BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Data
2.1.1 Animasi Secara garis besarnya, animasi pada intinya adalah memberikan hidup bagi karkter tak bernyawa. Bukan sekedar bergerak melainkan dapat berprilaku layaknya makhluk hidup yang ada. Beberapa pelaku animasi pun memiliki pendapatnya masing – masing mengenai arti animasi sendiri bai mereka, sebagai berikut. Kata animate berasal dari kata kerja Latin animare, yang berarti “membuat jadi hidup atau mengisi dengan nafas”. Pada animasi kita benarbenar bisa merestrukturisasi realitas. (Jean Ann Wright 2005:1) Pengertian secara umum, animate memiliki arti “memberi kehidupan kepada”
dan
termasuk
juga
live-action
(gerakan
langsung)pedalangan/pewayangan/permainan boneka semisal Sesame Street serta penggunaan peralatan electromechanical untuk menggerakkan boneka, dinamakan animatronics. (Rick Parent 2010:6) Animasi adalah animasi, apapun medianya. Apakah anda menggambar di atas kertas, pemodelan dengan plastik/malam, mendorong beberapa kotak korek api di sekitar di depan kamera Bolex atau menganimasikan dengan komputer, untuk menjadi seorang animator anda akan perlu memahami gerakan dan cara membuat emosi. (Susannah Shaw 2004:1) Modal utama seorang animator adalah kemampuan menangkap suatu momen ke dalam runtutan gambar sehingga seolah-olah menjadi bergerak atau hidup. Sedikit berbeda dengan komikus, ilustrator, atau katakanlah karikaturis yang menangkap suatu momentum ke dalam sebuah gambar diam (still). Animator harus lebih memiliki ‘kepekaan gerak’ daripada ‘hanya’ sekedar kemampuan menggambar. Gambar yang bagus akan percuma tanpa didukung kemampuan menghidupkan. Sebagaimana definisi dasar animasi yang berarti: membuat seolah-olah menjadi hidup.
3
4
2.1.2 Narasi Dalam buku Pesan, Tanda dan Makna karya Marcell Danesi halaman 164. Narasi merupakan teks yang telah dikonstruksikan dengan cara tertentu sehingga merepresentasikan rangkaian peristiwa atau tindakan yang dirasa saling berhubungan satu sama lain secara logis atau memiliki jalinan tersendiri. Rangkaian narasi sendiri dapat berdasarkan fakta, atau fiksi. Dalam menceritakan kisah kehidupan sehari – hari, fiksi sering kali terkait dengan fakta untuk memberikan koherensi dan kredibilitas yang lebih bagi kisah – kisah tersebut. Pakar psikologi menyebutnya sebagai “efek Othello” yakni, kebohongan untuk menekankan kebenaran. Esensi dari narasi adalah plot, karakter dan setting. Plot pada dasarnya adalah apa yang diceritakan oleh narasi itu sendiri., dimana narasi digunakan sebagai hal untuk penarik perhatian. Karakter mengacu pada orang atau makhluk lainnya yang diceritakan oleh kisah tersebut. Tiap karakter merupakan sebuah tanda yang mewakili suatu jenis kepribadian seperti pahlawan, pengecut, pecita, teman, dan lainnya. Setting adalah lokasi dan waktu plot terjadi. Narasi fiksi telah menjadi suatu standar untuk meneliti tindakan manusia dan karakter manusia. Hal ini terjadi karena struktur narasi dirasakan berfungsi untuk merefleksikan struktur peristiwa dan kehidupan nyata. “efek yang menghasilkan realitas” dari struktur narasi digunakan oleh sebuah program televisi Amerika yang berjudul Wild Kingdom, dimana dalam pertunjukan tersebut potongan - potongan gambar prilaku binatang yang direkam, diedit sehingga memiliki alur kisah yang bermakna. Suatu kisah dibuat terlihat sama di seluruh dunia agar masyarakat yang menikmati cerita tersebut dapat memahami dengan mudah serta bagi anak – anak dapat memahami dunia nyata, memberikan format yang memberikan bentuk dan keberlangsungan yang dipahami, bagi pengamatan mereka terhadap kehidupan sehari – hari. Jelasnya, dalam setiap kisah narasi, kisah tersebut memberikan pengertian akan adanya suatu plot kehidupan dengan karakter di dalamnya yang menyajikan beberapa tujuan yang bermakna dan seting kehidupan adalah bagian yang penting. Sebuah karya fiksi yang serius menstimulasi refleksi dan membawa kepada pemahaman yang lebih baik daripada aspek realitas manusia. Dengan menciptakan karakter – karakter dan menempatkannya dalam situasi khusus serta membangun sebuah sudut pandang, penulis dapat menyatakan penilaian mengenai masalah moral, filsafat, psikologi, atau sosial.
