kompleks, yang terdiri dari banyak orang yang terlibat didalamnya dari mulai wartawan, editor, pemimpin redaksi pemilik media, dll. Karena dalam organisasi yang kompleks maka memerlukan pula peralatan yang lengkap. 2. Khalayak sasaran Khalayak sasarannya luas, heterogen, anonim. Disebut luas karena jumlahnya banyak dan tersebar, tidak di batasi oleh jarak dan geografis. Disebut heterogen karena
18
khalayak komunikasi massa sangat beragam, terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, baik dari segi pendidikan, jenis kelamin, agama, status sosial, dan sebagainya. Sedangkan anonim artinya masing-masing khalayak tidak mengenal satu dengan yang lainnya walaupun pada saat bersamaan mereka menerima pesanpesan yang sama. Pada komunikasi interpersonal. Komunikator akan mengenal komunikannya, mengetahui identitasnya seperti nama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan perilakunya. Selain itu khalayak dalam komunikasi massa sifatnya berubah-ubah. Apa yang menarik perhatian pada suatu saat mungkin tidak akan menarik lagi di saat yang lain. Perhatian khalayak juga berbeda-beda tingkat intensitasnya. 3. Isi pesan Bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi untuk kepentingan
orang
banyak.
Komunikasi
massa
itu
ditujukan kepada semua orang, bukan untuk sekelompok orang tertentu. 4. Waktu penyampaian Dalam komunikasi massa waktu penyampaiannya cepat dan mampu menjangkau khalayak luas tidak terbatas secara geografis dan kultural.
19
5. Komunikasi massa bersifat satu arah Dalam beberapa definisi dan pengertian tentang komunikasi massa disebutkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan atau melalui media massa. Karena ciri tersebut maka komunikator dan komunikannya tidak bertemu secara langsung seperti yang terjadi pada komunikasi interpersonal, akibatnya respon tidak dapat diberikan secara langsung maka sifat komunikasi massa adalah satu arah. 6. Mengutamakan unsur isi dari pada hubungan Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan. Pada komunikasi massa lebih mementingkan unsur isi, sedangkan dalam komunikasi antar pribadi lebih mengutamakan unsur hubungan. Pada komunikasi antar pribadi isi pesan tidak begitu diperhatikan dalam arti tidak harus sistematis, dan tidak harus relevan antara satu dengan yang lain, perpindahan topik pembicaraan berjalan sangat fleksibel. Dalam komunikasi
massa
pesan
harus
dibuat
terstruktur
sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu. 7. Feedback dalam komunikasi massa Karena komunikasi massa bersifat satu arah maka feedbacknya komunikan
bersifat dalam
tertunda. komunikasi
Maksudnya massa
tidak
adalah bisa
memberikan respon langsung pada komunikator tidak
20
seperti dalam komunikasi antar pribadi karena dalam komunikasi massa pesan disampaikan lewat media massa tidak secara langsung. Umpan balik biasanya berupa surat pembaca melalui fax, telepon, e-mail, dsb. Namun komunikasi dua arah tersebut terjadi pada khalayak yang sangat terbatas, yaitu yang menelpon saja, padahal khalayak komunikasi massa demikian luas dan tak terbatas. Maka dalam hal ini umpan balik dalam komunikasi massa tetap merupakan umpan balik yang tertunda. 8. Stimulasi alat indera yang terbatas Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indera bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada siaran radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran. Sedangkan komunikasi antarpersonal yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indera pelaku komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasakan.
21
2.1.3.3
Karakteristik Isi Pesan Komunikasi Massa Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 17), isi pesan dalam setiap jenis komunikasi juga dibedakan oleh ciri-ciri tertentu, demikian halnya dengan komunikasi massa. Adapun karakteristik isi pesan komunikasi massa antara lain yaitu: 1. Novelty (sesuatu yang baru): Berkaitan dengan aktualitas, bahwa suatu berita akan menarik khalayak jika merupakan hal-hal yang baru. Baru bukan berarti selalu baru terjadi, melainkan sesuatu yang belum diketahui khalayak atau khalayak untuk pertama kalinya mengetahui adanya fakta baru. 2. Proximity (kedekatan/jarak): Proximity artinya kedekatan atau jarak terjadinya suatu persitiwa dengan tempat dipublikasikannya peristiwa itu mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan
langsung
dengan
kehidupan
dan
lingkungannya. 3. Popularitas: Peliputan tentang tokoh, organisasi, tempat dan waktu yang penting dan terkenal selalu menarik perhatian khalayak. Semakin seorang populer maka ia selalu menjadi bahan berita yang menarik. Apapun yang dilakukan oleh bintang film, penyanyi, presiden, wakil rakyat, atlet, semuanya menarik untuk diberitakan baik yang berkaitan dengan profesinya maupun urusan pribadi.
22
4. Pertentangan/konflik:
Hal-hal
yang
mengungkapkan
pertentangan selalu menjadi bahan berita, peristiwa perang, pemilu, konflik perorangan, konflik antar organisasi, dan lain-lain. Konflik memiliki nilai berita yang tinggi karena konflik selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia dan berita merupakan peristiwa tentang kehidupan. 5. Komedi/humor: terutama
untuk
Acara-acara
lawak
menghilangkan
sangat
disukai
kejenuhan.
Setelah
beraktivitas seharian khalayak ingin memperoleh hiburan terutama yang dapat menyegarkan suasana, komedi merupakan salah satu acara yang diminati oleh khalayak terutama di media televisi dan radio. 6. Seks dan keindahan: Kedua unsur ini bersifat universal dan menarik perhatian khalayak. Tidak heran jika media massa baik cetak maupun elektronik selalu menyelipkan sesuatu yang mengandung unsur seks dan keindahan tersebut. 7. Bencana dan kriminal: Hal-hal yang berkaitan dan menyentuh kebutuhan dasar manusia seringkali bisa menimbulkan emosi dan simpati khalayak, misalnya: berita bencana alam, pembantaian, kelaparan, dan lain-lain yang menyangkut keselamatan hidup manusia menjadi daya tarik khalayak karena keselamatan merupakan prioritas utama manusia. 8. Nostalgia: Hal-hal yang mengungkapkan pengalaman masa dulu. Kenangan seseorang baik yang berkesan atau
23
yang tidak menyenangkan di masa lalu biasanya selalu diingat. Acara-acara yang memutar lagu-lagu nostalgia dapat menjadi pelipur bagi khalayak. 9. Human Interest: Menyangkut kehidupan orang lain terutama yang menyentuh perasaan, peristiwa yang membangkitkan emosi manusia seperti sedih, lucu, dramatis, hal-hal yang aneh semuanya menarik jika dilihat dari segi human interest.
2.1.3.4
Fungsi-Fungsi Komunikasi Massa Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 19), fungsi komunikasi massa terdiri dari bermacam pendapat, banyak definisi mengenai fungsi komunikasi massa, beberapa ahli membedakan antara fungsi komunikasi massa bagi individu dan fungsi komunikasi massa bagi masyarakat. Membicarakan fungsi komunikasi massa tidak bisa lepas dari media massa karena media massa adalah alat untuk menyampaikan pesan dari komunikasi massa. Disini akan dijelaskan beberapa fungsi komunikasi massa yang di rangkum dari berbagai pendapat antara lain: Dennis McQuail, Harold D. Lasswell, Charles Robert Wright, Jay Black dan Frederick C. Whitney, Onong Uchjana Effendy, John Vivian, Joseph R. Dominick, dan lain-lain.
24
1. Informasi Yang dimaksud fungsi informasi adalah komunikasi massa menyediakan informasi tentang peristiwa yang terdapat di dalam masyarakat, baik nasional maupun internasional. Informasi adalah memberitahukan hal-hal penting yang terjadi di seluruh dunia. Fungsi informasi menyangkut berbagai bidang, semua peristiwa bisa menjadi sumber informasi, dalam media massa bentuknya bermacam-macam
seperti,
berita,
politik,
ekonomi,
kesehatan, iptek. Iklan juga dapat dikategorikan sebagai informasi. Informasi dapat diketahui melalui bermacam cara, tetapi yang paling efektif melalui media massa baik cetak maupun elektronik. 2. Pendidikan Fungsi mendidik dalam komunikasi massa merupakan fungsi
yang
dilakukan
komunikasi
massa
dalam
memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk berpikir kritis dan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang ekonomi,
politik,
hukum,
sosial-budaya,
termasuk
pembinaan moral dan pendidikan budi pekerti. Dalam menjalankan fungsi ini media massa biasanya mengemas acara dalam bentuk drama, talkshow, artikel, dan lain-lain. 3. Hiburan Fungsi menghibur dimaksudkan bahwa media massa menyajikan program hiburan bagi masyarakat terutama
25
untuk relaksasi, pengalihan perhatian, dan meredakan ketegangan sosial. Acara hiburan seperti film, musik, komedi yang lebih banyak diminati. 4. Fungsi Meyakinkan a. Mengukuhkan sikap Menjadikan kepercayaan, sikap, nilai dan opini seseorang semakin kuat. b. Mengubah sikap Mengubah sikap seseorang yang netral agar mengikuti kehendak pihak-pihak tertentu melalui tayangantayangan atau tulisan-tulisan media massa. c. Menggerakkan Dilihat dari sudut pandang pemasang iklan, fungsi terpenting dari media adalah menggerakkan para konsumen untuk bertindak (membeli). d. Menawarkan etika atau sistem nilai tertentu Dengan
mengungkapkan
secara
terbuka
adanya
penyimpangan tertentu dari suatu norma yang berlaku, media merangsang masyarakat untuk mengubah situasi. e. Menganugrahkan status Seseorang yang namanya sering dimuat di media maka ia menjadi begitu penting dan terkenal. Sebaliknya orang penting yang namanya jarang dimuat di media lambat laun akan hilang dan terlupakan.
