BAB 2 LANDASAN TEORI
Di dalam bab ini dijelaskan seluruh landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, dan dijelaskan juga model-model penelitian dan kerangka kerja (framework) yang digunakan.
2.1
Teori – Teori Dasar / Umum
2.1.1 Pengertian Data Menurut O’Brien (2005), data adalah fakta-fakta atau observasi mengenai fenomena fisik atau transaksi bisnis. Lebih khusus lagi, data adalah ukuran objektif dari atribut (karakteristik) dari entitas seperti orang-orang, tempat, benda, atau kejadian. Menurut Laudon & Laudon (2007), data adalah fakta fakta yang
menggambarkan
kejadian-kejadian
yang
terjadi
pada
organizational sebelum diorganisir dan disusun kedalam bentuk yang dapat dipahami orang lain dan digunakan. Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa data adalah kumpulan dari angka, kata, gambar, atau suara yang belum diorganisir sehingga belum memiliki kegunaan.
2.1.2 Pengertian Sistem Menurut
O’Brien
(2005),
sistem
adalah
sekelompok
komponen yang bekerja bersama menuju tujuan yang bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur, perakitan metode, prosedur, atau teknik yang disatukan oleh interaksi teregulasi untuk membentuk kesatuan organizational, sekumpulan orang, mesin dan metode yang teratur dan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan serangkaian fungsi tertentu.
15
16
Menurut Bentley, Whitten, & Dittman (2007), sistem adalah sebuah kelompok komponen yang saling berhubungan dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut McLeod & Schell (2007), sistem adalah kumpulan dari elemen yang terintegrasi yang bertujuan untuk mencapai suatu sasaran. Dari teori diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Sistem adalah sebuah kumpulan dari komponen yang saling bergantung antara satu sama lain dan saling membutuhkan untuk menyelesaikan serangkaian fungsi tertentu.
2.1.3 Pengertian Informasi Menurut O’ Brien (2005), informasi adalah sebuah data yang ditempatkan ke dalam sebuah objek yang berguna untuk pemakai akhir atau user. Menurut Laudon & Laudon (2007), informasi adalah sebuah data yang sudah diubah dan menjadi sesuatu yang memiliki arti dan manfaat bagi manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa informasi adalah kumpulan data-data yang sudah diproses dan memiliki sebuah nilai serta mempunyai kegunaan.
2.1.4 Pengertian Sistem Informasi Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005), sistem informasi terdiri dari komponen-komponen penting, antara lain sebagai berikut: 1.
Hardware (perangkat keras) adalah sekumpulan perangkat keras yang digunakan untuk menerima data dan informasi, memprosesnya, dan menampilkannya kembali.
2.
Software (perangkat lunak) adalah koleksi atau sekumpulan program yang dapat memerintah hardware-hardware yang ada untuk memproses data.
3.
Database (basis data) adalah basis data yang berisikan dari sekumpulan file atau tabel yang berkaitan dan berhubungan
17
antara satu sama lain, dan di dalam file atau tabel tersebut berisikan data. 4.
Network (jaringan komputer) adalah sebuah sistem jembatan perhubungan, baik menggunakan kabel (wireline) maupun tanpa menggunakan kabel (wireless) yang memiliki peranan penting dalam menghubungkan beberapa computer yang berbeda untuk berbagi sumber daya yang mereka miliki.
5.
Procedures (prosedur) adalah sebuah instruksi, aturan, dan prosedur yang berisikan cara bagaimana menggabungkan komponen-komponen diatas dalam rangka memproses informasi dan menghasilkan apa yang diinginkan.
6.
People (orang) adalah sumber daya manusia yang akan mengoperasikan hardware dan software, berhubungan dengan mereka dan menggunakan hasil dari pemrosesan tersebut. Menurut O’Brien (2005), sistem informasi adalah sebuah
penggabungan atau kombinasi dari beberapa orang – orang atau user, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi ke dalam sebuah organizational. Menurut Brian & Stacey (2005), sistem informasi merupakan suatu kombinasi orang (user), hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan suatu informasi di dalam suatu organizational. Sedangkan menurut Laudon & Laudon (2007), sistem informasi adalah berisi informasi tentang orang-orang, tempat, dan hal-lah penting di dalam organizational atau di environment sekelilingnya. Simpulan dari penulis adalah Sistem Informasi memiliki komponen - komponen seperti hardware, software, people dan lain lain untuk membantu meningkatkan kinerja dalam perusahaan untuk menghasilkan informasi.
