BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Pajak menurut UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH menyatakan bahwa “ Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. “ (Mardiasmo, 2009 : 1) 2.1.1.1.2 Fungsi Pajak Peranan pajak dalam kehidupan bernegara sangat penting, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu : 1. Fungsi anggaran (budgetair) Pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, sebagai sumber pendapatan negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin 10
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dari berbagai sumber, salah satunya penerimaan pajak. Kini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lainnya yang berhubungan
dengan
kepentingan
negara.
Untuk
pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 2. Fungsi peraturan (regulerend ) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah merupakan
bea masuk yang tinggi untuk
produksi luar negeri. 3. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki kebijakan dan untuk menjalankan kebijakan tersebut yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 11
4. Fungsi retribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 2.1.1.3 Pengelompokan Pajak Pengelompokan pajak dapat dikelompokan dengan kriteria berikut : a. Menurut golongan 1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan. 2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut sifat atau karakter 1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperlihatkan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. 2. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut lembaga pemungutnya 1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak 12
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Meterai. 2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi contohnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Dan pajak kabupaten/kota contohnya Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. 2.1.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak a. Stelsel pajak 1. Stelsel nyata Stelsel ini menerangkan bahwa pemungutan pajak baru dapat dilaksanakan pada akhir tahun setelah mengetahui penghasilan sesungguhnya yang diperoleh dalam pajak yang bersangkutan. 2. Stelsel anggapan Dalam stelsel ini pemungutan pajak dapat dilakukan pada awal tahun pajak karena berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, hal ini dimungkinkan untuk dilaksanakan berdasarkan suatu anggapan penerimaan/pendapatan yang diperoleh oleh wajib pajak. 3. Stelsel campuran Telah disimpulkan bahwa dalam stelsel ini berlaku pengenaan pajak pada awal tahun yang didasarkan pada suatu anggapan dan pada akhir tahun yang didasarkan pada suatu kenyataan sehingga menurut
13
stelsel ini akan terjadi perhitungan kembali untuk menentukan masalah lebih atau kekurangan pajak. b. Asas pemungutan pajak Asas pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia, yaitu : 1. Asas domisili Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri. 2. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Dimanapun wajib pajak berdomisili, selama wajib pajak tersebut menerima penghasilan yang berasal dari Indonesia maka ia akan dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya. 3. Asas kewarganegaraan Pengenaan ini dihubungkan dengan kewarganegaraan suatu negara. Seorang wajib pajak Indonesia, sekalipun ia tidak berdomisili di Indonesia dan tidak menerima penghasilan dari Indonesia, ia akan tetap dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya karena Indonesia menganut asas kewarganegaraan.
14
c. Sistem pemungutan pajak Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia : 1. Official assessment system Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. 2. Self assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
15
3. With holding system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus ataupun wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak ditentukan oleh pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak yang bersangkutan. 2.1.1.5 Nomor Pokok Wajib Pajak Seorang dikatakan sebagai wajib pajak apabila telah memenuhi syarat subjektif yakni persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya, dan memenuhi syarat objektif yakni memperoleh
persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
penghasilan
pemotongan/pemungutan
sesuai
atau
diwajibkan
dengan
ketentuan
untuk
melakukan
Undang-Undang
Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya. Atas wajib pajak tersebut akan diberikan Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP)
yang merupakan suatu sarana dalam
administrasi perpajakan yang digunakan sebagai identitas diri wajib pajak. 2.1.2 Pajak Penghasilan 2.1.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1, adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 16
Menurut Prof. Dr. Gunadi, penghasilan didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. (Gunadi, 2009 : 47) Ada dua unsur utama yang harus terpenuhi agar negara berhak menarik pajak penghasilan dari masyarakat yaitu unsur subjek dan unsur objek. 2.1.2.2 Wajib Pajak Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 (2) menjelaskan bahwa : “ Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. “ 2.1.2.3 Subjek Pajak Yang menjadi subjek pajak adalah: a. Orang pribadi yaitu mereka yang berdomisili atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia; b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris; c. Badan terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
17
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap; d. Bentuk Usaha Tetap. Sedangkan menurut domisilinya, subjek pajak dibagi menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri sebagaimana dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 2. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak. Saat dimulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk subjek pajak dalam negeri ditentukan sebagai berikut: a. Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. b. Dimulai pada saat badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
18
c. Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi dan berakhir pada saat warisan selesai dibagi. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 4, yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang menjalankan usaha atau kegiatatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Saat dimulai dan berakhirnya kewajiban subjektif subjek pajak luar negeri ditentukan sebagai berikut: a. Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap.
