BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Teori Umum
2.1.1 Komunikasi Menurut Suwardi, komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi
oleh
informasi,
dimana
masing-masing
individu
dalam
masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin “communis”. communis atau dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. Definisi lain tentang komunikasi seperti yang dikemukakan Moor adalah penyampaian pengertian antar individu. Dikatakannya semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang yang lain. Pada pokoknya komunikasi adalah pusat minat dan situasi perilaku di mana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seorang penerima dengan berupaya mempengaruhi perilaku penerima tersebut.
10
11 Terdapat banyak sekali definisi tentang komunikasi yang dirumuskan oleh para ahli. Masing-masing memiliki penekanan dan arti yang berbeda satu sama yang lainnya. Pada dasarnya pengertian komunikasi memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan ilmu sosialnya, hanya saja dalam ilmu komunikasi objeknya ditujukan kepada peristiwa-peristiwa komunikasi antara manusia. (Rohim, 2009:8). Berbicara tentang pengertian komunikasi, tidak ada pengertian yang benar ataupun yang salah, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa pengertian tentang komunikasi terkadang terlalu sempit, seperti komunikasi adalah “penyampaian pesan”, ataupun terlalu luas, seperti “komunikasi adalah proses interaksi antara dua makhluk”, sehingga pelaku komunikasi termasuk hewan, tumbuhan, bahkan jin (Rohim, 2009:9). Theodorson
(1969)
selanjutnya
mengemukakan
pula
bahwa,
komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau kelompok lain proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita pahami tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak. Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita tidak saja sekedar menyampaikan isi pesan tetap kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal, bukan saja menentukan “content” tetapi juga “relationship” (Rohim, 2009:11).
12 2.1.2 Komunikasi Massa Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), berbiaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dib banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan selintas (khususnya media elektronik). Meskipun khalayak ada kalanya menyampaikan pesan kepada lembaga (dalam bentuk saran-saran yang sering tertunda), proses komunikasi didominasi oleh lembaga, karena lembagalah yang menentukan agendanya. Komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan media massa ini (Mulyana, 2011:83-84). Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Media massa apa? Media massa (atau saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media massa yakni media tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan, dan lain-lain. Jadi, disini jelas media massa menunjuak pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa (Nurudin, 2007:3-4). Dalam buku Psikologi Komunikasi oleh Rakhmat (1996) menyatakan salah satu definisi paling sederhana tentang komunikasi massa yang
13 dirumuskan oleh Bittner (1980) yang menyebutkan: “Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang) (Morissan, 2011:21). Konsep komunikasi massa pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media (Rohim, 2009:160). Menurut
Wright,
salah
satu
perubahan
teknologi
baru
itu
menyebabkan dipertanyakannya kembali definisi komunikasi itu sendiri. Definisi komunikasi massa yang sebelumnya sudah cukup jelas. Komunikasi massa bisa didefinisikan dalam tiga ciri: 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar (Severin, Tankard, 2009:4). Komunikasi massa juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Dengan demikian, komunikasi massa juga bersifat transaksional yaitu tindakan pihak-pihak
14 yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan (Morissan, 2011:23). 2.1.2.1 Karakteristik Komunikasi Massa Secara
teknis,
Noelle
(1973)
berpendapat
bahwa
kita
dapat
menunjukkan empat tanda pokok atau ciri-ciri dari komunikasi massa bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, yaitu: 1) Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis; 2) Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara para peserta komunikasi; 3) Bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang terbatas dan anonim; 4) Mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Dari empat tanda pokok tersebut, maka sebenarnya hanya tanda pokok yang keempat saja yang menjadi ciri dari komunikasi massa, yaitu mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Sedangkan tiga pokok lainnya yaitu kesatu, kedua, dan ketiga, tidak hanya menjadi milik sistem komunikasi massa saja tetapi juga berlaku pada sistem komunikasi antarpribadi atau interpersonal (Morissan, 2011:21). 2.1.2.2 Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988) antara lain: (1) to inform (menginformasikan); (2) to entertain (memberi hiburan); (3) to persuade (membujuk); dan
15 (4) transmission of the culture (transisi budaya). Sementara itu, fungsi komunikasi massa menurut John Vivian dalam bukunya The Media of Mass Communication (1991) disebutkan: (1) providing information; (2) providing entertainment; (3) helping to persuade; dan (4) contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial). Ada pula fungsi komunikasi massa yang pernah dikemukakan oleh Harold D. Lasswell yakni, (1) surveillance of environment (fungsi pengawasan); (2) correlation of the part of society in responding to the environment (fungsi korelasi); dan (3) transmission if the social heritage from one generation to the next (fungsi pewarisan sosial). Sama seperti pendapat Lasswell, Charles Robert Wright (1988) menambah fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komuikasi massa (Nurudin, 2007:64).
2.1.3 Media Massa Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat (Rohim, 2009:160). Media massa adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dalam jumlah besar atau sering disebut massa. Secara etimologis, kata Media berasal dari bahasa Latin “medium” yang secara
16 harafiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Atau dengan kata lain media adalah perantara atau pengantar dari komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Sedangkan massa merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris mass yang artinya massa atau jumlah besar dan sering diartikan dengan massa, rakyat, atau masyarakat. Dengan kata lain massa merupakan masyarakat atau publik, dalam hal ini penerima pesan media. Menurut Burhan Burgin (2006), media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Seperti yang dikatakan oleh Laswell, media digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada khalayak, terlebih apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator itu akan disampaikan kepada khalayak yang berjauhan atau dalam jumlah yang banyak. Dengan demikian, semua pesan yang disampaikan adalah pesan yang dapat diakses oleh publik. Proses penyampaian pesan melalui media massa biasanya terjadi dalam satu arah dengan efek yang tidak langsung (Darmastuti, 2012:57-58). Katx, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media massa sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk berhubungan (atau memutuskan hubungan) dengan kata lain (Severin, Tankard, 2009:357). Morissan (2011:21) mengatakan bahwa, “Dalam komunikasi massa, media teknis yang dimaksudkan adalah surat kabar, pesawat radio, dan televisi. Dalam komunikasi interpersonal, pesan yang disampaikan pada dasarnya juga bersifat tidak langsung dan harus melewati media teknis.”
17 Di sisi lain, perkembangan teknologi komunikasi ternyata membawa dampak yang sangat besar terhadap lahirnya media massa yang baru. Pada awal 20-an media penyiaran mulai bermunculan di tengah-tengah masyarakat. Televisi, radio, dan internet menjadi bagian yang tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini bisa dilihat dari terpaan media massa (baik itu radio, televisi, dan internet) yang sangat tinggi dalam kehidupan masyarakat kita. Dari semua media massa yang ada, terpaan yang paling tinggi adalah televisi (Darmastuti, 2012:59).