26
5. Fungsi Membius (Narcotizing) Fungsi ini diperkenalkan pertama kali oleh Paul Lazaefeld dan Robert K. Merton. Fungsi narcotizing berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. Sebagai akibatnya, pemirsa terbius kedalam keadaan tidak aktif seakan-akan mereka berada dalam pengaruh narkotik. Media massa yang tidak dikelola dengan baik yang hanya mengejar keuntungan materiil atau menjadi alat kekuasaan
pihak-pihak
tertentu,
akan
menghasilkan
produk-produk yang dapat meresahkan masyarakat, seperti “racun”
yang
sangat
berbahaya
bila
dikonsumsi
masyarakat luas. 6. Menciptakan rasa kebersamaan Salah satu fungsi komunikasi massa yang tidak banyak orang menyadarinya adalah kemampuannya membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok. 7. Fungsi Integrasi dan Empati Masyarakat Indonesia yang majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaannya masingmasing. Dengan banyaknya media massa seperti radio, TV, surat kabar, majalah, dan film menjadi semakin terbuka peluang-peluang untuk saling mengenal, saling memahami budaya antar berbagai suku bangsa. Dari situlah akan
27
terjadi perubahan citra (image) di kalangan masyarakat. Jika semula orang dari suku bangsa tertentu menilai buruk suku bangsa yang lain maka lambat laun akan terkikis setelah
mereka
memahami
berbagai
hal
terutama
menjadikan
khalayak
kebudayaan dari suku bangsa lainnya. Media
massa
memiliki
rasa
dapat empati
juga sosial
yaitu
dengan
di
publikasikannya informasi atau cerita tentang kehidupan di daerah tertentu maka masyarakat memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, mengidentifikasikan diri dengan orang lain, dan meningkatkan rasa memiliki. Dengan
munculnya
rasa
empati
dapat
membantu
menjalankan peran sosial bagi masyarakat. 8. Transmisi Budaya Komunikasi massa melestarikan dan mewariskan nilainilai sosial dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Melalui proses sosialisasi, anggota baru suatu masyarakat dapat belajar peranan orang lain di dalam masyarakat, sekaligus dapat mengerti posisi sosial dan menempatkan dirinya secara tepat di dalam pergaulan sosial. Sebagian dari pengalamannya ini tentunya dapat diperoleh melalui komunikasi massa yang sarat dengan berbagai informasi tentang berbagai peranan dan berbagai kegiatan anggota masyarakat.
28
9. Surveillance (Pengawasan) Joseph
R.
Dominick
menyatakan
pengertian
surveillance merujuk kepada pengumpulan dan distribusi informasi mengenai kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar kita atau dapat dikatakan media massa sebagai alat untuk memonitor apa yang terjadi disekitar masyarakatnya. Yang dimaksud pengawasan media massa yaitu media menyajikan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan media yang tidak dapat dilakukan masyarakat. Surveillance dibagi ke dalam dua bagian: •
Pertama, beware surveillance (pengawasan peringatan), yaitu ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari bencana alam (banjir, gunung meletus, dll), kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer.
•
Kedua,
instrumental
surveillance
(pengawasan
instrumental), yaitu penyampaian atau penyebaran khalayak dalam kehidupan sehari-hari. misalnya berita tentang harga barang kebutuhan pokok sehari-hari sangat berguna bagi masyarakat, produk-produk baru yang muncul di pasaran, perkembangan fashion, resep masakan dan sebagainya. Menurut John Vivian di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 25), Berita merupakan
29
bentuk nyata dari fungsi media massa sebagai pengawasan lingkungan. Ramalan cuaca di televisi bisa membuat pemirsa berjaga-jaga atau bersiap-siap membawa payung ketika keluar rumah. Dari laporan Bursa Efek Indonesia, orang bisa memutuskan akan berinvestasi atau tidak. Dari berita, orang akan mendukung presidennya atau tidak, dan lain sebagainya. 10. Meningkatkan aktivitas politik Dengan seringnya seseorang mengkonsumsi media massa baik cetak maupun elektronik maka pengetahuannya akan bertambah, tak terkecuali dalam bidang politik, sehingga dapat meningkatkan kesadaran mereka untuk melakukan aktivitas politik. Juga sebagai sarana sosialisasi politik. Masyarakat dapat belajar tentang seluk beluk politik lewat media massa, juga aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan politik.
2.1.4
Media Massa Menurut Kurniawan Junaedhie di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 8), media massa merupakan saluran yang digunakan oleh jurnalistik atau komunikasi massa. Tujuannya, memanfaatkan kemampuan teknik dari media tersebut, sehingga dapat mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada saat yang sama. Media massa dibagi menjadi dua menurut sifatnya, yaitu media massa cetak dan media massa elektronik. Sedangkan
30
menurut J.B. Wahyudi, Media Massa adalah sarana
untuk
menyampaikan isi pesan, pernyataan, informasi yang bersifat umum, kepada sejumlah orang yang jumlahnya relatif besar, tinggalnya tersebar, heterogen, anonim, tidak terlembagakan, perhatiannya terpusat pada isi pesan yang sama yaitu pesan dari media massa yang smaa, dan tidak dapat memberikan arus balik secara langsung pada saat itu. media massa harus diterbitkan secara periodik, atau siarannya secara periodik, isi pesan harus bersifat umum, menyangkut semua permasalahan,
mengutamakan aktualitas dan
disajikan
secara
berkesinambungan. Termasuk dalam golongan ini adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Media massa yang periodik dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Media cetak, contohnya: surat kabar, majalah, buku. 2. Media non cetak (elektronik) contohnya: televisi, radio, film, dan media baru (internet)
2.1.5
Wawancara Di dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir (Morissan, 2008, p. 79), wawancara televisi adalah tanya jawab antara reporter televisi dengan narasumber dengan tujuan, untuk mendapatkan penjelasan atau keterangan dari narasumber tersebut. Narasumber diwawancarai karena dua alasan: pertama, karena narasumber dianggap menguasai permasalahan dan kedua, karena ia terlibat langsung atau tidak langsung (hanya menyaksikan) dengan kejadian atau peristiwa yang menjadi topik pembicaraan. Jadi, tujuan wawancara adalah untuk
31
mendapatkan keterangan langsung dari sumber berita yaitu keterangan aktual dari pelaku atau saksi suatu peristiwa yang bernilai berita. Seorang pewawancara yang baik harus dapat mengantisipasi kemungkinan adanya keterangan yang menarik dan baru (aktual) yang belum pernah diucapkan sebelumnya. Jika ini yang terjadi, pewawancara harus dapat mengejar dan menggalinya lebih dalam. Melalui wawancara televisi penonton akan mendapatkan informasi dari tangan pertama, misalnya dari orang yang memutuskan suatu kebijakan. Selain itu penonton dapat melihat langsung wajah orang yang diwawancarai. Penonton akan dapat melihat dengan jelas mimik, ekspresi dan emosi orang yang diwawancarai dan ini akan memberikan dampak psikologis yang lebih besar dibandingkan dengan kutipan wawancara yang dimuat di media cetak. Reporter dan juru kamera yang baik harus dapat mengambil momen dimana orang diwawancarai sedang mengeluarkan perasaan jiwanya yang paling dalam sehingga mampu memberikan dampak dramatis dan tentu saja akan menarik perhatian penonton televisi yang pada akhirnya menaikkan rating program berita tersebut. Melihat tempat penyelenggaraan wawancara dapat dibagi dua yaitu: •
Wawancara di studio oleh presenter
•
Wawancara di lokasi oleh reporter
32
2.1.5.1
Menentukan Narasumber Di dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir (Morissan, 2008, p. 82), narasumber dari suatu wawancara biasanya memiliki latar belakang yang tidak sama. Narasumber yang akan diwawancarai secara garis besar dapat digolongkan ke dalam 4 kelompok besar jika dilihat dari kepentingan yang mereka wakili: •
Pemerintah atau penguasa;
•
Kelompok ahli atau pakar dan pengamat;
•
Orang terkenal (selebriti);
•
Masyarakat biasa (man in the street). Setiap kelompok ini berbeda cara pendekatannya. Reporter
atau presenter harus memiliki strategi yang berbeda ketika mewawancarai masing-masing kelompok. Pertanyaan yang diajukan pada kelompok pertama (pemerintah, penguasa) harus dapat memberikan jawaban terhadap alasan-alasan dikeluarkannya suatu kebijakan atau keputusan. Pertanyaan kepada para pakar lebih kepada pandangan atau pendapat terhadap kebijakan itu, apakah baik atau buruk dan apa implikasinya
kepada
masyarakat dan
bagaimana
jalan
keluarnya. Pertanyaan kepada golongan ketiga ialah mengenai apa yang mereka pikirkan atau tanggapan mereka mengenai suatu peristiwa yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat, sedangkan hal yang ditanyakan kepada kelompok keempat adalah tanggapan mereka mengenai kebijakan
33
pemerintah yang mempunyai implikasi kepada kehidupan masyarakat. Di mana pun wawancara itu dilakukan, dalam melakukan wawancara, seorang reporter televisi di lapangan atau presenter di studio harus menempatkan diri sebagai pihak yang mewakili penonton. Reporter atau presenter harus dapat mengajukan pertanyaan kepada para narasumber seolah-olah pertanyaan itu diajukan langsung oleh penonton seandainya mereka mempunyai kesempatan. Pertanyaan harus disusun dengan cara seperti yang diinginkan pemirsa dan bukan menurut selera reporter atau presenter di studio. Dalam wawancara televisi, seorang pewawancara adalah wakil dari penonton untuk mendapatkan jawaban atau pandangan dari orang yang diwawancarai.
2.1.5.2
Wawancara Lokasi Di dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir (Morissan, 2008, p. 84), wawancara di lokasi adalah wawancara yang dilakukan di luar studio misalnya di jalan, pasar, pabrik, dan lain-lain. Dalam wawancara di lapangan ini reporter biasanya akan memilih cuplikan wawancara (soundbite) yang paling bagus
dan
menarik
dari
orang
yang
diwawancarai
(narasumber) untuk kemudian diedit ke dalam paket beritanya. Tujuan dari wawancara di lokasi ini adalah untuk memberi kesempatan kepada pemirsa untuk dapat melihat dan
34
mendengar individu yang menjadi objek berita. Wawancara ini akan memperkuat dan memperjelas berita yang akan disampaikan sehingga berita tersebut memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya. Untuk melakukan wawancara ini reporter harus memastikan bahwa sumber yang dipilih untuk diwawancarai memiliki kewenangan (otoritas), atau opini yang representatif. Seorang reporter mewawancarai narasumber karena memang wawancara itu memang perlu dilakukan. Jangan melakukan wawancara hanya sekedar untuk mengisi waktu kosong atau sekedar menyenangkan hati narasumber.
