BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi,dari
yang konvensionalsampai yang lebih stategik.Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk,seperti: performansi,keandalam,mudah
dalam
penggunaan,estetika
dan
sebagainya.sedangkan definisi strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu
yang
mampu
memenuhi
keinginan
atau
kebutuhan
pelanggan.(Gasperz,2002:4) Salah satu definisi kualitas yang sering digunakan berasal dari Crosby (1979) yang mendefinisikan “Quality is conformance to requirements or specificatioan” yang artinya bahwa kualitass adalah suatu kesesuaian untuk memenuhi persyaratan atau spesifikasi. Definisi yang lebih umum dari kualitas adalah yang dikemukakan oleh juran (1974) yaitu “Quality is fitness for use” dimana definisi ini menekankan pada poin penting yaitu pengendali dibalik penentuan level kualitas yang harus dipenuhioleh produk atau jasa yaitu konsumen
2.1.2
Pengendalian Kualitas Dalam konteks pembahasan tentang pengendalian proses statistikal,
terminologi kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan
26
dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang dan/ atau jasa yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Dengan demikian pengertian kualitas dalam konteks pengendalian proses statistikal adalah bagaimana baiknya suatu output (barang dan/ atau jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari suatu perusahaan. Spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari perusahaan. Spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain produk yang disebut sebagai kualitas desain (quality of design) harus berorientasi kepada kebutuhan atau keinginan konsumen (orientasi pasar). Hal ini dimaksudkan agar sesuai dengan konsep Roda Deming dalam proses industri modern, yaitu : (1) riset pasar, (2) desain produk dan proses, (3) proses produksi, (4) proses pemasaran. Definisi kualitas sangatlah bervariasi (Pengendalian Kualitas Statistik, (Dorothea Wahyu A, 3)) :
Menurut Vincent Gasperz
Kualitas adalah sebagai konsistensi peningkatan dan penurunan variasi karakteristik produk, agar dapat memenuhi spesifikasi dan kebutuhan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun external.
Menurut Juran
Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya
Menurut Deming
Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang
27
Menurut Feigenbaum
Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintanance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
2.1.3 Definisi Tentang Data Statistik Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu : •
Data Atribut (Attributes Data), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banykanya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. • Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim,
28
konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel. Dalam pengendalian proses statistikal untuk meningkatkan kualitas, pengumpulan data bertujuan untuk : 1. Memantau dan mengendalikan proses 2. Menganalisis hal-hal yang tidak sesuai (non-conformance). 3. Inspeksi. Dalam kegiatan pengumpulan data perlu diperhatikan beberapa hal berikut : 1. Definisikan tujuan pengumpulan data secara jelas. 2. Identifikasi jenis data (variabel atau
atribut) yang akan
dikumpulkan. 3. Gunakan akat ukur yang dapat diandalkan untuk menjamin keandalan pengukuran. 4. Tentukan cara yang tepat untuk mencatat data. Data asli harus dicatat secara jelas., misalnya : waktu pencatatan, asal data, nama pencatat data, dll. 5. Buatlah formulir pencatatan data yang memudahkan untuk penggunaan selanjutnya.
29
2.1.4 Jenis Peta Kendali Peta kontrol data variabel adalah data yang diukur untuk keperluan analisis. Adapun peta kontrol yang digunakan untuk jenis data ini adalah sebagai berikut: 1.
Peta kontrol X-Bar dan R( Statistical Process Control
(Gaspersz, 112))Kedua peta ini digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik dimensi kontinu, sehingga peta kontrol X-Bar dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data variabel. Peta X-Bar menjelaskan apakah perubahan – perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (control tendency) atau rata – rata dari suatu proses. Peta R menjelaskan perubahan – perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasolkan melalui suatu proses. 2.
Peta kontrol X dan MR (Moving Range)
Pembuatan peta ini diterapkan proses yang menghasilkan output relative homogen, misalnya cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dan sebagainya. Demikian pula dengan kasus – kasus dimana inspeksi 100% digunakan untuk proses produksi yang sangat lama. 3.
Peta kendali P Statistical Process Control (Gaspersz, 147)
Digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi yang ditetapkan yang berarti
30
yang dikategorikan cacat.untuk itu definisi operasional secara tepat tentang apa yang dimaksud ketidaksesuaianc/apa yang dimaksud ketidaksesuaian /cacat sangatlah penting dan harus dipahami oleh setiap pengguna pete pengendali P.adapun langkah-langkah pembuatan peta kendali P ( Proporsi unit yang cacat )adalah sebagai berikut : 1.Menentukan
ukuran
contoh
yang
cukup
besar
dan
mengumpulkannya. 2.Menghitung nilai proporsi cacat
p =
∑ Unit Cacat ∑ Inspeksi
3.Menghitung nilai simpangan baku Rumus simpangan baku (Sp) : Sp =
Sp =
{p − bar (1 − p − bar )} ni 0,0282 (1 − 0,0282) ni
Rumus simpangan baku dalam persentase (Sp, %) Sp =
Sp =
{p − bar (100 − p − bar )} ni 0,0282 (100 − 0,0282 ) ni
Dimana ni = jumlah unit yang diinspeksi = jumlah unit yang diproduks
31
4.Menghitung batas kontrol 3-sigma
p = CL =
Σcacat ΣJumlah Pr oduksi
UCL = p + 3
p (1 − p) ni
LCL = p − 3
p (1 − p) ni
Tabel 2.3 Jenis Data dan Peta Kendalinya Jenis Data Data Atribut
Jenis Peta kendali Peta p
Merupakan data kualitatif yang dapat Peta np dihitung untuk pencatatan dan analisis. Peta u Data atribut biasanya diperoleh dalam Peta c bentuk
unit-unit
ketidaksesuaian
nonconforms dengan
atau
spesifikasi
atribut yang ditetapkan. Peta X-bar dan R
DataVariabel
Merupakan data kuantitatif yang diukur Peta X-bar dan MR untuk
keperluan
analisis.