2.1.4 Televisi 2.1.4.1 Definisi Televisi Televisi kalau diartikan secara cepat yakni “melihat jauh”, namun pengertian tersebut terlalu sederhana karena sebenarnya ada dua bagian utama yaitu pemancar televisi yang berfungsi mengubah dan memancarkan sinyal-sinyal gambar (view) bersama-sama dengan sinyal suara sehingga sinyal-sinyal tersebut dapat diterima oleh pesawat televisi pada jarak yang cukup jauh. Televisi penerima yang menangkap sinyal-sinyal tersebut dan merubah kembali sehingga apa yang dipancarkan oleh transmisi televisi tadi dapat dilihat dan didengar seperti keadaan aslinya. Maka secara mudah diterjemahkan pesawat televisi adalah alat yang dapat digunakan untuk melihat dan mendengar dari tempat yang jauh (Setyobudi, 2012:8). Televisi merupakan media massa yang mengalami perkembangan paling fenomenal di dunia. Meski lahir paling belakangan dibanding media massa cetak dan radio, namun pada akhirnya media televisilah yang paling
18 banyak diakses oleh masyarakat di mana pun di dunia ini. Menurut DeFleur dan Dennis (1985), 98% rumah tangga di Amerika Serikat memiliki pesawat tv, dan bahkan 50% di antaranya memiliki lebih dari satu persawat (Badjuri, 2010:11). Sebagai media massa yang tumbuh belakangan, dan merupakan konvergensi dari media radio, surat kabar, industri musik, pertunjukkan panggung, dan sebagainya, televisi memiliki kekuatan yang sangat besar dibanding jenis media massa lain. Meskipun teknologi internet dengan berbagai kelebihannya, namun sampai saat ini internet belum mampu menggeser dominasi televisi (Badjuri, 2010:14). Televisi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis media lainnya yang mencakup daya jangkau luas, selektivitas, dan fleksibelitas, fokus perhatian, kreativitas dan efek, prestise, serta waktu tertentu (Morissan, 2010:240). 2.1.4.2 Sejarah Televisi Pada tahun 1873 seorang operator telegram asal Valentia, Irlandia yang bernama Joseph May menemukan bahwa cahaya mempengaruhi resistansi elektris selenium. Ia menyadari itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya kedalam arus listrik dengan menggunakan fotosel silenium (silenium photocell). Joseph May bersama Willoughby Smith (teknisi dari Telegraph Construction Maintenance Company) melakukan beberapa percobaan yang selanjutnya dilaporkan pada Journal of The Society of Telegraph Engineers. Hal ini merupakan embrio dari teknologi perekaman gambar. Setelah kurun waktu lamanya kemudian diciptakan sebuah piringan metal kecil yang bisa berputar dengan lubang-lubang didalamnya oleh
19 seorang mahasiswa yang bernama Julius Paul Gottlieb Nipkow (1860—1940) atau lebih dikenal Paul Nipkow di Berlin, Jerman pada tahun 1884 dan disebut sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Sekitar tahun 1920 John Logie Baird (1888-1946) dan Charles Francis Jenkins (1867-1934) menggunakan piringan karya Paul Nipkow untuk menciptakan suatu sistem dalam penangkapan gambar, transmisi, serta penerimaannya. Mereka membuat seluruh sistem televisi ini berdasarkan sistem gerakan mekanik, baik dalam penyiaran maupun penerimaannya. Pada waktu belum ditemukan komponen listrik tabung hampa (Cathode Ray Tube) (Mabruri, 2013:2). Namun baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerika Serikat) menemukan tabung kamera atau iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama televisi. Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis ke dalam sinyal elektronis untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939. Kemunculan televisi pada awalnya ditanggapi biasa saja oleh masyarakat. Harga pesawat televisi ketika itu masih mahal, selain itu belum tersedia banyak program untuk disaksikan. Pengisi acara televisi pada masa itu bahkan meragukan masa depan televisi, mereka tidak yakin televisi dapat berkembang dengan pesat. Pembawa acara televisi ketika itu, harus mengenakan make-up biru tebal agar dapat terlihat normal ketika muncul di
20 televisi. Mereka juga harus menelan tablet garam untuk mengurangi keringat yang membanjir di badan karena intensitas cahaya lampu studio yang sangat tinggi, menyebabkan para mengisi acara sangat kepanasan. Perang Dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan banyak cahaya sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah menjadi lebih besar, terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun televisi lokal membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai menjanjikan. Joseph R. D. mengemukakan dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication, awalnya di tahun 1945, hanya terdapat delapan stasiun televisi dan 8000 pesawat televisi di seluruh AS. Namun sepuluh tahun kemudian, jumlah stasiun televisi meningkat hampir 100 stasiun sedangkan jumlah rumah tangga yang memiliki pesawat televisi mencapai 35 juta rumah tangga atau 67 persen dari total rumah tangga. Perkembangan industri televisi di AS mengikuti model radio untuk membentuk jaringan. Stasiun televisi lokal selain menayangkan, program lokal juga bekerja sama dengan tiga televisi jaringan itu menjadi sumber program utama bagi stasiun afiliasinya. Semua program televisi pada awalnya ditayangkan dalam siaran langsung (live). Pertunjukan opera di New York menjadi program favorit televisi dan disiarkan secara langsung. Ketika itu, belum ditemukan kaset penyimpanan suara dan gambar (videotape). Pengisi acara televisi harus
21 mengulang lagi pertunjukannya beberapa kali agar dapat disiarkan pada kesempatan lain. Barulah pada tahun 1956, Ampex Corporation berhasil mengembangkan videotape sebagai sarana yang murah dan efisien untuk menyimpan suara dan gambar program televisi. Pada awal tahun 1960-an hampir seluruh program, yang pada awalnya disiarkan secara langsung, diubah dan disimpan dalam videotape. Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an. Siaran televisi berwarna dilaksanakan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960 dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya (Morissan, 2011:6-7). Sebuah mesin cetak, penemuan terpenting dalam teknologi komunikasi adalah televisi. Televisi telah mengubah bagaimana guru mengajar, mengubah pemerintah dalam memerintah, mengubah pimpinan agama dalam berkhotbah, dan mengubah cara kita dalam mengatur perabotan rumah. Televisi telah mengubah sifat, cara beroperasi, dan hubungan khalayak dengan buku, majalah, film, dan radio. Komputer dengan kekuatan jaringan yang dimilikinya, dapat saja mengambil alih posisi televisi sebagai medium komunikasi massa, namun televisi bahkan sudah menentukan masa depannya sendiri (Baran, 2012:303). Perkembangan teknologi informasi khususnya televisi, membuat dunia semakin hari semakin dekat saja. Meskipun arus informasi yang mengalir tersebut akan mempunyai dampak baik positif maupun negatif. Namun hal tersebut tidak bisa dielakkan karena perubahan zaman yang sangat dinamis saat ini.
22 Keberadaan perkembangan arus informasi tersebut, sebenarnya berjalan secara alamiah sesuai dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Berdasarkan teori Alfin Tofler dalam bukunya yang berjudul “The Third Wave”, dimana dalam buku tersebut dijabarkan mengenai siklus peradaban manusia dalam tiga kategori utama yaitu pertama ditandai dengan penemuanpenemuan dibidang pertanian, peradaban kedua dengan revolusi industri, dan peradaban ketiga dikembangkannya revolusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Setyobudi, 2012:7). 2.1.4.3 Perkembangan Siaran Televisi di Indonesia Mila Day dalam bukunya “Buku Pinter Televisi” menyatakan bahwa, siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962. Siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962 jam 14:30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari stadion utama Gelora Bung Karno. Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi Indonesia hanya dapat menonton satu saluran televisi. Barulah pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara unruk membuka stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI. Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara serentak lima televisi swasta baru (Metro, Trans, TV7,
23 Lativi, dan Global) serta beberapa televisi berlangganan yang menyajikan berbagai dalam dan luar negeri. Setelah Undang-Undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan, khususnya di daerah, yang terbagi dalam empat kategori yaitu, televisi publik, swasta, berlangganan, dan komunitas. Kini penonton televisi Indonesia benar-benar memiliki banyak pilihan untuk menikmati berbagai program televisi (Morissan, 2011:9-10). Ketentuan dalam undang-undang penyiaran pasal 13 No.32 Tahun 2002, menyebutkan bahwa stasiun penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Bersifat komersial yang sebagian besar berasal dari penayangan iklan dan juga usaha sah lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Stasiun swasta diselenggarakan melalui sistem terestrial dan/atau melalui sistem satelit secara analog atau digital. Stasiun swasta dapat pula melaksanakan dengan menggunakan saluran multipleksing. Dalam hal ini, terdapat ketentuan bahwa dalam menyelenggarakan penyiaran multipleksing stasiun swasta hanya dapat menyiarkan satu program siaran (Morissan, 2011:88).
2.1.5 Program Televisi Kata “program” berasal dari bahasa Inggris programme atau program (gaya penulisan Amerika) yang berarti acara atau rencana. Undang-Undang Penyiaran Indonesia tidak menggunakaan kata program untuk acara tetapi
24 menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia daripada kata “siaran” untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Dengan demikian, program memiliki pengertian yang sangat luas. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan produk atau barang (goods) atau pelayanan (services) yang dijual kepada pihak lain, dalam hal ini audien dan pemasang iklan. Dengan demikian, program adalah produk yang dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mengikutinya. Dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan mendapatkan pendengar atau penonton (Morissan, 2011:209-210). Merencanakan sebuah produksi program televisi, seorang produser profesional akan dihadapkan pada lima hal sekaligus yang memerlukan pemikiran mendalam, yaitu materi produksi, sarana produksi (equipment), biaya produksi (financial), organisasi pelaksana produksi, dan tahapan pelaksanaan produksi. Berpikir tentang produksi program televisi bagi seorang produser profesional berarti mengembangkan gagasan bagaimana materi produksi itu, selain menghibur, dapat menjadi suatu sajian yang bernilai, dan memiliki
25 makna. Apa yang disebut nilai itu akan tampil apabila sebuah produksi acara bertolak dari suatu visi. Dengan kata lain, produksi yang bernilai atau berbobot hanya dapat diciptakan oleh seorang produser yang memiliki visi (Wibowo, 2009:23). Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu: 1) Program Informasi (berita) Program
informasi
di
televisi,
sesuai
dengan
namanya,
memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap sesuatu hal. Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak audien. Daya tarik program ini adalah informasi, dan informasi itulah yang “dijual” kepada audien. Dengan demikian, program informasi tidak hanya melulu program berita di mana presenter atau penyiar membacakan berita tetapi segala bentuk penyajian informasi termasuk juga talk show (perbincangan), misalnya wawancara dengan artis, orang terkenal atau dengan siapa saja (Morissan, 2011:217-219).
