BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1
Definisi Jasa
Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk.
Adapun definisi jasa menurut Philip Kotler (1994:464) adalah sebagai berikut: “A service is any performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may not be tied to physical”.
Selanjutnya
American
Marketing
Association
(1981:441)
mengidentifikasikan jasa sebagai berikut: “Service are those separately identifiable, essential intangible activities which provide want satisfaction and that is not necessarily tied to the sales of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However
when such use required, there is no transfer of title (permanent ownership) to these tangible good”.
Menurut Gronroos (1990): “A service is an activity or series of activities of more or less intangible nature that normally, but not necessarile, take place in interactions between the customer and service employees and/or physical resources or good and/or system of the service provider, which are provided as solution to customer problems”.
Jadi pada dasarnya jasa merupakan aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen.
2.1.2
Pemasaran Jasa
Dalam persaingan yang semakin tajam dalam dunia bisnis jasa agar dapat mengadakan pemasaran secara lebih intensif agar mampu bersaing dan meningkatkan kepercayaan konsumen, sehingga tetap diakui eksistensinya. Untuk memenuhi selera konsumen, perlu diketahui jenis-jenis jasa pemasaran.
Pada industri jasa, ada tiga jenis pemasaran (Philip Kotler, 1994.h.469).
1. External marketing
Eksternal marketing menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempersiapkan harga, distirbusi dan promosi pelayanan kepada konsumen.
2. Internal marketing
Internal marketing menyiratkan perusahaan jasa yang perlu melatih serta memotivasi para karyawan yang berhubungan dengan konsumen secara efektif serta seluruh personel pendukungnya, agar bekerja sama sebagai suatu tim, guna memberikan kepuasan kepada pelanggan.
3. Interactive marketing
Interaktif pemasaran mengacu pada keahlian pegawai dalam melayani klien, karena pengguna jasa menilai kualitas jasa bukan hanya melalui kualitas teknisnya tetapi juga melalui kualitas fungsionalnya. Oleh karena itu, penyedia jasa harus memberikan sentuhan tinggi maupun teknologi tinggi.
2.1.3
Karakteristik Jasa
Menurut Philip Kotler karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Intangible (tidak berwujud)
Suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) yaitu kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta perangkat mesin/teknologi.
3. Variability (bervariasi) yaitu bahwa kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin/peralatan bisa berbeda-beda tergantung pada siapa yang memberi, bagaimana, memberikannya serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan.
4. Perishability (tidak tahan lama) yaitu bahwa jasa tidak bisa disimpan kemudian dijual atau digunakan sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Menurut Stanton, E Tzel dan Walker (1991) dalam Fandy Tjiptono (1996) ada pengecualian dalam karakteristik perishability sontoh kasus reservasi tiket.
Sementara itu menurut Lovelock (1984:30) terdapat delapan aspek perbedaan jasa dan barang fisik yaitu bahwa : 1. Produk jasa yang dikonsumsi tidak dapat dimiliki oleh konsumen 2. Produk jasa merupakan suatu kinerja yang sifatnya intangible. 3. Dalam proses produksi jasa, konsumen memiliki peran yang lebih besar untuk turut serta pengolahannya dibandingkan dengan produk barang fisik. 4. Orang-orang yang terlibat dalam proses jasa berperan sedikit banyak dalam pembentukan ataupun mendesain jasa. 5. Dalam hal operasionalisasi masukan dan keluaran, produk jasa lebih bervariasi. 6. Produk jasa tertentu sulit dievaluasi oleh konsumen 7. Jasa tidak dapat disimpan 8. Faktor waktu dalam proses jasa dan konsumsi jasa relatif lebih diperhatikan.
2.1.4
Mengelola Kualitas Jasa Suatu cara perusahaan jasa untuk dapat unggul bersaing adalah memberikan
jasa dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut
serta
promosi
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
jasa,
kemudian
bandingkannya. Parasuraman, Zeithaml & Berry (1991.h.240) membentuk model kualitas jasa yang menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang
diharapkan. Adapun model dibawah ini mengidentifikasikan lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yaitu :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Manajemen tidak selalu memahami apa yang menjadi keinginan pelanggan. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pelanggan, tetapi menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar. 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan perusahaan. 5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan diharapkan Terjadi bila konsumen mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi yang keliru mengenai kualitas jasa.