Ukuran- Peta X-bar dan S
ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume, biasanya merupakan data variabel
32
2.1.5 Variasi
Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika
Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi
tidak
normal
melalui
pemisahan
variasi
yang
disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (commoncauses variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh penyebab umum. Gaspersz (1998) Statistical Process Control : Managemen Bisnis Total, (Gaspersz, 28-29)
menjelaskan lebih lanjut tentang kedua jenis variasi tersebut sebagai berikut :
1. Variasi Penyebab Khusus (Special Causes of Variation)
adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu
33
aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses
sehingga
menimbulkan
variasi.
Dalam
konteks
pengendalian prose statiskal menggunakan peta-peta kendali (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits). 2. Variasi Penyebab Umum (Common Causes of Variation)
adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem
itu
dan
memperbaikinya,
hanya karena
pihak pihak
manajemen
yang
manajemenlah
dapat yang
mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan. Peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaannya dipahami secara benar. Pada dasarnya peta kontrol dipergunakan untuk:
34
•
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal ? Dengan demikian peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
•
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
•
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
2.1.5 Pengendalian Proses dan Kapabilitas Proses
Pengendalian proses dalam hal ini artinya apabila proses telah berada di bawah pengendalian statistical maka perlu menentukan kapabilitas proses, yang ditentukan dengan menggunakan ukuran indeks kapabilitas proses (Capability Process) dan indeks performansi Kane (Capability Process Kane / Cpk) serta memiliki standar deviasi 6σ. Berdasarkan Dorothea (1999,p153-155) cara menghitung kapabilitas proses untuk data variable adalah : 1.
Kemampuan proses (Capability Process) Menentukan Nilai Cp
35
Apabila proses berada dalam batas pengendali statistik dengan peta pengendali normal dan rata-rata proses terpusat pada target, maka kemampuan proses dapat dihitung dengan :
Cp =
U-L 6σ
Adapun criteria – criteria penilaian, sebagai berikut : Jika nilai Cp > 1.33 maka proses masih baik (capable). Jika nilai Cp < 1 maka proses tidak baik (not capable). Jika 1
CPL
:
(X − LSL)
CPU
:
(USL − X )
Dimana :
3S
3S
CPL
: indeks kapabilitas bawah
CPU
: indeks kapabilitas atas
36
Jika nilai Cpk > 1 maka process performance masih baik (capable). Jika nilai Cpk < 1 maka process performance tidak baik (not capable). 2.1.6 Six Sigma 2.1.6.1 Definisi Six Sigma ( The Six Sigma Way (Pande,xi))
Secara statistik, Six Sigma adalah suatu ketentuan yang mensyaratkan suatu proses beroperasi pada batas toleransi perekayasaan terdekat adalah paling sedikit ±6σ dari rata-rata proses. Dalam persepsi teknis untuk pengendalian proses maka Six Sigma dapat berarti kepada target kinerja operasi yang diukur secara statistik dengan hanya 3,4 cacat (defect) untuk setiap satu juta kejadian atau “peluang”. Seringkali dinamakan 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunities) atau 3,4 PPM (Parts Per Million). Cara lain untuk menentukan Six Sigma adalah sebagai usaha “perubahan budaya” agar posisi perusahaan di pasar ada pada kepuasan pelanggan, profitabilitas dan daya saing yang lebih besar. Definisi yang terakhir ini lebih disukai oleh mereka yang memiliki latar belakang manajemen dan ekonomi. Dari sekian banyak definisi -ukuran, tujuan ataupun perubahan budaya - yang ada mana yang paling sesuai untuk mendeskripsikan kata “Six Sigma” dengan tepat? Sebenarnya tidak ada satupun dari definisi diatas yang kurang tepat, atau yang paling tepat sekalipun. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dari bab ini bahwa Six Sigma bukanlah suatu program teknis keseluruhan dan juga tidak selalu menekankan pada statistik. Six Sigma lebih kepada suatu pendekatan manajemen untuk mencapai tujuannya berupa kepuasan pelanggan, peningkatan produktivitas, penurunan
37