2.1.5.3
Jenis Wawancara Di dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir (Morissan, 2008, p. 86), dalam wawancara di lapangan ini seorang reporter akan melakukan beberapa jenis wawancara tergantung tujuan yang ingin dicapai dari suatu wawancara. Terdapat empat jenis wawancara yaitu wawancara penyingkapan, wawancara emosional, wawancara reaktif dan wawancara informatif. Setiap jenis wawancara membutuhkan pendekatan yang berbeda. Penyingkapan: dalam jenis wawancara ini reporter memberikan
pertanyaan-pertanyaan
kepada
orang
yang
bertanggung jawab, misalnya seorang manajer pabrik yang bertanggung jawab terhadap pemogokan yang terjadi di tempatnya atau seorang pejabat yang bertanggung jawab
35
terhadap kebijakan yang tidak populer. Reporter harus mengajukan pertanyaan yang singkat dan spesifik, ini akan membuat narasumber untuk tidak bicara secara panjang lebar. Dalam wawancara jenis ini reporter tidak boleh berubah menjadi benci atau agresif kepada narasumber walaupun jawabannya tidak memuaskan. Jika reporter menjadi agresif, maka narasumber mungkin akan beralih menjafi korban baru. Dalam jenis wawancara ini pertanyaan harus diajukan serinci mungkin. Emosional: tanggapan dari korban atau keluarga korban. Dalam wawancara jenis ini reporter harus berbicara dengan nada yang lebih lembut atau simpatik karena pihak yang diwawancarai adalah orang yang baru terkena musibah. Reporter harus bisa membuat narasumber menjadi santai dan jika perlu tanyakan pertanyaan-pertanyaan ringan untuk memancing mereka berbicara. Reaktif: reaksi spontan atau langsung terhadap suatu peristiwa dramatis, misalnya meninggalnya seorang politikus yang terpandang atau penahanan terhadap seorang tokoh masyarakat oleh aparat keamanan. Informatif: para saksi mata atau ahli yang dapat memberikan sebuah pandangan atau penjelasan. Untuk mendapatkan soundbite yang dibutuhkan, reporter dapat mengulang atau menyusun ulang kalimat pertanyaan yang sama beberapa kali. Dalam jenis wawancara ini narasumber
36
biasanya akan lebih mudah diarahkan untuk mendapatkan pengambilan gambar yang baik oleh juru kamera atau diminta untuk mengulang kembali jawaban yang mereka berikan.
2.1.5.4
Elemen Penting Wawancara Berikut ini adalah elemen-elemen penting wawancara yang dijelaskan di dalam buku Interviu Prinsip dan Praktik (Stewart & Cash, 2012, p. 1). •
Interaktif Wawancara
adalah
interaktif,
karena
adanya
pertukaran atau pembagian, sebuah peran, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Jika seseorang berbicara terus menerus dan orang lain mendengarkan, maka hal tersebut adalah sebuah pidato, bukan wawancara. •
Proses Sebuah proses adalah interaksi beragam variabel yang dinamis, terus-menerus, dalam tingkatan sistem atau struktur. Dalam berinteraksi, semua pihak memberikan energi yang berkeinginan untuk mencapai sebuah tujuan. Interaksi komunikasi tidak bersifat statis. Peranan berganti, ada pertukaran informasi, penyampaian perasaan dan motif memproduksi reaksi dan mengacu pada area baru yang tak terduga.
37
•
Pihak Wawancara adalah sebuah proses dyadic (dua pihak), tapi banyak wawancara melibatkan lebih dari dua orang, namun tidak pernah lebih dari dua pihak. Dalam setiap situasi, selalu ada dua pihak-pihak pewawancara dan pihak yang diwawancarai/responden. Jika ada lebih dari dua pihak yang terlibat, sebuah interaksi kelompok kecil terjadi, bukan sebuah wawancara.
•
Tujuan Determinasi dan keseriusan tujuan ini membedakan wawancara dari perbincangan sosial atau informal, wawancara harus punya tahap persiapan rencana dan struktur, bahkan meskipun sedikit keluar jalur. Dalam sebuah wawancara efektif, pewawancara merencanakan pembukaan, memilih topik, menyiapkan pertanyaan, mengumpulkan informasi, dan menemukan cara jalannya wawancara. Walaupun perbincangan dan wawancara memiliki karakteristik yang sama, seperti pertukaran kata perbincangan dan mendengarkan, kesamaan perhatian dari kedua pihak menentukan interaksi menyenangkan dan berharga, dan pembagian pesan verbal dan nonverbal secara efektif, mereka berbeda.
•
Pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan sangat penting pada semua wawancara. Sebuah wawancara, merupakan
38
proses komunikasi interaksi antara dua pihak, setidaknya salah satunya telah menentukan tujuan serius yang melibatkan tanya-jawab dari sebuah pertanyaan.
2.1.6
Shooting Lokasi Di dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir (Morissan, 2008, p. 143), pengambilan gambar wawancara yang dilakukan di luar studio atau di lokasi harus dilakukan dengan memerhatikan segala pertimbangan teknis, khususnya berbagai kondisi di lapangan yang kurang mendukung yang akan berakibat hasil wawancara menjadi kurang bagus bahkan gagal. Secara teknis wawancara di studio akan jauh lebih aman dan lebih baik karena segala peralatan pendukung sudah tersedia, tidak demikian halnya dengan wawancara di luar studio.
2.1.6.1
Shooting Wawancara Di dalam buku Jurnalistik Televisi Mutakhir (Morissan, 2008, p. 143), dijelaskan ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan juru kamera dan reporter ketika mengambil gambar untuk wawancara di luar studio yang mencakup: faktor latar belakang, komposisi gambar, sumber cahaya, gangguan suara, posisi dan gerakan kamera, mata narasumber, ukuran gambar, gambar penyela, establishing shot, trik dua kamera, dan durasi wawancara.
39
Latar belakang. Pilihlah lokasi yang sesuai dengan latar belakang orang yang diwawancarai itu. Di mana pun wawancara itu dilakukan gunakanlah latar belakang yang sesuai atau ada hubungannya dengan profesi narasumber atau topik wawancara. Jika reporter mewawancarai seorang petani, maka pilihlah lokasi dengan latar belakang sawah atau kebun di mana ia bekerja, jangan mewawancarai petani di rumahnya atau di tempat lain yang tidak berhubungan. Jika narasumber adalah seorang akademisi latar belakangnya berupa rak atau lemari buku akan sangat cocok dengan profesinya sekaligus meningkatkan kredibilitasnya. Latar belakang yang relevan akan menambah kuat wawancara yang dilakukan tetapi jangan korbankan posisi pengambilan narasumber hanya untuk mengejar latar belakang. Hindari latar belakang yang datar karena gambar akan tampak membosankan dan narasumber akan tampak seperti pesakitan yang sedang difoto untuk dokumentasi kepolisian. Jika latar belakang mengandung garis hindari pengambilan narasumber dengan objek-objek yang muncul seperti menusuk ke telinga atau kepala. Sumber cahaya. Hindari latar belakang yang terang atau cerah. Jika latar belakang narasumber merupakan tempat keluarnya sumber cahaya, maka latar belakang semcam itu harus dihindari. Jika pengatur cahaya kamera diset untuk wajah narasumber, maka latar belakang akan terbakar,
40
sebaliknya jika diset untuk latar belakang maka wajah narasumber tidak akan terlihat karena wajah narasumber akan menjadi gelap di layar televisi. Jruu kamera pemula terkadang terjebak memilih lokasi semacam ini. Jangan memilih lokasi di mana matahari berada di depan atau berhadapan dengan lensa kamera karena efeknya akan membuat gambar narasumber menjadi gelap (backlight). Dalam istilah kamera lokasi seperti ini dapat menyebabkan gambar terbakar. Gangguan suara. Pilihlah lokasi yang tidak terlalu bising, namun jika hal itu tidak dapat dihindari letakkan mikrofon lebih dekat ke mulut narasumber. Agar tangan tidak lelah reporter dapat menggunakan mikrofon jepit. Jika menggunakan mikrofon jepit, maka pastikan kabelnya disembunyikan, jika tidak pengambilan gambar akan tampak berantakan dan tidak dipersiapkan dengan baik. Selain itu, telepon
genggam
harus
dimatikan
selama
wawancara
berlangsung untuk menghindari gangguan dari rekaman, apalagi jika wawancara itu adalah siaran langsung. Ajaklah narasumber berbicara dengan mikrofon dalam keadaan hidup sebelum
wawancara dimulai agar juru kamera dapat
memeriksa level suara yang diterima oleh kamera. Komposisi gambar. Jika lokasi yang tepat sudah ditentukan, maka aturlah komposisi gambar yang baik yaitu menentukan letak narasumber dengan mempertimbangkan latar belakangnya. Untuk menghasilkan pengambilan gambar
41
yang
baik,
maka
pertama-tama
komposisikan
latar
belakangnya di dalam frame kamera. Kedua, mintalah narasumber berdiri di antara kamera dan latar belakang. Juru kamera dapat meminta narasumber maju atau mundur hingga ditemukan komposisi yang baik. Latar belakang akan tampak dominan jika narasumber menjauh dari kamera begitu pula sebaliknya. Kunci bagi komposisi gambar yang baik dengan latar belakang yang berhubungan adalah menyesuaikan jarak antara kamera dan narasumber. Ukuran gambar. Ukuran pengambilan gambar standar untuk wawancara adalah medium close-up (MCU). Ukuran gambar ini cukup bagi penonton untuk melihat wajah narasumber di layar televisi, sementara pada saat yang sama memberi ruang bagi tulisan di bagian bawah layar yang menjelaskan nama dan gelar narasumber. Faktor mata. Pada saat wawancara, mata narasumber adalah bagian wajah yang paling penting dari wajah seseorang, karena itu posisi mata pada layar televisi sangat menentukan. Jangan pernah menempatkan mata pada bagian tengah layar. Juru kamera harus meletakkan posisi mata pada posisi sepertiga dari bagian atas frame pada garis golden mean. Posisi dan gerakan kamera. Kamera harus berada sedekat mungkin di samping bahu reporter sementara narasumber berada di depan reporter. Narasumber harus selalu melihat kepada reporter selama wawancara berlangsung. Jika
42
narasumber melihat ke kamera, mintalah kepada narasumber untuk tidak melihat ke arah kamera. Garis antara mata narasumber dan mata reporter disebut garis mata. Garis mata terbaik diperoleh ketika reporter berada sedekat mungkin di samping lensa kamera. Semakin jauh posisi berdiri reporter dari lensa kamera, maka akan semakin jelek garis matanya. Establishing shot. Setelah wawancara dan gambargambar penyela selesai direkam, reporter dan juru kamera hendaknya
tidak
lupa
mengambil
sekuen
gerak
dari
narasumber. Juru kamera dapat mengambil sekuen gerak narasumber sebelum dan setelah wawancara misalnya gambar narasumber yang tengah melakukan aktivitas. Gambar sekuen dari narasumber sangat diperlukan sebagai pengantar sebelum kutipan wawancara diputar dalam suatu program berita.