18
2.2
Teori – Teori Khusus Pada sub-bab berikut ini merupakan teori khusus yang akan kita
gunakan untuk mengimplementasikan sebuah penyusunan skripsi. Berikut ini adalah beberapa teori – teori khusus yang digunakan untuk menjelaskan teori yang dipakai dalam pembahasan skripsi ini.
2.2.1 Validitas Menurut Sugiyono (2010), instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Taniredja & Mustafidah (2011), mutu penelitian terutama dinilai dari validitas hasil yang diperoleh. Validitas penelitian diklasifikasikan menjadi validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkaitan dengan keyakinan peneliti tentang kesahihan hasil penelitian, sedangkan validitas eksternal berkaitan dengan tingkat generalisasi hasil penelitian yang diperoleh. Validitas hasil penelitian berada pada suatu garis kontinum yang terbentang dari mulai yang sangat tidak valid sampai dengan yang sangat valid.
2.2.2 Reliabilitas Menurut Sugiyono (2010), instrument yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Menurut Kountur (2009), reliabilitas berhubungan dengan konsistensi. Suatu instrument penelitian disebut reliable apabila instrument tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Taniredja & Mustafidah (2011), suatu alat pengukur reliable bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Jadi alat yang reliable secara konsisten member hasil ukuran yang sama.
19
2.2.3 Observasi Menurut Taniredja & Mustafidah (2011), observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data-data yang diperoleh dalam observasi itu dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan dalam hal ini adalah merupakan bagian daripada kegiatan pengamatan.
2.2.4 Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS) Menurut Haux, Winter, Ammenwerth, & Brigl (2013), sistem informasi rumah sakit adalah subsistem sosial teknis rumah sakit, yang terdiri dari semua pengolahan informasi serta manusia yang berhubungan atau aktor teknis dalam peran memproses informasi masing-masing. Menurut
Peraturan Kementrian Kesehatan (2013), sistem
informasi rumah sakit adalah suatu sistem technology informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan. Simpulan
penulis
adalah
SIMRS
merupakan
sistem
komputerisasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses bisnis layanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara cepat, tepat dan akurat. Antar muka aplikasi SIMRS berbasis web merupakan sarana pendukung yang sangat penting untuk membantu kegiatan operasional rumah sakit.
20
2.2.5 User Acceptance Menurut Morris & Dillon (1997), user acceptance dapat diidentifikasi sebagai kesediaan pengguna untuk memanfaatkan technology informasi.
2.2.6 IS Success Model D&M IS Success Model, meskipun diterbitkan pada tahun 1992, didasarkan pada teori dan empiris IS penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti di tahun 1970-an dan 1980-an. Peran IS telah berubah dan berkembang selama dekade terakhir. Demikian pula, Permintaan akademik ke dalam pengukuran efektivitas IS telah berkembang selama periode yang sama. Kami mengulas lebih dari 100 artikel, termasuk semua artikel di Informasi Sistem Penelitian, Jurnal Sistem Informasi Manajemen, dan MIS Triwulanan sejak tahun 1993 dalam rangka untuk menginformasikan ulasan ini pengukuran keberhasilan IS. Itu Tujuan dari makalah ini, oleh karena itu, adalah untuk memperbarui D&M IS Success Model dan mengevaluasi kegunaannya dalam perubahan yang signifikan dalam IS praktek.
