BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam suatu organisasi atau perusahaan peranan manajemen sumber daya manusia sangatlah penting. Hal ini dapat kita mengerti karena tanpa sumber daya manusia, suatu organisasi tidak mungkin berjalan. Manusia merupakan penggerak dan pengelola faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, bahan mentah, peralatan, dan lain-lain untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan semakin berkembangnya suatu organisasi maka makin sulit pula perencanaan dan pengendalian pegawainya. Oleh karena itu, maka sangatlah dibutuhkan manajemen personalia yang mengatur dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kepegawaian, baik dalam hal administrasi, pembagian tugas maupun pada kegiatan personalia lainnya. Menurut Nawawi dalam Darmawan (2013: 2), Sumber Daya Manusia memiliki tiga pengertian sebagai berikut: 1. SDM adalah personil, tenaga kerja, karyawan yang bekerja di lingkungan organisasi 2. SDM adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi untuk mewujudkan eksistensinya. 3. SDM adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal di organisasi bisnis yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik untuk mewujudkan eksistensi organisasi. Hasibuan (2007:6) berpendapat bahwa “manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan dan masyarakat”. Menurut Samsuddin (2006:22), manajemen sumber daya manusia terdiri dari serangkaian kebijakan yang terintregrasi tentang hubungan ketenagakerjaan yang mempengaruhi orang-orang dalam organisasi. Menurut Veithzal (2009:1), ”Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”. 9
Lalu pendapat lain menurut Handoko (2004:4), menyatakan bahwa “Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
adalah
penarikan,
seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi”. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan
agar
sumber
daya
manusia
dalam
organisasi
dapat
didayagunakan secara efektif dan efisien guna mencapai berbagai tujuan. Sumber daya manusia dalam organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan karyawan dengan tuntutan organisasi. Perkembangan dan produktifitas organisasi sangat tergantung pada pembagian tugas pokok dan fungsi berdasarkan kompetensi karyawan.
2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2007:21), menjelaskan secara singkat fungsifungsi manajemen sebagai berikut : 1. Perencanaan (Planning). Merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mewujudkan tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing). Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan.
3. Pengarahan (Directing). Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
4. Pengendalian (Controlling). Kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.
5. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement). Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
6. Pengembangan (Development). Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
7. Kompensasi (Compensation). Pemberian balas jasa langsung (direct), dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.
8. Pengintegrasian (Integration). Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan,
agar
tercipta
kerjasama
yang
serasi
dan
saling
menguntungkan.
9. Pemeliharaan (Maintenance). Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan sebagian besar kebutuhan karyawannya.
10. Kedisiplinan (Discipline). Keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma – norma sosial.
11. Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (Separation). Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemutusan hubungan kerja ini dapat disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.
Fungsi-fungsi sumber daya manusia diatas saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila terdapat ketimpangan dalam salah satu fungsi maka akan mempengaruhi fungsi yang lain. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut ditentukan oleh profesionalisme departemen sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan yang sepenuhnya dapat dilakukan untuk membantu pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.2
Role Ambiguity Role Ambiguity adalah kurangnya informasi yang jelas dan spesifik tentang
persyaratan peran kerja, sering dikaitkan dengan stres kerja dan kepuasan kerja yang rendah (House & Rizzo dalam Ram et al, 2011). Pegawai kadang tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh perusahaan, sehingga ia bekerja tanpa arah yang jelas. Kondisi ini akan menjadi ancaman bagi pegawai yang berada pada masa karir tengah baya, karena harus berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya dapat menurunkan kinerja, meningkatkan ketegangan dan keinginan keluar dari pekerjaan. Ambiguitas
peran
terjadi
ketika
anggota
role
sender
gagal
mengomunikasikan pada harapan vocal person. Secara singkat, orang mengalami ambiguitas peran apabila mereka tidak tahu apa yang diharapkan terhadap mereka. Seorang pendatang baru sering mengeluh tentang job description yang tidak jelas dan kriteria promosi yang tidak jelas. Menurut teori peran, diperpanjangnya ambiguitas peran dapat memperbesar ketidakpuasan kerja, mengikis percaya diri, dan menghambat kinerja. Ambiguitas peran merupakan kebingungan yang timbul dari ketidaktahuan bahwa seseorang diharapkan melakukan sebagai pemegang peran (Wibowo, 2014:171). Ambiguitas peran mengacu pada tingkat respon prediktabilitas seseorang perilaku dan kejelasan persyaratan perilaku (Glissmeyer dalam Safaria et al, 2011).