Terdapat lima determinan kualitas jasa yang dapat dirincikan sebagai berikut (Philip Kotler 1994.h.561):
1. Keandalan (reliability): kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2.
Keresponsifan (responsiveness): kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3.
Keyakinan (confidence): pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau “assurance”.
4.
Empati (emphanty): syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5.
Berwujud (tangible): penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. kepuasan pelanggan terjadi setelah merasakan kualitas dari pelayanan yang
telah diterimanya. Konsumen umumnya mengevaluasi pengalaman penggunaan suatu produk jasa untuk memutuskan apakah mereka lagi produk tersebut. Setelah mengkonsumsi suatu barang/jasa untuk pertama kalinya, konsumen menilai tindakan dan pengalaman yang diperolehnya dari mengkonsumsi barang/jasa tersebut, selanjutnya konsumen menilai tindakan/pengalaman yang diperolehnya untuk menentukan tingkat kepuasannya, hasilnya akan disimpan dalam memori jangka panjang dan dipergunakan kembali untuk mengevaluasi beberapa alternatif dikemudian hari pada saat mereka akan melakukan pembelian ulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sumber : Schnaars(1991.h.306)
Gambar 2.1. Faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
2.1.5 Kualitas Pelayanan
Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.
Aplikasi kualitas sebagai sifat dari
penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh.
Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan atau pembeli.
Philip Kotler (1994.h.465) membagi macam-macam jasa sebagai berikut:
1. Barang berwujud murni
Disini hanya terdiri dari barang berwujud seperti sabun, pasta gigi. Tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.
2. Barang berwujud yang disertai jasa:
Disini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contohnya: produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja, melainkan juga kualitas dan pelayanan kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan pasca jual).
3. Campuran
Di sini terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Contohnya: restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.
4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan
Disini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan dan/atau barang pelengkap. Contoh: penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi. Mereka sampai di tempat tujuan tanpa sesuatu hal berwujud yang memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun, perjalanan tersebut meliputi barang-barang berwujud, seperti
makanan dan minuman, potongan tiket dan majalah penerbangan. Jasa tersebut membutuhkan barang padat modal (pesawat udara) agar terealisasi, tapi komponen utamanya adalah jasa.
5. Jasa Murni
Disini hanya terdiri dari jasa. Contohnya: jasa menjaga bayi, psikoterapi.
2.1.6
Pengertian Kepuasan (Satisfaction)
Kepuasan adalah tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan yang diharapkan (Kotler, 1997). Jadi , tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan yang umum, seperti:
¾ Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa.
¾ Apabila kinerja sesuai dengan harapan, maka pelanggan akan puas.
¾ Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Sedangkan menurut Baspersz (1997.h.176) kepuasan adalah upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan dari pelanggan.
Dan menurut Oliver (1996.h.158) kepuasan adalah rangkuman atau kondisi psikologis yang dihasilkan ketika emosi yang mengelilingi harapan yang tidak cocok dilipatgandakan oleh perasaan-perasaan yang terbentuk dalam konsumen tentang pengalaman pemakaian.
Kepuasan menurut Enggel (1990.h.196) merupakan evaluasi purna beli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan adanya kesamaan bahwa kepuasan, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja yang dirasakan).
Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa).
Sedangkan kinerja yang
dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.2 berikut ini:
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Produk
Nilai Produk bagi Pelanggan
Harapan Pelanggan terhadap Produk
Tingkat Kepuasaan Pelanggan
Sumber: Tjiptono, Fandy (1995), strategi pemasaran.
Gambar 2.2 Konsep Kepuasan Pelanggan 2.1.7
Pengertian Pelanggan (Customer)
Pelanggan menurut Cambridge International Dictionaries adalah “a person who buys goods or a service”.
(Pelanggan adalah seseorang yang
membeli suatu barang atau jasa).
Sedangkan menurut Webster’s 1928 Dictionary pelanggan adalah “one who frequents any place of sale for the sake or purchasing goods or wares”.
(Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan) atau “Customer is one who frequent or visit any place for procuring what he wants ….” (Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi apa yang diinginkan ….).
Jadi dengan kata lain, pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginan dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Dibawah ini akan diklasifikasikan empat tipe pelanggan bagi perusahaan, yaitu:
• Pelanggan
setia,
yang
mengabaikan
pertimbangan
keuangan,
dan
mengutamakan pertimbangan psikologis dalam berhubungan dengan kita.
• Pelanggan puas, yang memiliki keseimbangan antara pertimbangan keuangan dan psikologis.
• Pelanggan migratori, yang lebih mengutamakan pertimbangan keuangan daripada pertimbangan psikologis. Mereka inilah yang gemar menyiksa kita dengan pembandingan harga yang tidak mengenal belas kasihan.
• Pelanggan transaksional, dia yang membeli sekali-sekali, dan tidak menunjukkan kecenderungan apapun. Seolah-olah dia hanya kebetulan membeli.
Pada dasarnya ada dua jenis pelanggan, yaitu:
1.
Pelanggan Eksternal
Pelanggan eksternal adalah orang diluar industri yang menerima suatu produk (end-user). Pelanggan eksternal setiap industri jelas adalah masyarakat umum yang menerima produk industri tersebut. Beberapa hal yang diperlukan pelanggan eksternal adalah :
(a) Kesesuaian dengan kebutuhan akan produk
(b) Harga yang kompetitif
(c) Kualitas dan realibilitas
(d) Pengiriman yang tepat waktu dan
(e) Pelayanan purna jual.
2.
Pelanggan Internal
Pelanggan internal adalah orang yang melakuakan proses selanjutnya dari suatu pekerjaan (next process) Pelanggan internal merupakan seluruh karyawan dari suatu industri. Yang diperlukan pelanggan internal adalah :
(a) Kerja kelompok dan kerjasama
(b) Struktur dan sistem yang efisien
(c) Pekerjaan yang berkualitas dan
(d) Pengiriman yang tepat waktu.
2.1.8
Harapan dan Kepuasan Pelanggan
Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan leh beberapa faktor, di antaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan Amstrong, 1994). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan harapan seseorang biasabiasa saja atau sangat kompleks.
Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan (lihat Gambar 2.3). Diantaranya beberapa faktor penyebab tersebut ada yang bisa dikendalikan oleh penyedia jasa. Dengan demikian penyedia jasa bertanggung
jawab untuk meminimumkan miskomunikasi dan misinterpretasi yang mungkin terjadi dan menghindarinya dengan cara merancang jasa yang mudah dipahami dengan jelas. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengambil inisiatif agar ia dapat memahami dengan jelas instruksi dari klien dan klien mengerti benar apa yang akan diberikan.
Pelanggan Keliru Mengkomunikasikan Jasa Yang Diinginkan
Pelanggan Keliru Menafsirkan Signal (Harga, Positioning, dll)
Miskomunikasi Rekomendasi Mulut ke Mulut
Harapan Tidak Terpenuhi
Kinerja Karyawan Perusahaan Jasa Yang Buruk
Miskomunikasi Penyediaan Jasa oleh Pesaing
Sumber: Mudie, Peter and Angela Cottam (1993), The Management and Services
Marketing
Gambar 2.3 Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan
Sebelum menggunakan suatu jasa pelanggan sering memiliki empat skenario jasa yang berbeda dalam benaknya mengenai apa yang bakal dialaminya, yaitu:
1.
Jasa ideal
2.
Jasa yang diantisipasi atau diharapkan
3.
Jasa yang selayaknya diterima (deserved)
4.
Jasa minimum yang dapat ditoleransi (minimum tolerable)
Pelanggan bisa berharap dari keempat scenario tersebut (Gambar 2.4). Sebagaimana telah dijelaskan di bagian awal, harapan membentuk kepuasan. Karena itu apabila “jasa minimum yang dapat ditoleransi” yang diharapkan, lalu yang terjadi sama dengan atau bahkan melampaui harapan tersebut, maka akan timbul kepuasan. Sebaliknya bila yang diharapkan “jasa ideal”, maka bila yang terjadi kurang dari harapan tersebut, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Yang Diharapkan Ideal
Minimal Yang Dapat Diterima
Yang Selayaknya
Sumber: Mudie, Peter and Angela Cottam (1993), The Management and Marketing of Services
Gambar 2.4 Pengaruh Harapan Terhadap Kepuasan 1) Semakin dekat harapan “jasa yang diharapkan” dengan “jasa minimum yang dapat diterima”, semakin besar pula kemungkinan tercapainya kepuasan.