19
b. Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasialan dari Indonesia. Berdasarkan peraturan yang lazim dalam dunia internasional, Indonesia mengecualikan pihak-pihak dibawah ini dari pengertian subjek Pajak Penghasilan, yaitu: 1. Perwakilan negara asing. 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
20
Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan sendiri dapat dikelompokan menjadi: a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan; c. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak bergerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya; d. Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah dan lain sebagainya. Pada prinsipnya PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak. Waktu yang menjadi dasar perhitungan PPh adalah satu tahun pajak. Akan tetapi pelunasan pembayaran PPh dalam tahun berjalan melalui mekanisme pemotongan/pemungutan dan PPh dibayar sendiri oleh WP. Dalam sistem pemungutan pajak ini memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak yang disebut withholding tax. Penghasilan yang menganut sistem withholding tax ini adalah PPh pasal 4(2), PPh Pasal 21, 22, 23/26. Penghasilan yang diterima orang pribadi yang status pajaknya sebagai subjek pajak luar negeri akan dipotong PPh Pasal 26 yang bersifat final oleh pihak yang membayar penghasilan tersebut di Indonesia. Bersifat final berarti wajib pajak tersebut tidak wajib mendaftarkan diri ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) untuk diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan tidak wajib untuk 21
menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) PPh masa atau tahunan ke KPP. Tarif atas PPh Pasal 26 adalah sebesar 20%, kecuali diatur khusus dalam Tax Treaty antara Indonesia dan negara dimana orang pribadi yang bersangkutan tercatat sebagai tax payer dengan ditunjukan Certificate of Residence Tax Payer dari negara asalnya. PPh pasal 26 juga dapat bersifat tidak final apabila subjek pajak luar negeri itu berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri, maka PPh Pasal 26 yang telah dipotong/pungut dapat dikreditkan pada PPh terutang. 2.1.2.4 Bentuk Usaha Tetap Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT) menurut Pasal 2 ayat 1a UndangUndang Pajak Penghasilan adalah wajib pajak luar negeri yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan wajib pajak badan. Sedangkan menurut Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Pajak Penghasilan, BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Syarat-syarat BUT, antara lain: 1. Tes tempat usaha, 2. Tes lokasi, 3. Tes hak guna, 4. Tes permanent, 5. Carry on business through this fixed place of business.
22
Pengecualian dari BUT adalah: 1. Penggunaan fasilitas hanya untuk tempat penyimpanan dan pameran, 2. Pengurusan suatu barang dagangan ditujukan untuk disimpan, 3. Pengurusan suatu barang dagangan untuk diproses lebih lanjut, 4. Bersifat untuk mengumpulkan informasi, 5. Hanya digunakan untuk tempat usaha yang bersifat persiapan, 6. Hanya digunakan untuk gabungan kegiatan dan bersifat persiapan. Jenis-jenis BUT: 1. Kontruksi Yang termasuk dalam jenis BUT konstruksi adalah perusahaan konstruksi, proyek instalasi yang terkait dengan konstruksi atau kegiatan supervising/konsultan yang masih berhubungan dengan konstruksi. Ketentuan lain dari jenis BUT konstruksi adalah kegiatan harus berlangsung lebih dari 6 (enam) bulan (tergantung kesepakatan dalam Tax Treaty) dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan. Time test terhitung mulai dari awal pekerjaan termasuk persiapan dan time test tetap berlangsung walaupun pekerjaan terhenti dengan alasan cuaca, bahan baku maupun permasalahan ketenagakerjaan. Apabila kontraktor utama menyerahkan proyek yang sama kepada sub-kontraktor, time test yang digunakan adalah dari pihak kontraktor utama, kecuali untuk proyek berbeda
maka time test dihitung berdasarkan masing-masing sub-
kontraktor. Dan proyek dianggap selesai apabila benar-benar telah selesai (sisa bahan baku memang sengaja ditinggal).