26 2) Program Hiburan (entertainment) Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, permainan (game), musik, dan pertunjukan (Morissan, 2011:223). Acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan penontonnya sehingga membuat mereka terhipnotis dan terhanyut dalam pertunjukan televisi. Bahasa yang digunakan dalam media populer seperti televisi, radio, dan media cetak pun turut memberikan pengaruh pada pemakaian bahasa pergaulan remaja sehari-hari. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar umumnya jarang digunakan dalam tayangan televisi, misalnya tayangan sinetron atau acara musik. Perkembangan
teknologi
membuat
penyiaran
televisi
mudah
menjangkau rumah-rumah dengan bebas dan cenderung tanpa kendali sehingga meningkatkan kecemasan tentang efek media massa terhadap khalayaknya. Dari sekian banyak media massa, televisi diduga mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap penontonnya. Dari televisi pula orang dapat belajar banyak tentang informasi dan memahami tentang dunia, bagaimana perilaku dalam masyarakat, mempelajari hubungan sosial, hingga nilai-nilai perilaku sosial, dan anti-sosial (Azeharie, 2011:66-67). 2.1.5.1 Daypart Walaupun disadari bahwa audien merupakan faktor paling penting bagi media namun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pengelola media
27 massa atau komunikator massa sering kali menjadikan audien bukan sebagai daktor terpenting yang mempengaruhi pekerjaan mereka, namun demikian mereka tetap mengikuti laporan peringkat acara (rating) dan angka penjualan iklan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah audien mereka (Morissan, 2011:264) Audien yang ada atau tersedia pada setiap bagian waktu siaran menjadi faktor menentukan yang harus dipertimbangkan secara cermat oleh pengelola program stasiun televisi dalam pemilihan program dan menentukan waktu penayangan program. Pengelola program televisi harus mengetahui siapa audien yang menonton televisi pada waktu-waktu tertentu. Pada dasarnya setiap jam memiliki komposisi audien yang berbeda. Mengetahui siapa audien televisi pada waktu tertentu sangat penting dalam menentukan program yang akan ditayangkan. Hal ini juga penting bagi pemasang iklan. Tabel pada halaman selanjutnya menjelaskan komposisi audien yang teerbentuk pada waktu-waktu tertentu setiap harinya (Morissan, 2011:295-297). Persaingan media penyiaran pada dasarnya adalah persaingan merebut perhatian audien dan untuk dapat merebut perhatian audien, maka pengelola stasiun penyiaran harus memahami siapa audien mereka dan apa kebutuhan mereka. Dalam era persaingan dewasa ini setiap media penyiaran harus memiliki strategi yang jelas dalam merebut audien. Strategi merebut audien adalah sama saja dengan strategi pemasaran (marketing) dakam arti yang luas. Audien adalah pasar, dan program yang disajikan adalah produk yang ditawarkan (Morissan, 2011:173).
28 Tabel 2.1 Pembagian Waktu Siaran dan Ketersediaan Audien
BAGIAN HARI
AUDIEN TERSEDIA
Pagi Hari (06.00 – 09.00)
Anak-anak, ibu rumah tangga, pensiunan, pelajar, dan karyawan yang akan berangkat ke kantor.
Jelang Siang (09-00 – 12:00)
Anak-anak prasekolah, ibu rumah tangga, pensiunan, dan karyawan yang bertugas secara giliran (shift).
Siang Hari (12.00-16.00)
Karyawan yang makan siang di rumah, pelajar yang pulang dari sekolah.
Sore Hari (Early Fringe) (16.00 – 18.00)
Karyawan yang pulang dari tempat kerja, anakanak dan remaja.
Awal Malam (Early Evening) (18.00 – 19.00)
Hampir sebagian besar audien sudah berada di rumah.
Jelang Waktu Utama (Prime Acces) (19.00 – 20.00)
Seluruh audien tersedia menonton TV pada waktu ini.
Waktu Utama (Prime Time) (20.00 – 23.00)
Seluruh audien tersedia pada waktu ini utamanya antara pukul 20.00-21.00. namun setelah itu, audien mulai berkurang utamanya audien anakanak, para pensiunan, dan mereka yang harus tidur lebih cepat agar dapat bangun pagi-pagi.
Jelang Tengah Malam (Late Fringe) (23.00 - 23.30)
Umumnya orang dewasa.
Akhir Malam (Late Night) (23.30 – 02.00)
Orang dewasa, termasuk karyawan yang bertugas secara giliran (shift).
Dini hari (Overnight) (02.00 – 06.00)
Orang dewasa, termasuk karyawan yang bertugas secara giliran (shift).
(Sumber: Peter K. Pringle, Michael F. Starr, William E. McCavit; Electronic Media Management, second edition, Focal Press, Boston-London, 1991)
Berdasarkan tabel terget penonton berdasarkan pada segmentasi usia menurut George E, Belch dan Michael A. Belch dari standart di Amerika Serikat (AS), Indonesia menurut pembagian Biro Pusat Statistik), dan
29 menurut lembaga riset media Nielsen (Morissan, 2011:184) adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Tabel Target Penonton
Standar di AS No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Target Audience 0-6 tahun 6-11 tahun 12-17 tahun 18-24 tahun 25-34 tahun 35-49 tahun 50-64 tahun Di atas 64 tahun
No. 1 2 3 4 5
Target Audience 0-14 tahun 15-20 tahun 20-29 tahun 30-39 tahun 40 + tahun
BPS
Nielsen No. 1 2 3 4 5
Target Audience 5-9 tahun 10-19 tahun 20-29 tahun 30-39 tahun 40 + tahun
30 2.1.6 Program Magazine Dalam bahasa Inggris, magazine berarti majalah. Selayaknya majalah yang dijual diberbagai tempat, target pembacanya bermacam-macam. Mulai dari majalah yang sarat dengan muatan berita aktual untuk politik dan sosialbudaya ditujukan untuk pembaca berpendidikan seperti Tempo, Gatra, dll, yang lain adalah majalah News Music yang berisikan informasi dan ulasan tentang dunia musik dari dalam dan luar negeri ditujukan untuk para pemusik, pengamat musik pada umumnya. Majalah (magazine) adalah gabungan uraian fakta dan atau pendapat yang dirangkai dalam satu wadah atau mata acara atau gabungan dari beberapa feature. Pada radio dan televisi disebut majalah udara. Ada majalah yang isinya homogen (satu jenis bidang saja), yang disebut majalah khusus, dan ada pula yang isinya heterogen, yang disebut majalah umum. Contoh majalah udara umum adalah acara “Apresiasi Film dan Spektrum” di TVRI tahun 1990-an, “Horison” di Indosiar, “Potret di SCTV, “Gapura” di RCTI, dll sedangkan majalah khusus adalah acara “Dian Rana” TVRI tahun 1990-an. Acara-acara serupa Spotlite Trans | 7, acara sport, acara pemotretan model, dan acara khusus pe-hobby motor & mobil di beberapa stasiun tv itu juga sudah merupakan magazine show (Mabruri, 2013:124). Menurut Naratama, (2006) magazine show adalah format acara TV yang mempunyai format menyerupai majalah (Media Cetak), yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam rubrik dan tema yang disajikan dalam reportase actual atau timeless sesuai dengan minat dan tendensi dari target penontonnya.