Gambar 2.1 IS Success Model
21
2.2.7 Theory of Reasoned Action (TRA)
Gambar 2.2 Theory of Reasoned Action (Sumber: Fishbein & Ajzen, 1975)
Berdasarkan studi Fishbein & Ajzen (1975), theory of reasoned action merupakan sebuah model pengembangan yang berasal dari studi psikologi sosial yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi intented behavior dari seseorang. Berdasarkan model TRA, kinerja seseorang terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh behavioural intention (BI) untuk melakukan perilaku tersebut. Terdapat beberapa penjelasan dari definisi di atas seperti: a. Intention secara konseptual didefinisikan sebagai ketertarikan seseorang untuk melakukan suatu perilaku, b. Behavior
diartikan
sebagai
proses
perpindahan
dari
ketertarikan menjadi suatu tindakan atau aksi. c. Behavioural intention seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh attitude (A) seseorang dan subjective norm (SN). d. Attitude atau sikap diartikan sebagai suatu perasaan positif ataupun social yang membentuk suatu perilaku tertentu, e. Subjective norm diartikan sebagai pengaruh yang diterima seseorang dari tekanan sosial untuk membentuk suatu perilaku
22
2.2.8 Technology Acceptance Model (TAM) Banyak sekali studi empiris telah menemukan bahwa TAM secara konsisten menjelaskan sebagian besar dari varians (biasanya sekitar 40 %) di niat penggunaan dan perilaku , dan bahwa TAM lebih baik dibandingkan dengan model-model alternatif seperti Theory of Reasoned Action (TRA) dan Theory of Planned Behavior (TPB) (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003). TAM berteori bahwa behavioral niat individu menggunakan sistem ditentukan oleh dua keyakinan, yaitu manfaat yang dirasakan, yang didefinisikan sebagai sejauh mana orang untuk percaya bahwa menggunakan sistem akan meningkatkan kinerja atau pekerjaannya, dan dirasakan kemudahan penggunaan, yang didefinisikan sebagai sejauh mana suatu orang percaya bahwa menggunakan sistem akan bebas dari upaya. TAM berteori bahwa efek dari eksternal variabel (misalnya, karakteristik sistem,
pengembangan
proses,
pelatihan)
pada
niat
untuk
menggunakan dimediasi oleh kegunaan dan kemudahan penggunaan. Menurut TAM, manfaat yang dirasakan juga dipengaruhi oleh persepsi kemudahan penggunaan karena, semakin mudah penggunaan sistem semakin besar manfaat yang ada dan didapat. Pada Januari 2000, Institute for Scientific Information Science Sosial Citation Index terdaftar 424 kutipan jurnal untuk dua artikel jurnal yang diperkenalkan TAM (yaitu, Davis, 1989). Dalam 10 tahun, TAM memiliki model penelitian untuk memprediksi penerimaan pengguna. Di luar sana banyak terdapat tes empiris TAM, dirasakan kegunaan secara konsisten menjadi hal kuat penentu niat penggunaan, dengan koefisien regresi standar biasanya sekitar 0,6. Sejak manfaat yang dirasakan seperti sopir fundamental niat penggunaan, penting untuk memahami faktor-faktor penentu ini membangun dan bagaimana pengaruh mereka berubah dari waktu ke waktu dengan meningkatnya pengalaman menggunakan sistem. Dirasakan kemudahan penggunaan, penentu langsung lainnya TAM dari niat, telah menunjukkan efek kurang konsisten pada niat di studi. Sedangkan beberapa penelitian memiliki telah dilakukan untuk model penentu dirasakan kemudahan penggunaan (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), faktor-faktor
23
penentu kegunaan yang dirasakan telah relatif diabaikan. Pemahaman yang lebih baik dari determinan kegunaan yang dirasakan akan memungkinkan kita untuk merancang intervensi organizational yang akan meningkatkan penerimaan pengguna dan penggunaan sistem baru. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian
ini
adalah
untuk
memperpanjang TAM untuk memasukkan faktor-faktor penentu kunci tambahan TAM manfaat yang dirasakan dan niat penggunaan konstruksi, dan untuk memahami bagaimana dampak dari faktor penentu berubah dengan meningkatnya pengalaman pengguna lebih waktu dengan sistem target.
Gambar 2.3 Technology Acceptance Model (Davis, 1989)
Berdasarkan model TAM (Gambar 2.2), faktor-faktor utama yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap sistem infomasi adalah perceived usefulness (PU) dan perceived ease of use (EOU). Perceived usefulness (PU) adalah persepsi seseorang terhadap suatu sistem informasi bahwa menggunakan sistem informasi tersebut akan meningkatkan performansi kerja dalam konteks organizational. Sedangkan perceived ease of use (EOU) mengacu pada kemudahan dalam menggunakan sistem informasi tersebut. Penulis
menggabungkan
IS
Success
Model
yang
dikembangkan oleh DeLone & McLean (2003), untuk sub-faktor: a) Kurangnya kualtas informasi (Information Quality) yang di hasilkan, b) Kualitas sistem (System Quality) tidak memenuhi standar.
24
c) Kualitas pelayanan dari pegawai IT (Service quality) yang kurang baik untuk faktor penghalang.
