BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori 2.1.1
Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak
2.1.1.1 Pengertian Rekayasa Piranti Lunak Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer pada suatu konferensi. Beliau mengatakan rekayasa piranti lunak adalah penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya dan bekerja efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19).
2.1.1.2 Paradigma Rekayasa Piranti Lunak Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model, Prototyping Model, Fourth Generation Techniqeus (4GT), Spiral Model, dan Combine Model. Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan Waterfall Model. Menurut Pressman (1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model, seperti gambar 2.1 berikut adalah penjabarannya :
8
9
Gambar 2.1 Waterfall Model
a. Rekayasa sistem (System Engineering) Karena perangkat lunak merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, maka aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak harus berinteraksi dengan elemen-elemen lain, seperti hardware, manusia dan database. b. Analisis kebutuhan perangkat lunak (Software Requirement Analysis) Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak tersebut. c. Perancangan (Design) Perancangan piranti lunak dititikberatkan pada empat atribut program, yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter
10 antarmuka. Proses perancangan menerjemahkan kebutuhan ke dalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean. d. Pengkodean (Coding) Aktivitas yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan membuat program. e. Pengujian (Testing) Tahap pengujian perlu dilakukan agar output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua perintah dan fungsi telah diuji. f. Pemeliharaan (Maintenance) Karena kebutuhan pemakai selalu akan meningkat, maka piranti lunak yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi kebutuhan pemakai terhadap fungsi-fungsi baru yang dapat timbul karena munculnya sistem operasi baru dan perangkat keras baru.
2.1.2
Interaksi Manusia dan Komputer
Saat ini orang sangat menyenangi suatu sistem atau program yang interaktif, karena itu penggunaan komputer telah berkembang pesat sebagai suatu program yang interaktif yang membuat orang tertarik untuk menggunakannya. Program yang interaktif ini perlu dirancang dengan baik sehingga pengguna dapat merasa senang dan juga dapat ikut berinteraksi dengan baik dalam menggunakannya.
11 2.1.2.1 Program Interaktif Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user frendly. Shneiderman (1998, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang user friendly yaitu : 1. Waktu belajar yang tidak lama. 2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat. 3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah. 4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu. 5. Kepuasan pribadi. Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang dengan suatu perangkat bantu pengembang sistem antarmuka, seperti Visual Basic, Borland Delphi dan sebagainya. Keuntungan penggunaan perangkat bantu untuk mengembangkan antarmuka menurut Santosa (1997, p7) yaitu : 1.
Antarmuka yang dihasilkan menjadi lebih baik.
2.
Program antar mukanya menjadi mudah ditulis dan lebih ekonomis untuk dipelihara.
2.1.2.2 Pedoman untuk Merancang User Interface Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program guna mendapatkan suatu program yang user friendly. 2.1.2.2.1
Delapan Aturan Emas
Menurut Shneiderman (1998, p74-75) untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan aturan utama dibawah ini, yaitu :
12 1. Strive for concistency (Bertahan untuk konsisten). 2. Enable Frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna sering memakai shortcut). 3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang informatif). 4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi). 5. Offer simple error handling (Penanganan kesalahan yang sederhana). 6. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (undo) dengan mudah). 7. Support Internal Locus of control (Pemakai menguasai sistem atau inisiator, bukan responden). 8. Reduce short term memory load (Mengurangi baban ingatan jangka pendek, dimana manusia hanya dapat mengingat 7 + 2 satuan informasi sehingga perancangannya harus sederhana).
2.1.2.2.2
Pedoman Merancang Tampilan Data
Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam merancang tampilan data yang baik menurut Smith dan Mosier yang dikutip oleh Shneiderman (1998, p80) yaitu : 1. Konsistensi tampilan data, istilah, singkatan, format dan sebagainya harus standar.