2.1.7
Televisi Menurut Sutisno di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 76), televisi berasal dari tele (bahasa Yunani) yang berarti “jarak” dan visi (bahasa Latin) yang berarti “citra atau gambar”. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh.
2.1.7.1
Siaran Televisi di Indonesia Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 77), siaran televisi pertama di Indonesia ditayangkan pada
43
tanggal 17 Agustus 1962 bertepatan dengan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke tujuh belas, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt, berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 waktu Indonesia bagian barat untuk meliput upacara peringatan hari Proklamasi di Istana Negara. Televisi
Republik
Indonesia
(TVRI)
baru
melaksanakan siaran secara kontinyu 24 Agustus 1962. Liputan perdananya adalah upacara pembukaan Asian Games ke IV di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat ini siaran televisi di Indonesia telah dapat menjangkau seluruh propinsi di Indonesia berkat pemanfaatan satelit Palapa (yang mampu juga menjangkau wilayah Asean). Tahun 1989 dimulai era televisi swasta di Indonesia, RCTI mulai mengudara pada tanggal 13 November 1988, tetapi baru diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1989. Pada waktu itu, siaran RCTI hanya dapat ditangkap oleh pelanggan yang memiliki dekoder dan membayar iuran setiap bulannya, walalupun pada akhirnya RCTI mencabut penggunaan dekoder. Pada tahun 1991 RCTI mulai melakukan siaran secara Nasional. Semenjak itu bertahap mulai muncul stasiunstasiun TV swasta lainnya seperti SCTV, Trans TV, Global TV, Indosiar, Metro TV, TV One, TPI, TV7 yang berubah nama menjadi Trans 7.
44
Selain TV swasta di Indonsesia saat ini banyak terdapat stasiun TV lokal dan Komunitas yang tersebar di berbagai daerah di seluruh Nusantara.
2.1.7.2
Fungsi Televisi Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 78), terdapat tiga fungsi utama dari media televisi yaitu: hiburan, penyebaran informasi, dan pendidikan. Ketiga fungsi tersebut saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya sehingga batas-batasnya tidak dapat dijelaskan secara tajam.
Hiburan
Informasi
Pendidikan
Gambar 2.2 Fungsi Televisi Diadaptasi dari Sutisno 1993
2.1.7.3
Karakteristik Televisi Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Vera, 2008, p. 79), Ciri utama televisi adalah sifatnya yang audio visual, dimana stimulasi alat indera bukan hanya satu seperti dalam
45
radio siaran, surat kabar dan majalah. Televisi dapat didengar sekaligus dapat dilihat. Secara
lebih
khusus,
Sutisno
menyebutkan
karakteristik televisi adalah sebagai berikut: 1. Memiliki jangkauan yang luas dan segera dapat menyentuh rangsang penglihatan dan pendengaran manusia. 2. Dapat menghadirkan obyek yang amat kecil/besar, berbahaya, atau yang langka. 3. Menyajikan pengalaman langsung pada penonton. 4. Dapat dikatakan “meniadakan” perbedaan jarak dan waktu. 5. Mampu menyajikan unsur warna, gerakan, bunyi, dan proses dengan baik. 6. Dapat mengkoordinasikan pemanfaatan berbagai media lain, seperti film, foto, dan gambar dengan baik. 7. Dapat menyimpan berbagai data, informasi, dan serentak menyebarluaskannya dengan cepat ke berbagai tempat yang berjauhan. 8. Mudah ditonton tanpa perlu menggelapkan ruangan. 9. Membangkitkan rasa intim atau media personal.
2.1.8
Strategi Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 231) mengatakan bahwa departemen program dan manajer program stasiun penyiaran memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam menunjang
46
keberhasilan stasiun penyiaran. Dan pada bagian ini akan dibahas strategi program yang ditinjau dari aspek manajemen atau sering juga disebut dengan manajemen strategis (management strategic) program siaran yang terdiri dari:
2.1.8.1
Perencanaan Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 232), perencanaan program mencakup pekerjaan mempersiapkan rencana jangka pendek, menengah, dan jangka panjang yang memungkinkan stasiun penyiaran untuk mendapatkan tujuan program dan tujuan keuangannya. Pada stasiun televisi, perencanaan program diarahkan pada produksi program yaitu program apa yang akan diproduksi, pemilihan program yang akan dibeli (akusisi), dan penjadwalan program untuk menarik sebanyak mungkin audiens yang tersedia pada waktu tertentu. Dalam pengelolaan program stasiun televisi komersial, pengelola akan mengarahkan programnya untuk menarik perhatian audiens spesifik di antara sejumlah besar audiens umum. Dengan demikian, pengelola program stasiun televisi harus mengarahkan programnya kepada segmen audiens tertentu yang tersedia pada waktu siaran tertentu. Dalam merencanakan dan memilih program, maka bagian program biasanya akan berkonsultasi lebih dahulu pada bagian pemasaran. Hal ini mutlak dilakukan karena bagian
47
pemasaranlah yang akan memasarkan program bersangkutan kepada para pemasang iklan. Dalam hal ini bagian program dan bagian pemasaran harus bekerja sama dengan baik. Merencanakan dan memilih program merupakan keputusan
bersama
antara
departemen
program
dan
departemen pemasaran. Kedua bagian ini harus bahumembahu menyusun strategi program terbaik, sekaligus bisa memasarkan iklan sebanyak-banyaknya. Jika tidak terdapat kesepakatan antara kedua bagian ini, maka pimpinan tertinggi stasiun penyiaran harus menengahi dan bertugas mencari jalan keluar.
2.1.8.1.1
Analisis dan Strategi Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 236), Perencanaan program pada dasarnya bertujuan memproduksi atau membeli program yang akan ditawarkan kepada pasar audiens. Dengan demikian, audiens atau penonton adalah pasar karenanya setiap media penyiaran yang ingin berhasil harus terlebih dahulu memiliki suatu rencana pemasaran strategis yang berfungsi sebagai panduan dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki. Strategi pemasaran ditentukan berdasarkan analisis situasi, yaitu suatu studi terinci mengenai
48
kondisi pasar audiens yang dihadapi stasiun penyiaran beserta kondisi program yang tersedia. Berdasarkan analisis
situasi
ini,
media
penyiaran
mencoba
memahami pasar audiens yang mencakup segmentasi audiens dan tingkat persaingan yang ada. Analisis situasi ini terdiri atas: analisis peluang dan analisis kompetitif. Analisis peluang. Seperti diadaptasi dari George E. Belch dan Michael A. Belch di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 236), analisis yang cermat terhadap pasar audiens akan memberikan peluang bagi setiap penayangan program untuk diterima para penonton dan pendengar. Analisis kompetitif. Dalam mempersiapkan strategi dan rencana program, pengelola program harus melakukan analisis secara cermat terhadap persaingan stasiun penyiaran dan persaingan program yang ada pada suatu segemen pasar audiens. Suatu persaingan terdiri atas persaingan langsung (termasuk persaingan di antara sejumlah program yang dimiliki sendiri) dan persaingan tidak langsung, misalnya oleh media non penyiaran. Peter Pringle di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi
49
(Morrisan, 2008, p. 238) mengemukakan bahwa keberhasilan suatu stasiun televisi dalam melaksanakan programnya akan sangat bergantung pada tiga hal: 1. The ability to produce or buy programs by the audience appeal (kemampuan untuk memproduksi atau membeli program yang memiliki daya tarik bagi audiens). 2. Air them at times when they can be seen by the audience to which they appeal (menayangkan pada waktu yang dapat dilihat oleh audiens yang menjadi sasaran). 3. Build individual programs into a schedule that encourages viewers to tune to the station and remain with it from one program to another (membangun sejumlah program individu ke dalam suatu jadwal yang dapat mendorong audiens untuk menonton televisi dan tetap berada pada salurannya dari satu program ke program berikutnya.