2.2.9 Theory of Planned Behavior (TPB)
Gambar 2.4 Theory of Planned Behavior (Chau & Hu, 2001)
TPB merupakan perluasan dari TRA, yaitu dengan penambahan variabel perceived behavioral control-selain prilaku dan norma subyektif, untuk menerangkan situasi dimana individu tidak memiliki pengendalian terhadap perilaku yang diinginkannya. Chau & Hu (2001), menggabungkan TPB dengan TAM. Variabel pengendaliannya diukur dengan 3 indikator yaitu kemampuan, pengetahuan, dan sumber daya yang dimiliki. Pada
model
Theory
of
Planned
Behaviour,
Ajzen
menambahkan faktor perceived behavioural control ke dalam model Theory of Reasoned Action dimana pada kenyataanya individu tidak selalu mempunyai kontrol terhadap sikap dan perilaku (Gambar 3). Sedangkan, pada model Theory of Reasoned Action, diasumsikan bahwa setiap individu selalu dapat mengendalikan perilakunya
25
sendiri. Perceived behavioral control merupakan persepsi seseorang terhadap kemudahan atau kesukaran untuk membentuk suatu perilaku tertentu, misalnya inovasi terdahulu akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kemudahan atau kesukaran dalam mengadopsi inovasi yang baru
2.2.10 Technology – Organizational – Environmental (TOE) Framework
Gambar 2.5 Technology Organization Environment (Tornatzky and Fleischer 1990)
TOE Framework adalah serangkaian faktor yang memprediksi tingkat adopsi dan penghalang dari sistem informasi rumah sakit. Framework ini menunjukkan bahwa adopsi dipengaruhi oleh perkembangan technology (Kauffman & Walden, 2001), kondisi organizational,
bisnis
dan
konfigurasi
ulang
organizational
(Chatterjee, Grewal, & Sambamurthy, 2002), dan environment industri (Kowtha & Choon 2001). Dapat kami rangkum bahwa konteks tersebut terdiri dari: A. Konteks technology Konteks technology menggambarkan bahwa adopsi tergantung pada: a) Kolam technology dalam dan di luar perusahaan
26
b) Aplikasi yang dirasakan keuntungan relatif (keuntungan), c) Kompatibilitas (baik teknis dan organizational), d) Kompleksitas (kurva belajar), e) Trialability (uji coba / eksperimen) f) Observability (visibilitas / imajinasi).
B. Konteks organizational Konteks organizational mencakup: a) Ruang lingkup bisnis perusahaan b) Dukungan top management c) Budaya organizational d) Kompleksitas
struktur
manajerial
diukur
dalam
hal
sentralisasi, formalisasi dan diferensiasi vertikal e) Kualitas sumber daya manusia f) Masalah ukuran dan ukuran terkait seperti kendur intern sumber daya dan spesialisasi.
C. Konteks environment Konteks environment berhubungan dengan: a) Memfasilitasi dan faktor penghambat di daerah operasi. b) Signifikan di antara mereka adalah tekanan kompetitif (Competitive Pressure) c) Kesiapan perdagangan mitra (TPR) d) Masalah budaya sosial, infrastruktur technology dan dukungan pemerintah seperti akses ke layanan konsultasi TIK yang berkualitas.
Framework untuk faktor Barrier juga memiliki beberapa faktor seperti: A. Faktor Technology Faktor technology penulis memfokuskan pada sub-faktor: a) Lemahnya technology keamanan data, b) Infrastruktur jaringan c) Hardware kurang baik.
27
B. Faktor Organizational Faktor Organizational penulis memfokuskan terhadap: a) Faktor adanya kesenjangan komunikasi antar pihak management dalam perusahaan, bisnis proses yang rumit. b) Budaya organizational yang tidak sesuai (sets of behaviors, assumptions, beliefs and attitudes). c) Change management kurang baik, kurangnya training penggunaan sistem.
C. Faktor Environment Faktor environment, penulis memfokuskan pada 2 faktor yaitu: a) Kurangnya peraturan pemerintah yang ada (misal : Permenkes yang tidak sejalan dengan penerapan SIMRS) yang mendukung, b) Vendor yang kurang berkomitmen.
Penulis menggabungkan IS Success Model yang dikembangkan oleh DeLone & McLean (2003), untuk sub-faktor: d) Kurangnya kualtas informasi (Information Quality) yang di hasilkan, e) Kualitas sistem (System Quality) tidak memenuhi standar. f) Kualitas pelayanan dari pegawai IT (Service quality) yang kurang baik untuk faktor penghalang.