13 2. Beban ingatan yang sesedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna tidak perlu mengingat informasi dari layar yang satu ke layar yang lain. 3. Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan pemasukan data. 4. Fleksibilitas kendali pengguna terhadap data. Pemakai harus dapat memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang paling memudahkan.
2.1.2.2.3
Teori Waktu Respons
Waktu respons dalam sistem komputer menurut Sneiderman (1998, p352) adalah jumlah detik dari saat pemakai memulai aktifitas (misalnya dengan menekan tombol enter atau tombol mouse) sampai komputer menampilkan hasilnya di display atau printer. Beberapa pedoman yang disarankan mengenai kecepatan waktu respons pada suatu program menurut Sneiderman (1998, p367), yaitu : 1. Pemakai lebih menyukai waktu respons yang lebih pendek. 2. Waktu respons yang lebih panjang (lebih dari 15 detik) mengganggu. 3. Waktu respons yang lebih pendek menyebabkan waktu pengguna berfikir lebih pendek. 4. Langkah yang lebih cepat dapat meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat meningkatkan tingkat kesalahan. 5. Waktu respons harus sesuai dengan tugasnya :
14 a. Untuk mengetik, menggerakkan kursor, memilih dengan mouse : 50 – 150 milidetik. b. Tugas sederhana yang sering : < 1 detik. c. Tugas biasa : 2 – 4 detik. d. Tugas kompleks : 8 – 12 detik. 6. Pemakai harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.
2.1.3
Teori State Transition Diagram (STD)
State Transition diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu. Komponen-komponen utama STD adalah : 1. State, disimbolkan dengan State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan. Ada dua jenis state yaitu : state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak boleh lebih dari satu. 2. Arrow, disimbolkan dengan Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi aturan, label tersebut menunjukkan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi.
15 3. Condition dan Action, disimbolkan dengan Condition Action State 1
State 2
Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi yaitu condition dan action. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan Action adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau tampilan.
2.1.4
Perancangan Percobaan 2.1.4.1 Definisi Perancangan Percobaan Definisi perancangan percobaan menurut Nazir (1988, p267) adalah semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan melaksanakan percobaan. Perancangan percobaan bukan hanya memberikan proses perencanaan saja, tetapi juga mencakup langkah-langkah yang berurutan yang menyeluruh dan komplit yang dibuat lebih dahulu. 2.1.4.2 Manfaat Perancangan Percobaan Menurut Nazir (1988, p268), manfaat dari perancangan percobaan adalah untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara membuat percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan percobaan akan dilakukan.
16 2.1.5
Percobaan Faktorial dengan Rancangan Dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pengertian percobaan faktorial menurut Steel dan Torrie (1981, p404)
adalah percobaan yang perlakuannya terdiri atas semua kemungkinan kombinasi taraf dari beberapa faktor. Menurut Runyon (1985, p199), percobaan faktorial adalah percobaan yang terdapat dua atau lebih taraf dalam setiap kondisi perlakuan. Sedangkan menurut Gomez K.A dan Gomez A (1995, p92), percobaan faktorial adalah suatu percobaan di mana perlakuan di dalamnya terdiri dari semua kemungkinan kombinasi taraf terpilih untuk dua faktor atau lebih. Lebih lanjut, istilah faktorial menggambarkan suatu cara khusus di mana perlakuan dibentuk dan tidak menunjukkan penggunaan rancangan percobaan yang digunakan (Gomez K.A dan Gomez A., 1995, p93) Menurut Gaspersz (1991, p181), pengertian percobaan faktorial adalah suatu percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor. Lebih