BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Industri Teknik industri adalah suatu rekayasa yang berkaitan dengan desain, pembaruan, dan instalasi dari sistem terintegrasi yang meliputi manusia, material, peralatan (mesin), energi dan informasi. Menurut (Turner,2000,p21) teknik industri juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang matematika, fisik, dan ilmu sosial yang digabungkan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode analisa teknik untuk memprediksi dan mengevaluasi hasil dalam merancang suatu sistem.
2.1.2 Persediaan Pada tahun 1960, komputer telah banyak membantu dalam pengelolaan manajemen persediaan. Kesulitan yang biasanya terjadi dalam pelaksanaan manajemen persediaan tradisional telah teratasi semenjak dikenalnya suatu pendekatan sistem persediaan yang terperinci dan lebih baik, yang disebut material requirement planning (MRP) sistem ini ditemukan oleh Joseph orilicky.
13
Saat ini sistem MRP telah memiliki popularitas dalam bidang industri yang memanfaatkan kemampuan komputer untuk melaksanakan perencanaan dan pengendalian dengan memperhatikan hubungan antara item persediaan, sehingga pengelolaannya dapat lebih efisien dalam menentukan kebutuhan material secara tepat dan cepat. Persediaan sendiri merupakan bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting karena banyak perusahaan melibatkan investasi terbesar pada persediaan. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanaan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersediaannya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat pada waktu yang tepat Dalam sistem manufaktur berdasarkan jenisnya persediaan dapat dibedakan atas: •
Persediaan bahan baku merupakan bahan dasar yang akan dipakai dalam proses produksi yang diperoleh dari pihak supplier. Dimana bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan akan diolah melalui beberapa proses dan diharpakan menjadi barang jadi.
14
•
Persediaan barang setengah jadi merupakan suatu bahan baku untuk proses selanjutnya yang akan diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk jadi.
•
Persediaan barang jadi merupakan suatu produk yang sudah selesai di proses yang siap untuk dijual ke pasaran
2.1.3 Biaya Persediaan Biaya persediaan adalah keseluruhan biaya operasi yang mungkin akan timbul dalam sistem persediaan (Yamit,1999,p19). Biaya tersebut terdiri dari: •
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli suatu bahan atau barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah bahan atau barang yang dibeli dan harga per satuan.
•
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan bahan atau barang dari luar.
•
Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat dari penyimpanan bahan atau barang di gudang.
•
Biaya kekurangan persediaan adalah apabila perusahaan mengalami kekurangan persediaan, keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena jalannya proses produksi terganggu sehingga kesempatan mendapat keuntungan akan hilang.
15
2.1.4 Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC biasa disebut sebagai analisis ABC, merupakan klasifikasi dari suatu produk atau material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan produk atau material itu per periode waktu. Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Umumnya klasifikasi ABC digunakan dalam pengendalian persediaan (Vincent Gaspersz,2004,p273). Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20. Dalam penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan frekuensi perhitungan, dimana yang masuk kedalam kelas A lebih di prioritaskan dibandingkan kelas B atau C.
2.1.5 Peramalan Peramalan
atau
forecasting
merupakan
suatu
ilmu
yang
memprediksikan peristiwa-peristiwa masa yang akan datang. Dalam peramalan memang memakan biaya dan waktu untuk menyiapkan dan memantaunya. Peramalan permintaan merupakan input utama bagi fungsi-fungsi lainnya dalam sistem perencanaan dan pengendalian operasional. Fungsi-fungsi lain akan mengubah peramalan tersebut menjadi kebutuhan material, daftar-daftar komponen, kebutuhan tenaga kerja, jadwal produksi, dan keputusan-keputusan lainnya. Tujuan peramalan adalah untuk membantu kegiatan perencanaan sehingga dapat berjalan dengan baik dan sesuai target yang ditentukan.