2.1.8.1.2
Bauran Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 238), perencanaan strategi program dan pemilihan target audiens yang telah kita bahas memberikan petunjuk kepada kita mengenai siapa audiens yang
50
akan menjadi fokus program kita serta apa kebutuhan mereka yang belum terpenuhi. Media penyiaran sudah pasti harus mempertimbangkan aspek pemasaran ketika
merencanakan
program
yang
program
diproduksi
siarannya
dengan
biaya
karena mahal
bertujuan agar disukai sebanyak mungkin audiens. Salah satu konsep pemasaran penting yang harus dipahami pengelola media penyiaran adalah mengenai bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari empat variabel penting, yaitu product, price, place, dan promotion (atau disingkat 4P). Kita dapat menerapkan bauran pemasaran ini ke dalam strategi program media penyiaran sehingga menjadi bauran pemasaran program atau bauran program (programming mix) yang terdiri atas elemenelemen sebagai berikut: 1. Produk Program (product), bahwa program adalah suatu produk yang ditawarkan kepada audiens yang mencakup nama program dan kemasan program. a. Nama program. Memilih satu nama bagi suatu program merupakan kegiatan yang penting ditinjau dari perspektif promosi karena
nama
program
berfungsi
menyampaikan atribut dan makna. Dalam
51
memilih nama suatu program, pengelola program harus memilih nama yang dapat menginformaskan konsep program dan dapat
membantu
menempatkan
atau
memposisikan program di memori otak audiens. Suatu nama program harus dapat menyampaikan manfaat yang diperoleh audiens jika mereka menonton program bersangkutan dan pada saat yang sama juga menciptakan image bagi program itu. (Morrisan, 2008, p. 241) b. Kemasan program. Kemasan adalah aspek lain dari strategi pemasaran yang perannya dirasa semakin penting dewasa ini. Secara tradisional, sebagai
kemasan tempat
memiliki
perlindungan
fungsi atau
penyimpanan suatu produk. Bagi pengelola program
penyiaran,
diartikan
segala
kemasan
sesuatu
yang
dapat perlu
dilakukan untuk menarik perhatian audiens melalui penampilan suatu program yang mencakup: pembawa acara, busana yang dikenakan,
penampilan
latar
belakang,
bumper program yang menarik. Kemasan program menjadi penarik bagi konsumen
52
untuk memberikan perhatian pada suatu program sehingga mampu memberikan kesan pertama yang baik. (Morrisan, 2008, p. 242) 2. Harga Program (price), yaitu harga suatu program yang mencakup biaya produksi program dan biaya yang akan dikenakan kepada pemasang iklan (tarif iklan) pada program bersangkutan jika ditayangkan. Tarif iklan suatu program ditentukan tidak saja berdasarkan biaya produksinya, namun juga faktorfaktor lain, seperti tingkat ketertarikan audiens terhadap
program,
tingkat
persaingan,
serta
persepsi audiens terhadap program bersangkutan. (Morrisan, 2008, p. 242) 3. Distribusi Program (place), yaitu distribusi program yang merupakan proses pengiriman program dari transmisi hingga diterima audiens melalui
pesawat
TV.
Hal
pertama
adalah
menyangkut proses pengiriman program dari transmisi hingga diterima audiens melalui pesawat televisi. Hal kedua adalah mengenai pemilihan waktu siar yang tepat bagi program. Pemilihan waktu siaran yang tepat berperan cukup penting dalam
membantu
bersangkutan.
Program
keberhasilan siaran
harus
program dapat
53
ditangkap dengan baik oleh audiens, artinya tidak ada gangguan yang dapat merusak kenyamanan audiens saat mengonsumsi suatu program. Upaya media penyiaran untuk menghasilkan program berkualitas dengan keuntungan yang menjanjikan akan menjadi sia-sia saja jika audiens tidak dapat menerima sinyal siaran dengan jelas. (Morrisan, 2008, p. 243) 4. Promosi Program (promotion), yaitu proses bagaimana memberitahu audiens mengenai adanya suatu program sehingga mereka tertarik untuk menontonnya. Menurut George E. Belch dan Michael A. Belch di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 244), promosi ini merupakan upaya bagaimana memperkenalkan dan kemudian
menjual
program
sehingga
dapat
mendatangkan iklan. Dewasa ini, stasiun penyiaran menggunakan bauran promosi atau promotional mix yang terdiri atas: iklan, pemasaran langsung, pemasaran interaktif (internet), promosi penjualan, hubungan masyarakat (humas), dan penjualan personal.
54
2.1.8.1.3
Faktor Berpengaruh Menurut Peter Pringle dan rekannya di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 244), keputusan untuk memproduksi atau tidak memproduksi dan menayangkan suatu program pada stasiun penyiaran ditentukan oleh empat hal utama. Pada tahap perencanaan program, keempat hal ini memberikan pengaruhnya terhadap keputusan yang akan diambil atau dengan kata lain terdapat empat hal yang mempengaruhi keputusan perencanaan program yang terdiri atas: 1. Audiens. Penonton adalah faktor paling penting dan menentukan apakah stasiun penyiaran pada saat melakukan perencanaan programnya perlu memutuskan apakah akan memproduksi atau tidak memproduksi suatu program. Tujuan audiens menonton televisi adalah karena adanya program. Audiens juga menerima ekspos dari tayangan lain, seperti iklan, promo program, pengumuman, infomercial, dan bentuk-bentuk promosi lainnya namun
tujuan
utama
mereka
adalah
untuk
menyaksikan atau mendengarkan isi program yang dapat memuaskan mereka pada waktu tertentu.
55
2. Pengelola atau Pemilik Stasiun. Pengelola stasiun penyiaran adalah mereka yang bertanggung jawab menjalankan
atau
mengoperasikan
stasiun
penyiaran dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi kepentingan pemilik stasiun. Semakin besar audiens yang dapat diperoleh, maka semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, pengelola stasiun harus
memilih
dan
menjadwalkan
program
sedemikian rupa agar dapat menarik sebanyak mungkin audiens di antara khalayak yang menjadi sasaran. 3. Pemasang Iklan atau Sponsor. Tujuan utama pemasang
iklan
atau
sponsor
adalah
untuk
mempromosikan produk mereka pada stasiun penyiaran yang memiliki audiens yang paling sesuai atau audiens yang merupakan konsumen atau calon konsumen terbesar produk yang dipromosikan itu. Pemasang iklan yang menjadi sponsor dalam arti bersedia membeli seluruh spot iklan suatu program secara keseluruhan bahkan dapat memberikan pengaruhnya dalam menentukan isi program sesuai dengan keinginannya. 4. Regulator. Pihak yang berwenang mengawasi stasiun
penyiaran,
yaitu
Komisi
Penyiaran
56
Indonesia (KPI) dan lembaga pemerintah lainnya memberikan pengaruh kepada stasiun penyiaran untuk menayangkan atau tidak menayangkan suatu program. Regulator bertanggung jawab untuk mengawasi stasiun penyiaran agar beroperasi menurut cara-cara yang sudah ditentukan dalam peraturan perundangan. Dalam hal ini isi program dibatasi oleh etika, norma, dan hukum yang berlaku di masyarakat.
2.1.8.1.4
Membuat Perencanaan Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 247), perencanaan siaran secara umum melahirkan kebijakan umum tentang bagaimana mengatur alokasi waktu dan materi siaran dalam sehari, seminggu, hingga setahun. Bagian program bertanggung jawab untuk mendapatkan program serta menentukan waktu atau jam tayangan program. Pengelola program harus memahami dan mematuhi segala ketentuan peraturan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya. Terdapat sejumlah
hal
yang
harus
diputuskan
dalam
perencanaan program yang mencakup dua hal, yaitu: 1. Keputusan mengenai target audiens; dan 2. Keputusan mengenai target pendapatan.
57
Target Audiens. Perencanaan program televisi diarahkan untuk dapat memilih dan menjadwalkan penayangan suatu program yang dapat menarik sebanyak mungkin penonton dari jumlah audiens yang ada pada waktu tertentu. Dalam menjalankan tugasnya, bagian program harus mampu melakukan penelitian terhadap selera audiens sebelum membeli suatu program. Pengelola program siaran yang baik harus mengetahui apa yang menarik untuk kelompokkelompok yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Target Pendapatan. Dalam merencanakan dan memilih program, maka bagian program biasanya akan berkonsultasi dahulu dengan bagian pemasaran. Hal ini mutlak dilakukan karena bagian pemasaranlah yang akan memasarkan program bersangkutan kepada para pemasang iklan. Dalam hal ini bagian program dan bagian pemasaran harus bekerja sama dengan baik.
2.1.8.1.5
Tujuan Program Menurut Edwin T Vane dan Lynne S Gross di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 251), terdapat lima tujuan penayangan suatu program di televisi komersial, yaitu:
58
1. Mendapatkan
sebanyak
mungkin
audiens.
Tujuan dari kebanyakan program siaran televisi adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin audiens. Pemasang iklan mengeluarkan banyak dana untuk memasarkan dan mempromosikan produk mereka pada audiens. Semakin besar audiens yang dapat dijaring, maka semakin mahal tarif iklan yang harus dibayar, namun potensi pendapatan perusahaan juga akan meningkat dan keuntungan juga semakin besar. Sebaliknya jika tidak ada atau hanya tersedia sedikit audiens, maka tidak akan ada pemasang iklan yang datang, tidak ada keuntungan, tidak ada televisi. 2. Target audiens tertentu. Cukup sering terjadi pemasang iklan lebih tertarik untuk memasang iklan pada program dengan audiens yang tidak terlalu besar. Mereka lebih suka mengincar kalangan audiens tertentu. 3. Prestise.
Adakalanya,
stasiun
televisi
menayangkan suatu program dengan tujuan utama untuk mendapatkan prestise atau pengakuan dari pihak lain. 4. Penghargaan. Stasiun televisi terkadang membuat suatu program dengan tujuan untuk memenangkan suatu
penghargaan.
Pengelola
televisi
yang
59
memproduksi suatu program yang memilki kualitas baik
biasanya
juga
berkeinginan
untuk
memenangkan penghargaan atas karyanya itu. Penghargaan itu menjadi bagian integral dari tujuan stasiun televisi untuk meningkatkan statusnya. 5. Kepentingan publik. Stasiun televisi terkadang memproduksi
program
untuk
memenuhi
kepentingan atau kebutuhan publik di tempat stasiun
itu
berada.
Setiap
daerah
memiliki
masyarakat dengan situasi dan kebutuhan yang berbeda-beda. Tanggung jawab stasiun televisi adalah menyajikan program yang dapat menjawab atau memenuhi situasi dan kebutuhan yang berbeda-beda itu.