2.2.11 Model Decision-Making Trial and Evaluation Laboratory (DEMATEL) DEMATEL adalah singkatan dari “Decision-making trial and evaluation laboratory”, yang pertama kali dikembangkan oleh The Science and Human Affairs Program of the Battelle Memorial Institute of Geneve antara tahun 1972-1976. Tujuan utama dikembangkannya DEMATEL adalah untuk mempelajari dan mencari penyelesaian permasalahan yang rumit dan saling berkaitan satu sama lain Tzeng, Chiang, & Li, (2007), dengan konsep dasar mengukur tingkat pengaruh suatu objek dengan objek lainnya Dytczak & Ginda (2013). Model DEMATEL bisa meningkatkan pengertian terhadap
28
suatu permasalahan secara spesifik, yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan mengidentifikasi solusi untuk suatu masalah secara terstruktur Hsu, & Chen (2007), dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh para ahli di bidang yang sedang diteliti Hsu (2012). Pada dasarnya, DEMATEL adalah sebuah model yang berdasarkan atas digraph, yang membagi faktor-faktor menjadi kelompok sebab dan akibat. Digraph, yaitu grafik yang memiliki arah, akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan grafik tanpa arah karena menggambarkan hubungan terarah antar faktor. Digraph tersebut yang kemudian menggambarkan seberapa besar pengaruh yang dimiliki faktor tersebut. Pada akhirnya model DEMATEL bisa menemukan faktor paling penting yang mempengaruhi faktor-faktor lainnya.
Kemampuan
tersebut
membuat
perusahaan
bisa
meningkatkan efektifitas dalam menangani faktor-faktor berdasarkan digraph Chang, Chang, & Wu (2011). Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh model DEMATEL adalah : 1.
DEMATEL
menyediakan
pendekatan
sistematis
untuk
mengidentifikasi kriteria, hubungan antar kriteria, dan bobot masing-masing untuk pengambilan keputusan Varma & Kumar (2012). 2.
Keluaran
dari
model
berupa
causal
diagram
yang
menggunakan graf berarah sehingga bisa memberi gambaran secara mendasar tentang hubungan kontekstual dan kekuatan pengaruh antar elemen Wu (2008). 3.
DEMATEL bisa digunakan untuk menjawab permasalahan inti dari sistem yang kompleks dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan keputusan Hu, Chiu, Cheng, & Yen (2011).
Beberapa keunggulan tersebut membuat DEMATEL banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitan, seperti manajemen Vujanović, Momčilović, Bojović, & Papić (2012), evaluasi performa Wu, Chen, & Shieh (2010), seleksi Ho, Tsai, Tzeng, & Fang (2011),
29
dan termasuk proses pengambilan keputusan Lee, Huang, Chang, & Cheng (2011). DEMATEL telah berhasil diaplikasikan di berbagai bidang penelitian dengan tujuan untuk menyederhanakan masalah rumit dan mentransformasikan sistem yang kompleks menjadi hubungan sebab akibat yang terstruktur (Lin, Yang, Kang, & Yu 2011). DEMATEL pertama kali diperkenalkan oleh Battelle Geneva Institute untuk mengevaluasi aspek dari permasalahan sosial secara kualitatif dan hubungannya dengan faktor-faktor yang ada Gabus & Fontela (1972). DEMATEL telah sukses diaplikasikan dalam beberapa situasi seperti strategi pemasaran, evaluasi e-learning, sistem control dan permasalahan safety Roca, Chiu, & Martinez (2006); Hori & Shimizu (1999). Metode DEMATEL dapat mengkonfirmasi interdependensi diantara variabel/kriteria dan membatasi hubungan yang menggambarkan karakteristik didalam sebuah sistem esensial dan tren developmental. Produk akhir dari DEMATEL adalah sebuah representasi visual dari pemikiran responden mengenai hubungan interdependensi antar objek dari sebuah permasalahan. Metode DEMATEL memiliki tahapan pengerjaan sebagai berikut: 1. Menentukan matriks rata-rata setiap responden diminta untuk menentukan
skala
mengenai
bagaimana
faktor
i
mempengaruhi faktor j. Perbandingan berpasangan antar dua faktor dinotasikan sebagai aij dan memiliki skala 0, 1, 2, 3, dan 4, yang merepresentasikan tidak mempengaruhi (0), kurang mempengaruhi
(1),
cukup
mempengaruhi
(2),
kuat
mempengaruhi (3), dan sangat mempengaruhi (4). Skor yang diberikan dari masing-masing expert dibentuk menjadi n x n matriks jawaban non-negatif Xk=[
] dengan 1≤ k ≤ H.