2) Pelanggan yang puas bisa berada di mana saja dalam spectrum ini. Yang menentukan posisinya adalah posisi hasil (outcome) yang diharapkan.
2.1.9
Sepuluh Prinsip Kepuasan Pelanggan
Menurut Handi Irawan D., MBA. Mcom adalah: 1.
Mulailah percaya akan pentingnya kepuasan pelanggan.
2.
Pilihlah pelanggan dengan benar untuk membangun kepuasan pelanggan
3.
Memahami harapan pelanggan adalah kunci keberhasilan
4.
Carilah faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
5.
Faktor emotional adalah faktor yang penting mempengaruhi kepuasan pelanggan
6.
Pelanggan yang komplain adalah pelanggan yang loyal
7.
Garansi adalah lompatan yang besar dalam kepuasan pelanggan
8.
Dengarkanlah saran pelanggan
9.
Peran karyawan sangat penting dalam memuaskan pelanggan
10. Kepemimpinan adalah teladan dalam kepuasan pelanggan
2.1.10
Skala Pengukuran Skala adalah alat bantu mekanisme yang membedakan individu satu
dengan yang lainnya dalam hubungannya dengan variabel yang digunakan dalam penelitian. Skala pengukuran terhadap suatu objek terdiri atas empat macam yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio. SKALA
PENEKANAN Membedakan
Mengurutkan
Memberi Jarak
Titik Asal
Nominal
Ya
-
-
-
Ordinal
Ya
Ya
-
-
Interval
Ya
Ya
Ya
-
Rasio
Ya
Ya
Ya
Ya
Sumber : Uma Sekaran
Tabel 2.1 Atribut skala Pengukuran
1. Skala nominal Skala yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan kepada suatu kategori tidak mengambarkan kedudukan kategori tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi angka tersebut hanya sekedar kode ataupun label. Contoh => jenis kelamin : 1 = laki-laki 2 = perempuan 2. Skala Metrik atau Ordinal Skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya, walaupun tidak memperhatikan interval atau jarak antar data tersebut. angka-angka hasil mengurutkan ini berskala ordinal. Contoh Berikut ini adalah laba bersih tiga perusahaan ( dalam jutaan rupiah ) setelah diurutkan dari yang paling rendah ke tinggi.
Nama
Laba bersih
Nomor
Perusahaan
(Juta)
Urut
PT. Sinar Wira
115
1
PT. Jaya Abadi
136
2
PT. Sigma Motor
152
3
Tabel 2.2 Contoh Skala Ordinal
3. Skala interval Skala ini seperti skala ordinal, tetapi jarak antar data harus memiliki interval yang relatif sama serta angka nol yang tidak mutlak, maksudnya angka nol hanya sebuah perjanjian belaka, bukan yang sebenarnya. Contoh Beri tanda
pada angka yang anda anggap posisinya paling tepat.
1. Kepuasan anda terhadap laba perusahaan 1 2 3 2. kepuasan anda terhadap komitmen karyawan 1 2 3
4 5 4 5
misal 1 = sangat kecewa 2 = kecewa 3 = cukup puas 4 = puas 5 = sangat puas 4. Skala rasio Skala ini mencakup tiga skala yang sebelumnya, ditambah dengan sifat lain, yaitu bahwa ukuran ini mempunyai nilai nol mutlak atau pasti, sehingga nilainilai pada skal dapat diperbandingkan, misalnya dalam bentuk perkalian dan pembagian. Angka pada skala ini merupakan ukuran yang sebenarnya dari data kuantitatif. Contoh : Indra dan Iwan adalah dua orang karyawan PT. Jaya Abadi Motor yang masingmasing bergaji Rp 1.000.000,- dan Rp 1.500.000,-. Ukuran rasionya dapat dihitung, misalnya bahwa gaji Iwan adalah 1,5 kali lipat dari gaji Indra. Kedua
nilai gaji mempunyai titik nol absolut atau titik nol yang sama. Jadi nilai gaji adalah berskala rasio.