23
2. Service Jenis BUT service biasanya dilakukan oleh karyawan perusahaan itu sendiri atau other personel (tenaga ahli yang bukan dari perusahaan sendiri). Time test jenis BUT service adalah 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan (tergantung kesepakatan dalam Tax Treaty). 3. Keagenan Penunjukan perwakilan untuk jenis BUT keagenan dapat melalui direct presentation yakni agen membuat kontrak kepada pihak ketiga atas nama principal, atau dengan cara indirect presentation yakni agen membuat kontrak dengan pihak ketiga dengan nama agen sendiri. Dalam indirect presentation, yang menandatangi kontrak adalah agen, kemudian agen akan mentransfer tanggung jawab kepada principal melalui perjanjian terpisah. Macam-macam agen BUT, antara lain: a. Principal diwakili agen di negara sumber dan memiliki hak untuk memberi instruksi, b. Principal menanggung biaya kegiatan yang dilakukan agen di negara sumber dan tidak melihat berapa jumlah uang yang dikeluarkan, c. Aktivitas usaha yang dilakukan agen hanya untuk satu principal dalam periode waktu tertentu.
24
4. Asuransi Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 5(1), yang merupakan objek pajak BUT adalah: 1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (attributable income); 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (force of attraction income); 3. Penghasilan yang sehubungan dengan modal (sebagaimana tersebut dalam pasal 26 UU PPh) yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively-connected income). Hubungan istimewa yang dirumuskan dalam Tax Treaty sebagai berikut: 1. Suatu perusahaan dari suatu negara pihak pada persetujuan, baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di negara pihak pada persetujuan lainnya, atau 2. Orang atau badan yang sama, baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu 25
perusahaan dari suatu negara pihak pada persetujuan dan suatu perusahaan dari negara pihak persetujuan lainnya. BUT diperbolehkan untuk mengurangkan biaya-biaya yang dikeluarkannya yang ada hubungannya dengan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) dan tidak boleh mengurangkan biaya lain selain yang disebutkan diatas. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebagai pengurang penghasilan antara lain biaya yang sebagaimana dimaksud Pasal 6 UU Pajak Penghasilan, biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap, yang besarnya ditetapkan sesuai ketentuan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-62/PJ./1995 yaitu setinggi-tingginya sebesar:
Peredaran usaha BUT di Indonesia
x biaya administrasi kantor pusat
Peredaran usaha kantor pusat (seluruh dunia)
Sedangkan biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya-biaya yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Pajak Penghasilan dan Pasal 5 ayat 3c UU Pajak Penghasilan sehubungan dengan pembayaran kepada kantor pusat yang berupa: royalti atau imbalan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Menyadari bahwa BUT merupakan wajib pajak luar negeri yang perlakuan perpajakannya disamakan dengan wajib pajak badan dalam negeri maka tata cara perhitungan PPh terutang untuk BUT tidak berbeda dengan tata cara perhitungan PPh terutang wajib pajak badan dalam negeri, yaitu: 26
1.
Penghasilan kena pajak dihitung berdasarkan penghasilan yang diterima atau diperoleh BUT sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 5 UU PPh dikurangi dengan biaya yang diperbolehkan sebagai pengurang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 5 UU Pajak Penghasilan;
2.