2.2.1 Dimensi Role Ambiguity Dimensi Role Ambiguity menurut model Johnson dan Stinson dalam Ram (2011) adalah sebagai berikut: 1. Task
Task adalah tugas yang diberikan dari perusahaan dimana tugas dan otoritas dalam bekerja yang tidak jelas. Selain itu bimbingan yang tidak diberikan membuat ambiguitas peran semakin jelas. 2. Feedback Feedback adalah seluruh hal yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh karyawan seperti kriteria promosi yang tidak jelas. Feedback juga dapat dicerminkan dari ketidakjelasan harapan terhadap seorang individu.
2.3
Role Overload Overload dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan secara
kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam ”tekanan tinggi”. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan. Menurut Moorhead dan Griffin (2014:182), role overload atau kelebihan beban peran terjadi ketika ekspektasi untuk peran tersebut melampaui kemampuan individual. Ketika seorang manajer memberikan beberapa tugas besar kepada seorang karyawan sekaligus sambil meningkatkan beban kerja reguler orang tersebut, karyawan tersebut mungkin akan mengalami kelebihan beban peran. Kelebihan beban peran dapat juga terjadi ketika seorang individu mengambil terlalu banyak peran pada saat yang sama. Sebagai contoh, seseorang berusaha untuk bekerja ekstra keras pada pekerjaannya, mencalonkan diri untuk pemilihan dewan sekolah, melayani dalam sebuah komisi di gereja, menjadi pelatih untuk baseball liga kecil, menjalankan sebuah program pelatihan aktif, dan menjadi seorang anggota keluarga yang berkontribusi mungkin akan menjumpai kelebihan beban peran. Role overload atau kelebihan peran terjadi ketika jumlah total peran yang diharapkan role sender terhadap vocal person jauh melebihi apa yang dia dapat lakukan (Wibowo, 2014:171).
2.3.1 Dimensi Role Overload Role overload dalam penelitian ini akan diukur menggunakan pengukuran dari penelitian terdahulu yang dijalankan oleh Glazer dan Gyurak, (2008) dimana dimensi dari role overload adalah:
1. Qualitative Tuntutan yang melebihi kemampuan seseorang (misalnya, tugas terlalu rumit, atasan terlalu menuntut dan pekerjaan yang tidak biasanya dikerjakan). Qualitative overload muncul ketika tugas-tugas yang dibutuhkan untuk diselesaikan terlalu sulit. 2. Quantitative Tuntuan kerja yang berlebihan dan tidak dapat dipenuhi oleh pegawai. Waktu kerja yang panjang, tekanan dari perusahaan atau pelanggan yang banyak. Quantitative overload mengacu pada terlalu banyaknya hal-hal yang harus dikerjakan dalam suatu waktu tertentu.
2.4
Role Conflict Konflik peran adalah suatu situasi di mana individu dihadapkan oleh
perbedaan harapan peran. Konflik peran terjadi ketika satu pemenuhan kebutuhan peran menyebabkan sulit memenuhi kebutuhan lainnya. Sebagai ekstrim adalah apabila dua atau lebih harapan peran bersifat saling kontradiktif (Wibowo, 2014:171). Menurut Moorhead dan Griffin (2013:181), konflik peran terjadi ketika pesan dan petunjuk dari orang lain mengenai peran tersebut jelas, tetapi berkontradiksi atau saling eksklusif. Satu yang bentuknya umum adalah konflik antarperan. Sebagai contoh, jika atasan seseorang mengatakan bahwa untuk dapat maju seseorang harus bekerja lembur dan pada akhir minggu, sedangkan pasangan hidup dari orang yang sama mengatakan bahwa lebih banyak waktu dibutuhkan di rumah dengan keluarga, konflik dapat muncul. Konflik intra-peran dapat terjadi ketika seseorang memperoleh tuntutan yang berkonflik dari sumber berbeda dalam konteks peran yang sama. Atasan seorang manajer mungkin mengatakan kepadanya bahwa ia harus memberikan tekanan lebih kepada bawahan untuk mengikuti peraturan kerja yang baru. Pada saat yang sama, para bawahannya mungkin mengindikasikan bahwa mereka mengharapkannya untuk mengubah peraturan tersebut. Jadi, petunjukpetunjuknya berada dalam konflik, dan manajer tersebut tidak yakin mengenai jalan mana yang harus diikuti. Konflik intra-pengirim terjadi ketika satu sumber tunggal mengirimkan pesan yang jelas, tetapi kontradiktif. Hal ini dapat terjadi jika pada suatu pagi seorang atasan mengatakan bahwa bulan depan tidak akan ada lagi kerja lembur. Namun,
setelah makan siang mengatakan kepada seseorang untuk bekerja larut pada malam itu. Konflik orang-peran muncul dari ketidaksesuaian antara persyaratan peran dan nilai, sikap, dan kebutuhan pribadi individu. Jika seseorang disuruh untuk melakukan sesuatu yang tidak etis atau ilegal, atau jika pekerjaannya tidak menyenangkan. Sebagai contoh, menegur atau memecat seorang teman dekat, konflik dapat muncul. Konflik peran dengan beragam jenisnya merupakan perhatian khusus dari manajer. Penelitian telah menunjukkan bahwa konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi dan menimbulkan beragam konsekuensi yang tidak menguntungkan, termasuk stres, kinerja buruk, dan perputaran yang cepat. Role Conflict adalah terjadinya dua (atau lebih) rangkaian tekanan yang simultan dan menyebabkan suatu pekerjaan akan mempersulit pekerjaan lain. (Khan et al dalam Lenaghan dan Sengupta, 2007)