Demikian X1, X2,…..,XH merupakan jawaban dari H expert , dan setiap elemen dari matriks Xk merupakan integer yang dinotasikan dengan
. Elemen diagonal dari matriks Xk
semuanya bernilai nol. Selanjutnya dapat dihitung n x n
30
matriks rata rata A untuk semua opini expert dengan merataratakan H skor dari expert seperti berikut
Matriks rata-rata A=[aij] disebut juga sebagai initial direct relation matrix. A menunjukkan nilai rata-rata langsung yang diberikan dan diterima oleh suatu faktor.
2. Menghitung normalized initial direct-relation matrix Normalized initial direct-relation matrix D diperoleh dari matriks rata-rata A yang dinormalisasikan dengan:
.
3. Menghitung total relation matrix Total relation matrix dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : T=D+D2 + …+ Dm = D(I-D)-1, m ∞
(2.4)
Selain itu dihitung r dan c sebagai vector n x I yang merupakan jumlah dari baris dan kolom total relation matrix T sebagai berikut :
ri menujukkan efek total baik langsung maupun tidak langsung yang diberikan faktor i
terhadap faktor lainnya. Cj
31
menunjukkan total efek, baik langsung maupun tidak langsung yang diterima oleh faktor j dari faktor lain. Saat j = I, jumlah dari (ri + Ci) memberikan indeks yang mempresentasikan total efek baik yang diterima dan diberikan oleh faktor i. Dengan kata lain, (ri
+ Ci)
menunjukkan derajat dari kepentingan
(jumlah total efek yang diberikan dan diterima) yang faktor i mainkan di dalam sistem. Sementara itu (ri - Ci) menunjukkan efek yang dikontribusikan faktor i kepada sistem saat (ri - Ci) positif, faktor i merupakan net causer, saat (ri
- Ci)
adalah
negative, faktor i adalah net receiver (Tzeng, Chiang, & Li, 2007); Tamura, Nagata, & Akazawa, (2002).
4. Menetapkan threshold value untuk memperoleh impactrelations-map. Untuk menjelaskan hubungan structural sementara menjaga kompleksitas dari struktur itu sendiri pada level yang sesuai , dibutuhkan sebuah threshold value p untuk mengeliminasi hubungan yang dapat diabaikan pada matriks T. Threshold value dapat diperoleh melalui brainstorming dengan expert. Hanya beberapa efek dari matriks T yang lebih besar dari threshold value dipilih dan digambarkan pada impactrelations-map (IRM). Dalam penelitian ini, threshold value adalah rata-rata dari semua angka elemen di matriks T. Digraph dapat diperoleh dengan pemetaan titik (r+c, r-c) Tzeng, Chiang, & Li (2007).
32
2.2.12 Variabel Moderator Menurut Sugiyono (2011) Variabel Moderator adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara suatu variabel dependent dan independent. Menurut Indriantoro & Supomo (1999) Variabel moderator adalah variabel yang mempunyai pengaruh terhadap sifat atau arah hubungan antar variabel. Sifat atau arah hubungan antara variabelvariabel independen dengan variabel-variabel dependen kemungkinan positif atau negatif tergantung pada variabel moderator. Dapat disimpulkan bahwa variabel moderator adalah variabel yang memiliki pengaruh terhadap arah hubungan antar variabel independen
dan
dependen
baik
itu
memperkuat
ataupun
memperlemah.
2.2.13 Self Efficacy Menurut Feist & Feist (2008) Self Efficacy adalah keyakinan dan kepercayaan diri individu untuk mampu mengkoordinasi dan melakukan sesuatu yang dibutuhkan dalam suatu tindakan atau pekerjaan terhadap peristiwa dan lingkungan mereka sendiri. Menurut Bandura (2002) Penilaian orang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk mencapai jenis yang ditunjuk pertunjukan. Dapat disimpulkan bahwa Self Efficacy adalah Tingkat keyakinan dan kepecayaan diri pengguna dalam menggunakan suatu program atau melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pekerjaan. Penggunaan self efficacy sebagai variabel moderator pada model penelitian faktor penerimaan karena menurut Lending & Dillon (2007) self efficacy sangat memiliki aspek secara individu yang mempengaruhi tingkat penerimaan teknologi baru, aspek tersebut meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, kepemilikan komputer, pengalaman menggunakan komputer, orientasi, pelatihan, dukungan organisasi, dukungan manajemen, dan perilaku dalam menggunakan komputer.