lanjut menurut Gaspersz (1991, p180) pada percobaan faktorial ini, kita hanya mengamati pengaruh faktor tunggal terhadap respon tertentu dan dalam percobaan ini kita tetap menggunakan salah satu rancangan dasar yaitu RAK, RAL, atau lainnya. Lebih lanjut Gaspersz (1991,p226) mengatakan, “Percobaan faktorial dengan rancangan dasar RAK tidak lain adalah menggunakan RAK sebagai rancangan percobaannya, sedangkan faktor yang dicobakan lebih dari satu faktor.” Menurut Montgomery (2001,p175), Percobaan faktorial memiliki beberapa keuntungan, percobaan ini lebih efisien dibandingkan dengan percobaan faktor
17 tunggal, percobaan faktorial ini juga penting untuk mencegah kesimpulan yang salah ketika terjadi interaksi. Setiap rancangan acak kelompok untuk percobaan faktor tunggal dapat digunakan untuk percobaan faktorial. Prosedur untuk pengacakan dan penataan setiap rancangan dapat langsung digunakan dengan cara mengabaikan komposisi faktor dari percobaan faktorial dan pertimbangkan semua perlakuan seolah-olah mereka tidak berhubungan. Untuk sidik ragam perhitungan yang dibicarakan dalam setiap rancangan juga langsung dapat digunakan. Akan tetapi, diperlukan langkahlangkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan sesuai dengan pengaruh utama untuk setiap faktor individu dan interaksinya (Gomez K.A dan Gomez A,1995,p94). Berikut adalah langkah-langkah analisis ragam suatu percobaan dua faktor dalam RAK : 1. Model umum dari analisis ragam percobaan dua faktor dalam RAK, adalah :
Yijk = u + Kk + Ai + Bj + ( AB)ij + ∈ ijk ;
i = 1,2,...,a j = 1,2,...,b k = 1,2,...,r
dimana : Yijk
= nilai pengamatan (respons) dari kelompok ke-k, yang memperoleh taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B
u
= nilai rata-rata yang sesungguhnya
Kk
= pengaruh aditif dari kelompok ke-k
Ai
= pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor A
18 = pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor B
Bj
(AB)ij = pengaruh interaksi dari taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
∈ ijk = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B.
2. Asumsi Asumsi yang dibutuhkan dalam analisis ragam ini adalah (1) Galat percobaan menyebar normal; (2) Galat percobaan memiliki ragam yang homogen; (3) Galat percobaan saling bebas; dan (4) pengaruh perlakuan dan lingkungan aditif.
3. Hipotesis Hipotesis yang diuji dalam penelitian adalah : a. H0 : (AB) ij = 0, yang berarti tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A dan B terhadap respon yang diamati. H1 : minimal ada satu (AB) ij ≠ 0, artinya ada pengaruh interaksi antara faktor A dan B terhadap respon yang diamati. b. H0 : Ai = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor A terhadap respon yang diamati. H1 : minimal ada satu Ai ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor A terhadap respon yang diamati.
19 c. H0 : Bj = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor B terhadap respon yang diamati. H1 : minimal ada satu Bi ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor B terhadap respon yang diamati.
4. Prosedur analisis ragam Prosedur analisis ragam untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor (A dan B) dengan menggunakan rancangan dasar RAK dapat dijabarkan melalui tahap-tahap berikut :
Tahap 1. Menghitung faktor koreksi (FK), jumlah kuadrat total (JKT), jumlah kuadrat kelompok (JKK), jumlah kuadrat perlakuan (JKP), dan jumlah kuadrat galat (JKG). Jika r, a, dan b masing-masing melambangkan banyaknya kelompok , banyaknya taraf faktor A, dan banyaknya taraf faktor B, maka :
FK =
Y..2 ( total umum) 2 = rab banyak pengamatan
JKT =
∑Y
2 ijk
..................................(1)
− FK
............................ (2)
i , j ,k
JKT = jumlah kuadrat nilai pengamatan – faktor koreksi
JKK =
∑Y
2 .. k
k
ab
− FK = ∑
(total kelompok )2 ab
− FK
............................(3)
20
∑Y
2 ij .