Dalam hal penggunaan ilmu statistika sebagai salah satu alat analisis data, data yang berskala nominal dan ordinal disebut data nonmetrik. Data nonmetrik ini akan menggunakan statistika nonparametrik. Sedangkan, data yang berskala interval dan rasio disebut data metrik. Data metrik ini dalam analisisnya akan menggunakan teknik statistika parametrik.
2.2
Kerangka Pemikiran Dalam persaingan yang semakin tajam diantara bengkel otomotif saat ini,
maka kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama dimana tingkat kepentingan dan harapan pelanggan serta pelayanan yang dilakukan bengkel haruslah sesuai. Pemilik bengkel harus memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan, agar mereka merasa puas. Selain itu juga laba bengkel dapat meningkat. Untuk itulah, maka pemilik bengkel perlu menilai faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi kepuasan pelanggannya dan apakah telah dipenuhinya. Di dalam memberikan jasa pelayanan yang baik kepada pelanggan, terdapat lima kriteria/model penentu kualitas jasa pelayanan yaitu : keandalan, keresponsifan (ketanggapan), keyakinan, empati serta berwujud (Philip Kotler) 1994.h.561).
2.2.1 Desain / Model Penelitian Dalam penelitian ini desain yang dipergunakan adalah riset deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian untuk menguraikan sifat-sifat dari suatu keadaan. Data yang diperlukan akan diperoleh berdasarkan atas perumusan masalah. Metode deskriptif kualitatif dipergunakan untuk pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan tujuannya adalah untuk mencari gambaran yang sistematis, fakta yang akurat. Desain penelitian pada dasarnya untuk menentukan metode apa saja yang akan dipergunakan dalam penelitian, antara lain metode pengumpulan data, metode analisis IPA dan PGCV.
Sumber : Philip Kotler, Marketing Management, 1994 hal. 476
Gambar 2.5 Model Penelitian
2.2.2 1.
Metode Pengumpulan Data
Populasi
yang menjadi obyek keseluruhan penelitian (pelanggan bengkel). 2. Sampel Data dikumpulkan dengan cara mengambil sampel secara acak atau dengan kata lain disebut sampling.
Sampel penelitian meliputi sejumlah elemen
(responden) yang lebih besar dari persyaratan minimal sebanyak 30 responden. Di mana semakin besar sampel akan memberikan hasil yang lebih akurat. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pelanggan (customer) berupa jawaban terhadap pertanyaan dalam kuesioner. Keunggulan dari menggunakan kuesioner adalah sebagai berikut : a. Data yang dikumpulkan dapat lebih mudah dianalisis karena pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden sama. b. Kuesioner dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari sejumlah besar responden yang menjadi sampel. c. Dalam menjawab pertanyaan melalui kuesioner, responden dapat lebih leluasa karena tidak dipengaruhi oleh sikap mental hubungan antara peneliti dan responden.
d. Setiap jawaban dapat dipikirkan masak-masak terlebih dahulu, karena tidak terikat oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk menjawab pertanyaan sebagaimana dalam wawancara. Sedangkan, data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan. 2.2.3
Metode Analisis Data
Validitas dan Reliabilitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, yang sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan yang lain.
Menggunakan alat ukur yang bertujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti tentu akan menimbulkan berbagai kesalahan. Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimasi) atau yang terlalu rendah (underestimasi). Keseragaman kesalahan ini dalam istilah statistika disebut varians kesalahan atau varians error. Alat ukur yang valid adalah yang memiliki varians error yang kecil (karena eror pengukurannya kecil) sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan sebenarnya.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan sebagai tidak reliabel.
Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur erat berkaitan dengan masalah eror pengukuran (error of measurement). Eror pengukuran sendiri
menunjukan pada sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama.