31 Program magazine dikenal di Indonesia sebagai program majalah udara. Contoh bentuk satu program itu, seperti acara apresiasi Film dan Spektrum di TVRI. Sebagaimana majalah cetak, program magazine memiliki jangka waktu terbit, mingguan, bulanan, dwi bulanan, tergantung dari kemauan produser. Dalam program itu juga terdapat rubrik-rubrik tetap yang berisi bahasan-bahasan. Program magazine mirip dengan program feature. Perbedaannya kalau program feature satu pokok permasalahan disoroti dari berbagai aspek dan disajikan lewat berbagai format. Sementara itu, program magazine bukan hanya menyoroti satu pokok permasalahan, melainkan membahas satu bidang kehidupan, seperti wanita, film, pendidikan, dan musik yang ditampilkan dalam rubrik-rubrik tetap dan disajikan lewat berbagai format (Wibowo, 2009:196). Fred Wibowo (2009:202) juga menjelaskan bahwa format dokumenter dan narasi voice over akan membuat program magazine menjadi lebih kaya. Dokumenter itu harus merupakan rangkaian kejadian atau peristiwa-peristiwa yang
menarik.
Misalnya,
dalam
magazine
perempuan,
dihadirkan
dokumentasi peninggalan sejarah R. A. Kartini (tempat mengajar, rumah, surat-surat, kerabat dekat dan makna keberadaannya), yang dirasakan gadisgadis dan kaum perempuan umumnya di Indonesia. Banyak kemungkinan yang dapat dibuat dengan program magazine. Magazine dan feature merupakan dua format program yang sangat kaya dan sungguh bercorak audio visual, yaitu cepat, bervariasi, kaya, mendalam, dan menarik. Oleh karena itu, program tersebut sebenarnya menarik minat banyak
32 penonton sekaligus bermanfaat namun, memproduksi program semacam ini dengan hasil maksimal cukup mahal dan tidak gampang. Mabruri (2013) menjelaskan dalam bukunya bahwa belakangan sebagian besar acara olahraga (sport) dikemas menjadi kemasan magazine yang bersifat khusus, karena hanya menyajikan seputar olahraga saja. Pada magazine, materi berita hanya merupakan selingan, itu pun apabila beritanya eksklusif, penting, atau sangat menarik. Perhatian magazine lebih pada materi yang bersifat mendalam dan berkaitan dengan human interest. Isi magazine dapat berupa gabungan uraian berita sejenis, misalnya semuanya mengenai human interest. Ada pula yang bervariasi, misalnya ada uraian sosial, politik, ekonomi, pariwisata, hiburan, wanita, film, pendidikan, seni budaya, dan lainlain. Teknik penyajian magazine ada yang menampilkan satu atau dua pembawa acara, bahkan ada pula yang tanpa penyiar. Magazine termasuk dalam jajaran berita berkala, karena sebagian besar materinya bersifat tidak terikat waktu alias timeless, hanya saja penyajiannya lebih diperdalam (eksploratif). Seperti majalah pada media cetak ada yang terbit mingguan, bulanan, tergantung dari kemauan Pimred-nya. Begitu juga majalah udara (magazine show) jam siarnya pun bervariasi ada yang mingguan, bulanan, dan bahkan harian. Dalam majalah udara juga terdapat rubik tetap yang berisi bahasanbahasan. Dengan demikian program ini mirip dengan feature, bedanya kalau feature hanya memuat satu bahasan yang disorot dalam berbagai format,
33 tetapi kalau majalah udara memuat lebih dari satu bidang kehidupan. Durasi program acara magazine ini adalah berkisar dari 30-50 menit dan memuat 610 rubrik.
2.1.7 Olahraga Olahraga merupakan kegiatan yang hampir sama tuanya dengan kehidupan manusia itu sendiri. Olahraga dari kegiatan yang sangat sederhana hingga pada akhirnya menjadi sebuah kegiatan yang tidak hanya sebagai bentuk kegiatan untuk olah jasmani (fisik) dan olahraga (psikis) tetapi juga sebagai bentuk apresiasi budaya dan perlombaan. Olahraga dalam perkembangannya tidak hanya sebagai olah fisik semata tetapi juga olah kanuragan, keterampilan dan untuk kekuatan baik fisik maupun psikis (akal). Sejarah olahraga mengalami perkembangan dari zaman ke zaman sejak zaman Yunani hingga saat ini (Atmasubrata, 2012:5). Seiring dengan perkembangan penelitian dunia olahraga sudah maju, maka diperoleh beberapa hasil yang memberikan manfaat yang seluasluasnya bagi yang melakukan aktivitas olahraga baik secara fisik maupun mental. Meskipun olahraga mempunyai manfaat yang sangat penting bagi banyak orang namun tidak semua orang manusia melakukan olahraga. Untuk itu maka sejak usia dini harus dibiasakan untuk gemar berolahraga dengan memberikan gerak sebanyak-banyaknnya, variasi gerak yang cukup sehingga mereka akan suka dengan dunia olahraga (Mutohir, Muhyi, dan Fenanlampir, 2011:7). Berita dan Olahraga adalah sebuah format acara televisi yang diproduksi berdasarkan informasi dan fakta atas kejadian dan peristiwa yang
34 berlangsung pada kehidupan masyarakat sehari-hari yang bersifat timeless atau time concern. Format ini memerlukan nilai-nilai faktual dan aktual yang disajikan dengan ketepatan dan kecepatan waktu dimana dibutuhkan sifat liputan yang independen (Mabruri, 2013:32).
2.2
Teori Khusus
2.2.1 Tahapan Produksi Program Televisi Secara umum tahapan sebuah produksi program televisi menurut Herbert Zettl, seorang profesor penyiaran dan seni berkomunikasi pada media elektronik di San Fransisco University tahapan produksi televisi susunannya sebagai berikut (Fachruddin, 2012:2-9): 1. Preproduction Planning: From Idea to Script (Praproduksi: Dari ide sampai naskah): a. Ide program b. Model program
Pesan yang ingin disampaikan kepada target audiens
IDE
Produksi Proses penyampaian pesan
Gambar 2.1 Efek Model Program
35 c. Proposal program d. Persiapan budget e. Presentasi proposal f. Menulis naskah 2. Preproduction Planning: Coordination (Perencanaan Preproduksi: Koordinasi) a. Penjadwalan b. Administrasi perizinan c. Promosi 3. Line Producer: Host and Watchdog 4. Post Production Activities (aktivitas Pasca Produksi) Wibowo (2009:38-40) menjelaskan bahwa ada 5 tahap pelaksanaan produksi. Suatu produksi program televisi yang melibatkan banyak peralatan, orang dan dengan sendirinya biaya yang besar, selain memerlukan suatu organisasi yang rapi juga perlu suatu tahap pelaksanaan produksi yang jelas efisien. Setiap tahap harus jelas kemajuannya dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Tahapan produksi terdiri dari tiga bagian di televisi yang lazim disebut Standart Operation Procedure (SOP), seperti berikut: a. pra produksi (ide, perencanaan dan persiapan) b. produksi (pelaksanaan) c. pasca-produksi (penyelesaian dan penayangan). a. Pra-produksi (Perencanaan dan Persiapan) Tahap ini sangat penting sebab jika tahap ini dilaksanakan dengan rinci dan baik, sebagian pekerjaan dari produksi yang direncanakan sudah beres.
36 Tahap pra-produksi meliputi tiga bagian, sebagai berikut ini: (1) Penemuan Ide Tahap ini dimulai ketika seorang produser menemukan ide atau gagasan, membuat riset dan menuliskan naskah atau meminta penulis naskah mengembangkan gagasan menjadi naskah sesudah riset. (2) Perencanaan Tahap ini meliputi penetapan jangka waktu kerja (time schedule) yang sudah dietapkan. Kunci keberhasilan produksi program televisi sangat ditentukan oleh keberesan tahap perencanaan dan persiapan itu. Orang yang begitu percaya pada kemampuan teknis sering mengabaikan hal yang sifatnya pemikiran di atas kertas. Dalam produksi program televisi, hal itu dapat berakibat kegagalan. Sebagian besar pekerjaan dalam produksi program televisi bukan shooting di lapangan hanya memerlukan waktu tujuh atau sepuluh hari. Namun, perencanaan dan persiapan dapat makan waktu beberapa minggu dengan lebih banyak menggunakan kertas-kertas dann pena daripada kamera atau peralatan teknik yang lain. b. Produksi Baru sesudah perencanaan dan persiapan selesai betul pelaksanaan produksi dimulai. Sutradara bekerja sama dengan para arts dan crew mencoba mewujudkan apa yang direncanakan dalam kertas dan tulisan (shooting script) menjadi gambar, susunan gambar yang dapat bercerita. c. Pasca-Produksi Pasca produksi memiliki tiga langkah utama, yaitu editing offline, editing online, dan mixing. Dalam hal ini, terdapat dua macam teknik, yaitu:
37 pertama, yang disebut editing dengan teknik analog atau linier dengan komputer. (1) Editing offline dengan teknik analog Setelah shooting selesai, script boy/girl membuat logging, yaitu mencatat kembali semua hasil shooting berdasarkan catatan shooting dan gambar. Di dalam logging time code (nomor kode yang berupa digit frame, detik, menit, dan jam dimunculkan dalam gambar) dan hasil pengambilan setiap shoot dicatat (Wibowo, 2009:42). (2) Editing online dengan teknik analog Berdasarkan naskah editing, editor mengedit, editor mengedit hasil shooting asli. Sambungan-sambungan setiap shoot dan adegan (scene) dibuat tepat berdasarkan catatan time-code dakam naskah editing. Demikian pula sound asli dimasukkan dengan level yang seimbang dan sempurna. Setelah editing online ini siap, proses berlanjut dengan mixing. (3) Mixing (campuran gambar dengan suara) Narasi yang sudah direkam dan ilustrasi musik yang juga sudah direkam, dimasukkan kedalam pita hasil editing online sesuai dengan petunjuk atau ketentuan
yang tertulis dalam
naskah editing.