2.1.8.1.6
Faktor Program Bagian
program
mempertimbangkan
stasiun
berbagai
televisi faktor
harus dalam
merencanakan program yang akan disiarkannya. Faktor program membahas hal-hal yang harus diketahui atau dipahami terlebih dahulu oleh pengelola program sebelum membuat keputusan perencanaan program. Dalam hal ini, terdapat beberapa hal yang harus diperhitungkan
sebelum
memutuskan
untuk
memproduksi, akuisisi, dan skeduling suatu program.
60
Peter Pringle di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 255) mengemukakan beberapa faktor terpenting sebagai berikut: 1. Persaingan. Pengelola program stasiun televisi harus
mempelajari
kekuatan
dan
kelemahan
program stasiun saingan pada setiap waktu siaran yang mencakup jumlah penonton yang bisa ditarik dan ciri-ciri demografis audiens yang tersedia pada setiap bagian waktu siaran. Dalam hal ini, pada setiap waktu siaran terdapat dua pilihan dalam menayangkan suatu program, yaitu: 1. Mencoba menarik
audiens
program
pada
menayangkan
yang stasiun
program
tengah
menyaksikan
saingan sejenis;
dengan dan
2.
Menayangkan program yang berbeda dengan program stasiun saingan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan program audiens yang belum terpenuhi. 2. Ketersediaan audiens. Audiens yang ada atau tersedia pada setiap bagian waktu siaran menjadi faktor menentukan yang harus dipertimbangkan secara cermat oleh pengelola program stasiun televisi dalam pemilihan program dan menentukan waktu penayangan program. Pengelola program
61
televisi harus mengetahui siapa audiens yang menonton televisi pada waktu-waktu tertentu. 3. Kebiasaan memiliki
audiens. misi
untuk
Bagian
program
menciptakan
harus
kebiasaan
audiens untuk menonton secara rutin dalam mendorong keberhasilan suatu program. 4. Aliran audiens. Kemampuan stasiun televisi untuk menarik audiens dari stasiun saingan menjadi faktor yang menguntungkan namun akan lebih menguntungkan jika stasiun bersangkutan dapat mempertahankan audiens yang sudah dimiliki untuk bersedia terus mengikuti setiap program yang ditayangkan. 5. Ketertarikan audiens. Audiens pada umumnya lebih tertarik pada program hiburan. Namun jika ketertarikan audiens pada jenis program non hiburan cukup tinggi pada suatu wilayah siaran tertentu, atau jika pengelola stasiun yakin dapat mendorong minat audiens pada jenis program non hiburan tertentu. Maka stasiun bersangkutan dapat memproduksi atau membeli program yuang dapat memenuhi minat atau ketertarikan tersebut. 6. Ketertarikan
pemasang
iklan.
Penayangan
program harus dapat menarik minat pemasang iklan dan audiens agar bisa berhasil. Pada
62
umumnya pemasang iklan memiliki target audiens utama yaitu wanita yang berumur antara 25 hingga 54 tahun karena mereka merupakan konsumen potensial. 7. Anggaran. Jumlah anggaran yang tersedia untuk produksi dan pembelian program adalah faktor penentu yang paling penting dalam hal apa yang dapat
ditayangkan
stasiun
penyiaran.
Biaya
pembuatan atau pembelian program populer yang umumnya disukai audiens membutuhkan biaya yang cukup besar. Stasiun dengan anggaran terbatas tentu saja sulit untuk dapat bersaing dalam jenis program semacam ini. 8. Ketersediaan program. Stasiun televisi harus memiliki stok program. Pembelian program televisi biasanya dilakukan dalam satu paket. Kontrak pembelian program dengan perusahaan film atau distributor program memungkinkan stasiun televisi untuk untuk menayangkan program yang dibelinya hingga beberapa kali dalam suatu periode tertentu. 9. Produksi sendiri. Stasiun televisi yang memiliki anggaran program, peralatan, fasilitas teknis, staf produksi serta sumber-sumber pengisi program (talent) yang memadai harus mempertimbangkan untuk memproduksi sendiri programnya selain
63
program berita dan program layanan publik. Khususnya jika terdapat minat yang besar terhadap program yang akan diproduksi itu.
2.1.8.1.7
Sumber Program Televisi Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 260), stasiun televisi memiliki berbagai sumber untuk mendapatkan programnya yang terdiri dari: 1. Produksi sendiri. Stasiun televisi pada umumnya memiliki
studio
dan
peralatan
yang
dapat
digunakan untuk memproduksi program. Stasiun televisi
dapat
memproduksi
suatu
program
berdasarkan usulan, ide, gagasan dari masyarakat. 2. Stasiun jaringan. Televisi jaringan adalah sumber utama program bagi stasiun televisi daerah atau stasiun televisi lokal yang bekerja sama dengan stasiun jaringan. Adakalanya pengelola stasiun jaringan memiliki ide atau gagasan untuk membuat suatu
program
pertimbangan
namun
stasiun
karena
jaringan
berbagai
tidak
ingin
memproduksi sendiri program yang dimaksud dan mempercayakan produksinya kepada orang lain yang dipandang cakap namun dengan biaya yang ditanggung oleh stasiun jaringan.
64
3. Stasiun lokal. Beberapa stasiun televisi lokal memasok program kepada stasiun televisi lokal lainnya. Hal ini biasanya sering dilakukan di antara sejumlah stasiun televisi yang berada dalam satu kelompok usaha. 4. Rumah produksi (PH). Rumah produksi atau production
house
dapat
dibagi
dua,
yaitu:
independent production company (IPC), dan rumah produksi khusus (specialized production house). IPC merupakan salah satu sumber program televisi terpenting dan utama bagi stasiun jaringan. IPC adalah perusahaan film mulai dari skala kecil hingga besar yang dikelola oleh pemilik yang sekaligus sebagai otak atau kontributor kreatif terpenting pada perusahaan itu. para pemilik ini biasanya terdiri dari satu atau beberapa orang yang telah berkarir cukup lama dan sukses sebagai artis, presenter, host, pembawa acara, dan sebagainya dalam program televisi namun memiliki bakat dan kemampuan untuk bekerja di luar profesi mereka di depan kamera. Sedangkan rumah produksi khusus adalah perusahaan yang mengkhususkan diri untuk memproduksi satu jenis program saja. 5. Perusahaan film besar. Stasiun televisi sangat senang bekerja sama dengan perusahaan film besar
65
karena reputasinya yang tidak diragukan dalam menghasilkan berbagai program berkualitas. 6. Perusahaan sindikasi. Merupakan perusahaan yang memproduksi program sekaligus bertindak sebagai distributor yang menjadi pemasok program bagi stasiun televisi. Stasiun televisi yang ingin menjual programnya kepada stasiun televisi lainnya menggunakan jasa perusahaan sindikasi untuk menawarkan program itu kepada berbagai stasiun televisi. 7. Pemasang iklan. Pemasang iklan membayar stasiun televisi untuk air time yang digunakan pemasang iklan dan juga menyediakan programnya. Pada
umumnya,
pemasang
iklan
jarang
memproduksi sendiri programnya sendiri karena mereka tidak memiliki sumber daya untuk itu.
2.1.8.2
Produksi & Pembelian Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 266), manajer program bertanggung jawab melaksanakan rencana program yang sudah ditetapkan dengan cara memproduksi sendiri program atau mendapatkannya dari sumber lain atau akuisisi (membeli). Dalam melakukan akuisisi, manajer program harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan manajer pemasaran dan
66
manajer umum. Dalam hal perencanaan program memutuskan untuk memproduksi sendiri program yang diinginkan, maka tugas tersebut dilakukan oleh bagian produksi atau departemen produksi stasiun penyiaran. Jika dilihat dari asal mula program televisi, ditinjau dari siapa yang memproduksi program, maka kita dapat membagi program sebagai berikut: 1. Program yang dibuat sendiri (In-House Production), biasanya adalah program berita dan program yang terkait dengan informasi misalnya: laporan khusus, infotainment, laporan kriminalitas, fenomena sosial, perbincangan (talk show), biografi tokoh, feature, film dokumenter. Program yang menggunakan studio, misalnya game show, kuis, musik, variety show juga termasuk program yang dibuat sendiri. 2. Program yang dibuat pihak lain utamanya jenis program hiburan
misalnya:
program
drama
(film,
sinetron,
telenovela), program musik (video klip), program reality show, dan lain-lain.
2.1.8.3
Pembelian Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 260), pembelian suatu mata acara dapat dilakukan melalui berbagai bentuk kesepakatan, selain melalui tender. Staf program dapat
67
merundingkan
harga
program
yang
akan
dibelinya
berdasarkan kesepakatan yang dibuat. Dalam hal ini dapat dibuat kesepakatan, misalnya jika program acara itu sukses dan diterima pasar maka stasiun televisi akan membayar lebih tinggi dan sebaliknya jika tidak sukses maka nilai pembayaran akan lebih kecil. Kesepakatan ini biasanya berlaku untuk paket-paket program baru yang belum dikenal. Jadi pembelian dilakukan berdasarkan tingkat keberhasilannya. Secara umum pembelian atau produksi program untuk televisi terbagi atas dua jenis berdasarkan penempatan waktu siarannya, yaitu: program untuk waktu siaran utama (prime time series) dan program untuk waktu siaran lainnya (day time series). Waktu siaran utama berlangsung antara pukul 19.30 hingga 23.00. Program yang ditayangkan pada waktu siaran ini menghadapi tingkat persaingan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan pada umumnya stasiun televisi berupaya untuk menyajikan program yang terbaik.
2.1.8.4
Eksekusi Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 302), eksekusi program mencakup kegiatan menayangkan program sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Manajer program melakukan koordinasi dengan bagian traffic dalam menetukan jadwal penayangan dan berkonsultasi dengan
68
manajer promosi dalam mempersiapkan promo bagi program bersangkutan. Manajer program juga perlu berkoordinasi dengan bagian redaksi berita dalam hal program itu memerlukan liputan wartawan seperti peristiwa khusus atau berita penting. Strategi penayangan program yang baik sangat ditentukan oleh bagaimana menata atau menyusun berbagai program yang akan ditayangkan. Programmer harus menentukan sasaran audiens secara realistis. Tidak ada gunanya mencoba menarik audiens yang tidak bisa menonton pada saatnya. Siaran berita sangat penting, di pagi hari, tengah hari, malam hari, dan tengah malam. Tetapi siaran berita menjadi sia-sia bila ditayangkan sesudah pagi menjelang siang dan di senja hari sebelum malam.