tingkat produk yang cacat dan secara umum peningkatan kinerja perusahaan yang dapat dibuktikan dengan laba, penghematan tahunan, nilai harga saham, market share, employee turnover dan lain-lain. Akan tetapi metode ini juga memiliki basis yang cukup kuat pada statistik, terutama jika kita berbicara kepada ukuran (atau tujuan) yang menjadi indikator awal bagi tercapainya target kualitas seperti yang diharapkan atau seperti yang dijanjikan oleh metode tersebut yaitu penurunan tingkat cacat hingga mencapai 3,4 DPMO dengan batas toleransi persyaratan (UCL dan LCL) mencapai ±6σ terhadap rata-rata proses. Dengan pemahaman menyeluruh tentang konsep Six Sigma sebagai suatu pendekatan manajemen berbasis statistik yang menekankan pada tujuannya berupa peningkatan kinerja bisnis serta fokus pada hasil-hasil yang ditargetkan maka dalam bukunya, The Six Sigma Way, (Peter S Pande82), mendefinisikan Six Sigma secara luas: Six Sigma adalah sebuah sistem berupa pendekatan manajemen yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis, juga Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data dan analisis statistik dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan kembali proses bisnis demi tercapainya tingkat kualitas 6σ
2.1.6.2 Konsep Six Sigma Secara Statistik
Sigma
adalah
sebuah
unit
pengukuran
statistik
yang
mencerminkan kapabilitas proses. Sigma adalah sebuah cara untuk menentukan atau bahkan memprediksikan kesalahan atau cacat dalam proses, baik dalam proses manufaktur atau
38
pengiriman sebuah pelayanan. Jika perusahaan kita sudah mencapai level 6 sigma berarti dalam proses kita tersebut mempunyai peluang untuk defect atau
melakukan kesalahan
sebanyak 3,4 kali dari 1000000 kemungkinan (ooportunity). Dari
hasil
perhitungan
memperbandingkan
nilai
yang
sigma,
dilakukan
didapatkan
dengan
perbandingan
sebagai berikut The Six Sigma Way (Pande, 13): : Tabel 2.1 Perbandingan Hasil 3.8 Sigma dengan 6 Sigma Pencapaian Tujuan-Apa yang telah anda dapatkan Sampel Untuk setiap 300.000 surat yang diantar Melakukan 500.000 kali melakukan restar komputer Untuk 500 tahun dari tutup buku akhir tahun Untuk setiap minggu penyiaran TV (per channel)
3,8 Sigma
6 Sigma
3000 salah kirim
1 salah kirim
4.100 berbenturan
< 2 berbenturan
60 bulan tidak seimbang
0,018 bulan tidak seimbang
1,68 jam gagal mengudara
1,8 detik gagal mengudara
Proses Six Sigma Motorola berdasarkan pada distribusi normal yang mengizinkan pergesaran 1.5 sigma dari nilai target. Konsep Six Sigma menurut Motorola ini berbeda dengan konsep distribusi normal yang tidak memberikan kelonggaran akan pergeseran. Nilai pergeseran 1.5 sigma ini diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri, dimana menurut hasil penelitian bahwa sebagus-bagusnya suatu proses industri (khususnya mass production) tidak akan 100 persen berada pada suatu titik nilai target tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1.5 sigma dari nilai tersebut :
39
Gambar 2.1 Pergeseran Tingkat Sigma dalam konsep Six Sigma Motorola Seperti yang terlihat dalam gambar bahwa rata-rata proses dapat menyimpang sebesar ±1,5σ dalam asumsi normalitas. Apabila rata-rata proses menyimpang sejauh 1,5σ ke arah kanan (USL), maka level sigma dari proses akan sebesar 4,5σ dan arah yang berlawanan akan menghasilkan 7,5σ. Secara umum apabila proyek Six Sigma dijalankan dengan baik dan konsisten dalam jangka panjang maka pergeseran 1,5σ adalah satu ketentuan yang dapat dimaklumi. Jadi dalam implementasi jangka panjang yang dimaksud dengan “Six Sigma” itu adalah 6σ dengan asumsi pergeseran 1,5σ pada rata-rata proses dari target yang telah ditetapkan. Adapun DPMO yang dihasilkan untuk tingkat pengelolaan Six Sigma ini adalah sebesar 3,4 PPM dan 99,99966 % dari data akan berada dalam batas toleransi 6σ atau Yield sebesar 99,99966 %. Perbandingan antara proses dengan konsep pure Six Sigma, dimana rata-rata proses adalah tetap, dengan konsep Six Sigma Motorola, dimana rata-rata proses diasumsikan menyimpang 1,5σ dalam jangka panjang adalah seperti dibawah ini: Tabel 2.2 Level Sigma dan Tingkat DPMO
40
Pengendalian Kualitas Statistik, (Dorothea Wahyu A, 192)
Sigma Quality
Mean, fixed
Mean, with 1,5 shift
Level
Defect Rate (ppm)
Defect Rate (ppm)
3
2.700
66.811
4
63,40
6.210
5
0,57
233
6
0,002
3,4
Untuk lebih jelasnya tentang tabel konversi level sigma dan juga DPMO-nya dapat dilihat dibagian lampiran. Menurut penelitian di Amerika Serikat, apabila perusahaan serius dalam penerapan program Six Sigma maka hasil-hasil berikut dapat diperoleh: 1. Terjadi peningkatan 1-sigma dari 3-sigma menjadi 4-sigma pada tahun pertama. 2. Pada tahun kedua, peningkatan akan terjadi dari 4-sigma menjadi 4,7 sigma. 3. Pada tahun ketiga, peningkatan akan terjadi dari 4,7 menjadi 5-sigma. 4. Pada tahun keempat, peningkatan terjadi dari 5-sigma menjadi 5,1-sigma. 5. Pada tahun-tahun selanjutnya, peningkatan rata-rata adalah 0,1-sigma sampai maksimum 0,15-sigma setiap tahun.