5
2.1.3 Mitos Sama halnya dengan pemahaman narasi, dalam buku Pesan, Tanda dan Makna halaman 167, Marcell Danesi menjelaskan bahwa kata mitos berasal dari Bahasa Yunani mythos “kata”, “ujaran”, “kisah tentang dewa – dewa”. Sebuah mitos adalah narasi dengan karakter utamanya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk mistis, plotnya berputar disekitar asal muasal benda atau di sekitar makna benda. Mitos merupakan suatu sistem pengetahuan metafisika untuk menjelaskan asal usul, tindakan, dan karakter manusia, selain fenomena di dunia. Sistem ini adalah sebuah system yang secara instingtif kita ambil, bahkan hingga saat ini untuk menyampaikan pengetahuan tetang nilai dan moral awal kepada anak – anak. Mitos digunakan untuk mempelajari bagaimana masyarakat yang berbeda menjawab pertanyaan dasar tentang dunia dan tempat bagi manusia di dalamnya. Mitos pun biasa digunakan untuk mengkaji dan mempelajari bagaimana orang – orang mengembangkan suatu system social khusus dengan banyak adat istiadat dan cara hidup dan juga memahami secara lebih baik nilai – nilai yang mengikat para anggota masyarakat untuk menjadi satu kelompok. Mitos dapat dibandingkan untuk mengetahui bagaimana kebudayaan dapat saling berbeda atau menyerupai satu sama lain, dan mengapa orang bertingkah laku seperti itu. Mitos juga dapat dijadikan kerangka referensi yang mendasari tidak hanya karya besar di bidang arsitektur, sastra, music dan lukisan, dan seni pahat, juga hal hal kontemporer seperti iklan dan program televisi. Mitos merupakan sumber simbolisme awal. Banyak simbolisme awal digunakan oleh budaya modern yang diambil dari mitos – mitos awal, contohnya, pada nama hari, nama hari berakar dari kebudayaan Germania dan Romawi, Tuesday adalah hari yang dinisbatkan bagi dewa Tiu (perang), Wednesday (rabu) bagi dewa utama Wotan, Thursday (kamis) bagi dewa Thor, Firday (kamis) bagi dewi kecantikan Frigga, Saturday (sabtu) bagi dewa Saturnus, Januari bagi Janus. Tidak mengeherankan juga misalnya dalam simbol kedokteran diambil simbol dua ular melingkar (Asclepius). Mitos tidak dibentuk berdasarkan suatu logika rasional, melainkan dengan apa yang disebut logika puitis (poetic logic), suatu bentuk yang dibentuk dari pembikiran yang didasarkan dan dipandu oleh pegalaman tubuh secara sadar yang ditransformasikan kedalam gagasan yang digeneralisasi oleh imajinasi manusia (filsuf Italia, Giambattista Vico). Menurut Sigmund Freud, meilhat konflik yang
6
diceritakan dalam mitos adalah salah satu usaha untuk memahami kehidupan psikis alam bawah sadar manusia. Sedangkan menurut Carl Jung (1965) kisah mitos memiliki sekumpulan bukti ketidaksadaran manusia yang dihasilkan oleh citra primodial yang terus berlanjut untuk mencari ungkapan melalui symbol dan pelbagai bentuk dan ungkapan. Emile Durkheim, seorang sosiolog Prancis memiliki gagasan lain mengenai mitos itu sendiri muncul sebagai respon emosional terhadap eksistensi social yang menhasilkan suatu kode moral, narasi atau suatu sistem penalaran historis. Terhadap kesamaan antara dunia mitos dengan dunia kesadaran kolektif manusia, yakni dimana kandungan dasar suatu mitos merupakan bagian dari otak manusia dan merupakan suatu hal yang umum bagi manusia Kesadaran kolektif manusia merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan psikis (kesadaran akan kesadaran). Antropolog Brinislaw Mallinowski menyatakan bahwa mitos memberikan suatu dasar pemikiran sebagai domestikasi kehidupan koloni (plant). Mallinowski menyatakan bahwa, mitos tidak hanya sekedar kisah, tapi realitas kehidupan yang hidup. Mitos ukan fikis, dan mitos hidup dalam ritual kita, mengatur mode persepsi kita dan mengendalikan kita secara tidak sadar. Filsuf Jerman Ernst Cassirer juga melihat muncul sebagai respon emosional komunal terhadap alam seperti ketakutan akan guntur, petir dan lainnya. Kajian mitos yang paling popular adalah kajian Joseph Campbell. Dalam pandangannya Campbell menggabungkan pandangan psikologi Jungian dan linguistik untuk memformulakan suatu teori umum mengenai asal usul, pengembangan dan kesatuan seluruh budaya manusia. Jika seseorang mendengar guntur, seseorang akan kurang lebih memiliki pemahaman sebagai suara dewa yang sedang marah, atau ketika hujan berarti dewa sedang menangis.