2.1.8.4.1
Pembagian Waktu Siaran Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 304), menentukan jadwal suatu acara ditentukan atas dasar perilaku audiens, yaitu rotasi kegiatan mereka dalam satu hari dan juga kebiasaan untuk menonton televisi pada jam tertentu. Pada prinsipnya siaran televisi harus dapat menemani aktivitas apapun. Aktivitas audiens pada umumnya memiliki pola yang sama pada setiap bagian hari, apakah pagi, siang, atau
69
malam hari. Programmer menyusun jadwal acara berdasarkan aktivitas audiens ini. Sydney W. Head dan Christopher H. Sterling di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 304), berdasarkan pembagian siklus aktivitas audiens mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, maka waktu siaran dibagi ke dalam lima segmen. Setiap segmen memiliki ciri-ciri atau sifat audiens yang berbeda. Secara umum, programmer membagi siaran menjadi beberapa bagian: 1. Prime Time
jam 19.30-23.00
2. Late Fringe Time
jam 23.00-01.00
3. All Other Time
jam 01.00-10.00
4. Day Time
jam 10.00-16.30
5. Fringe Time
jam 16.30-19.30
Prime time merupakan waktu siaran televisi yang paling banyak menarik penonton. Selain itu, penonton yang berada pada segmen ini sangat beragam. Stasiun televisi biasanya akan menempatkan program acara yang paling bagus pada segmen ini karena jumlah audiensnya yang besar. Selain itu, acara prime time juga harus bisa dinikmati semua kalangan termasuk anak-anak.
Anggatan
terbesar
stasiun
penyiaran
biasanya digunakan untuk membiayai program pada
70
saat prime time ini. Namun pada saat bersamaan stasiun televisi lainnya juga akan menempatkan program terbaiknya pada segmen ini. Dengan demikian, terjadi persaingan merebut perhatian pemirsa pada saat prime time ini. Pola pembagian waktu siaran tersebut berbeda pada saat akhir pekan (hari sabtu dan minggu). Other time untuk akhir pekan dimulai dari pukul 01.00-07.00 atau berakhir lebih cepat 3 jam dibandingkan hari biasa. Ini menunjukkan bahwa audiens cukup banyak menonton televisi pada pagi hari di hari Sabtu dan Minggu. Day time pada saat akhir pekan dimulai pukul 08.00 hingga berakhir pukul 19.30 pada hari Sabtu atau berakhir lebih awal pada hari Minggu.
2.1.8.4.2
Strategi Penayangan Head-Sterling di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 306), menyatakan bahwa stasiun televisi memiliki sejumlah strategi dalam upaya menarik audiens masuk ke stasiun sendiri (inflow) dan menahan audiens yang sudah ada untuk tidak pindah saluran atau mencegah tidak terjadi aliran audiens keluar (outflow), yaitu:
71
1. Head to Head. Suatu program yang menarik audiens yang sama sebagaimana audiens yang dimiliki satu atau beberapa stasiun televisi saingan. Dalam hal ini, stasiun televisi mencoba menarik audiens yang tengah menonton program televisi saingan untuk pindah ke stasiun sendiri dengan menyajikan program yang sama dengan televisi saingan itu. Jika terdapat program sejenis yang disiarkan berbarengan, maka pengelola program harus mempertimbangkan apakah program baru itu cukup kuat menarik audiens dari stasiun saingan untuk pindah ke stasiun sendiri. Jika program itu tidak cukup kuat bersaing, maka sebaikanya dicarikan jam tayang yang lain. Program yang sering bersaing secara head to head ini adalah program berita. 2. Program
Tandingan.
Strategi
penayangan
program tandingan (counter programming) adalah strategi untuk merebut audiens yang berada di stasiun saingan untuk pindah ke stasiun sendiri dengan cara menjadwalkan suatu program yang memiliki daya tarik berbeda untuk menarik audiens yang belum terpenuhi kebutuhannya. 3. Bloking Program. Strategi bloking program adalah sama dengan konsep flow through Nielsen
72
di mana audiens dipertahankan untuk tidak pindah saluran dengan menyajikan acara yang sejenis selama waktu siaran tertentu. 4. Pendahuluan Kuat. Strategi penayangan yang dinamakan dengan “pendahuluan kuat” (strong lead-in)
adalah
strategi
untuk
mendapatkan
sebanyak mungkin audiens dengan menyajikan program yang kuat pada permulaan segmen waktu siaran, misalnya menyajikan program berita lokal atau kriminalitas yang kuat pada awal waktu siaran day time (sekitar jam 10.00 atau 11.00) sebagai pengantar menuju program berita nasional. 5. Strategi Buaian. Disebut strategi membuat buaian (creating hammock) karena hammock berarti buaian yang diikatkan pada dua batang pohon. Ini merupakan strategi untuk membangun audiens pada satu acara baru atau meningkatkan jumlah audiens atas suatu program yang mulai mengalami penurunan popularitas. Caranya adalah dengan menenmpatkan acara bersangkutan di tengahtengah di antara dua program unggulan. Audiens akan
mencoba
mengikuti
acara
baru
yang
ditayangkan setelah suatu program unggulan usai sambil menunggu acara unggulan berikutnya sehingga terjadi flow through dari program
73
unggulan ke program lemah. Ini adalah upaya untuk menarik perhatian audiens terhadap suatu acara baru. 6. Penghalangan (stunting). Strategi untuk merebut perhatian
audiens
dengan
cara
melakukan
perubahan jadwal program secara cepat. Misalnya, menyajikan suatu seri film baru yang memiliki durasi waktu yang panjang. Cara lain adalah menginterupsi suatu program yang kuat dengan acara
lain
yang
lemah
atau
sebaliknya
menginterupsi program reguler dengan acara khusus yang kuat.
2.1.8.5
Pengawasan dan Evaluasi Program Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 315), pengawasan harus dilakukan berdasarkan hasil kerja atau kinerja yang dapat diukur agar fungsi pengawasan dapat berjalan secara efektif. Misalnya, jumlah dan komposisi audiens yang menonton atau mendengarkan program stasiun penyiaran bersangkutan dapat diukur dan diketahui melalui laporan riset rating. Jika jumlah audiens yang tertarik dan mengikuti program stasiun penyiaran lebih rendah dari yang ditargetkan, maka proses pengawasan mencakup kegiatan pengenalan terhadap masalah dan memberikan pengarahan
74
untuk dilakukan diskusi agar mendapatkan solusi. Hasil diskusi dapat berupa perubahan rencana misalnya revisi yang lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya atau tindakan lain yang akan dilakukan untuk dapat mencapai target semula. Manajer program sering disebut sebagai pelindung (protector) atau lisensi atau izin siaran yang diperoleh stasiun penyiaran. Hal ini disebabkan manajer program bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program stasiun sudah berjalan sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin.
2.1.9
Reality Show Di dalam buku The Media of Mass Communication (Vivian, 2005, p. 203), reality show adalah program acara yang dibintangi oleh orang-orang yang bukan aktor atau aktris, tetapi walaupun demikian program acara tersebut masih diatur oleh skenario yang ditulis oleh produser. Tayangan reality show juga merupakan salah satu tipe tayangan hiburan televisi selain situation comedy, episodic drama, soap opera, quiz shows, dan late night shows. Pengkategorian format reality show dibagi dalam tujuh jenis yaitu: 1. Documentary Style Dalam banyak tayangan reality show, kamera dan pemirsa diposisikan sebagai suatu yang pasif dalam mengikuti orang lain dalam sifat-sifat kesehariannya maupun aktivitas profesionalnya. Tayangan jenis ini menawarkan situasi dimana tidak ada peranan
75
naskah sama sekali, lokasi sesungguhnya, dan juga tidak ada tugas-tugas yang diberikan pada pemainnya. Walaupun pada akhirnya plotnya akan diurutkan pada proses editing. Tayangan reality show documentary style mencakup special living environment, celebrity reality, dan professional activities. 2. Game Shows Program reality show ini, menempatkan pendukung acara sebagai peserta dalam lingkungan yang terisolasi dan hanya akan ada kamera yang mengawasi gerak-gerik peserta. Dalam lingkungan tersebut peserta berkompetisi dalam sebuah permainan (fisik dan logika yang telah disusun produser acara). Nantinya, peserta yang memenangkan permainan akan mendapatkan hadiah dan juga dukungan dari penonton. Agar ada kedekatan antara penonton dan peserta, maka aktifitas dari masing-masing peserta akan ditayangkan di televisi. Sehingga melalui kamera pengawas yang sudah terpasang di lokasi tersebut, penonton juga ikut terlibat mengawasi dan mengenal masing-masing peserta. Melalui proses eliminasi,
penonton
menjadi
juri
dan
berkuasa
untuk
menyingkirkan peserta yang tidak disukai dan mempertahankan peserta yang diidolakan atau dijagokan. Tayangan reality show jenis game show mencakup dating based competition, job search, dan sports. 3. Self-Improvement/Makeover Tayangan ini menawarkan sebuah tontonan tentang peningkatan taraf hidup seseorang atau kelompok orang tertentu. Biasanya,
76
para peserta tayangan ini akan dikontrak sepanjang musim sampai selesainya tayangan ini. Dalam tayangan ini, pada awalnya para peserta akan diceritakan lingkungannya sebelum mengikuti acara ini, setelah itu para peserta akan ditemukan dengan para ahli yang akan memandu mereka untuk meningkatkan atau membuat sesuatu dalam hidup mereka menjadi lebih baik. Para ahli tersebut akan membantu mereka dan mendukung para peserta supaya mencapai hal yang diinginkan dalam acara tersebut. Di akhir acara, para peserta akan dikembalikan pada lingkungan asalnya dan akan terlihat ekspresi nyata dari keluarga dan teman-teman mengenai perubahan yang terjadi pada para peserta tersebut. 4. Dating Show Program reality show ini adalah untuk mencari jodoh. Melalui serangkaian tahap seleksi yang dilakukan. Maka pada akhirnya, akan terpilih satu orang yang dirasa cocok. 5. Talk Show Walaupun format jenis ini masih menggunakan format tradisional dimana
terdapat
seorang
pembawa
acara
yang
akan
mewawancarai bintang tamu mengenai topik-topik tertentum namun para produser tetap berusaha untuk meningkatkan format ini dengan mengangkat topik-topik yang masih hangat dibicarakan di tengah-tengah publik. 6. Hidden Camera Pengambilan gambar kamera tersembunyi dilakukan secara diamdiam, tanpa sepengetahuan orang yang diambil gambar dan
77
suaranya tersebut. Sehingga kejadian yang ditampilkan pada layar televisi adalah spontanitas atau reaksi sebenarnya. Reaksi dari orang-orang yang gambarnya diambil untuk hidden camera bermacam-macam: marah, sedih, tertawa, dan secara tidak langsung hidden camera juga bisa mengungkap rahasia atau kehidupan pribadi seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut. 7. Hoaxes Dalam hoax reality show, seluruh acara adalah sebuah olokolokan atau mengerjai satu atau beberapa orang yang sadar bahwa mereka tampil dalam acara reality show atau yang benar-benar tidak sadar kalau mereka sedang dikerjai. Walaupun hampir sama dengan format hidden camera, namun format ini lebih rumit penggarapannya.