2.4.1 Dimensi Role Conflict Dimensi Role Ambiguity menurut model Johnson dan Stinson dalam Ram (2011) adalah sebagai berikut: 1. Intersender Intersender berkaitan dengan permintaan dari pihak lain serta perlawanan terhadap kebijakan pihak perusahaan dalam menyelesaikan pekerjaan. 2. Person-role Person-role berkaitan dengan pelaksaan pekerjaan dengan cara yang terikat, ketidakcocokan kemampuan atau skill dengan jabatan, serta menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dengan cara yang tidak biasanya
2.5
Job Stress Menurut Morgan dan King dalam Waluyo (2013:91), stres kerja adalah “..as
an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature,and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping”. Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Menurut Fahmi (2013:256), stres adalah suatu keadaan yang menekan diri dan jiwa seseorang di luar batas kemmpuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa
ada solusi maka ini akan berdampak pada kesehatannya. Stres tidak timbul begitu saja namun sebab-sebab stres timbul umumnya diikuti oleh faktor peristiwa yang mempengaruhi kejiwaan seseorang,
dan peristiwa itu terjadi diluar dari
kemampuannya sehingga kondisi tersebut telah menekan jiwanya.
2.5.1 Jenis Job Stress Quick dan Quick dalam Waluyo (2013:92) mengategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu: 1. Eustress, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adapatasi, dan tingkat kinerja yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
2.5.2 Sumber Job Stress Banyak ahli yang mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Dikutip dalam Waluyo (2013:93-94), berikut sumber-sumber stres kerja menurut para ahli: 1. Menurut Soewondo (1992), penyebab stres kerja terdiri dari empat hal utama, yaitu: •
Kondisi dan situasi pekerjaan
•
Pekerjaannya
•
Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
•
Hubungan interpersonal
2. Menurut Luthans (1992), penyebab stres terdiri atas empat hal utama, yaitu:
•
Extra Organizational Stressors, yang terjadi dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan komunitas/tempat tinggal.
•
Organizational Stressor, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
•
Group Stressor, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup,
kurangnya,
dukungan
sosial,
serta
adanya
konflik
intraindividu, interpersonal, dan intergrup. •
Individual Stressor, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan
peran,
serta
disposisi
individu
seperti
pola
kepribadian Tipe A, control personal, learned helplessness, selfefficacy, dan daya tahan psikologis.
2.5.3 Dimensi Job Stress Stres kerja dalam penelitian ini akan menggunakan dimensi dari Zamir dan Ambreen (2011) dengan dimensi sebagai berikut: 1. Organizational costs Adalah seluruh biaya yang berbentuk sanksi yang dikenakan kepada karyawan meliputi biaya yang harus dikeluarkan saat proses seleksi, pelatihan, biaya ganti rugi saat terjadi kerusakan dan peningkatan pemotongan gaji saat karyawan tidak masuk kerja 2. Organizational symptomps Adalah segala hal yang berbentuk non-keuangan namun dapat menekan keadaan mental karyawan seperti rendahnya sikap saling menghargai, kinerja yang menurun, minimnya komunikasi dengan atasan, serta iklim organisasi yang buruk.
2.6
Model Penelitian Model dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Role Ambiguity (X1)
Role Overload
Job Stress
(X2)
(Y)
Role Conflict (X3)
Gambar 2.1 Model Penelitian Sumber: Penulis, 2014 2.7
Rancangan Uji Hipotesis Menurut Arikunto (2009:55) mengemukakan bahwa hipotesis adalah
alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tesebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Dengan kedudukan itu maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran, tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran. Dari pengertian tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1 Ho: Role ambiguity tidak memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari Ha: Role ambiguity memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari
Hipotesis 2 Ho: Role overload tidak memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari Ha: Role overload memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari
Hipotesis 3 Ho: Role conflict tidak memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari Ha: Role conflict memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari
Hipotesis 4 Ho: Role ambiguity, role overload dan role conflict secara simultan tidak memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari Ha: Role ambiguity, role overload dan role conflict secara simultan memiliki pengaruh terhadap job stress karyawan divisi operasional pada PT Ananda Puteri Lestari