PPH terutang dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan. BUT merupakan suatu entitas yang tidak benar-benar terpisah dari kantor
pusatnya sehingga BUT dianggap tidak memberikan dividen kepada kantor pusatnya. Hal ini akan menimbulkan diskriminasi apabila dibandingkan dnegan perusahaan penanaman modal asing. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat 4 UU Pajak Penghasilan ditetapkan pajak atas laba setelah pajak BUT atau disebut dengan Branch Profit Tax dengan rumusan penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% atau sesuai dengan tarif Tax Treaty. Namun BUT diberikan fasilitas perpajakan berupa pembebasan dari pengenaan PPh pasal 26 ayat 4 atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak apabila penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Berdasarkan PMK Nomor 257/PMK.03/2008 persyaratan kumulatif yang harus dipenuhi adalah: a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; b. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan 27
kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya , paling lama satu tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; c. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; d. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial. Sistem perpajakan Indonesia menganut pengakuan penghasilan world wide income basis, yang artinya Indonesia berhak memajaki penghasilan dari seluruh dunia atas penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak dalam negeri. Penghasilan luar negeri dapat dibedakan menjadi: 1. Penghasilan luar negeri yang diterima atau diperoleh secara langsung, 2. Penghasilan luar negeri yang diterima melalui BUT atau cabang, 3. Penghasilan luar negeri yang diterima melalui anak perusahaan, dan 4. Penghasilan luar negeri yang diperoleh melalui ekspor modal. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK03/2002, pengakuan atau penggabungan penghasilan luar negeri dilakukan sebagai berikut: a.
Penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
b.
Penghasilan dari dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek dengan ketentuan: besarnya penyertaan modal wajib pajak dalam negeri paling rendah 50% dari 28
jumlah saham yang disetor atau secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor. c.
Penghasilan lainnya yakni penghasilan seperti sewa, royalti dan lainnya. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
2.1.3 Pajak Internasional 2.1.3.1 Pengertian Hukum Pajak Internasional Pengertian hukum pajak internasional dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat para ahli hukum pajak yaitu : Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsip atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negara-negara di dunia, untuk mengatur soal perpajakan dan dimana dapat ditujukan adanya unsur-unsur asing. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UndangUndang nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturanperaturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda dan traktat-traktat. Menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional adalah sebenarnya merupakan hukum pajak nasional
yang didalamnya mengacu
pengenaan terhadap orang asing.
29
2.1.3.2 Kedaulatan Hukum Pajak Internasional Dalam hukum pajak antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain. Asas kedaulatan pemajakan hak spesial dari kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara untuk bertindak bebas dalam lapangan pajak. 2.1.3.3 Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional 1. Hukum pajak nasional atau unilateral mengandung unsur asing, seperti asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara. 2. Traktat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun multilateral. a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda. b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang-orang asing. c. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalan hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asing. 3. Keputusan hakim nasional atau komisi internasional tentang pajak-pajak internasional.
30
2.1.3.4 Terjadinya Pajak Berganda Internasional Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar negara. Pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara saling menindih sedemikian rupa atau dengan kata lain setiap negara ingin mengenakan pemajakan atas pendapatan yang bersumber dari negaranya sehingga menyebabkan orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu negara akan memikul beban pajak yang lebih besar daripada mereka yang dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan tidak hanya terjadi karena perbedaan pengenaan tarif antara satu negara dengan negara lainnya, tetapi secara bersamaan kedua negara mengenakan pemajakan atas satu jenis penghasilan yang sama. Setiap negara yang merdeka dan berdaulat memiliki kewenangan untuk menentukan hak pemajakan atas penduduknya dan atas transaksi yang terjadi di negaranya. Dilihat dari ruang lingkup hak pemajakan suatu negara sebagaimana yang dalam Undang-Undang domestiknya dimungkinkan negara tersebut memiliki hak pemajakan yang sangat luas atas penghasilan yang timbul baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah tersebut. Seperti halnya Indonesia memiliki hak pemajakan berdasarkan asas domisili, asas sumber dan asas kewarganegaraan. Hal ini dapat menyebabkan konflik hak pemajakan dengan negara lainnya yang dapat menimbulkan efek pengenaan pajak berganda.