2.1.4 Mitologi Mitos adalah refleksi modern dari tema, plot dan karakter mitos (Ronald Barthes, 1915-1980). Mitologi berasal dari gabungan mythos (pemikiran awal yang benar) dan logos (pemikiran rasional – ilmiah). Sebagaimana yang Barthes kemukakan, sebuah mitologi dapat membawa kepada suatu pembentukan gaya hidup dan tren social. Misalnya saja pada Revolusi Industri pada abad ke 19, anak – anak dianggap sebagai manusia yang ebrada pada masa kehidupan yang belum mengalami kecurangan hidup dan masih bersih dari
7
peradaban. Mereka berbeda dengan orang dewasa yang tidak lebih baik dan juga tidak lebih buruk. Citra anak – anak sebagai yang suci dan tidak berdosa merupakan bagian dari mitologi, bukan lagi psikologi atau sosiologi masa kanak – kanak. (Marcell Danesi 2010:173).
2.1.5 Makna Objek Menurut Danesi, dalam buku Pesan, Tanda dan Makna halaman 235, sebuah objek yang ditemukan dalam suatu kebudayaan tidak mungkin dianggap “tanpa makna”. Di seluruh dunia, ada kepercayaan bahwa objek bukan sekedar tanda yang mewakili makna social konvensional, tetapi juga memiliki kekuatan di dalamnya yang mengungguli dan melampaui aspek fisik. Manifestasi ekstreme dari kepercayaan ini disebut fetishme – keyakinan bahwa beberapa benda mati dikenal dengan nama fetish, mengandung atribut supernatural. Fetish tipikal adalah figure yang modelnya berdasarkan atau dibentuk dari tanah liat, batu, kayu, atau materi lainnya, dan menyerupai hewan atau benda yang di dewakan lainnya. Pada sejumlah kebudayaan, fetishme berkembang menjadi pemberhalaan. Dalam kasus seperti ini, sistem kepercayaan tersebut disebut sebagai bentuk ekstrim dari animism – pandangan bahwa roh mendiami atau berkomunikasi dengan manusia melalui objek material. Animisme masih hidup dan bertumbuh subur di kebudayaan modern. Animisme juga merupakan bukti bahwa orang menganggap objek tertentu sebagai sejenis tanda yang istimewa. Inilah mengapa pelbagai macam objek dilestarikan dan dianggap memiliki nilai sejarah. Seperti sebuah karya seni, objek dirasakan sebagai cerminan bentuk lahiriah yang mencari ekspresi dalam bentuk fisik di dunia nyata.
2.1.6 Dongeng Dalam thesis Zunairoh Nihayatu, Aspek Moral Dalam Kumpulan Dongeng Histoires Ou Contes Du Temps Passé Karya Charles Perrault tahun 2012 Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro, 2005:198). Pendapat lain mengenai dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh. ( KBBI, 2007 : 274). Dongeng termasuk dalam cerita rakyat lisan. Menurut Brunvard, Carvalho, dan Neto dalam Danadjaja 2007 : 3-5) dongeng mempunyai ciri sebagai berikut :
8
1. penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan dari mulut ke mulut, melalui kata-kata dan dari generasi ke generasi berikutnya. 2. disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama 3. ada dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebaran dari mulut ke mulut ( lisan) 4. bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi 5. biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola seperti kata klise, kata-kata pembukaan dan penutup baku 6. mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial dan proyeksi keinginan yang terpendam. 7. bersifat pralogis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum 8. menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif merasa memilikinya. 9. bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. hal ini dapat dimengerti bahwa dongeng juga merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.