41
6. Sebelumnya dikatakan bahwa dibutuhkan waktu rata-rata 8 tahun untuk beralih dari tingkat operasional 4-sigma ke 6sigma, yang berarti harus terjadi peningkatan sebesar 6210/3,4 = 1826,471 kali peningkatan selama 8 tahun atau secara rata-rata sekitar 228,3 kali “peningkatan” setiap tahunnya. Suatu peningkatan yang dramatik untuk mencapai level perusahaan kelas dunia. Peningkatan dari 3-sigma sampai 4,7-sigma memberikan hasil yang mengikuti kurva eksponensial (mengikuti deret ukur), sedangkan peningkatan dari 4,7-sigma sampai 6-sigma mengikuti gerak kurva linear (mengikuti deret hitung). 2.1.6.3 Enam Tema Penting Six Sigma
Untuk dapat menerapkan metode Six Sigma secara optimal hal yang perlu diperhatikan adalah mengetahui enam tema kunci dari (Pande) metode Six Sigma itu sendiri. Enam tema ini sering juga ditafsirkan sebagai “persyaratan utama” dalam mengembangkan metode Six Sigma, enam tema kunci tersebut ialah :(The Six Sigma Way (Pande, 17-19)) 1. Fokus
sungguh-sungguh
kepada
pelanggan
(Customer
Focus). 2. Manajemen
yang
digerakkan
oleh
data
dan
fakta
(Management by Fact). 3. Fokus pada Proses, Manajemen dan Perbaikan (Continous Improvement).
42
4. Manajemen Proaktif (Proactive Management). 5. Kolaborasi tanpa Batas (dari Jack Welch). 6. Dorongan untuk Sempurna, tetapi Toleransi terhadap Kegagalan. Adapun keuntungan-keuntungan yang dapat diraih perusahaan dari penerapan metode Six Sigma ini adalah:( The Six Sigma Way (Pande, xi)) : 1. Pengurangan biaya produksi akibat inefisiensi produksi. 2. Peningkatan Produktivitas. 3. Pertumbuhan pangsa pasar (Market Share). 4. Retensi/Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty), akibat kepuasan pelanggan. 5. Pengurangan Waktu Siklus (Reduce Cycle Time). 6. Pengurangan tingkat produk yang cacat (Reduce Defect Rate). 7. Pengembangan Produk dan Jasa (Product and Service Development). 8. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran karyawan akan budaya kualitas. 9. Memberikan sebuah konteks yang baru terhadap alat-alat yang familiar. 10. Memperkenalkan sebuah model yang baru merupakan dasar pemikiran yang positif untuk memberikan peluang yang segar
43
bagi banyak orang untuk mempelajari dan mempraktikan alat-alat tersebut. 11. Menciptakan sebuah pendekatan yang konsisten. 12. Memprioritaskan pelanggan dan pengukuran. 13. Membuat awal yang baik. DMAIC dapat membantu perusahaan untuk meletakkan Six Sigma sebagai suatu pendekatan yang sungguh-sungguh berbeda dan lebih baik. 2.1.7 Model Perbaikan DMAIC
Ada beberapa model struktur dalam peningkatan kualitas Six Sigma Salah satu yang paling banyak dipakai adalah metode DMAIC. DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. 2.1.7.1 Define
Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah-langkah yang terdapat dalam fase Define antara lain, menentukan atau mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma ,membuat gambaran secara keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC Diagram dan Peta Proses Operasi. 2.1.7.1.1 SIPOC Diagram:( The Six Sigma Way (Pande,179)) :
44
SIPOC adalah singkatan dari Supplier, Inputs, Process, Output dan Customer. SIPOC adalah sebuah peta proses yang di dalamnya teridentifikasi siapa pemasoknya, apa inputnya, bagaimana prosesnya, apa hasilnya dan siapa saja pemakainya. Langkah-langkah pada pembuatan SIPOC: ♦ Menamakan proses. ♦ Membuat batasan titik awal dan akhir proses ♦ Membuat daftar output dan pelanggan. ♦ Membuat daftar input dan pemasok. ♦ Identifikasi, beri nama dan urutkan langkah-langkah yang ada dalam proses. 2.1.7.1.2 Peta Proses Operasi
Peta proses operasi(Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu (Sritomo,
131-133))
adalah
peta
kerja
yang
mencoba
menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut elemen-elemen operasi secara detail. Disini tahapan proses operasi kerja harus diuraikan secara logis dan sistematik. Dengan demikian keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal samapi produk akhir, sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual maupun urutan secara keseluruhan akan dapat dilakukan. Peta proses operasi ini akan memberikan daftar elemen-elemen operasi suatu pekerjaan secara berurutan. Untuk pembuatan peta operasi ini maka ASME (American Society of Mechanical Engineers) yang dipakai adalah symbol operasi, inspeksi, gabungan operasi dan inspeksi,
45
dan penyimpanan. Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui peta operasi ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh, yaitu : ♦ Data
kebutuhan
jenis
proses
atau
mesin
yang
diperlukan. ♦ Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi pada setiap elemen operasi kerja atau pemeriksaan. ♦ Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan material. ♦ Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang sering dipakai. banyaknya peluang dari suatu produk untuk dapat/tidak dapat memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi standar.