16
2.1.5.1 Jenis-jenis Pola Data Data yang diplot adalah data masa lalu yang dipergunakan untuk meramalkan data di masa yang akan datang. Dari data yang telah diplot akan terlihat pola data untuk menentukan metode peramalan yang akan digunakan. Ada empat jenis pola data, yaitu: 1. Pola Horizontal atau Stationary Bila nilai-nilai dari data observasi (data masa lalu) berfluktuasi disekitar pola konstan rata-rata. Dengan demikian dapat dikatakan pola ini sebagai stationary pada rata-rata hitungnya (mean).
Gambar 2.1 Pola Data Horizontal 2. Pola data Musiman atau Seasonal Bila suatu deret waktu dipengaruhi oleh faktor musiman (seperti kuartalan, bulanan, mingguan, harian, dan lain-lain).
17
Gambar 2.2 Pola Data Musiman 3. Pola Siklus atau Cyclical Bila data observasi dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang yang berkaitan atau tergabung dengan siklus usaha (business cycle) seperti perang, kondisi ekonomi, siklus bisnis dan lain-lain.
Gambar 2.3 Pola Data Siklus 4. Pola Trend Unsur ini menunjukkan fluktuasi-fluktuasi data yang tidak sistematik atau acak. Terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data.
18
Gambar 2.4 Pola Data Trend
2.1.5.2 Metode-metode Peramalan Metode peramalan secara umum dibagi dua, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. 1. Metode Kualitatif Kegiatan peramalan ini dilakukan berdasarkan data peramalan kualitatif pada masa yang lalu. Kegiatan peramalan ini penting dilakukan apabila data yang ada dapat dikomunikasikan secara jelas dan merupakan data yang sifatnya berkelanjutan pada masa yang akan datang. 2. Metode Kuantitatif Peramalan ini merupakan peramalan yang dilakukan berdasarkan data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan kuantitatif biasanya bersifat subjektif tergantung dari hasil penilaian pengambil data. Hal ini penting karena penilaian yang diberikan itu berdasarkan intuisi, pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan dari pengambil data.
19
2.1.5.3 Macam-macam Metode Peramalan 1. Metode Double Moving Average Salah satu peramalan time series dengan melihat data trend adalah peramalan dengan metode double moving average. Pertama kali dilakukan moving average kemudian baru dilakukan lagi moving average untuk data yang tadi yang sudah di moving average pertama kali. Berikut ini adalah rumus yang dipakai pada peramalan ini yaitu: •
Rumus untuk moving average yang pertama M t = Yt +1 =
•
Rumus untuk moving average yang kedua M t' =
•
Yt + Yt −1 + Yt − 2 + .... + Yt − k +1 k
M t + M t −1 + M t − 2 + .... + M t − k +1 k
Rumus untuk menghitung peramalan dengan double moving average a t = M t + ( M t − M t' ) = 2M t − M t' bt =
2 ( M t − M t' ) k −1
^
Yt + p = at + bt + p m
2. Metode Double Exponential Smoothing Dua Parameter Dari Holt Metode pemulusan eksponensial linear dari Holt dalam prinsipnya serupa dengan Brown, kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend
20
dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan dari pemulusan eksponensial linear Holt didapat dengan menggunakan dua konstanta pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan, yaitu: S t = αX t + (1 − α )( S t −1 + bt −1 ) bt = γ ( S t − S t −1 ) + (1 − γ )bt −1 Ft + m = S t + bt m Dimana :
St = Pemulusan ke-t bt = Nilai trend ke-t Ft + m = Nilai peramalan ke-t
α = Faktor pemulusan
Dalam metode ini nilai α dan γ sangat berpengaruh dalam menentukan kesalahan yang dihasilkan, oleh karena itu diperlukan beberapa percobaan (trial) untuk menemukan nilai α yang memberikan error terkecil.
3. Metode Asosiatif Metode ini dapat digunakan apabila pola data permintaan secara konsistensi naik atau turun. Metode ini mencocokan garis pada sejumlah persamaan sehingga jumlah dari kuadrat jarak vertikal observasi dari garis dapat diminimasi. Metode utama yang dikenal dan digunakan secara luas
21
dalam metode ini adalah regresi. Berikut adalah rumus-rumus regresi linear sederhana yt = a + bt, dengan:
b=
n∑ ty − ∑ t ∑ y n∑ t 2 − (∑ t )
2
a = y − bt dimana: y = nilai peramalan a = konstanta y b = nilai kemiringan n = jumlah data t = indeks penunjuk waktu (dimulai dari 0 dan terus berlanjut untuk periode yang diramalkan.
2.1.5.4 Statistik Ketepatan Peramalan Ketepatan peramalan dipandang sebagai kriteria penolakan untuk memilih suatu metode peramalan, karena variabel-variabel yang digunakan dalam peramalan hampir tidak mungkin meramal tanpa kesalahan. Sehingga dalam hal ini dapat memilih metode peramalan yang tepat yang menghasilkan
error terkecil. Ukuran statistik standar adalah sebagai berikut: 1. Error
ei = X i − Fi
22
2. Nilai tengah kesalahan absolut (mean error) n
ME = ∑ ei / n i =1
3. Nilai tengah galat absolut (mean absolute error) n
MAE =
∑e i =1
i
n
4. Nilai tengah galat kuadrat (mean squared error) n
∑e i =1
MSE =
2 i
n
5. Deviasi standar galat (standard deviation of error) n
∑e
SDE =
i =1
2 i
(n − 1)
6. Nilai tengah deviasi absolut (mean absolute deviation)
MAD =
1 ∑ Xi − X n
Ukuran-ukuran relatif adalah sebagai berikut: 1. Galat persentase (percentage error) PEt =
X t − Ft × 100 Xt
23
2. Nilai tengah galat persentase (mean percentage error) n
MPE =
∑ PE i =1
i
n
3. Nilai tengah galat persentase (mean absolute percentage error) n
MAPE =
∑ PE i =1
i
n
2.1.6 Perencanaan Agregat
Perencanaan agregat merupakan jantung dari perencanaan jangka menengah. Dimana tujuan perencanaan agregat untuk mengembangakan suatu rencana produksi secara menyeluruh yang fisibel dan optimal. Fisibel berarti dapat memenuhi permintaan pasar dan sesuai dengan kepasitas yang ada, sedangkan optimal berarti menggunakan sumber daya sebijaksana mungkin dengan mengeluaran biaya serendah mungkin. Pada umum nya ada 4 (empat) jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya, dan pertimbangan biaya (Arman Hakim Nasution,2003,p69). Keempat jenis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memproduksi banyak produk pada saat permintaan rendah, dan menyimpan kelebihannya sampai saat dibutuhkan. Alternatif ini akan
24
menghasilkan tingkat produksi relatif konstan, tetapi mengakibatkan ongkos persediaan yang tinggi. 2. Menambah tenaga kerja apabila adanya permintaan tinggi atau mengurangi tenaga kerja apabila pada saat permintaan rendah. 3. Melemburkan pekerja dengan cara menambah waktu kerja pada umumnya, tetapi penambahan waktu kerja tidak boleh melebihi 25% waktu kerja reguler. 4. Melakukan subkontrak apabila terjadi permintaan yang tinggi sementara kapasitas produksi tidak cukup untuk memenuhinya, sedangkan pihak perusahaan tidak menghendaki hilangnya permintaan atau pelanggan penting.
2.1.7 Material Requirement Planning (MRP)
Perencanaan kebutuhan material (MRP) adalah suatu sistem yang menggabungkan kontrol persediaan dan sebuah teknik pendawalan dari komponen-komponen
suatu
produk
yang
ingin
dihasilkan
dengan
memperhatikan jumlah dari masing-masing komponen tersebut untuk setiap satu unit produknya, persediaan dari masing-masing komponen yang ada di tangan atau gudang, dan rencana penerimaan dari komponen-komponen yang telah dipesan, dan melakukan penyesuaian jumlah kebutuhan tiap komponen
25
tersebut untuk selanjutnya dilakukan pemesanan sesuai dengan waktu tunggu dari masing-masing komponen.
2.1.7.1 Tujuan MRP
Tujuan MRP adalah untuk menghasilkan informasi yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Ada 4 (empat) tujuan utama sistem MRP yaitu: 1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat 2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan
2.1.7.2 Input MRP
MRP memerlukan beberapa informasi-informasi yang berfungsi sebagai input dan digunakan dalam perencanaan pesanan komponen dan material. Input MRP diantaranya adalah: 1. Master Production Planning (MPS) MPS atau jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan
26
periode waktu. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi. Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan 4 (empat) fungsi utama berikut: 1. Menyediakan
atau
memberikan
input
utama
kepada
sistem
perencanaan kebutuhan material dan kapasitas. 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk itemitem MPS. 3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas. 4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk, kepada pelanggan.
Tujuan MPS adalah: 1. Memenuhi target tingkat pelayanan terhadap konsumen. 2. Efisiensi penggunaan sumber daya produksi. 3. Mencapai target tingkat produksi tertentu.
Kriteria penyusunan MPS adalah: 1. Jenis item tidak terlalu banyak. 2. Kebutuhan dapat diramalkan.
27
3. Mempunyai
BOM
(Bill
Of
Material)
sehingga
kebutuhan
komponennya dapat dihitung. 4. Menyatakan konfigurasi produk yang akan dikirim.
Format MPS: 1. Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu end item. 3. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang. 4. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 5. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 6. Demand Time Fences (DTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan permintaan. 7. Planning Time Fences (PTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan dimana demand masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani sepanjang material dan kapasitas tersedia. 8. Forecast merupakan hasil peramalan. 9. Actual Order merupakan jumlah order yang sudah diterima sebelumnya.
28
10. Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. PAB dapat dihitunga dengan menggunakan rumus: PAB t ≤ DTF = PAB t −1 + MS t − AO t PAB DTF ≤ t ≤ PTF = PAB t −1 + MS t − AO t atau Ft (Pilih yang paling besar)
11. Available To Promise (ATP) merupakan jumlah yang dapat dijanjikan kepada pelanggan untuk dipenuhi. ATP tidak boleh minus, jika hal ini terjadi maka akan terjadi lost sales karena permintaan berarti tidak dapat dipenuhi. ATP dapat dihitunga dengan menggunakan rumus: ATP = ATPt −1 + MS t − AO 12. Master Schedule (MS) merupakan jadwal induk produksi. 13. Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) merupakan hasil dari tabel konversi yang akan diproduksi. Tabel 2.1 Format MPS Item No: Lead Time: On Hand: Period Forecast Actual Order Project Available Balance Available To Promise Master Scheduled Kapasitas Produksi Terpasang (KPT)
Description: Safety Stock: Demand Time Fences: Planning Time Fences: Past Due 1 2 3 4
5
6
29
2. Bill Of Material (BOM) dan Struktur Produk Struktur Produk adalah komponen pembentuk produk akhir ditempatkan pada level satu dan seterusnya membentuk sebuah hirarki. Kegunaan dari struktur produk adalah: 1. Mengetahui jumlah item penyusun produk akhir 2. Memberikan aturan untuk produk yang akan dibuat Bill Of Material yaitu daftar atau list dari bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk akhir atau jaringan yang menggambarkan hubungan induk-komponen.
3. Informasi dari file induk setiap komponen yang meliputi: •
Status persediaan, termasuk persediaan yang ada dan jadwal penerimaan komponen dari pesanan yang sudah dilakukan.
•
Waktu tunggu (Lead time).
•
Persediaan pengaman (Safety Stock).
•
Informasi jumlah pesanan dan lain-lain.
2.1.7.3 Format MRP
Format MRP: 1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
30
2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit. 3. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu komponen. 4. Safety stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang. 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On hand menyatakan jumlah material yang ada sebagai sisa periode sebelumnya. 7. Order policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8. Lot size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross requirement sama dengan master production scheduled (MPS). Untuk komponen kuantitas gross requirement diturunkan dari planned order release induknya. 10. Scheduled receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11. Project available balance (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB 1 dapat dihitung
31
dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan scheduled receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Rumus : PAB1 = (PAB 2)t −1 − (Gross Re quirement )t + (Scheduled Re ceipts )t 12. Net requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi master production scheduled. Net requirement = 0 (nol) jika PAB 1 lebih besar dari 0 (nol) dan sama dengan minus apabila PAB 1 kurang sama dengan nol. Rumus: Net Re quirement = −(PAB )t + SafetyStock 13. Planned order receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. POR muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung pada order policy-nya, selain itu juga harus mempertimbangkan safety stock nya juga. 14. Planned order release menyatakan kapan suatu order sudah di-release atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan.
32
15. Projected available balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. PAB 2 dapat dihitung dengan cara menggunakan planned order receipts pada net requirement. Rumus: PAB2 = (PAB2 )t −1 + (ScheduledR eceipts )t − (GrosRequir ement )t + (PlannedOre derReceipt s )t atau PAB2 = (PAB1 )t + (PlannedOrd erReceipts
)t
Tabel 2.2 Format MRP Part No: BOM UOM: Lead Time: Safety Stock: Period Gross Requirement Scheduled Receipts PAB 1 Net Requirement Planned Order Receipts Planned Order Release PAB 2
Past Due
1
2
Description: On-Hand: Order Policy: Lot Size: 3 4
5
6
7
8
2.1.7.4 Teknik-teknik penentuan ukuran lot
Sistem MRP memiliki 4 (empat) langkah utama yang selanjutnya keempat langkah tersebut harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual apabila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu
33
program diperlukan jika jumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Netting Adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam netting ini adalah kebutuhan kotor untuk setiap periode, rencana penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut, dan tingkat ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.
2. Lotting Adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode untuk menentukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total biaya set-up dan biaya simpan. Teknik-teknik tersebut adalah teknik lot for lot, eqonomic order quantity, period order quantity, fixed period requirement, dan lain-lain.
34
Lot for lot (LFL) Metode lot for lot atau metode persediaan minimal berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dilakukan dalam jumlah berapa saja, pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan menghasilkan tidak adanya persediaan.
Eqonomic order quantity (EOQ) Merupakan salah satu model yang sudah tua, namun paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak digunakan sampai saat ini karena mudah penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai. Asumsi tersebut adalah sebagai berikut: •
Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam
•
Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan
•
Biaya pesan dan biaya simpan diketahui dan konstan
•
Harga barang tetap, tidak adanya potongan harga dari jumlah yang dibeli
•
Lead time diketahui dan konstan
35
Perhitungan EOQ adalah dengan menggunakan rumus: EOQ =
2 DS H
dimana : EOQ = jumlah pemesanan yang ekonomis D = kebutuhan bahan baku dalam suatu periode S = biaya pesan bahan baku H = biaya simpan bahan baku dalam suatu periode
Period order quantity (POQ) Metode ini menjelaskan jumlah periode untuk melakukan pemesanan namun tidak memperhatikan jumlah unit untuk dipesan. Perhitungan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan rumus: t* (t* - 1) ≤ 2 k / hr Dimana untuk mendapatkan nilai t yang optimal adalah dengan mencobacoba. dimana : k = Biaya pemesanan h = Biaya simpan per satuan unit per satuan waktu r = rata-rata kebutuhan dalam suatu periode
36
Fixed period requirement (FPR) Adalah jangka waktu pemesanan ditentukan secara bebas, tetapi berulang secara tetap. Ukuran pemesanan sesuai jumlah kebutuhan pada jangka waktu yang ditentukan tersebut.
3. Offsetting Proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode pemesanan yang dilakukan.
4. Explosion Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah, berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses offsetting data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur produk dan bill of material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan rencana pemesanan, akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen penyusun produk akhir sesuai dengan dengan bill of material (BOM) dan struktur produknya. Dari proses explosion ini juga
37
akan diketahui rencana pemesanan untuk komponen-komponen penyusun produk tersebut.
2.1.7.5 Output MRP
Keluaran dari sistem MRP adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk melakukan pengendalian produksi: a. Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari setiap komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal kebutuhan bahan pada tingkat lebih rendah dapat diketahui. b. Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkan pemilihan metode lot yang paling efisien.
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam skripsi ini akan dibahas tentang pengendalian sistem persediaan yang baik dengan menggunakan metode MRP (Material requirement Planning) sehingga tidak terjadinya kelebihan dan kekurangan bahan baku tetapi tetap dapat memenuhi permintaan pelanggan. Tahap awal yang akan dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap data histori pada masa lalu, dimana data masa lalu yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dimulai sejak tanggal 1 Januari 2003 sampai dengan 31 Desember 2005. Kemudian data tersebut diplot sehingga dapat mengetahui
38
metode peramalan apakah yang sesuai dengan pola data tersebut. Didapat hasil jenis pola data tersebut adalah jenis pola data trend, sehingga metode yang sesuai untuk pola data tersebut adalah dengan menggunakan metode double moving average, double exponential smoothing, dan metode asosiatif. Setelah mendapat hasil peramalan maka akan dilakukan perencanaan agregat sehingga dapat menjadwalkan seberapa besar produksi yang akan di produksi yang dapat memenuhi hasil peramalan tersebut. Metode perencanaan agregat yang digunakan adalah dengan menggunakan metode heuristic dengan tiga variasi yaitu variasi tingkat persediaan, variasi jumlah tenaga kerja, dan variasi subkontrak. Dengan menggunakan variasi tingkat persediaan maka biaya yang akan timbul adalah biaya tenaga kerja dan biaya persediaan, dengan menggunakan variasi jumlah tenaga kerja maka biaya yang akan timbul adalah biaya tenaga kerja, biaya penambahan dan pengurangan tenaga kerja, sedangkan dengan menggunakan variasi subkontrak maka biaya yang akan timbul adalah biaya tenaga kerja, biaya persediaan, dan biaya subkontrak. Setelah mendapat penjadwalan produksi yang akan dilakukan maka sebelumnya akan dikonversikan dari bulan menjadi minggu. Kemudian melakukan perhitungan MPS (Master Production Schedule) dan membuat struktur produk dan BOM (Bill Of Material) sebagai input dari MRP. Dimana MPS yang akan dibuat pada nilai ATP (Available To Promise) tidak boleh ada nilai yang minus karena apabila ada maka perusahaan mengalami lost sales.
39
Setelah mendapatkan master schedule maka akan diolah dengan menggunakan metode MRP yaitu dengan lot sizing LFL (Lot For Lot), EOQ (Economic Order Quantity), dan POQ (Period Order Quantity). Dimana dengan menggunakan lot sizing LFL pemesanan bahan baku dilakukan sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya dan menganut sistem just in time. Resiko timbulnya biaya persediaan akan kecil namun biaya pesan akan tetap ada. Dengan menggunakan lot sizing EOQ pemesanan yang dilakukan jumlah
pemesanan
selalu
konstan
untuk
setiap
waktu
namun
harus
memperhatikan reorder ponit (titik pemesanan kembali) dan setiap periode frekuensi pemesanan tidak selalu sama untuk tiap jenis bahan baku. Untuk mendapatkan
kuantitas
pemesanan
menggunakan rumus : EOQ =
yang
optimal
maka
dicari
dengan
2 DS H
dimana : EOQ = jumlah pemesanan yang ekonomis D = jumlah kebutuhan bahan baku suatu periode S = biaya pesan bahan baku per sekali pesan H = biaya simpan bahan baku dalam suatu periode Sedangkan dengan menggunakan lot sizing POQ pemesanan bahan baku dilakukan tergantung dari interval pemesanan yang sudah ditentukan, interval pemesanan tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus t* (t* - 1) ≤ 2 k /hr
40
dimana: k = biaya pesan h = rata-rata kebutuhan bahan baku r = biaya simpan Untuk mendapatkan nilai t yang optimal adalah dengan mencoba-coba sehingga tidak melewati dari hasil 2 k /hr. Setelah mengetahui ukuran lot yang akan digunakan maka langkah selanjutnya adalah membandingkan total biaya masing-masing. Biaya yang terkecil akan menjadi suatu usulan yang akan diterapkan pada perusahaan guna dapat mengendalikan sistem persediaan dengan baik.