JKP =
i, j
r
− FK = ∑
(total perlakuan )2 r
− FK
........................... (4) ......................…. (5)
JKG = JKT – JKK – JKP
Tahap 2. Menghitung derajat bebas (db) masing-masing melalui : db kelompok = r – 1
....................................(6)
db perlakuan = ab – 1
....................................(7)
db galat = (r – 1)(ab – 1)
....................................(8)
db total = rab – 1
....................................(9)
Tahap 3. Menghitung ketiga komponen faktorial dari jumlah kuadrat perlakuan sebagai berikut :
∑ (a )
2
i
JK (A) =
i
rb
∑ (b )
− FK =
∑
2
j
JK (B) =
j
ra
− FK =
∑
(total taraf faktor A )2 - FK rb
(total taraf faktor B)2 - FK
JK (A x B) = JKP – JK (A) – JK (B)
ra
........(10)
........(11)
...................(12)
Tahap 4. Menghitung derajat bebas (db) untuk pengaruh utama dan interaksi faktor A dan faktor B, sebagai berikut : db faktor A = a – 1
...................................(13)
db faktor B = b – 1
...................................(14)
db interaksi A x B = (a – 1)(b – 1)
...................................(15)
21
Tahap 5. Menghitung kuadrat tengah (KT) masing-masing melalui pembagian antara JK dan derajat bebasnya, yaitu :
KT (A) =
JK ( A) a −1
................................(16)
KT (B) =
JK ( B ) b −1
................................(17)
JK( AxB) (a − 1)(b − 1)
................................(18)
JK galat (r − 1)(ab − 1)
................................(19)
KT (A x B) =
KT Galat =
Tahap 6. Menghitung nilai F untuk masing-masing dari ketiga komponen faktorial, sebagai berikut : F (A) =
KT ( A) KTGalat
..................................(20)
F (B) =
KT ( B) KTGalat
..................................(21)
F (A x B) =
KT ( AxB) KTGalat
..................................(22)
Tahap 7. Bandingkan setiap nilai F hitung dengan nilai F tabel, dengan f1 = db KT pembilang dan f2 = db KT penyebut, pada taraf nyata yang tertera. 1. Apabila F hitung < F tabel (α = 0. 05) maka F hitung tidak nyata (tn). 2. Apabila F tabel
(α = 0. 05)
< F hitung < F tabel
(α = 0. 01)
maka F hitung
nyata (*). 3. Apabila F hitung < F tabel (α = 0. 01) maka F hitung sangat nyata (**).
22 Tahap 8. Kesimpulan 1. Tolak H0 jika F hitung nyata atau sangat nyata, yang berarti tidak ada pengaruh perlakuan faktor yang diuji terhadap respon yang diamati. 2. Terima H1 jika F hitung tidak nyata, yang berarti ada pengaruh perlakuan faktor yang diuji terhadap respon yang diamati.
Tahap 9. Menghitung koefisien keragaman (kk) sebagai berikut : KT Galat
kk =
rataan umum
x 100
..................................(23)
Tahap 10. Masukkan semua nilai yang diperoleh dari tahap 1 sampai tahap 8 ke dalam tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Analisis ragam percobaan faktorial dengan rancangan dasar RAK Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F
F Tabel
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Hitung
5%
Kelompok
r–1
JKK
KTK
Perlakuan
ab – 1
JKP
KTP
A
a–1
JK (A)
KT(A)
F (A)
B
b–1
JK (B)
KT(B)
F (B)
(a-1)(b-1)
JK (AxB)
KT(AxB)
F (AxB)
Galat
(r-1)(ab-1)
JKG
KTG
Total
rab –1
JKT
-
AxB
2.1.6
1%
Uji Beda Rata-rata Grup Perlakuan (Uji Kontras)
Pada uji beda rata-rata grup perlakuan atau uji kontras ini, yang akan dibahas adalah (1) bagaimana membedakan pengaruh grup-grup perlakuan dan pengaruh
23 perlakuan-perlakuan dalam suatu grup perlakuan tertentu menurut metode pembanding ortogonal, dan (2) tentang bagaimana membedakan kecenderungan pengaruh-pengaruh perlakuan dalam percobaan faktor faktorial menurut metode polinomial ortogonal.