Keseimbangan sound effect, suara asli, suara narasi dan musik harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak saling mengganggu dan terdengar jelas. Sesudah proses mixing ini boleh dikatakan bagian yang penting dalam post production sudah selesai. Secara menyeluruh produksi juga sudah selesai. Setelah produksi selesai biasanya diadakan
38 preview. Dalam preview tidak adalagi yang harus diperbaiki. Apabila semua sudah siap maka program ini siap juga untuk ditayangkan (4) Editing offline dengan teknik digital adalah editing yang menggunakan komputer dengan peralatan khusus untuk editing. Alat editing tersebut bermacam-macam nama, jenis dan fasilitasnya, misalnya: Pinacle – Matrox – Canupus, dll. Dengan alat editing tersebut dapat digunakan berbagai macam program editing berdasarkan kebutuhan, seperti Adobe Premiere – Three D Max – After Effect dan banyak program lainnya. Tahapan pertama, yang harus dilakukan adalah memasukkan seluruh hasil shoot (gambar) yang dalam catatan atau logging memperoleh OK, ke dalam hardisk. Proses ini disebut capturing atau digitizing, yaitu mengubah hasil gambar dalam pita menjadi file, yang ketika diperlukan dapat dipanggil untuk disusun berdasarkan urutan yang diinginkan sutradara. Dalam editing offline dengan sistem digital ini, penyusunan tidak harus mengikuti urutan adegan seperti dalam sistem analog. Tetapi mungkin saja dikerjakan dahulu urutan adegan yang ditengah, bari bagian akhir lalu bagian awal. Sesudah tersusun baik baru diurutkan kemudian dipersatukan agar shoot-shoot yang sudah disambung dapat dilihat secara utuh, proses ini disebut render. Setelah render dapat dilakukan screening. Apabila dalam screening masih perlu dikoreksi,
maka
koreksi dapat dikerjakan dengan menambah,
mengurangi atau menyisipi shoot yang diperlukan. Setelah semuanya memuaskan boleh dikatakan editing offline selesai. Bahan offline dalam komputer langsung dibuat menjadi online.
39 (5) Editing online dengan teknik digital sebenarnya tinggal penyempurnaan hasil editing offline dalam komputer, sekaligus mixing dengan musik ilustrasi atau efek gamat (misalnya perlu animasi atau wipe efek) dan suara (sound effect atau narasi) yang harus dimasukkan. Sesudah semua sempurna, hasil online ini kemudian dimasukkan kembali dari file menjadi gambar pada pita Betacam SP atau pita dengan kualitas broadcast standart. Setelah program dimasukkan pita, boleh dikatakan pekerjaan di stasiun televisi. Penayangan program distasiun televisi dibatasi oleh frame waktu atau slot. Oleh karena itu, dalam screening hal ini juga perlu diperhatikan. Apabila program ternyata melebihi frame waktu yang disediakan, harus dipotong di tempat yang tidak akan mengganggu kontinuitas program. Biasanya slot waktu dalam program televisi adalah 30 menit, 60 menit atau yang terpanjang 90 menit sudah termasuk commercial break (waktu untuk iklan). Program televisi biasanya dibuat 24 menit untuk slot 30 menit, 48 menit untuk slot 60 menit. Sisa waktu diperuntukkan commercial break. Selebihnya penayangan menjadi tanggung jawab petugas dari stasiun televisi. Menurut Leli Achlina dan Purnama Suwardi (2011:136) dalam Kamus Istilah Pertelevisian, Production; produksi adalah suatu kegiatan membuat program acara televisi, baik di lapangan maupun di studio, biasanya dibagi dalam tiga kategori, yaitu praproduksi atau persiapan sebelum produksi, kegiatan produksi, dan pascaproduksi. (Achlina,
Suwardi,
2011:137)
Pre-production
adalah
proses
perencanaan dan persiapan sebelum produksi di lapangan atau di studio.
40 Post production; pascaproduksi adalah tahap penyelesaian atau tahap akhir penyempurnaan materi program untuk siaran yang proses produksinya di lapangan atau di studio telah selesai; biasanya mencakup kegiatan pengeditan gambar, pengisian grafik, narasi, efek, dan ilustrasi musik. Melalui perencanaan, stasiun penyiaran menetapkan rencana dan tujuan yang ingin dicapai. Proses pengawasan dan evaluasi menentukan seberapa jauh suatu rencana dan tujuan sudah dapat dicapai atau diwujudkan oleh penyiaran, departmen, dan karyawan. Kegiatan evaluasi secara periodik terhadap masing-masing individu dan departmen memungkinkan manajer umum membandingkan kinerja sebenarnya dengan kinerja yang direncanakan. Jika kedua kinerja tersebut tidak sama, maka diperlukan langkah-langkah perbaikan. Pengawasan harus dilakukan berdasarkan hasil kerja atau kinerja yang dapat diukur agar fungsi pengawasan dapat berjalan secara efektif. Misalnya, jumlah dan komposisi audien yang menonton atau mendengarkan program stasiun penyiaran bersangkutan dapat diukur dan diketahui melalui laporan riset rating. Jika jumlah audien yang tertarik dan mengikuti program stasiun penyiaran lebih rendah dari yang ditargetkan, maka proses pengawasan mencakup
kegiatan
pengenalan
terhadap
masalah
dan
memberikan
pengarahan untuk dilakukan diskusi agar mendapatkan solusi. Hasil diskusi dapat berupa perubahan rencana misalnya revisi yang lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya atau tindakan lain yang akan dilakukan untuk dapat mencapai target semula.
41 Tingkat penjualan iklan stasiun penyiaran juga dapat diukur. Suatu analisis dapat mengungkapkan bahwa target pendapatan yang diproyeksikan sebelumnya adalah tidak realistis dan karenanya penyesuaian perlu dilakukan. Sebaliknya, jika hasil analisis mengungkapkan bahwa proyeksi pendapatan itu dapat direalisasikan, maka diskusi harus diarahkan pada upaya untuk menambah jumlah tenaga pemasaran, atau menyesuaikan tarif iklan (rate card) atau perubahan tingkat komisi stasiun penyiaran kepada biro iklan. Manajer program sering disebut sebagai “pelindung” (protector) atas lisensi atau izin siaran yang diperoleh stasiun penyiaran. Hal ini disebabkan manajer program bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program stasiun sudah berjalan sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin. Menurut Peter Pringle, dalam hal pengawasan program (program control), manajer program harus melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mempersiapkan standar program stasiun penyiaran. b. Mengawasi seluruh isi program agar sesuai dengan standar stasiun dan aturan perundangan yang berlaku. c. Memelihara catatan (records) program yang disiarkan. d. Mengarahkan dan mengawasi kegiatan staf departmen program. e. Memastikan kepatuhan stasiun terhadap kontrak yang sudah dibuat. Misalnya dengan para pemasok program, lembaga lisensi lagu dan rekaman, stasiun jaringan, dan lain-lain. f. Memastikan bahwa biaya program tidak melebihi jumlah yang sudah dianggarakan.