2.1.7.2 Measure
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini dilakukan pengukuran dan mengenali dan menginventarisasi karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ). Tahap
pengukuran
ini
sangat
penting
peranannya
dalam
meningkatkan kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan
46
dari data yang ada sehingga menjadi patokan atau dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan.
2.1.7.2.1 Critical to Quality (CTQ)
Critical to Quality The Six Sigma Way (Pande, 28) adalah persyaratan
–persyaratan
pelanggan.
CTQ
ditetapkan
harus
yang
yang
dikehendaki
merupakan
berhubungan
kualitas
langsung
oleh yang dengan
kebutuhan sepesifik pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output. Kebutuhan spesifikasi pelanggan harus dapat diterjemahkan secara tepat kedalam karakteristik kualitas yang ditetapkan oleh manajemen organisasi. Karakteristik kualitas kunci adalah kelompok dari ukuran-ukuran persyaratan kualitas utama yang sangat vital perananya bagi pelanggan. Karena sangat vital maka informasi CTQ ini seringkali dikumpulkan dengan menggunakan metode VOC atau Voice of Customer, yang merupakan cara pengumpulan data
suara
pelanggan
pengumpulan ini dapat
secara
langsung.
Sistem
47
dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan metode survey atau wawancara langsung. Bentuk dari CTQ ini biasanya dinyatakan dalam format CTQ Tree yang merupakan penjabaran dari beberapa karakteristik kualitas kunci bagi pelanggan yang akan dibahas dan dipecahkan kasusnya. CTQ ini seringkali diterjemahkan dalam 2.1.7.2.2 Pengukuran Kinerja Proses
1. Membuat Control Chart Statistical Process Control (Gaspersz, 108), atau peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Shewhart pada tahun 1924. Dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum. Pada dasarnya petapeta kontrol dipergunakan untuk : a. Apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistical?
Dengan
demikian
peta-peta
control
digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical. b. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistical dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
48
c. Menentukan kemampuan proses. Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
Penggunaan Software Minitab 13
Masukkan data proses dalam tabel
Gambar 2. 2 Tampilan Pengisian Data
1.Clic Stat > Control Chart > P 2.Masukkan produksi dalam variable 3 Masukkan besar ukuran sampel dalam subgroup in
49
Gambar 2. 3 Tampilan Pengolahan Data
5.Klik OK
Gambar 2. 4 Tampilan Hasil Peta kendali p
50
Peta kendali X-bar dan R Statistical Process Control (Gaspersz, 112)
Digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik
berdimensi
kontinu.
Peta
kontrol
X-bar
menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi adalam ukuran titik pusat atau rata-rata dari suatu proses. Sedangkan peta kontrol R, yaitu peta yang menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan
dengan
perubahan
homogenitas
produk yang
dihasilkan melalui suatu proses. Berikut adalah rumus untuk batas kendali X-bar dan R.
Batas kendali X-bar
UCL = X + (A2* R ) CL = X LCL = X - (A2* R ) Batas kendali R
UCL = D4* R CL = R LCL = D3* R Keterangan : A2 = konstanta dari tabel D4 = konstanta dari tabel D3 = konstanta dari tabel
51
2. Pengukuran kapabilitas proses saat ini untuk mengetahui seberapa baik proses dapat memproduksi produk yang bebas dari cacat. ♦ Kapabilitas Proses Berdasarkan Data Variabel(Statistical Process Control (Gaspersz, 79-81)) Kapabilitas
adalah
kemampuan
dari
proses
dalam
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik,proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi ( di antara batas bawah dan batas atas spesifikasi). Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang jelek, proses itu akan menghasikan banyak produk yang berada di luar batas-batas spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk akan ditolak. Apabila ditemukan banyak produk yang ditolak
atau
terdapat
banyak
scrap,
hal
itu
akan
mengindikasikan bahwa proses produksi memiliki kapabilitas yang rendah atau jelek. Rumus untuk kapabilitas proses adalah : Cp = (USL – LSL)/6 ( R / d2) Dimana : Cp = indeks kapabilitas proses USL = batas spesifikasi atas LSL = batas spesifikasi bawah R
= rata-rata range
d2
= konstanta (tabel)
Jika indeks kapabilitas proses lebih besar atau sama dengan satu (Cp ≥ 1), hal ini menunjukkan bahwa proses memiliki
52
kapabilitas yang baik, yang berarti bahwa proses mampu menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi. Sebaliknya, jika nilai indeks kapabilitas proses lebih kecil daripada satu (Cp < 1), hal ini menunjukkan bahwa proses memiliki kapabilitas yang jelek, yang berati bahwa proses tidak mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan batas-batas spesifikasi. ♦
Cp > 1.33 , maka proses dianggap sangat mampu (capable)
♦
1 ≤ Cp ≤ 1.33, maka kapabilitas proses baik, namun perlu pengendalian ketat apabila Cp mendekati 1
♦
Cp < 1, maka kapabilitas proses rendah, sehingga perlu ditingkatkan performasinya melalui perbaikan proses itu.
Biasanya
indeks
kapabilitas
proses
(Cp)
digunakan
bersamaan dengan indeks performasi. Indeks Performasi Kane (Cpk), merefleksikan kedekatan nilai rata-rata dari proses sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi atas (USL) atau batas spesifikasi bawah (LSL). Cpk diduga berdasarkan formula sebagai berikut : Cpk = min {Cpl ; Cpu} Dimana :
53
Cpl =
(X - LSL) 3 (R/d 2 )
Cpu =
(USL - X) 3 (R/d 2 )
♦ Kapabilitas Proses Berdasarkan Data atribut (Statistical Process Control (Gaspersz, 156)) Untuk mengdapatkan nilai kapabilitas proses untuk data atribut adalah dengan rumus sebagai berikut : Cp = 1- p
54
Dimana : Cp = indeks kapabilitas proses p
= rata-rata proporsi cacat.
Sebagai contoh kapabilitas proses dari perusahaan adalah 10.202 = 0.798 atau sekitar 80 %, hal ini serupa dengan kemampuan proses menghasilkan prosuk cacat sekitar 20 %. Dengan
demikian
apabila
pihak
managemen
ingin
meningkatkan kapabilitas proses menghasilkan prosuk yang sesuai (tidak cacat) berdasarkan kondisi proses yang stabil sekarang, maka variasi penyebab umum yang melekat pada proses itu harus dikurangi.
2.1.7.2.3 Pengukuran Kinerja Produk 2.1.7.2.3.1 Konsep Pengukuran Berbasis Kecacatan (The Six Sigma Way ( Pande, 235-239))
Pada konsep ini ada dua ukuran yang digunakan, yaitu: 1.Ukuran Defective dan Yield, variabel pengukurannya ialah:
Proportion Defect, merupakan persentase jumlah unit/item yang memiliki satu atau lebih cacat dibanding dengan total unit yang diproduksi. Rumusnya ialah DPU =
Jumlah Defective X 100 % Jumlah unit yang diproduksi
Final Yield, atau ditulis Yfinal dihitung sebagai 1 dikurangi Proportion Defective. Informasi ini memberitahu apakah pecahan dari unit total yang diproduksi atau dikirim adalah
55
bebas cacat (defect free). Hasil ini biasanya dikalikan dengan 100 %. Ukuran Yield mengindikasikan ke-efektifan dari sebuah proses untuk menghasilkan probabilitas produk yang bebas cacat (defect free). Ukuran ini seringkali dinyatakan dalam format Rolled
Throughput Yield atau RTY, mengindikasikan yield atau “hasil baik” pada tiap-tiap proses yang ada. Rumus RTY adalah: RTY = 1- (Jumlah cacat / Input awal) * 100 %. 2. Ukuran-ukuran Defect Sering disebut Defect per Unit atau DPU. Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap total unit yang dihasilkan. Jika DPU sebesar 1 misalnya, ini mengindikasikan bahwa setiap unit akan memiliki satu defect, sekalipun beberapa item mungkin memiliki lebih dari satu defect dan yang lainnya tidak ada defect. DPU 0,25 menunjukan suatu probabilitas bahwa satu dari empat unit akan memiliki satu defect. Rumusnya adalah:
DPU =
Jumlah Defect Jumlah total unit
Tiga ukuran pertama diatas akan membantu mengetahui seberapa baik atau buruk proses dikerjakan dan bagaimana defect didistribusikan dalam proses berjalan. Ukuran-ukuran tersebut juga dapat menjadi indicator dari performansi produk yang dihasilkan.
56
2.1.7.2.3.2 Konsep Pengukuran Berbasis Peluang (The Six Sigma Way (Pande, 243-246))
Pada konsep ini ada tiga variabel yang dapat digunakan untuk menghitung dan mengekspresikan ukuran-ukuran berbasis peluang defect, yaitu: Defect per Opportunity, atau DPO
1.
Variabel ini menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok yang diperiksa. Sebagai contoh jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki defect dalam sebuah kategori (CTQ) adalah 5%. Rumusnya adalah:
DPO =
Jumlah unit Defective Total unit x Peluang
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO Kebanyakan diterjemahkan
ukuran-ukuran ke
dalam
peluang
format
DPMO,
defect yang
mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika
ada
satu
juta
peluang.
Dalam lingkungan
pemanufakturan secara khusus, DPMO sering disebut “PPM”, singkatan dari “parts per million”. Rumus umum untuk menghitung DPMO ialah: DPMO = DPO x 1.000.000.
57
Ukuran ini seringkali dipakai untuk menentukan peluang terjadinya cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta peluang. 3. Sigma Level Ukuran Sigma atau level sigma adalah variabel paling penting dalam metode Six Sigma, karena variabel ini mengindikasikan variabilitas proses dan sampai pada level berapa sigma proses dikelola. Ukuran ini juga mengindikasikan apakah proses saat ini sudah “efisien” dan “berkualitas” atau belum. Untuk mendapatkan skor sigma hal yang dilakukan adalah kita harus mengetahui DPMO terlebih dahulu dari hasil tersebut dapat kita konversikan menjadi skor sigma melalui tabel konversi sigma yang ada pada lampiran. 4. Menghitung COPQ, konsekuensi dari suatu produk jadi yang mempunyai kualitas rendah adalah perusahaan harus rela kehilangan keuntungan. Untuk mereduksi kehilangan keuntungan ini, maka perusahaan dapat menjalankan proyek Six Sigma. Semakin tingginya tingkat sigma yang dicapai, maka tingkat defect dan tingkat COPQnya dapat menjadi rendah.
2.1.7.3 Analyze
Tahap Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal berikut ini : (1) Mengidentifikasi
jenis-jenis
cacat
yang
terjadi
dan
58
membuat prioritas cacat mana yang memiliki kontribusi dominan terhadap menurunnya kualitas produk secara keseluruhan. Pada tahap ini alat yang kita gunakan adalah diagram pareto. (2)
Menginventarisasi dan menganalisa
berbagai akar penyebab masalah dari cacat-cacat yang dominan tersebut, ditinjau dari segi man, machine,
environment,
method
dan
material
menggunakan
fishbone.(3) Mencari penyebab yang paling dominan diantara seluruh daftar akar penyebab masalah diatas. 2.1.7.3.1 Diagram Pareto
Diagram pareto(Statistical Process Control (Gaspersz, 53))adalah grafik batang yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri ,dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan . Pareto diagram membantu manajemen secara cepat mengidentifikasikan
area
paling
kritis
yang
membutuhkan perhatian khusus dan cepat. Dasarnya Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk :
•
Menentukan
frekuensi
relatif
dan
urutan
pentingnya penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
59
•
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan
penting
melalui
pembuatan
rangking
terhadap
penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
Penggunaan Sofware Minitab 13 1) Masukkan data ke dalam tabel
Gambar 2. 8 Tampilan Pengisian Data. 2) Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart 3) Masukkan data yang telah dimasukkan ke dalam dialog box, untuk jenis cacat kedalam kolom labels in dan angka cacat kedalam frequencies in.
60
Gambar 2. 9 Tampilan Pengolahan Data
1. Klik OK
Gambar2.10 TampilanPengolahanData
2.1.7.3.2 Diagram Sebab Akibat
61
Diagram Sebab Akibat ( Cause – And – Effect Diagram )(Statistical Process Control (Gaspersz, 61))
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses
statistikal,
diagram
sebab-akibat
dipergunakan
untuk
menunjukkan faktor-faktor penyebab ( sebab ) dan karakteristik kualitas ( akibat ) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering disebut juga sebagai Diagram tulang ikan (
fishbone diagram ) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa ( Ishikawa’s diagram ) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953. Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebuthan-kebutuhan berikut :
•
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
•
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
•
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
62
Gambar 3.1. Skema Diagram Tulang Ikan 2.1.7.4 Improve
TULANG BESAR
TULANG BESAR Tulang kecil Tulang Berukuran Sedang
Tulang Berukuran Sedang
Tulang kecil
Tulang kecil Tulang kecil
TULANG BELAKANG
KARAKTERISTIK KUALITAS
Tulang kecil Tulang Berukuran Sedang
Tulang Berukuran Sedang
Tulang Berukuran Sedang
Tulang kecil
TULANG BESAR
TULANG BESAR
Fase atau tahap yang keempat dalam Metodologi Six Sigma adalah tahap Improve. Pada tahap ini usaha-usaha peningkatan kinerja kualitas produk dan juga proses dimulai dengan cara membuat FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi cacat dalam proses.
2.1.7.4.1 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
FMEA (The Six Sigma Way (Pande, 243-246))atau Analisis mode kegagalan dan efek adalah Sekumpulan petunjuk,sebuah proses,dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan).Dengan mendasarkan aktifitas
mereka
pada
FMEA,seorang
manajer,tim
perbaikan,atau pemilik proses,dapat memfokuskan enerji dan
63
sumber daya pada pencegahan,monitoring,dan rencana-rencana tanggapan hasil.Berasal
yang dari
paling
mungkin
industri-industri
untuk
memberikan
berisikotinggi
seperti
pesawat terbang dan pertahanan ,FMEA merupakan sebuah aplikasi yang lebih kuat dati konsep” analisis masalah potensial”,. Langkah-langkah dalam membuat FMEA: 1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa. 2. Mendafatarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalah-masalah sepele. 3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian (occurrence) dan detektabilitas (detection). 4. Menghitung “Risk Priority Number”, atau RPN yang rumusnya adalah dengan mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan. Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurance, severity and detectability dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
64
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk rating Occurance Occurance (O) Keterangan
Rating
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan Kemungkinan terjadinya kegagalan
1 2,3 4,5,6
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
7,8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
9,10
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk rating Detectability Detectability (D) Keterangan
Rating
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab mungkin masih muncul atau
1
terjadi Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah
2,3
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang
4,5,6
penyebab itu terjadi Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena
7,8
penyebab masih berulang kembali Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode pencegahan deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali
9,10
65
Tabel 2.6 Definisi FMEA untuk rating Severity Severity (S) Keterangan
Rating
Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan
1
atau kegagalan ini. Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat
2,3
pemeliharaan reguler (reguler maintanace) Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan
4,5,6
mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas
7,8
toleransi. Potensial Safety Problem (masalah keselamatan / keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu.
9,10
66
2.1.7.5 Control
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian di dokumentasikan dan di sebarluaskan atau di sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan. Hal yang akan dilakukan dalam fase ini mencakup: 1. Dokumentasi dan Sosialisasi usaha-usaha peningkatan yang telah dibuat kepada seluruh karyawan dalam berbagai lapisan manajemen yang ada di perusahaan. 2. Penutupan proyek Six Sigma sebagai suatu metode untuk memecahkan masalah yang di hadapi perusahaan. 2.1.8 Keuntungan Potensial DMAIC
Disisi lain, terdapat alasan organisasional dan alasan yang masuk akal mengapa perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi sebuah model perbaikan baru sebagai bagian dari usaha Six Sigma, jika perusahaan tidak memiliki proses pemecahan masalah. Maka DMAIC menawarkan keuntungan ketimbang lainnya. Keuntungan dari DMAIC yaitu The Six
Sigma Way (Pande, 161) : 1. Membuat awal yang baik. DMAIC dapat membantu perusahaan untuk meletakkan Six Sigma sebagai suatu pendekatan yang sungguh-sungguh berbeda dan lebih baik. 2. Memberikan sebuah konteks yang baru terhadap alat-alat yang familiar. Memperkenalkan sebuah model yang baru merupakan dasar
67
pemikiran yang positif untuk memberikan peluang yang segar bagi banyak orang untuk mempelajari dan mempraktikan alat-alat tersebut. 3. Menciptakan sebuah pendekatan yang konsisten. 4. Memprioritaskan pelanggan dan pengukuran. 5. Menawarkan jalur ”Perbaikan Proses” dan juga ”Perancangan Ulang Proses” untuk perbaikan. DMAIC dapat membantu perusahaan dalam memperbaiki dan merancang ulang sebuah permasalahan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Ada beberapa model perbaikan yang diterapkan pada proses selama bertahuntahun, sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar dari model tersebut di dasarkan pada langkah-langkah yang diperkenalkan oleh W.Edwards DemingPlan-Do-Check-Act, atau PDCA The Six Sigma Way (Pande, 161) : Untuk kerangka pemikiran dalam penelitian ini peneliti menggunakan metodologi perbaikan dalam Six Sigma yaitu
DMAIC-Define-Measure-
Analyze-Improve-Control. Fase-fase tersebut ialah: 1. Fase Define
Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah-langkah yang terdapat dalam fase Define antara lain, menentukan atau mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma ,membuat gambaran secara keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC Diagram dan Peta Proses Operasi.
68
2. Fase Measure
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini dilakukan pengukuran dan mengenali dan menginventarisasi karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ). Tahap
pengukuran
ini
sangat
penting
peranannya
dalam
meningkatkan kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan dari data yang ada sehingga menjadi patokan atau dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. dalam Six Sigma ada dua basis pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep pengukuran kinerja proses.
3. Fase Analyze
Tahap Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal berikut ini : (1) Mengidentifikasi jenis-jenis cacat yang terjadi dan membuat prioritas cacat mana yang memiliki kontribusi dominan terhadap menurunnya kualitas produk secara keseluruhan. Pada tahap ini alat yang kita gunakan adalah diagram pareto. (2) Menginventarisasi dan menganalisa berbagai akar penyebab masalah dari cacat-cacat yang dominan tersebut, ditinjau dari segi man, machine,
environment, method dan material menggunakan fishbone.(3) Mencari penyebab yang paling dominan diantara seluruh daftar akar penyebab masalah diatas
69
4. Fase Improve
Fase atau tahap yang keempat dalam Metodologi Six Sigma adalah tahap Improve. Pada tahap ini usaha-usaha peningkatan kinerja kualitas produk dan juga proses dimulai dengan cara membuat FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi cacat dalam proses.
5. Fase Control
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian di dokumentasikan dan di sebarluaskan atau di sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan. Hal yang akan dilakukan dalam fase ini mencakup:
♦ Dokumentasi dan Sosialisasi usaha-usaha peningkatan yang telah dibuat kepada seluruh karyawan dalam berbagai lapisan manajemen yang ada di perusahaan.
♦ Penutupan proyek Six Sigma sebagai suatu metode untuk memecahkan masalah yang di hadapi perusahaan.
70