33
2.2.14 SEM-PLS SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknis statistik yang mampu menganalisis pola hubungan antara konstruk laten dan indikatornya, konstruk laten yang satu dengan lainnya, serta kesalahan pengukuran secara
langsung. SEM memungkinkan
dilakukannya analisis di antara beberapa variabel dependen dan independen secara langsung Hair, Black, Babin, Anderson, & Tatham (2006). Teknik analisis data menggunakan Structural Equation Model (SEM), dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan untuk memeriksa dan membenarkan
suatu model.
Oleh
karena
itu,
syarat utama
menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur yang berdasarkan justifikasi teori. SEM adalah sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Hubungan itu dibangun antara satu atau beberapa variabel independen (Santoso, 2014), Menurut Santoso (2014), terdapat tiga komponen dalam mempelajari konsep SEM yaitu jenis variabel jenis model serta jenis error. Terdapat 2 jenis variabel dalam metode SEM-PLS yaitu: variabel laten dan variabel manifes, yaitu :
a. Variabel laten merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali dengan menggunakan satu atau lebih variabel manifes. Variabel ini dikenal dengan istilah unobserved variabel, konstruk, atau konstruk laten. Beberapa pendapat menyarankan agar pengukuran variabel laten ini sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak tiga variabel manifes. Contoh dari variabel laten adalah komitmen. Variabel ini tidak dapat diukur secara langsung kecuali dengan mengembangkan sejumlah variabel yang dapat menggambarkan elemen-elemen dari komitemen tersebut. Variabel laten ini dapat berfungsi sebagai variabel eksogen dan endogen. Variabel eksogen
34
adalah variabel independen yang dapat mempengaruhi variabel dependen. Pada Model SEM, variabel ini ditunjukkan oleh adanya anak panah yang berasal dari variabel tersebut menuju ke variabel endogen. Sedangkan variabel endogen merupakan variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen). Pada model SEM, variabel ini ditunjukan oleh adanya anak panah yang menuju variabel tersebut. b. Variabel manifes merupakan variabel yang dapat digunakan untuk menggambarkan atau mengukur variabel laten. Variabel manifes disebut juga dengan istilah observed variabel, measured variabel atau indikator. Pada sebuah model SEM, variabel manifes ini dapat ditampilkan tanpa harus menyertai variabel laten. Contohnya pada model loyalty ditambahkan variabel frekuensi tayangan iklan. Variabel frekuensi iklan bukan merupakan variabel laten karena dapat diukur secara langsung. Variabel laten sendiri memiliki dua jenis variabel yang ada didalamnya yang dibagi menjadi dua kelas yaitu: Variabel laten eksogen dan Variabel laten endogen a. Variabel laten exogen adalah variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen (Santoso, 2014). b. Variabel laten endogen adalah variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen) (Santoso, 2014). Pengukuran Model Struktural Model struktural adalah model yang menghubungkan antar variabel laten. Pengukuran model strukutural dapat diringkas pada tabel di bawah ini.
35
Tabel 2.1. Model Struktural Kriteria R2 variabel laten endogenous
Estimasi untuk koefesien jalur
Ukuran pengaruh f2
Relevansi prediksi (Q2 dan q2)
Nilai Beta untuk koefesien jalur pada PLS – SEM
Sumber: Sarwono (2006)
Deskripsi Nilai R2 sebesar 0,67 dikategorikan sebagai substansial Nilai R2 sebesar 0,33 dikategorikan sebagai moderate Nilai R2 sebesar 0,19 dikategorikan sebagai lemah (Esposito, Chin, Henseler, & Wang, 2010) Nilai-nilai yang diestimasi untuk hubungan jalur dalam model struktural harus dievaluasi dalam perspektif kekuatan dan signifikansi hubungan Nilai f2 sebesar 0,02 dikategorikan sebagai pengaruh lemah variabel laten prediktor (variabel laten eksogenous) pada tataran struktural Nilai f2 sebesar 0,15 dikategorikan sebagai pengaruh cukup variabel laten prediktor (variabel laten eksogenous) pada tataran struktural Nilai f2 sebesar 0,35 dikategorikan sebagai pengaruh kuat variabel laten prediktor (variabel laten eksogenous) pada tataran struktural Nilai Q2 > 0 menunjukkan bukti bahwa nilai – nilai yang diobservasi sudah direkonstruksi dengan baik dengan demikian model mempunyai relevansi prediktif. Sedang nilai Q2 < 0 menunjukkan tidak adanya relevansi prediktif Nilai q2 digunakan untuk melihat pengaruh relatif model struktural terhadap pengukuran observasi untuk variabel tergantung laten (variabel laten endogenous) Koefesien jalur individual pada model struktural diinterpretasikan sebagai koefesien beta baku dari regresi OLS (ordinary least square).