42 Pada proses penggarapan magazine itu meliputi tahapan praproduksiproduksi-pascaproduksi sama seperti dalam proses membuat karya fiksi seperti film, namun ada perbedaan yang sangat mencolok untuk lebih jelasnya coba perhatikan uraian berikut ini (Mabruri, 2013:126): 1. Tahapan Praproduksi Hal-hal yang dipersiapkan dalam tahap praproduksi magazine: 1) Menentukan ide/gagasan 2) Penulisan naskah (script writing) meliputi: a.
Sinopsis
b.
Treatment
c.
Skenario/screenplay
3) Pembentukan kerabat kerja 4) Membuat konten/isi magazine 5) Menyiapkan biaya produksi 6) Menyiapkan keperluan administrasi 7) Struktur/job desk organisasi produksi 8) Persuratan untuk produksi 9) Persuratan untuk di lapangan 10) Survey/hunting lokasi 11) Casting pemain 12) Reading dan rehearsal pemain 13) Menentukan/melengkapi kerabat kerja 14) Membuat director’s treatment & shot list 15) Membuat breakdown shot 16) Membuat floor plan
43 17) Membuat run down shooting schedule 18) Membuat design produksi Karena magazine merupakan program acara tv format non drama yang memerlukan direction (arahan) dari Director, maka proses praproduksinya pun menyerupai format acara tv drama. Intinya pada tahapan ini semua kru yang terlibat harus membuat isi/konten dari magazine tersebut. Konten atau isi magazine itu berupa liputan atau feature yang telah disepakati sesuai dengan hasil rapat praproduksi. Jadi, pada saat Anda memproduksi feature berarti Anda sedang memasuki tahapan praproduksi meskipun dalam feature Anda sedang memasuki tahapan produksi. 2. Tahapan Produksi Pada tahapan ini seluruh teamwork menyiapkan shooting baik bersifat live show atau tapping untuk paket program magazine. Program magazine juga biasanya dibawakan oleh host atau tanpa host. Secara umum meliputi: 1) Hunting lokasi (untuk sutradara) 2) Rehearsal 3) Shooting 4) Mengirim hasil shooting ke editing library – studio editing 3. Tahapan Pascaproduksi Ini merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian jalannya pembuatan program acara TV secara umum meliputi: 1) Mengambil bahan dari library – studio editing 2) Mempelajari skenario
44 3) Melakukan editing kasar (off line editing) 4) Melakukan editing halus (on line editing) 5) Menyusun narasi 6) Dubbing narasi 7) Mengisi narasi 8) Menambahkan ilustrasi musik 9) Menambahkan sound effect 10) Menambahkan credit title 11) Mixing 12) Picture lock 13) Final edit 14) Distribution gambar Menurut Wibowo (2009:196) tahapan produksi pada jenis program televisi magazine adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Produser program magazine – sebagaimana produser news (siaran berita) – memiliki redaktur (desk) tertentu, beberapa reporter, dan pembahas. Mereka yang bertugas mencari, mengumpulkan dan menyeleksi materi produksi sebelum direkam, Produser menyusun rubrik dan materi produksi yang terseleksi sedemikian rupa sehingga antara format yang satu dan format yang lain cukup bervariasi dan semakin meningkat daya tariknya. Karena durasi yang cukup panjang apabila sebuah program kurang bervariasi dan menarik, pasti ditinggalkan penontonnya.
45 Desk yang bertanggung jawab pada rubrik tertentu dalam program magazine tidak perlu menunggu tugas dari produser untuk membuat liputan peristiwa yang berhubungan dengan rubriknya, belum tentu peristiwa atau liputan itu dipakai dalam edisi minggu ini. Namun, minggu berikut mungkin sekali liputan itu dipakai. Tentu saja tidak sembarang peristiwa yang berhubungan dengan rubrik itu harus diliput. Peristiwa menarik dan istimewa saja yang diliput kemudian disimpan sampai dibutuhkan untuk mengisi tayangan di suatu edisi. Dengan demikian, lemari dek tidak dipenuhi oleh sesuatu yang tidak berguna. Penanggung jawab dek berarti semacam redaksi yang terusmenerus harus membuat rencana untuk edisi berikutnya. Bersama produser sebagai pengarah atau ketua redaksi, para penanggung jawab desk merencanakan format dan susunan sajian setiap edisi. Dalam perencanaan, rubrik-rubrik itu harus tersaji dengan seimbang dan menarik. Rubrik yang kurang memikat perlu dikurangi waktunya. Sementara itu, rubrik yang menarik boleh diperpanjang sedikit. Keseimbangan dalam hal ini bukan didasari oleh waktu yang sama, melainkan daya tarik program (Wibowo, 2009:196-198). 2. Tahapan Pelaksanaan Produksi Di dalam pertemuan perencanaan, produser menentukan terlebih dahulu sajian utama dari program yang diproduksi. Kemudian setiap reporter mulai mencari dan mengumpulkan materi produksi. Apabila program itu mingguan, cukup berat bagi para reporter untuk dapat memenuhi rubrik-rubrik yang ada. Majalah udara, bukan majalah
46 cetak yang berisi karangan atau uraian. Uraian dalam program magazine berarti rekaman gambari ilustrasi yang menarik, sepanjang uraian atau wawancara yang ada. Kekurangan gambar berarti program dapat menjemukan. Dalam hal ini, berdasarkan bidang kehidupan yang menjadi program magazine tersebut, redaksi dek-dek dapat terus mengumpulkan bahan dari kejadian atau peristiwa setiap hari yang ada hubungannya dengan deknya. Simpanan footages tersebut adalah bahan untuk sajian yang diperlukan terbitan minggu ini. Setelah materi terkumpul, kemudian diseleksi. Materi produksi yang kurang memenuhi syarat, baik dari segi isi maupun teknis harus dibuang.
Mentoleransikan
materi
yang
jelek,
sama
dengan
membiarkan kecerobohan yang menyebabkan penurunan kualitas program. Kelemahan produser-produser kita, kebanyakan terlalu mentoleransikan hasil jelek. Setelah materi yang terseleksi cukup, dimulailah menyusun dan memasukkan materi-materi itu ke dalam rubrik yang tersedia. Penulisan naskah untuk presenter dilakukan paling akhir sesudah penyusun bahan selesai. Naskah sajian disusun untuk mempersatukan, menghidupkan, dan memberi makna pada program itu. Setelah semua siap, kemudian program direkam dan diedit (Wibowo, 2009:199-200).
47 2.2.1.1 Strategi Produksi Strategi program yang ditinjau dari aspek manajemen atau sering juga disebut dengan manajemen strategis (management strategic) program yang terdiri dari (Morissan, 2011:273): 1.
Perencanaan program
2.
Produksi dan pembelian program
3.
Eksekusi program
4.
Pengawasan dan evaluasi program
Menurut Vane-Gross dalam bukunya Programming for TV, Radio and Cable, tidak peduli dengan tujuannya (mendapatkan audien, prestise, penghargaan dan sebagainya) atau daya tariknya (infrormasi atau hiburan), maka setiap program yang ditayangkan stasiun televisi memiliki dua bentuk, yaitu dominasi format dan dominasi bintang menurut Edwin dan Lynne (Morissan, 2011:361). Dominasi format. Dalam dominasi format (format-dominant) ini, konsep acara merupakan kunci keberhasilan program. Pemain dipilih untuk memenuhi persyaratan dari inti cerita yang hendak dibangun. Sebagaimana dikatakan Vane-Gross: The concept of the show is the key to its success; performers are selected to fulfill the requirements of the core idea. (Konsep dari suatu pertunjukan adalah kunci keberhasilan; pemain dipilih untuk memenuhi persyaratan dari inti ide cerita). Dominasi bintang. (star dominant). Dalam ungkapan Vane-Gross dikatakan: The star is the key ingredient; a format is designed around the skills of the lead performer (pemain adalah unsur kunci; format program dirancang berdasarkan keahlian pemain utamanya). Dengan demikian,
48 pemain atau bintang merupakan unsur utama yang ditonjolkan. Format cerita dirancang
atau
dipersiapkan
berdasarkan
kemampuan,
kepribadian
(personalities), dan daya tarik bintang utama. Drama yang menonjokan kemampuan pemainnya untuk ber-acting atau drama yang memasang bintang-bintang terkenal menjadi faktor utama yang menarik banyak audien. Namun selain drama, program perbincangan (talk show) kerap dirancang berdasakan keahlian pembawa acaranya seperti The Oprah Winfrey Show. Morissan (2011:278) menyatakan bahwa perencanaan program pada dasarnya bertujuan memproduksi atau membeli program yang akan ditawarkan kepada pasar audien. Dengan demikian audien atau penonton adalah pasar karenanya setiap media penyiaran yang ingin berhasil harus terlebih dahulu memiliki suatu rencana pemasaran strategis (strategic marketing plan) yang berfungsi sebagai panduan dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki. Strategi pemasaran ditentukan berdasarkan analisis situasi, yaitu suatu studi terinci mengenai kondisi pasar audien yang dihadapi stasiun penyiaran beserta kondisi program yang tersedia. Berdasarkan analisis situasi ini, media penyiaran mencoba memahami pasar audien yang mencakup segmentasi audien dan tingkat persaingan yang ada. Analisis situasi ini terdiri atas: analisis peluang dan analisis kompetitif.