2.1.6.1 Metode Pembanding Ortogonal
Metode pembanding ortogonal ini sebaiknya hanya digunakan terhadap perlakuan-perlakuan yang dapat dikontraskan atau perlakuanperlakuan yang masing-masing kelompoknya mempunyai ciri yang kontras. Ciri kontras ini umumnya hanya dijumpai pada faktor kualitas. Dalam metode pembanding ortogonal, prosedur analisis statistik dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : Tahap 1, Analisis Jumlah Kuadrat (JK) utama seperti halnya dalam uji Anova menurut rancangan percobaan yang digunakan. Tahap 2, Analisis JK perlakuan rincian, yang merupakan lanjutan dari JK perlakuan pada JK utama (tahap 1) sesuai dengan rencana pengujian sebelum percobaan. Berikut adalah penjelasan prosedur statistik dalam tahap 2 : Kontras berderajat bebas (db) tunggal merupakan fungsi linier (L) dari jumlah-jumlah perlakuan : t
L=
∑c T i =1
i i
= c1T1 + c2T2 + ... + ciTi
........................(24)
24 Menurut Gomez dan Gomez (1995, p223), JK kontras linier JK(L) ber-db tunggal dihitung sebagai berikut : JK(L) =
L2 r (∑ C 2 )
..............................(25)
Dua kontras db tunggal dikatakan ortogonal apabila jumlah hasil kali dari koefisiennya sama dengan nol, yaitu dua kontras dengan masing-masing mempunyai db tunggal : L1 = c11T1 + c12T2 + ... + c1tTt L2 = c21T1 + c22T2 + ... + c2tTt Dikatakan ortogonal apabila memenuhi ketentuan berikut ini : t
∑c i =1
c = c11c21 + c12c22 + ... + c1tc2t = 0
1i 2 i
...............................(26)
Suatu grup dari p kontras db tunggal, dimana p>2 dikatakan ortogonal bersama (mutually orthogonal) apabila setiap pasang dan semua pasangan dari kontras dalam grup adalah ortogonal. Bagi suatu percobaan dengan t perlakuan, jumlah maksimum kontras ortogonal bersama dengan db tunggal yang dapat disusun adalah (t – 1) atau sebesar db JK Perlakuan. Setiap grup perlakuan dari (t –1) kontras ortogonal bersama dengan db tunggal, jumlah dari JK-nya sama dengan JK perlakuan, yaitu : JK(L1) + JK(L2) + JK(L3) + ... + JK(Lt-1) = JK Perlakuan .....(27) Menurut kontras berderajat bebas tunggal ini pengujian dapat dilakuakn terhadap semua tipe perbandingan grup yang direncanakan sebelum percobaan.
25 Menurut Hanafiah (2001, p71), pengujian metode pembanding ortogonal ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu : 1. Uji beda antar grup. Pada tahap ini perlakuan-perlakuan dikelompokkan menjadi beberapa grup perlakuan. 2. Uji beda dalam grup. Pada tahap ini, uji nyata hanya dilakukan terhadap perlakuanperlakuan yang terdapat dalam suatu grup perlakuan tertentu.
2.1.6.2 Metode Polinomial Ortogonal
Dalam perlakuan kuantitatif, seperti kepadatan tanaman atau kadar pemupukkan yang digunakan, terdapat kontinuitas dari satu taraf perlakuan ke perlakuan lainnya dan banyaknya kemungkinan taraf perlakuan yang dapat dicobakan dalam satu pengujian adalah tidak terbatas (Gomesz K.A. dan Gomesz A.A, 1995,p231). Meskipun taraf perlakuan yang dapat diujikan dalam suatu pengujian jumlahnya terbatas, tetapi minat peneliti biasanya mencakup keseluruhan wilayah perlakuan. Akibatnya jenis pembandingan rataan yang terarah kepada perlakuan tertentu yang diujikan tidaklah tepat. Pendekatan yang lebih tepat adalah mempelajari hubungan fungsi antara respons dan perlakuan yang mencakup seluruh wilayah taraf perlakuan yang diujikan. Meskipun pembandingan arah dapat dibuat untuk setiap hubungan fungsi yang diminta, yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
26 berdasar polinomial. Suatu derajat polinomial ke-n menjelaskan hubungan antara peubah tidak bebas Y dan peubah bebas X disajikan sebagai :
Y = α + β 1 X + β 2 X 2 + ... + β n X n
.........................(24)
sedangkan α adalah intersep dan βi (i = 1,...,n) adalah koefisien regresi sebagian yang berhubungan dengan derajat polinomial ke-i. Cara pembandingan arah berdasarkan polinomial, biasanya lebih dikenal sebagai metode polinomial ortogonal, yakni mencari derajat polinomial terendah yang dapat disajikan secara memadai antara peubah tidak bebas Y (biasanya ditunjukkan dengan respon tanaman atau respon bukan tanaman). Gomesz dan Gomesz (1995,p232) menjabarkan caranya perhitungannya sebagai berikut : 1. Penyusunan suatu gugus kontras ortogonal bersama derajat bebas tunggal dengan kontras pertama menunjukkan derajat polinomial pertama (linier), kontras kedua menunjukkan derajat polinomial kedua (kuadratik) dan seterusnya. Banyaknya polinomial yang dapat dipelajari akan tergantung kepada banyaknya
pengamatan
berpasangan
(n)
atau
umumnya
banyaknya perlakuan yang diujikan (t). Kenyataannya, derajat polinomial tertinggi yang dapat dipelajari sama dengan (n– 1) atau (t – 1). 2. Penghitungan JK dan pengujian beda nyata untuk setiap kontras.
27 3. Pemilihan derajat polinomial tertentu yang paling baik dalam menguraikan hubungan antara perlakuan dan responnya. Berikut ini digambarkan
metode polinomial ortogonal untuk dua kasus,
yang satu mempunyai perlakuan-perlakuan dengan selang yang sama, dan yang kedua mempunyai perlakuan dengan selang yang tidak sama.
2.1.6.2.1
Perlakuan dengan Selang Sama
Langkah-langkah yang terdapat dalam penggunaan metode polinomial ortogonal untuk membandingkan arah di antara rataan perlakuan dengan selang yang sama adalah :
Langkah 1. Dari tabel pada lampiran, diperoleh gugus dari (t-1) kontras derajat bebas tunggal yang menunjukkan polinomial ortogonal, di mana t adalah jumlah perlakuan yang diujikan.
Langkah 2. Menghitung JK untuk setiap kontras derajat bebas tunggal atau setiap polinomial ortogonal yang diperoleh dari langkah 1, dengan rumus sebagai berikut :
∑L JK ( L) = r (∑ c ) 2
2
.................. (27)
Langkah 3. Menghitung nilai F untuk setiap derajat polinomial dengan membagi setiap JK yang dihitung dalam langkah 2 dengan kuadrat tengah galat dari analisis ragam.
28 Fi =
JK i KT Galat
.................... (28)
dimana i adalah derajat polinomial Langkah 4. Membandingkan tiap nilai F hitung dengan nilai F tabel dengan f1 = 1 dan f2 = derajat bebas galat pada taraf nyatanya yang disarankan.
Langkah 5. Gabungkan JK dari seluruh polinomial yang paling sedikit dua derajat lebih tinggi daripada polinomial tertinggi yang berbeda nyata. Nilai JK gabungan ini biasanya disebut sebagai JK sisa. Derajat bebas sisa sama dengan banyaknya JK
yang
digabungkan KT sisa =
F=
JK sisa db sisa
KT sisa KT galat
........................... (29)
........................... (30)
Nilai F hitung dapat dibandingkan dengan nilai F tabel dengan f1 = derajat bebas sisa dan f2= derajat bebas galat pada taraf nyata yang disarankan. Jika F hitung > F tabel maka tolak Ho dan Jika F hitung < F tabel maka terima Ho.
Langkah 6. Masukkan nilai yang diperoleh dari langkah 2 sampai 5 ke dalam tabel analisis ragam.
29 2.1.6.2.2
Perlakuan dengan Selang Tidak Sama
Dalam metode polinomial ortogonal, perbedaan antara kasus dengan selang yang sama dan selang yang tidak sama hanyalah dalam memperoleh gugus kontras ortogonal bersama derajat bebas tunggal yang tepat. Untuk setiap kasus, koefisien kontras harus diperoleh dari selang perlakuan yang tidak sama, bukan langsung dari tabel koefisien kontras baku. Akan tetapi, sekali koefisien kontras didapatkan, cara perhitungannya sama untuk kedua kasus. Untuk selanjutnya pembahasan akan ditujukan untuk memperoleh koefisien polinomial ortogonal untuk kasus yang selangnya tidak sama. Gomesz dan Gomesz (1995,p236-240) memberikan langkahlangkah untuk mendapatkan tiga gugus koefisien polinomial ortogonal, yaitu sebagai berikut :
Langkah 1. Sandikanlah perlakuan dengan menggunakan bilangan cacah yang terkecil.
Langkah 2. Hitung ketiga gugus koefisien polinomial ortogonal, untuk derajat polinomial pertama (linier), kedua (kuadratik), sebagai berikut : Li = a + X i
...............................(31)
Qi = b + cX i + X i2
...............................(32)
30 untuk Li,Qi (i= 1, ...,t) adalah koefisien dari perlakuan berturut-turut untuk linier dan kuadratik. t adalah banyaknya perlakuan dan a, b dan c adalah parameter yang diperlukan untuk menduga keenam persamaan berikut : t
t
i =1
i =1
∑ Li = ta + ∑ X i = 0 t
∑Q i =1
i
t
t
i =1
i =1
................................(33)
=tb + c∑ X i + ∑ X i2 = 0
................................(34)
Dua persamaan diatas diperoleh dari ketentuan kontras derajat bebas tunggal yang jumlah koefisiennya harus sama dengan nol. Penyelesaian yang umum bagi kedua parameter tersebut adalah: a=−
∑X
..................................(35)
t
(∑ X )(∑ X ) − (∑ X ) b= t (∑ X ) − (∑ X )
........................(36)
(∑ X )(∑ X ) − t (∑ X ) c= t (∑ X ) − (∑ X )
........................(37)
2 2
3
2
2
2
2
3
2
Nilai parameter a, b dan c yang dihitung, kemudian digunakan dalam persamaan langkah 2 untuk menghitung Li, Qi untuk setiap taraf.
2.2 Kerangka Berfikir
Pengolahan data percobaan membutuhkan suatu alat bantu program yang dapat mengolah data-data percobaan dengan tepat dan memberikan kemudahan dalam proses
31 input data dan proses menghasilkan output. Masalah kelemahan program MSTAT pada tahap menginput data dan pada tahap menghasilkan output dapat diatasi dengan merancang suatu program baru yang merupakan pengembangan dari program MSTAT. Program aplikasi yang penulis beri nama RANCOB ini, dapat mengolah datadata percobaan faktorial 2 faktor dengan uji lanjut menggunakan metode pembanding ortogonal. Program aplikasi ini juga dapat mengatasi kelemahan program MSTAT, serta dilengkapi dengan fasilitas program seperti tampilan dan laporan yang disesuaikan dengan kebutuhan balai.