2.1.7 Fungsi Dongeng Dalam thesis Zunairoh Nihayatu pula dijelaskan dongeng sebagai salah satu dari sastra anak, berfungsi untuk memberikan hiburan, juga sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu. Dongeng dipandang sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai, dan untuk masyarakat lama itu dapat dipandang sebagai satu-satunya cara. Sesuai dengan keberadaan misi tersebut, dongeng mengandung ajaran moral. Dongeng sering mengisahkan penderitaan tokoh, namun karena kejujuran dan ketahanujiannya tokoh tersebut mendapat imbalan yang menyenangkan. Sebaliknya tokoh jahat pasti mendapat hukuman. (Nurgiyantoro, 2005:200). Hal senada juga dikemukakan oleh (Danandjaja, 2007:83) bahwa dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Sama halnya yang diungkapkan oleh Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4) bahwa dongeng
9
mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng mempunyai banyak fungsi antara lain: sebagai hiburan atau pelipur lara, pendidik, sarana mewariskan nilai-nilai, protes sosial, dan juga sebagai proyeksi keinginan terpendam.
2.1.8 Sinopsis Suatu dongeng yang menceritakan bagaimana kita bisa mendengarkan suara dalam cangkang kerang yang terdengar seperti suara laut. Di awali dari seorang gadis yang ditinggal pergi oleh kekasihnya melaut. Gadis itu setia menunggu di tepi pantai. Dalam penantiannya, sang gadis sering bercerita kepada laut, mengenai dirinya, hidupnya dan pria yang dikasihinya. Hingga akhirnya Sang Laut yang jatuh hati padanya berusaha mencuri hatinya. Dari suatu ketiadaan, lama – kelamaan sang Laut menampakan dirinya, menjadi seorang pria. Sang Laut menemani gadis itu dari hari ke hari, di tepi pantai. Sang Laut bermaksud untuk memikat hati Gadis itu namun usaha sang Laut pun tidak berhasil. Dalam kekesalannya Laut menunjukkan kuasanya, ia mengurung kekasih si Gadis di dalam laut. Menangkapnya sebagai sandera. Gadis tersebut terlalu sayang dengan kekasihnya, ia merelakan dirinya ditukar dengan kekasihnya. Laut pun menyetujuinya. Gadis itupun menyerahkan dirinya kepada Laut. Sebagai pesan terakhir kepada kekasihnya, Gadis itupun memberikan sebuah kerang. Diucapkannya kata – kata perpisahan terakhir kepada kekasihnya. Kekasih Gadis itupun kembali ke daratan, tapi ia tidak menemukan kekasihnya, ia hanya menemukan sebuah cangkang kerang di tempat ketika sang kekasih memintanya untuk menunggu. Dari kerang tersebut terdengar suatu suara, suara ucapan perpisahan yang menggumam, sebuah suara yang sudah menyatu dengan laut.