31
Pengenaan pajak berganda ini dapat disebabkan oleh: a. Konflik antara asas domisili dan asas sumber, b. Konflik karena perbedaan definisi penduduk, c. Konflik karena perbedaan definisi sumber penghasilan. Karena terdapat berbagai konflik ini, sehingga perlu diadakan pendekatan bilateral antara dua hukum pajak yang berbeda yang biasa disebut Tax Treaty untuk mengatur hak pemajakan dari dua negara yang membuat persetujuan sehingga distorsi antara transaksi antar kedua negara dapat diminimalkan. 2.1.3.5 Metode Penghindaran Pajak Berganda Untuk
menghindari
pengenaan
pajak
berganda
dalam
perpajakan
internasional, dikenal 3 metode yaitu: 1. Metode kredit adalah metode penghindaran pajak berganda dengan cara negara domisili memperbolehkan pajak yang dibayar di negara sumber untuk dikreditkan. Metode kredit ada dua, yaitu metode kredit penuh dimana atas seluruh pajak yang terutang atau yang dibayar diluar negeri sehubungan dengan penghasilan yang diperolehnya dari luar negeri dapat diperhitungkan dengan pajak terutang pada akhir tahun. Metode kredit yang kedua adalah metode kredit pembatasan dimana pajak yang terutang atau dibayar keluar negeri yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dibatasi tidak boleh melebihi batas maksimum yang diperkenankan oleh Undang-Undang suatu negara. 2. Metode pembebasan adalah metode penghindaran pajak berganda dengan cara penghasilan yang diperoleh dari negara sumber tidak lagi dikenakan pajak di negara domisili. Dalam metode pembebasan terdapat dua jenis, 32
yaitu pembebasan penuh dan pembebasan progresif. Pembebasan penuh adalah penghasilanyang berasal dari luar negeri yang diperoleh penduduk dari suatu negara tidak dikenakan pajak di negara itu. Sedangkan pembebasan progresif adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri juga diperhitungkan dengan penghasilan dalam negeri hanya untuk penentuan tarif pajak dalam rangka menentukan besarnya pajak terutang atas penghasilan dari dalam negeri. 3. Metode fiktif adalah insentif pajak yang diperoleh dari luar negeri oleh penduduk dari suatu negara yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak atas pajak yang terutang di negara itu. 2.1.4 Tax Treaty P3B atau Tax Treaty adalah perjanjian antara dua negara yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak persetujuan. Pembagian hak pemajakan tersebuat dilakukan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Tujuan dari P3B adalah: a. Mencegah pengenaan pajak berganda, b. Mencegah timbulnya pengelakan pajak, c. Memberikan kepastian, d. Pertukaran informasi, e. Penyelesaian sengketa di dalam penerapan P3B, f. Non diskriminasi, g. Bantuan dalam penagihan pajak, 33
h. Penghematan dalam cashflow. Model-model Tax Treaty adalah: 1. OECD Model yaitu perjanjian antara negara-negara maju karena negara maju sebagai negara yang memberikan modal. 2. UN Model yaitu perjanjian antara negara-negara berkembang yang menjadi negara tujuan investasi. 2.1.4.1. Pekerjaan Bebas Penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan bebas (independent personal services) dalam Tax Treaty dapat di ikhtisarkan sebagai berikut: a. Pada prinsipnya atas penghasilan yang diperoleh oleh penduduk dari salah satu negara sehubungan dengan pekerjaan bebas yang dilakukan atau dengan kegiatan lainnya yang serupa, pengenaan pajaknya dilakukan di negara domisili, kecuali: 1) Mempunyai tempat usaha tetap untuk menjalankan usahanya di negara lainnya tersebut; 2) Tinggal di negara lainnya tersebut dalam suatu masa tertentu seperti yang diatur dalam Tax Treaty; 3) Penentuan batas minimum imbalan yang diterima jika tenaga professional tersebut dibayar oleh penduduk di negara sumber. b. Penghasilan yang dikenakan pajak di negara sumber adalah penghasilan hanya atas bagian penghasilan yang dianggap berasal dari tempat usaha tetap tersebut, c. Istilah jasa-jasa profesional terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, kesusateraan, pekerjaan-pekerjaan bebas yang 34
dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi, arsitek, dan akuntan. 2.1.4.2 Laba Usaha Sedangkan laba usaha yang diperoleh perusahaan jasa pelayaran/ penerbangan asing dalam jalur internasional dikenakan pajak di negara sumber tanpa perlu
adanya
BUT.