36
2.2.15 Proses Analisis SEM Menurut Santoso (2014), SEM merupakan gabungan antara analisis faktor dan analisis regresi, yang lebih banyak digunakan untuk confirmatory analysis (menguji sebuah teori) daripada exploratory analysis (membangun sebuah teori baru). Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian SEM yaitu: a. Membuat Model SEM (Model Specification) Dalam tahapan ini, sebuah model dibangun dengan menggunakan
teori-teori
yang
sudah
dikembangkan
sebelumnya. Model ini dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu: equation (persamaan-persamaan matematis) dan bentuk diagram
(gambar).
Apabila
model
dibentuk
dengan
menggunakan diagram, maka model pengukuran dan model struktural perlu dimasukan. b. Menyiapkan Desain Penelitian dan Pengumpulan Data Sebelum sebuah model diuji, sebuah model harus dapat memenuhi asumsi-asumsi yang dibutuhkan oleh SEM. Misalnya memperhatikan apabila ada data yang hilang (missing data), mengumpulkan data, dan lain sebagainya. c. Identifikasi Model Tahap berikutnya setelah melakukan desain model yaitu uji identifikasi model untuk melihat apakah model dapat diidentifikasi lebih lanjut. Salah satu caranya dengan menggunakan degree of freedom. d.
Menguji Model Tahap terakhir yang harus dilakukan yaitu menguji
model pengukuran dan model sktruktural. Dari model pengukuran dapat diperoleh sejauh mana keeratan hubungan antara indikator dengan konstruknya. Sedangkan pengukuran struktural digunakan untuk melihat korelasi antara hubungan antar konstruk. Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan software SmartPLS. PLS adalah analisis persamaan struktural
37
(SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian
model
struktural Jogiyanto (2011). Hair, Ringle & Sarstedt (2011), menjelaskan ciri-ciri khas SEM dengan PLS diantaranya ialah: a. SEM dengan PLS membuat estimasi ‘loadings’ variabel manifest / indikator untuk variabel laten eksogenous dengan didasarkan pada prediksi terhadap variabel laten endogenous bukan didasarkan pada varian yang dibagi diantara variabel – variabel manifest / indikator pada variabel laten yang sama sebagaimana yang terjadi pada SEM berbasis kovarian. Dengan demikian ‘loadings’ merupakan kontributor bagi koefesien jalur. b. SEM dengan PLS menawarkan hasil yang dapat diterima untuk model pengukuran dimana hubungan model struktural tidak signifikan. c. Secara konsep penggunaan SEM dengan PLS ialah sama dengan penggunaan regresi linier berganda, yaitu memaksimalkan varian yang dijelaskan pada variabel laten endogenous (variabel tergantung) dengan ditambah menilai kualitas data yang didasarkan pada karakteristik model pengukuran. d. Para peneliti pengguna SEM dengan PLS menamakan model pengukuran reflektif sebagai model A, sedang model pengukuran formatif sebagai model B. e. Model jalur SEM dengan PLS sama dengan SEM yang berbasis kovarian.
38
2.2.16 Kerangka Berpikir Berdasarkan teori-teori yang telah di jelaskan, penelitian ini bermaksud untuk mencari faktor penerimaan penggunaan SIMRS dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) yang dimodifikasi dengan IS Success Model dan dianalisis menggunakan metode penelitian menggunakan SEM-PLS. Lalu, mencari faktor penghalang dengan menggunakan model Technology-OrganizationalEnvironment (TOE) Framework yang dimodifikasi dengan IS Success Model dan dianalisis menggunakan DEMATEL. Hasil akhir dari keduanya menghasilkan gambaran akan situasi penggunaan SIMRS di RS XYZ yang dapat menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan tingkat penggunaan dan efektifitas penggunaan SIMRS pada RS XYZ. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.5 untuk memudahkan pemahaman terhadap pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka pikir ini menggambarkan model TAM dan TOE framework dengan pengolahan dengan metode SEM-PLS dan DEMATEL
39
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir
40