49 2.2.2 Rating dan Share Penyiaran televisi juga merupakan sebuah sistem yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain untuk menjadi sebuah sistem yang sempurna. Maka dapat digambarkan dalam diagram looping sebagai berikut (Setyobudi, 2012:101-102):
PROSES
PROG. TV
PENONTON
UMPAN BALIK
Gambar 2.2 Diagram Sistem Penyiaran
Dari diagram dapat dijelaskan bahwa sebuah sistem yang bagus meliputi tiga komponen utama yaitu ada input, output, dan feedback. Dalam sebuah sistem tertutup tersebut kalau diaplikasikan dalam sebuah sistem penyiaran televisi, feedback dapat diidentikkan dengan rating maupun share dari sebuah program televisi. Karena dari umpan balik berupa rating maupun share dapat diketahui performance dari sebuah program tayangan televisi dibanding program lain pada tanggal dan jam yang sama. Rating maupun share sangat penting dalam industri televisi swasta khususnya. Karena dari rating ini akan didapat harga jual dari iklan pada sebuah program di televisi dengan perhitungan Cost Per Rating Point (CPRP). 1. Rating Media sebagai industri yang menghasilkan produk informasi tidak hanya bersaing dengan sesama produsen, tetapi juga harus
50 berkompetisi dalam pasar dengan khalayak, yaitu konsumennya sendiri. Sehingga dibutuhkan strategi-strategi yang diterapkan stasiun televisi dalam menjalankan misinya agar mampu bertahan dalam persaingan bisnis media yang semakin ketat (Fachruddin, 2012: 185-186). Pengelola stasiun penyiaran pada umumnya sangat peduli degan peringkat atau rating dari suatu program yang ditayangkan di stasiun penyiarannya. Rating yang tinggi berarti penonton yang lebih banyak dan jumlah pemasang iklan yang lebih besar. Sydney Head dan Christopher Sterling mendefinisikan rating sebagai: “A comparative estimate of set tunning in any given market,” yaitu perkiraan komparative dari jumlah pesawat televisi yang sedang digunakan pada suatu wilayah siaran tertentu (Morissan, 2011: 383). Peringkat program atau rating menjadi hal yang sangat penting bagi pengelola stasiun penyiaran komersial. Perusahaan atau lembaga rating, menyediakan jasa kepada stasiun penyiaran dengan mengeluarkan laporan rutin mengenai program apa saja yang sudah ditinggalkan audiennya, rating merupakan hal yang penting karena pemasang iklan selalu mencari stasiun penyiaran atau program siaran yang paling banyak ditonton atau didengar orang (Morissan, 2011: 379). Riset terhadap audien penyiaran merupakan hal yang sangat berbeda dengan riset terhadap audien media massa lainnya. Jumlah pembaca surat kabar atau majalah dapat diketahui dari berapa eksemplar koran atau majalah yang terjual. Namun untuk
51 mengetahui berapa jumlah audien suatu stasiun penyiaran adalah jauh lebih sulit. Audien
penyiaran
bersifat
sangat
cair
karena
begitu
gampangnya mereka berpindah-pindah dengan hanya memencetmencet tombol remote control. Karena sifat audien penyiaran, yang sangat dinamis itulah maka tidak ada satu metode yang benar-benar handal untuk meneliti karakteristik audien. Riset rating yang dilakukan selama ini menggunakan berbagai macam metode untuk mempelajari audien. Riset
rating
meneliti
efektivitas
program
pada
saat
ditayangkan di stasiun penyiaran. Riset rating pada dasarnya meneliti tindakan audien terhadap pesawat penerima televisi atau radio. Tindakan audien terhadap pesawat penerima itu meliputi tindakan
mematikan
(turn
off),
menghidupkan
(turn
on),
memindahkan (switching) saluran pesawat televisi. Riset rating sangat membutuhkan perkiraan kuantitatif (responden) yang dianggap mewakili keseluruhan populasi. Dalam riset ini, peneliti memilih responden secara cermat. Perusahaan atau lembaga rating memberikan laporannya kepada siapa saja yang bersedia membelinya dengan harga yang cukup mahal (Pada tahun 2007, media penyiaran harus membayar sekitar Rp 1,5 miliar untuk berlangganan hasil riset rating Nielsen Media Research selama setahun). Laporan dapat diberikan dalam periode harian, mingguan, bulanan, dan dalam periode beberapa bulan sekali. Lebih dari 90%
52 stasiun televisi di AS berlangganan laporan rating dari berbagai lembaga atau perusahaan rating di negara itu. Lebih dari 50 perusahaan riset di Amerika memberikan jasanya di bidang riset audien. Menurut Sydney W. Head dan Christopher H. Sterling, dua perusahaan terbesar di bidang ini adalah A.C. Nielsen dan Arbitron (Morissan: 2011: 380-381). Morissan (2011: 27) telah memperhatikan berbagai penelitian yang berkembang saat ini misalnya riset-riset mengenai audien, riset rating program siaran dan uji coba program (program testing) merupakan kegiatan yang terkait dengan model uses and gratifications ini. Berbagai riset yang bertujuan mengetahui selera audien akhirakhir ini sangat intensif dan dilaksanakan khususnya olrh lembaga rating (misalnya A.C. Nielsen). Hasil riset ini sangat dibutuhkan media penyiaran dalam mempersiapkan strategi program yang akan ditayangkan. Stanley J. Baran (2012: 321-324) menjelaskan bahwa rating Nielsen adalah konsep perhitungan rating pertama sekali dibawa dari radio ke industri televisi, namun rating yang seperti kita kenal sekarang jauh lebih kompleks. Perusahaan A. C. Nielsen dimulai pada tahun 1923 sebagai perusahaan pengujian produk, tetapi segera mengembangkan cabang dalam riset pasar. Pada tahun 1936, Nielsen mulai melaporkan rating radio dan melakukan hal yang sama terhadap televisi pada tahun 1950.