Penentuan
hak
pemajakan
atas
laba usaha
pelayaran/penerbangan pada dasarnya ada 3 yaitu: 1. Hak pemajakan penuh dimiliki negara sumber, 2. Hak pemajakan dibagi antara negara domisili dan negara sumber, 3. Hak pemajakan berada di negara tempat manajemen efektif. Penghasilan lain yang merupakan jenis penghasilan yang tidak diatur dalam ketentuan Tax Treaty secara tegas sebagaimana ditunjukan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 20 UN model dan jenis penghasilan yang sumbernya tidak disebutkan secara tegas. 2.1.4.3 Penghasilan dari Modal Penghasilan dari modal atau yang disebut dengan passive income meliputi penghasilan berupa bunga, dividen, royalti dan keuntungan dari pengalihan harta. Perlakuan perpajakannya berbeda dengan penghasilan dari kegiatan usaha yang hanya dapat dikenakan pajak di negara sumber apabila ada BUT, tetapi biasanya hak pemajakannya diterapkan lebih rendah daripada tarif menurut Undang-Undang domestik negara sumber. 2.1.4.3.1 Dividen Menurut Tax Treaty, pengertian dividen adalah penghasilan dari sahamsaham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang yang 35
berhak atas pembagian laba serta penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang mendapatkan perlakuan perpajakan yang sama dengan penghasilan dari sahamsaham menurut undang-undang perpajakan negara dimana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan. Namun demikian, pengertian dividen itu bersifat relatif tergantung bagaimana masing-masing negara menterjemakan pengertian dividen. 2.1.4.3.2 Bunga Penghasilan dari modal laiinnya adalah bunga. Menurut PPh bunga merupakan objek pajak. Bunga disini termasuk di dalamnya adalah premium, diskonto dan imbalan. Pengertian bunga dalam Tax Treaty adalah penghasilan dari segala macam tagihan utang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan baik yang berhak atas bagian laba debitur atau tidak, dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan negara dan penghasilan dari obligasi atau suratsurat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat obligasi atau surat-surat utang. Definisi ini akan tergantung bagaimana masing-masing negara menterjemahkan pengertian bunga dan apabila negara yang bersangkutan tidak terikat perjanjian Tax Treaty dengan Indonesia maka pengertian bunga tunduk pada undang-undang domestik. 2.1.4.3.3 Royalti Royalty menurut Tax Treaty adalah setiap jenis pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan atau atas hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian, atau kerja ilmiah, termasuk film sinematografi, paten, merek, dagang, pola atau model, perencanaan, rumus rahasia atau cara pengolahan, atau untuk penggunaan hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan industri, 36
perdagangan, atau ilmu pengetahuan, atau untuk informasi di bidang industri, perdagangan atau pengalaman ilmu pengetahuan. 2.1.4 Beneficial Owner Dalam Tax Treaty juga diatur tentang perlakuan atas dividen, bunga dan royalti yang diterima oleh beneficial owner, khusus penghasilan atas dividen, bunga dan royalti tersebut akan dikenakan hak pemajakan oleh negara tempat penghasilan bersumber tidak boleh melebihi persentase tertentu. Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan yang berupa dividen, bunga dan atau royalti baik wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut. Sehingga special purpose vehicles dalam bentuk conduit company, paper box company, past-through company tidak temasuk dalam pengertian beneficial owner. Conduit company adalah perusahaan yang dibentuk dengan tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Terkadang beneficial owner dimanfaatkan untuk penyalahgunaan dalam Tax Treaty sehingga pada tanggal 7 Juli 2005 berlaku peraturan yang menjelaskan bahwa apabila ada penghasilan yang terkait dengan beneficial owner maka harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain dalam hal WPLN adalah badan :
37