Importance-Performance Analysis (Analisis Tingkat Kepentingan/Harapan dan Kepuasan Pelanggan). Dalam
hal ini, digunakan skala 5 tingkat (Likert) yang terdiri sangat
penting/puas, penting/puas, cukup penting/puas, kurang penting/puas dan tidak penting/puas. Kelima penilaian kepentingan/harapan tersebut diberikan bobot sebagai berikut: a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5. b. Jawaban penting diberi bobot 4. c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3. d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2. e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1. Untuk pelayanan(service) diberikan lima penilaian sebagai berikut : a) Jawaban sangat puas diberi bobot 5, berarti customer sangat puas. b) Jawaban puas diberi bobot 4, berarti customer puas. c) Jawaban cukup puas diberi bobot 3, berarti customer cukup puas. d) Jawaban kurang puas diberi bobot 2, berarti customer kurang puas. e) Jawaban tidak puas diberi bobot 1, berarti customer tidak puas. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor pelayanan(service) dengan skor kepentingan/harapan.
Tingkat kesesuaian inilah yang akan
menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini terdapat 2 buah variabel yang diwakilkan oleh huruf X dan Y, dimana: X merupakan tingkat pelayanan perusahaan yang dapat memberikan kepuasan para pelanggan, sedangkan Y merupakan tingkat kepetingan/harapan pelanggan.
Adapun rumus yang digunakan adalah: Tki =
Xi x100% Yi
Dimana:
Tki = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan
Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat pelaksanaan pelayanan(service), sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan/harapan. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk setiap faktor yang
Y=
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
dengan:
∑ Xi n
Dimana:
Χ = skor rata-rata tingkat pelaksanaan pelayanan(service) Υ = skor rata-rata tingkat kepentingan/harapan
n = jumlah responden
X=
∑ Xi n
Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( Χ , Υ ), di mana Χ merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat pelaksanaan pelayanan atau kepuasan pelanggan seluruh faktor atau atribut, dan Υ adalah ratarata skor tingkat kepentingan/harapan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Seluruhnya ada 25 faktor atau atribut. Seluruhnya ada K faktor di mana K = 25 Rumus selanjutnya:
∑ Xi X = i=1
∑ Yi Y = i=1
N
N
K
K
Di mana K = banyaknya atribut/faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius seperti pada gambar.
Υ Kepentingan/Harapan
Υ
Prioritas Utama
Pertahankan Prestasi
A
B
Priortas Rendah
Berlebihan
C
D
Υ
X Pelaksanaan (Pelayanan/ service ) X Gambar 2.6 Diagram Kartesius
Keterangan gambar 2.6 (Diagram Kartesius) : A. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan,
termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun
pemilik bengkel belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan. Sehingga mengecawakan/tidak puas. B. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan pemilik bengkel, untuk itu wajib dipertahankannya.
Dianggap sangat penting dan
sangat memuaskan. C. Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh pemilik bengkel biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan.
Dianggap kurang penting tetapi sangat
memuaskan.
Analisis indeks PGCV Analisa PGCV indeks yang dipergunakan pada penelitian ini dimaksudkan
untuk mengetahui masalah(pelayanan/service) mana yang perlu diperbaiki terlebih dahulu (prioritas perbaikan). Adapun langkah pertama dalam menghitung indeks PGCV adalah mencari nilai ACV atau achieved Customer Value yaitu dengan mengalikan antara nilai expected dengan nilai perceived. ACV = expected value * perceived value
langkah selanjutnya adalah mencari nilai UDCV atau ultimately desired customer value yang mana nilai ini didapatkan dari nilai expected value yang dipilih oleh pelanggan dikalikan dengan nilai perceived maksimal dalam skala likert pada kuesioner yang disebarkan. UDCV = expected value * perceived value maksimal Dan langkah terakhir adalah mencari nilai indeks PGCV dengan cara mengurangi UDCV dengan nilai ACV. PGCV = UDCV – ACV Bila suatu pertanyaan mendapatkan nilai indeks PGCV terbesar maka kinerja/pelayanan tersebut mendapatkan prioritas utama untuk diperbaiki baru menyusul kinerja/pelayanan lainnya.