2.2 Teori Khusus 2.2.2
Analisis SWOT Di dalam buku Media Relation: Konsep, Pendekatan, dan Praktik (Iriantara, 2005, p. 50), Analisis SWOT adalah mengkaji sebuah kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman terhadap organisasi, dalam hal ini adalah stasiun televisi. Kekuatan dan kelemahan itu berada pada lingkungan internal, sedangkan peluang dan ancaman berasal dari lingkungan eksternal. Hasil dari analisis SWOT ini bisa memetakan posisi organisasi di antara organisasi serupa atau dalam lingkungan organisas secara keseluruhan. Analisis SWOT dilakukan untuk melihat apa dan
78
bagaimana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta bagaimana peluang dan ancaman yang berasal dari luar. Setelah memetakan posisi organisasi berdasarkan rancangan analisis SWOT itu, bisa dimulai dengan membuat rancangan. Dalam membuat rancangan program, terlebih dahulu tetapkanlah tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang baik adalah tujuan yang bisa dicapai, realistis dan terukur. Bila tujuan telah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menetapkan siapa khalayak program tersebut. Langkah berikutnya menyusun strategi yang dipergunakan untuk menjangkau khalayak sasaran, guna mewujudkan tujuan yang hendak dicapai dalam program. Di dalam buku Kewirausahaan: Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda (Suharyadi, Nugroho, S.K., & Faturohman, 2007, p. 115), dijelaskan cara sederhana yang dapat dilakukan dalam menerapkan analisis SWOT, sebagai berikut: a.
Melihat Kekuatan (strengths).
b. Melihat kelemahan (weakness). c. Melihat peluang (opportunities). d. Melihat ancaman (threats).
2.2.3
Teori Produksi Di dalam buku Dasar-Dasar Produksi Televisi (Fachruddin, 2012, p. 10), Gerald Millerson menjabarkan konsep standar operasional prosedur produksi televisi dalam arti luas sebagai berikut:
79
1. Pra Produksi Pra produksi adalah tahap paling penting dalam sebuah produksi televisi yaitu merupakan tahapan persiapan sebelum sebuah produksi dimulai. Millerson memulai tahapan pra produksi dengan production planning meeting (konsep program, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai). a. Development o Idea Analyzing the audience Audiensi
lokal
atau
nasional,
target
audiensi
(pria/wanita/anak-anak), usia, kebutuhan dan selera audiensi. Audience research termasuk analisis untuk ukuran
faktor
keberhasilan
dalam
keputusan
pengembangan program. Researching the program idea Deciding on the production idea Preparing the program budget o Target audiensi. Menentukan target audiensi sudah harus dipikirkan sejak awal. o Development treatment (pengembangan skenario). Merumuskan ide Riset Penulisan outline Sinopsis
80
Penulisan treatment Penulisan naskah draft Review naskah o Develop characters (membangun karakter); mencari pemain o Develop scene (membangun scene) o Develop script outlines (membangun script outline) Dalam program Bagi-Bagi Berkah menggunakan semi script-show, merupakan script untuk acara-acara tertentu seperti, dialog, variety show, dan kuis biasanya hanya menggunakan outline script. Dalam outline ini hanya mencakup apa yang harus dilakukan oleh talent. b. Commisioning Perbedaan karakter kru produksi berdasarkan, produksi tersebut dibuat oleh stasiun televisi atau production house. Besar kecilnya stasiun televisi dan production house serta format program televisi. • Budget. Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk produksi suatu program televisi harus dilakukan agar sesuai dengan perencanaan yang diinginkan. Sebelum menulis perkiraan biaya yang dibutuhkan, seorang produser harus melakukan penyesuaian harga yang berlaku saat produksi dilaksanakan. Caranya dengan mengecek jasa peralatan produksi, biaya sewa kebutuhan operasional, dan honor para pekerja yang akan terlibat dalam produksi televisi tersebut.
81
• Presenting the proposal. Tahapan memiliki proposal yang lengkap berarti siap untuk dipresentasikan kepada klien, kalau berkaitan dengan sponsorship. Bila bekerja di stasiun televisi maka presentasi ditujuan pada executive producer atau manajer program yang bersangkutan sebagai supervisi yang menilai kelayakan program. • Casting. Memutuskan atau mencari seseorang yang akan
menjadi
pengisi
acara/talent/pemain
pada
program televisi dilaksanakan oleh satu departemen khusus yaitu cast departement yang dipimpin oleh seorang casting director. 2. Produksi o Rehearsal merupakan bagian dari tahap produksi menurut Gerald Millerson, karena perspektif produksi non berita membutuhkan persiapan yang sangat detail beberapa jam sebelum produksi. Hal ini tidak berlaku untuk program live dengan kru yang besar, rehearsal harus dilakukan minimal sekitar 15 jam sebelum live production. Pada produksi televisi yang kompleks melibatkan jumlah talent, kru dan peralatan yang besar harus melakukan pre-studio rehearsal. Pre rehearsal dimulai dengan rapat (briefing) kru, serta reading para pengisi acara yang terlibat dipimpin langsung oleh program director atau sutradara. Pada saat briefing, sutradara mengarahkan pengisi acara, blocking dan pengadegan, sesuai
82
dengan treatment yang telah dibuat. Rehearsal dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan produser sehingga keseluruhan acara diharapkan dapat berjalan lancar. o Recording. 3. Pasca Produksi o Capturing. Proses capture gambar terjadi pada editing non linier, yaitu mentransfer audio visual dari kaset digital ke dalam hard disk komputer sehingga materi editing sudah dalam bentuk file. Apabila menggunakan editing linier langsung proses logging gambar. o Logging. Logging gambar adalah membuat susunan daftar gambar dari kaset hasil shooting secara detail, disertai dengan mencatat time code-nya serta di kaset berapa atau nama file apa gambar itu berada. Hal ini akan memudahkan proses editing selanjutnya. o Editing pictures. Editing adalah kunci dalam proses ini. Pada tahap ini semua footage telah dikumpulkan selama produksi, selanjutnya disusun dan dirangkai menjadi produk final. o Editing sound. Penyuntingan suara disinkronkan dengan gambar, serta menghidupkan suasana melalui ilustrasi musik. Bila membutuhkan sound effect tentunya akan memperjelas atmosfer yang dominan atau ingin ditonjolkan. o Final
cut.
Sekarang
peralatan
yang
digunakan
dan
kompleksitas ilustrasi musik, menentukan bahwa materi
83
program sudah membaur dengan suara pada tahap online. Dibutuhkan studio audio untuk mengerjakan bauran suara final. Program yang sudah lengkap sekarang disebut master. 4. Transmission dan Evaluasi o Marketing. Stasiun televisi dalam persaingan industri media, ketika menjalankan usahanya perlu memikirkan strategi dan perkembangan sistem pemasarannya, yaitu meraih perhatian, pikiran dan hati konsumen. Disinilah peran departemen marketing sangat kuat dalam menentukan program yang akan on air, bertahan atau tidak layak dipertahankan. o Trails (audience evaluation/program rating, informal audience feedback) preview sudah dapat dilakukan evaluasi awal terhadap program yang sudah selesai diproduksi. o Transmission. 2.2.4
Strategi Di dalam buku Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi (Morrisan, 2008, p. 136), strategi adalah program umum untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi dalam pelaksanaan
misi.
Kata
“program”
dalam
definisi
tersebut
menyangkut suatu peranan aktif, sadar dan rasional yang dimainkan oleh manager dalam perumusan strategi organisasi. Strategi memberikan pengarahan terpadu bagi organisasi dan berbagai tujuan organisasi, dan memberikan pengarahan terpadu bagi organisasi dan berbagai tujuan organisasi, dan memberikan pedoman pemanfaatan sumber daya organisasi yang digunaan untuk mencapai tujuan.
84
Di dalam buku Strategi: Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif (Kuncoro, 2005, hal. 12), Strategi merupakan sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk mencapai tujuan dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan industrinya. Dengan demikian, beberapa ciri strategi: 1. Goal directed actions, yaitu aktivitas yang menunjukan apa yang diinginkan organisasi dan bagaimana mengimplementasikannya. 2. Mempertimbangkan semua kekuatan internal (sumber daya dan kapabilitas), serta memperhatikan peluang dan tantangan.
2.3 Kerangka Berfikir
PENGELOLA TV
PRA PRODUKSI
PRODUKSI
PASCA PRODUKSI
PROGRAM
PENONTON
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir