BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi bisnis. Dalam pabrik (manufacturing), persediaan dapat terdiri dari: persediaan bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses (work in proses), barang jadi, dan persediaan suku cadang. Dalam sebuah organisasi, seperti rumah sakit, salon kecantikan, hotel, kebanyakan memilki persediaan agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik pada pelanggan. Toko pengecer seperti pasar swalayan, harus mempertahankan persediaan barang jadi, agar dapat memenuhi permintaan pelanggan. Jadi persediaan sangat penting artinya untuk setiap perusahaan baik perusahaan yang menghasilkan suatu barang atau jasa. Dengan kata lain persediaan adalah barang-barang yang harus ada sebelum diperlukan. 2.1.1 Fungsi dan Tujuan Persediaan Ada 3 alasan perlunya persediaan bagi perusahaan maupun organisasi (Zulian Yamit, 2003): 1. Adanya unsur ketidakpastian permintaan (permintaan mendadak) 2. Adanya unsur ketidakpastian pasokan dari supplier 3. Adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu pemesanan.
12
Menghadapi ketiga unsur ketidakpastian tersebut, pihak perusahaan harus melakukan manajemen persediaan proaktif, dalam arti mampu untuk mengantisipasi keadaan maupun menghadapi tantangan dalam manajemen persediaan. Tantangan manajemen persediaan dapat berasal dari luar maupun dari dalam perusahaan. Tantangan tersebut berkait erat dengan tujuan diadakannya persediaan, yaitu: 1. Untuk memberikan layanan yang terbaik pada pelanggan 2. Untuk memperlancar proses produksi 3. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stokout) 4. Untuk menghadapi fluktuasi harga Pencapaian tujuan tersebut, menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan, yaitu harus menanggung biaya maupun resiko yang berkaitan dengan keputusan persediaan. Oleh karena itu, sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah menghasilkan keputusan tingkat persediaan, yang menyeimbangkan tujuan diadakannya persediaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, sasaran akhir manajemen persediaan adalah meminimumkan total biaya dalam perubahan tingkat persediaan. 2.1.2 Jenis Permintaan Perhatian utama suatu perusahaan adalah permintaan pelanggan atau pengguna barang. Pelanggan disini dapat berarti pelanggan internal (pabrik, bagian teknik, dan sebagainya) atau pelanggan external (orang-orang yang membeli hasil perusahaan tersebut) yang merupakan pelanggan sebenarnya. Pada dasarnya ada dua jenis
13
permintaan, yaitu permintaan independent (bebas) dan permintaan dependent (tergantung atau tidak bebas). Permintaan dependent timbul apabila kebutuhan dipicu oleh kejadian spesifik. Di pabrik, kejadian spesifik ini berupa keperluan suatu rakitan (assembly) yang menggunakan barang dimaksud. Contoh yang dapat diberikan disini misalnya rakitan bolpoin yang terdiri dari komponen: 1. Lower barrel 2. Ink cartridge 3. Upper barrel Permintaan terhadap lower barrel atau ink cartridge atau upper barrel adalah permintaan dependent, karena tergantung dari kebutuhan bolpoin. Permintaan independent, dipihak lain, timbul apabila kebutuhan barang tersebut tidak berhubungan dengan barang lain atau kejadian tertentu. Contohnya adalah permintaan atas bolpoin dalam hal diatas. Permintaan ini bersifat independent. Beberapa karakteristik dan contoh dari kedua permintaan ini dapat dilihat dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Karakteristik Permintaan Independent dan Dependent
Definisi
Peramalan Contoh
Independent Permintaan yang tidak berhubungan dengan kejadian lain Dihitung secara rata-rata Bolpoin
Dependent Permintaan yang berkaitan dengan atau sebagai akibat dari kejadian lain Diperhitungkan dari kebutuhan Upper barrel dari bolpoin Lower barrel Ink cartridge
14
2.1.3 Sistem Pemesanan Kembali Sebagaimana telah dinyatakan bahwa, sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah meminimumkan biaya dalam perubahan tingkat persediaan. Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu keputusan mengenai kapan dan berapa jumlah yang harus dipesan yang tergantung kepada waktu dan tingkat persediaan. Pendekatan sistem pemesanan kembali, antara lain (Zulian Yamit, 2003) adalah: 1. Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach) Dalam pendekatan ini dikehendaki jumlah persediaan yang tetap setiap kali melakukan pemesanan. Apabila persediaan mencapai jumlah tertentu, maka
Sediaan di tangan
pemesanan kembali harus dilakukan seperti diperlihatkan pada gambar 2.1
Q
Q
R
Waktu L
L
R = titik pemesanan ulang (reorder point / ROP) Q = quantity order (diperoleh dari EOQ) L = tenggang waktu (lead time)
Gambar 2.1 Reorder Point (ROP)
15
Dalam gambar 2.1 ditunjukan bahwa ROP dilakukan apabila persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang waktu (lead time). Jumlah yang harus dipesan berdasarkan pada economic order quantity (EOQ). 2. Pendekatan tinjauan periodik (periodic review approach) Dalam pendekatan tinjauan periodik, tingkat persediaan ditinjau pada interval waktu yang sama. Pada setiap tinjauan dilakukan pemesanan kembali agar tingkat persediaan mencapai jumlah yang diinginkan. Diagram periodic review approach di tunjukan pada gambar 2.2 berikut
Sediaan di tangan
T Q1 Q3 Q1 Q2
Q2
Q3
Waktu L
L p
L p
p
T = target tingkat sediaan (max) Q = quantity order L = tenggang waktu (lead time) p = interval waktu pemesanan
Gambar 2.2 Periodic Review Approach Dalam gambar 2.2 ditunjukan bahwa periode peninjauan selalu tetap dengan jumlah yang dipesan selalu bervariasi
16
3. Material requirement planning approch (MRP) Jika jenis dari permintaan merupakan dependent demand, maka secara optimum model pemesanan kembali adalah menggunakan alat analisis yang disebut dengan Material Requirement Planning (MRP). 2.1.4 Biaya Keputusan Persediaan Terdapat lima kategori biaya yang dikaitkan dengan keputusan persediaan yaitu (Zulian Yamit, 2003): 1. Biaya pemesanan (order cost) Biaya pemesanan (order cost) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan atau barang dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa: biaya penulisan pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai atau perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan. 2. Biaya penyimpanan (carrying cost) Komponen utama dari biaya simpan terdiri dari: a. Biaya modal, meliputi: opportunity cost, atau biaya modal yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan. b. Biaya simpan, meliputi: biaya sewa gudang,perawatan dan perbaikan bangunan, listrik, gaji personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan, biaya pengawasan, dan
17
biaya perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada yang bersifat tetap (fixed), variabel, semi fixed atau semi variabel. c. Biaya resiko, meliputi: biaya keusangan, asuransi persediaan, biaya susut secara fisik, dan resiko kehilangan. Beberapa komponen biaya penyimpanan secara relatif sangat kecil, tetapi secara total biaya penyimpanan ini cukup besar. Sebagian besar biaya penyimpanan merupakan biaya modal atau opportunity cost. Sifat biaya penyimpanan adalah semakin besar frekuensi pembelian bahan, semakin kecil biaya penyimpanan. 3. Biaya kekurangan persediaan Biaya kekurangan persediaan (stockout) terjadi apabila persediaan tidak tersedia di gudang ketika dibutuhkan untuk produksi atau ketika pelanggan memintanya. Biaya yang dikaitkan dengan stockout meliputi: biaya penjualan atau permintaan yang hilang (biaya ini sangat sulit dihitung), biaya yang dikaitkan dengan proses pemesanan kembali seperti, biaya ekspedisi khusus, penanganan khusus, biaya penjadwalan kembali produksi, biaya penundaan, dan biaya bahan pengganti. 4. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas Biaya ini terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi. Perubahan kapasitas produksi diperlukan perusahaan karena untuk memenuhi fluktuasi dalam permintaan. Perubahan kapasitas produksi, menghendaki adanya perubahan dalam persediaan. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas dapat
18
berupa: biaya kerja lembur untuk meningkatkan kapasitas, latihan tenaga kerja baru, dan biaya perputaran tenaga kerja (labour turn over). 5. Biaya bahan atau barang Biaya bahan atau barang adalah harga yang harus dibayar atas item yang dibeli. Biaya ini akan dipengaruhi oleh besarnya potongan harga yang diberikan oleh supplier. Oleh karena itu biaya bahan atau barang akan bermanfaat dalam menentukan apakah perusahaan sebaiknya menggunakan potongan harga atau tidak. 2.2 Material Requirement Planning Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu set teknik yang dipakai untuk merencanakan pembuatan atau pembelian Sub-Assembly, komponen dan bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan Jadwal Produksi atau Master Production Schedul (MPS). MRP merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi permintaan bergelombang, yang secara tipikal karena permintaan tersebut dependent. Oleh karena itu tujuan sistem MRP adalah: 1. Menjamin tersedianya material, item atau komponen pada saat dibutuhkan untuk memenuhi jadwal produksi, dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen 2. Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum 3. Merencanakan aktivitas pengiriman, penjadwalan dan aktivitas pembelian
19
2.2.1 MRP sebagai Alat Pengendalian Persediaan Perencanaan dengan MRP adalah tipikal perencanaan dalam suatu usaha manufaktur, khususnya mengenai penjadwalan aliran. Yang dimaksud dengan barang disini adalah barang baik yang berupa barang jadi atau keluaran dari proses pembuatan maupun barang dalam bentuk bahan baku atau bahan setengah jadi, yang merupakan masukan proses pembuatan barang. Tabel 2.2 Perbedaan Sistem Konvensional dan MRP •
Sistem Konvensional Dihitung berdasarkan permintaan independent
•
Sistem MRP Dihitung berdasarkan permintaan perolehan (derived demand) atau permintaan dependent Didasarkan atas pemakaian yang laludan keperluan yang akan datang
•
Pemesanan kembali hanya untuk penggantian barang yang dipakai
•
•
Perencanaan lebih didasarkan atas suatu keperluan yang telah berlalu Pemesananan dimaksudkan untuk pengisian kembali persediaan Peramalan dilakukan untuk semua barang persediaan Tinjauan persediaan atas dasar titik pemesanan Untuk berjaga-jaga (just-incase) Berorientasi pada setiap barang
•
Lebih didasarkan atas keperluan yang akan datang
•
Pemesanan dimaksudkan untuk keperluan nyata
•
Peramalan dilakukan untuk barang yang dijadwalkan Tinjauan persediaan atas dasar berkala Diperlukan secara tepat waktu (just-in-time) Berorientasi pada rencana produksi atau rencana pemeliharaan
• • • • •
• • •
Dari segi lain, perencanaan dan penjadwalan arus barang disebut pula sebagai pengendalian manajemen persediaan, sepanjang barang itu dikelola melalui suatu proses pengadaan, pengangkuatan, dan penyimpanan barang. Namun, pengertian
20
persediaan barang itu tidak lagi hanya barang yang betul-betul secara fisik ada di gudang, tetapi seringkali termasuk juga barang yang sedang dipesan atau barang yang sedang diangkut dan sebagainya, termasuk juga pengertian persediaan maya (virtual inventory). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa MRP juga merupakan suatu teknik atau metoda pengendalian persediaan. MRP sebenarnya adalah teknik pengendalian persediaan yang dikembangkan untuk memperbaiki teknik atau sistem pengendaliaan persediaan konvensional, yang memiliki perbedaan-perbedaan seperti pada tabel 2.2. Karakteristik dari manajemen persediaan sistem MRP adalah sebagai berikut: 1. Perhatian terhadap kapan akan dibutuhkan Integrasi pemikiran antara fungsi pengawasan produksi dan manajemen persediaan mengakibatkan pergeseran perhatian terhadap kapan dibutuhkan ketimbang perhatian terhadap kapan melakukan pemesanan. Jika manajer operasi memiliki informasi tunggal permintaan, maka pemesanan dan penjadwalan komponen untuk merakit produk merupakan masalah kapan dibutuhkan. 2. Perhatian terhadap prioritas pemesanan Adanya kesadaran bahwa semua pesanan konsumen tidak memiliki prioritas yang sama. Produk yang satu lebih penting jika dibandingkan dengan produk yang lain. Hal ini memungkinkan dilakukannya penjadwalan untuk memenuhi prioritas pesanan.
21
3. Penundaaan pengiriman permintaan Konsekuensi dari prioritas pesanan menghasilkan konsep penundaan pengiriman yaitu menunda produksi atau pesanan terhadap item yang telah dijadwal, untuk memaksimumkan keseluruhan operasi. 4. Fungsi integrasi Pengawasan produksi dan manajemen persediaan dipandang sebagai fungsi yang terintegrasi. 2.2.2 Arus Informasi Sistem MRP Arus informasi dalam sistem MRP di lukiskan dalam gambar 2.1 dimana dalam proses MRP membutuhkan tiga sumber informasi, yaitu:
Jadwal induk produksi
Bill Of Material
Item Master
Perencanaan kebutuhan material
Rencana pembelian
Rencana produksi jangka pendek
Gambar 2.3 Proses Kerja MRP 1. Jadwal Produksi Jadwal Produksi merupakan ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau
22
ramalan permintaan. Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam Jadwal Produksi adalah pasti, kendatipun hanya merupakan ramalan. 2. Bill Of Material (BOM) BOM adalah daftar dari semua material, parts, sub-assemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang diperlukan untuk memproduksi satu unit. 3. Item Master Item Master merupakan suatu file yang berisi informasi status tentang material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang menunjukkan kuantitas on-hand, kuantitas yang dialokasikan (allocated quantity), waktu tunggu yang direncanakan (planned lead time), ukuran lot (lot size), stok pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting lainnya yang berkaitan dengan suatu item. 2.2.3 Format MRP Penjelasan yang berkaitan dengan format tampilan horizontal dari MRP seperti pada gambar 2.2 adalah sebagai berikut: •
Part No, merupakan informasi dari kode material
•
Level, merupakan informasi struktur BOM antara produk akhir dan bahan bakunya
•
BOM Parts, merupakan informasi komponen pembentuk dari Part Number beserta kuantitasnya.
23
•
Lead Time, merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap digunakan.
•
Lot Size, merupakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan serta teknik lot-sizing apa yang dipakai.
Part No Level BOM Parts Lead Time Lot Size Safety Stock
Period Gross Requirements Scheduled Receipts Projected On-hand Projected Available Net Requirements Planned Order Receipts Planned Order Release
Past Due
1
2
3
Gambar 2.4 Tampilan Horizontal dari MRP (Paul A. Jensen 2004 – Internet) •
Safety stock, merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan atau penawaran (supply). MRP merencanakan untuk mempertahankan tingkat stock pada level ini (safety stock level) pada semua periode waktu.
•
Planning Horizon, merupakan banyaknya waktu ke depan (masa mendatang) yang tercakup dalam perencanaan. Dalam praktek, horizon perencanaan harus ditetapkan paling sedikit sepanjang waktu tunggu kumulatif dari sekumpulan item yang terlibat dalam proses manufakturing.
•
Gross Requirement, merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan kebutuhan yang diantisipasi (anticipated requirements), untuk
24
setiap periode waktu. Suatu part tertentu dapat mempunyai kebutuhan kotor (gross requirements) yang mencakup dependent dan independent demand. Sebagai contoh, proses pembuatan komputer yang menggunakan disk drives, keyboards, dan power supplies secara langsung ke pelanggan sebagai parts pengganti (indpendent demand). Dalam contoh ini: disk drives, keyboards, dan power supplies merupakan dependent dan independent demand. •
Scheduled Receipt, adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat.
•
Projected On-Hand, merupakan projected avaliable balance (PAB), dan tidak termasuk planned orders. Projected on-hand dihitung berdasarkan formula (Vincent Gaspersz, 2005): Projected On-Hand = On-hand pada awal periode + Scheduled Receipts – Gross Requirements.
•
Projected Available, merupakan kuantitas yang diharapkan ada dalam inventori pada akhir periode, dan tersedia untuk penggunaan dalam periode selanjutnya. Projected avaliable dihitung berdasarkan formula berikut (Vincent Gaspersz, 2005): Projected Avaliable = On-Hand pada awal periode (atau Projected Available periode sebelumnya) + Scheduled Receipts periode sekarang + Planned Order Receipts periode sekarang – Gross Requirements periode sekarang.
25
•
Net Requirements, merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk periode ini, sehingga perlu diambil tindakan ke dalam perhitungan planned order receipts agar menutupi kekurangan material pada periode itu. Net Requirements dihitung berdasarkan formula berikut (Vincent Gaspersz, 2005): Net Requirements = Gross Requirements + Allocations + Safety Stock – Scheduled Receipts – Projected Available pada akhir periode lalu. Allocations adalah item material yang telah dialokasikan untuk keperluan produksi spesifik di masa mendatang tetapi belum dipergunakan. Item ini sering disebut sebagai allocated items.
•
Planned Order Receipts, merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali (pesanan
manufakturing
dan
atau
pesanan
pembelian)
yang
telah
direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirements). Apabila menggunakan teknik lot-for-lot, maka planned order receipts dalam setiap periode selalu sama dengan net requirements pada periode itu. Jika planned order di modifikasi melalui kebijaksanaan lot sizing, maka planned orders dapat melebihi net reqirements. Setiap kelebihan diatas net requirements akan dimasukkan ke dalam projected avaliable inventory untuk penggunaan pada periode berikutnya. •
Planned Order Release, merupakan kuantitas planned orders yang ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat
26
dibutuhkan itu tidak lain adalah kuantitas planned order receipts yang ditetapkan menggunakan lead time offset. 2.2.4 Langkah-Langkah MRP Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Langkah-langkah tersebut adalah: 1. Netting, adalah menentukan kebutuhan bersih, merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan atau on hand yang sedang diperiksa 2. Lotting, yaitu menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan kebutuhan bersih. 3. Offsetting, adalah menentukan kapan suatu order harus sudah di-released atau di manufaktur, kapan suatu order harus di-released ditetapkan berdasarkan lead time period sebelum saat dibutuhkan. 4. Exploison, adalah perhitungan untuk kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah dalam struktur produk berdasarkan rencanan pemesanan. 2.2.5 Teknik Lotting Teknik lotting adalah proses menentukan ukuran pemesanan. Pemesanan ini harus tersedia di awal periode produksi. Adapaun permintaan yang terjadi tidak setiap periode. Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos simpan, ada juga yang
27
bersifat sederhana dengan menggunakan konsep jumlah atau periode pemesanan yang tetap. Beberapa alternatif dari teknik lotting yang biasa digunakan, antara lain (Eddy Herjanto, 2006) adalah: 1. Lot for Lot (LFL) Metode Lot untuk Lot (Lot for Lot, LFL), atau dikenal juga sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan (lot untuk lot) ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan. Sehingga, biaya yang timbul berupa biaya pemesanan saja. Metode ini mengandung resiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa bahan baku, mengakibatkan terhentinya produksi. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Namun, bagi perusahaan tertentu, seperti yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable products), metode ini merupakan pilihan yang terbaik. 2. Economic Order Quantity (EOQ) Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap.
28
Untuk menghitung EOQ secara matematik menggunakan rumus sebagai berikut: 2 DS H
EOQ =
Dimana: D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun) S = biaya pemesanan atau biaya set-up (rupiah/pesanan) h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang) C = harga barang (rupiah/unit) H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun) 3. Period Order Quantity (POQ) Metode POQ sering disebut juga sebagai metode Uniform Order Cycle, merupakan pengembangan dari metode EOQ untuk jumlah permintaan yang tidak sama dalam beberapa periode. Perhitungan dengan metode POQ menggunakan rumus sebagai berikut:
POQ =
EOQ average weekly usage
Rata-rata kebutuhan mingguan = Jumlah kebutuhan selama 1 tahun / Jumlah minggu dalam 1 tahun Hasil dari perhitungan POQ ini menunjukan jumlah periode waktu yang dicakup dalam setiap kali pemesanan.
29
4. Part Period Balancing (PPB) Metode PPB merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot untuk suatu kebutuhan material yang tidak seragam, yang bertujuan memperkecil biaya total persediaan. Meskipun tidak menjamin diperolehnya biaya total yang minimum, metode ini memberikan pemecahan yang cukup baik. Seperti model EOQ, metode ini berusaha untuk membuat biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan. Namun, berbeda dengan model EOQ, metode ini dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap pesanan, yang dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama, ukuran lot dicari dengan menggunakan pendekatan sebagian periode ekonomis
(economic part period, EPP) yaitu membagi biaya pemesanan (biaya set-up untuk kasus produksi) dengan biaya penyimpanan per unit per periode
EPP =
biaya pemesanan biaya penyimpanan per unit / periode
Kebutuhan diakumulasi periode demi periode sampai mendekati nilai EPP. Akumulasi persediaan yang mendekati nilai EPP merupakan ukuran lot yang dapat memperkecil biaya persediaan.