53 Untuk menghasilkan rating, Nielsen memilih 15.000 rumah yang dianggap sebagai perwakilan semua khalayak penonton AS. Untuk merekam data tentang tayangan yang ditonton oleh orang dalam rumah tersebut, Nielsen menggunakan peoplemeter, sebuah alat yang mempersyaratkan setiap anggota keluarga dalam rumah untuk menekan tombol untuk merekam tayangan yang ditonton. (Orang tua atau pengasuh bertanggung jawab guna merekam apa yang ditonton anak-anak). Informasi yang sudah direkam dilaporkan kepada Nielsen dengan
menggunakan
jalur
telepon
dan
perusahaan
dapat
menentukan program yang ditonton, siapa yang menonton, dan jumlah waktu yang digunakan untuk menonton masing-masing program. Namun, konvergensi mengubah cara pengumpulan data. Nielsen mengeluarkan alat personal peoplemeter, sebuah alat kendali jarak jauh (remote control) dengan tombol yang dipersonalisasikan untuk setiap penonton dalam suatu rumah tangga. Eko Harry Susanto (2009: 52) AGB Nielsen, sebagai lembaga pemeringkat rating, selama ini tidak ada yang bisa menandingi. Akibatnya para praktisi layar kaca lebih banyak tunduk terhadap rating AGB Nielsen, dibandingkan dengan upaya untuk memberikan tontonan bermutu dan mencerdaskan bangsa dalam perspektif ideal. Para pekerja televisi pun sepertinya berlomba-lomba untuk membuat program yang mampu menghasilkan rating tinggi. Pemaparan peringat pemirsa yang dipaparkan secara rutin itu bukan hal yang aneh jika memiliki kekuatan luar biasa untuk
54 membuat sebuah program televisi akan diteruskan atau dihentikan. Walaupun penghentian tayangan tidak selalu merujuk kepada rating, tetapi tidak bisa disangkal bahwa kecenderungan minimnya jumlah penonton secara signifikan terkait pula dengan penghentian sebuah program tayangan televisi. Ciptono Setyobudi (2012: 104) mengungkapkan adanya kelemahan teknologi pengukuran rating metode peoplemeter ini (menurut pakar marketing: Handi Irawan) diantaranya: a) Rating ini tidak mengukur alasan pemirsa menonton program tertentu baik suka atau dukanya; b) Tidak bisa mengukur jika anggota panel responden menonton acara televisi diluar rumah atau televisi lain dari yang sudah ditentukan; dan c) Survei ini tidak mengukur pemirsa yang berada pada saluran TV berlangganan seperti TV kabel (kabelvision) atau satelit (Indovision), terestrial digital Next Media yang berjumlah lebih dari 500ribu pelanggan dimana merupakan komunitas potensial dengan daya beli tinggi. Rating dan pangsa dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut (Baran, 2012: 314): Rating =
Rumah yang menonton acara TV tertentu Jumlah seluruh rumah yang memiliki TV
Pangsa =
Rumah yang menonton acara TV tertentu Jumlah seluruh rumah yang menonton TV pada jam tersebut Gambar 2.3 Menghitung Rating dan Pangsa
55 Televisi di Indonesia masih memegang lebih dari 60% belanja iklan sedangkan secara global porsi belanja iklan TV mencapai 40% artinya pemasar masih mengandalkan media yang bersifat massal. Padahal untuk beriklan di TV nasional dibutuhkan dana yang besar antara 10 sampai 25 juta rupiah per spot atau sekali tayang selama durasi 30 detik pada jam-jam utama (prime time). Padahal untuk memborbadir konsumen diperlukan paling tidak 20 sampai 30 agar produknya dikenal. Maka agar iklan-iklan tersebut tidak sia-sia maka diperlukanlah survey atau riset yang akhirnya dikenalah dengan istilah rating sebagai acuan riset. Untuk saat ini penyedia jasa perhitungan rating di Indonesia bahkan dunia masih mengandalkan AC Nielsen dengan perangkat sistem people meter-nya. Dimana sistem ini mampu memberikan data pemirsa yang sedang menonton TV yang terkirim secara langsung (on line). Ada dua parameter dalam melakukan survei penonton yaitu Rating dan Audiens Share. Rating adalah prosentase pemirsa dari seluruh populasi yang mempunyai akses menonton televisi pada periode tertentu sedangkan audiens share adalah prosentase penonton yang benar-benar nyata sedang menonton program TV pada periode tertentu (Setyobudi, 2012: 102). 2. Share Jumlah audien stasiun televisi juga dihitung berdasarkan presentase rumah tangga, yang sedang menggunakan pesawat televisi atau households using television (HUT). Dengan demikian,
56 HUT sebesar 55 berarti sebanyak 55% dari keseluruhan rumah tangga yang betul-betul menonton program siaran televisi. Dengan demikian pengukuran HUT berdasarkan atas jumlah rumah tangga yang betul-betul menggunakan pesawat televisinya (tidak dimatikan) dan bukan berdasarkan jumlah televisi secara keseluruhan. Share dari stasiun televisi A, diperoleh dengan cara membagi jumlah penonton yang menyaksikan acara televisi A dengan keseluruhan rumah tangga yang betul-betul menyaksikan televisi. Hasil pembagian ini merupakan jumlah audien yang betul-betul menyaksikan acara televisi A atau bagian dari audien yang betulbetul menyaksikan acara televisi A, dan hasil pembagian ini disebut dengan Audience Share, Stasiun penyiaran televisi akan selalu memiliki nilai audience share yang lebih tinggi daripada nilai rating-nya (hal ini disebabkan angka pembaginya yang lebih kecil). Misalnya suatu program stasiun televisi memperoleh rating 30, maka audience share-nya berkisar 45 dan seterusnya. Hasil perhitungan audience share ini biasanya lebih disukai pengelola stasiun televisi untuk menarik pemasang iklan daripada rating, selain karena angkanya yang lebih tinggi daripada rating, juga karena audience share memberikan informasi kepada pemasang iklan secara lebih real mengenai posisi suatu stasiun televisi terhadap televisi lainnnya (Morissan, 2011: 385).
57 3. Perhitungan Rating dan Audiens Share Program TV Untuk jelasnya dari dua parameter tadi dapat dilihat dari contoh perhitungan dibawah ini (Setyobudi, 2012: 104-105): Jumlah penduduk disuatu daerah ada 1.500.000 orang. Sedangkan yang mempunyai akses menonton televisi berjumlah 1.000.000 orang. Ada 4 stasiun TV didaerah tersebut yakni stasiun televisi A, B, C, dan D. Pada pukul 19.00 TV A ditonton 100.000 orang, TV B ditonton 150.000 orang, TV C ditonton 250.000 orang dan TV D ditonton 200.000 orang. Maka berapa rating masingmasing stasiun TV tadi dan berapa jumlah audien share-nya? Untuk menghitung besaran rating rumusannya adalah jumlah penonton dibagi populasi dikali 100%. Maka akan didapatkan angka sebagai berikut: TV A = (100.000/1.000.000) X 100% = 10% TV B = (150.000/1.000.000) X 100% = 15% TV C = (250.000/1.000.000) X 100% = 25% TV D = (200.000/1.000.000) X 100% = 20% Sementara untuk menghitung besaran audien share adalah besaran audien share adalah berdasarkan populasi yang benar-benar menonton TV (riil) pada periode tersebut. Maka akan didapatkan perhitungan sebagai berikut: Berdasar data diatas, pada pukul 19.00 jumlah orang yang benar-benar menonton televisi adalah 700.000 orang (Jumlah dari 100.000 + 150.000 + 250.000 + 200.000). maka share masingmasing televisi adalah:
58 TV A = (100.000 / 700.000) X 100% = 14.2 % TV B = (150.000 / 700.000) X 100% = 21.4 % TV C = (250.000 / 700.000) X 100% = 35.7 % TV D = (200.000 / 700.000) X 100% = 28.5%
2.2.3 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah menguji sebuah kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap organisasi, dalam hal ini adalah stasiun televisi (Iriantara, 2005: 50). Kekuatan dan kelemahan itu berada pada lingkungan internal, sedangkan peluang dan ancaman berasal dari lingkungan eksternal. Hasil dari analisis SWOT ini bisa memetakan posisi organisasi di antara organisasi serupa atau dalam lingkungan organisasi secara keseluruhan. Analisis SWOT dilakukan untuk melihat apa dan bagaimana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta bagaimana peluang dan ancaman yang berasal dari luar. Setelah memetakan posisi organisasi berdasarkan rancangan analisis SWOT itu, bisa dimulai dengan membuat rancangan. Dalam membuat rancangan program, terlebih dahulu tetapkanlah tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang baik adalah tujuan yang bisa dicapai, realistis, dan terukur. Bila tujuan telah ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menetapkan siapa khalayak program tersebut. Langkah berikutnya menyusun strategi yang dipergunakan untuk menjangkau khalayak sasaran, guna mewujudkan tujuan yang hendak dicapai dalam program.
59 Berikut adalah cara sederhana yang dapat dilakukan dalam menerapkan analisis SWOT adalah (Suharyadi, Nugroho, Purwanto, & Faturohman, 2007: 115): a. Melihat kekuatan (Strengths) sesuatu yang dimiliki pada stasiun televisi dalam hal ini program acara tersebut; b. Melihat kelemahan (Weakness) segala sesuatu yang dimiliki agar stasiun beserta tim produksi tidak memaksakan diri melakukan usaha yang sebenarnya tidak dapat dilakukan karena kita memiliki kekurangan yang tertentu; c. Melihat peluang (Opportunities) adanya kesempatan yang dapat dimanfaatkan dan memberikan keuntungan; dan d. Melihat ancaman (Threats) terhadap usaha-usaha yang beresiko tinggi melihat siklus yang pendek dan tidak teratur. Terlebih pesaing-pesaing kita yang miliki kemampuan lebih dari kita.
60 2.2.4 Kerangka Pikir
PROGRAM SPORTVAGANZA AIR MAGAZINE SPORT
TAHAPAN PRODUKSI PRA PRODUKSI PRODUKSI PASCA PRODUKSI
ANALISIS PRODUKSI
ANALISIS SWOT
PENINGKATAN RATING DAN SHARE
Gambar 2.4 Kerangka Pikir