1. Bagi penghasilan yang di dalam P3B terkait tidak memuat persyaratan beneficial owner, WPLN menjawab bahwa pendirian perusahaan di negara mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan P3B; atau 2. Bagi WPLN yang di dalam P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner, WPLN menjawab : a. Pendirian perusahaan di negara mitra P3B atau pengukuran struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan b. Kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan c. Perusahaan mempunyai pegawai yang memadai; dan d. Mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan e. Penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya; dan f. Tidak menggunakan lebih dari 50% ( lima puluh persen ) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti : bunga, royalti, atau imbalan lainnya. Dalam Tax Treaty Indonesia - Belanda memberikan pembatasan tarif yang berbeda antara penerima penghasilan dari modal yang bukan beneficial owner dan penerima penghasilan dari modal yang merupakan beneficial owner. Apabila penerima penghasilan dari modal bukan beneficial owner maka tarif yang dikenakan adalah sebesar 20% sesuai dengan PPh 26. Sedangkan untuk penerima penghasilan dari modal yang merupakan beneficial owner, penetapan pembatasan 38
tarif tergantung pada proses negosiasi. Apabila Indonesia memposisikan diri sebagai exporter, sebaiknya Indonesia memperjuangkan untuk pengenaan tarif yang serendah mungkin dan sebaliknya apabila Indonesia sebagai pihak importer maka sebaiknya Indonesia memperjuangkan pembatasan tarif yang tinggi. 2.1.5 OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development ) The Organization for Economic Cooperation and Development ( OECD ) adalah sebuah organisasi internasional dari negara-negara industri yang berorientasi pada ekonomi pasar. Metode yang digunakan dalam suatu tax treaty untuk menghindari adanya pemajakan berganda adalah menggolongkan suatu penghasilan berdasarkan suatu penggolongan tertentu (scheduler income) dan menentukan hak pemajakan suatu negara atas jenis-jenis penghasilan dengan jenis penghasilan lainnya dapat berbeda-beda. Jenis penghasilan ini yang merupakan penentu negara mana yang berhak atas hak pemajakan suatu penghasilan. Hak pemajakan yang diatur dalam Tax Treaty dapat diberikan secara penuh kepada salah satu negara, yang pada umunya diberikan kepada negara dimana subjek pajak tersebut terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (residence state). Selain itu hak pemajakan juga dapat dibagi antara negara domisili dimana subjek pajak terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (residence state) dan negara sumber penghasilan (source state). Dalam pembagian hak pemajakan kepada suatu negara, Tax Treaty
yang
dikembangkan oleh OECD cenderung untuk memberikan hak pemungutan pajak sebanyak mungkin kepada negara domisili. Dalam Tax Treaty sering dijumpai terminologi “shall be taxable only in…” yang menyatakan bahwa hak atas pemajakan suatu penghasilan hanya diberikan kepada satu negara dimana subjek pajak tersebut terdaftar sebagai subjek pajak 39
dalam negeri (residence state). Dengan demikian maka negara lainnya tidak boleh mengenakan pajak. Terminologi lain yang digunakan untuk mengungkapkan bahwa hak pemajakan dibagi antara negara domisili dan negara sumber panghasilan adalah “maybe taxed in…” yang memiliki makna dimana negara sumber juga dapat mengenakan pemajakan. Hal ini dapat menyebabkan isu pemajakan berganda sehingga untuk menghindarinya maka negara domisili wajib untuk memberikan keringanan pajak berganda melalui mekanisme tax credit. Dalam kasus ketika negara sumber penghasilan dapat mengenakan pajak (may be taxed in …) maka hak pemajakan yang berasal dari negara tersebut dapat diberikan dengan pembatasan maupun tanpa pembatasan. Dengan pembatasan (restricted right of tax in the source tax) artinya negara sumber dapat mengenakan pajak atas jenis penghasilan dividen, bunga dan royalti dengan pembatasan yang diatur dalam tax treaty. Sedangkan tanpa pembatasan (unrestricted right of tax in the source tax) dimana artinya adalah negara sumber dapat mengenakan pajak atas jenis penghasilan dari harta tak bergerak, penghasilan usaha yang diatribusikan kepada bentuk BUT, capital gain, penghasilan profesi yang diterima individu, gaji yang diterima oleh pegawai, gaji direktur dan penghasilan yang diterima artis terkait dengan hasil pertunjukannya maupun penghasilan olahragawan terkait dengan hasil pertandingannya.
40