2.1.9 Tinjauan Pustaka Dalam proses kreatif penciptaan visual pendek animasi, penulis melakukan beberapa riset untuk memperoleh data yang mendukung dan referensi visual yang sesuai. Riset tersebut antara lain dengan dilakukannya riset terhadap literatur yang berhubungan dengan cerita yang akan dibawakan, baik yang berasal dari buku, ebook maupun artikel majalah. Sedangkan untuk tinjauan terhadap visualnya sendiri,
10
penulis mencoba melakukan riset dari beberapa video dan film – film pendek. Untuk lebih memperdalam hasil riset terhadap karya visual ini, penulis membaginya menjadi dua bagian kecil, antara lain tinjauan terhadap naskah cerita dan tinjauan terhadap visual yang hendak dicapai. Dalam pembentukan cerita, penulis cukup banyak mendapat inspirasi. Berawal dari inspirasi suatu mitos masa kecil yang mengatakan “kalau kita menempelkan salah satu telinga kita ke cangkang kerang, kita bisa mendengar suara laut”, hingga kumpulan puisi dan literatur kuno yang membahas mengenai relasi antara cangkang kerang dan suara laut. Mitos akan selalu terbantahkan oleh fakta ilmiah. Seperti yang sudah dijelaskan secara singkat pada bab sebelumnya. Cangkang kerang memiliki bentuk spiral dan memiliki ketebalan yang cukup baik untuk meresonansikan kembali suara udara di dalamnya. Hal ini dibuktikan oleh teori resonansi Helmholtz yang merupakan peristiwa resonansi udara dalam suatu rongga. Resonator tersebut terdiri dari suatu badan yang berbentuk bola dengan satu volume udara dengan sebuah leher. Sebuah volume udara di dalam dan di dekat lubang terbuka bergetar karena 'melenting' dari udara di dalamnya. Sebuah contoh umum adalah botol kosong, udara di dalam botol akan bergetar ketika ditiup bagian atasnya atau bunyi yang diciptakan ketika satu hembusan melintasi puncak satu botol kosong. Tidak puas dari sekedar mitos dan fakta ilmiahnya, Penulis terinspirasi juga dari sebuah lagu berjudul Naturaleza Muerta. Lagu ini menceritakan mengenai bagaimana seorang pria harus meninggalkan wanitanya berlayar mengarungi lautan. Pria tersebut tidak pernah kembali ke daratan padahal pria tersebut untuk menemui wanita ini di pinggir pantai. Hingga kisah ini menjadi mitos bagi penduduk setempat wanita tersebut diselimuti oleh garam dan pasir hingga berubah menjadi sebuah batu putih yang indah. Lagu yang berlirikkan Bahasa Latin ini, rasanya sangat erat kaitannya dengan keinginan penulis untuk membawakan suatu kisah mengenai cangkang kerang yang memiliki suara. Terlebih pada lagu tersebut diselipkan sebuah mitos dimana wanita tersebut diselimuti oleh pasir dan garam sehingga membentuk suatu batu yang indah. Rasanya cukup pas bila disetarakan dengan kondisi cangkang kerang sendiri yang berfungsi untuk melindungi benda yang sifatnya rapuh di dalamnya.
11
Berikut lirik lagi Naturaleza Muerta yang dipopulerkan oleh Sarah Brightman. No ha salido el sol y Ana y Miguel ya prenden llama Ella sobre él, hombre y mujer deshacen la cama Y el mar que está loco por Ana prefiere no mirar Los celos no perdonan Al agua, ni a las algas, ni a la sal Al amanecer ya está Miguel sobre su barca Dame un beso amor y espera quieta junto a la playa Y el mar murmura en su lenguaje: ¡Maldito pescador! Despídete de ella - no quiero compartir su corazón Chorus: Y llorar, y llorar, y llorar por él Y esperar, y esperar, y esperar de pie En la orilla a que vuelva Miguel Dicen en la aldea que esa roca blanca es Ana Cubierta de sal y de coral espera en la playa No esperes más niña de piedra, Miguel no va a volver El mar le tiene preso Por no querer cederle a una mujer Chorus Incluso hay gente que asegura Que cuando hay tempestad Las olas las provoca Miguel luchando a muerte con el mar Y llorar, y llorar, y llorar por él Y esperar, y esperar, y esperar de pie Y llorar, y llorar sobre el mar ...
Dengan terjemahannya sebagai berikut The sun hasn't come up but Ana and Miguel are already burning with love She is lying on him, man and woman, they rumple the bedsheets The sea, crazy about Ana, prefers not to watch
12
Jealousy cannot forgive The water nor the seaweed nor the salt
At dawn, Miguel is already in his small boat "Give me a kiss, my love, and wait for me at the beach" And the sea murmurs in its own language: "Damned fisherman!" "Say goodbye to her - I will not share her heart"
Chorus: And weeping, and weeping, and weeping for him And waiting, and waiting, and waiting, standing On the shore until Miguel returns
In the village they say the white rock is Ana Covered with salt and coral, waiting at the beach Wait no more, girl of stone, Miguel will not return The sea has him prisoner Not wanting to release him to a woman
Chorus
And there are people who are certain That when there is tempest The waves are provoked by Miguel's battle to death with the sea
And weeping, and weeping, and weeping for him And waiting, and waiting, and waiting, standing And weeping, and weeping over the sea ... (sumber : Jos van Geffen. 2011.Sarah Brightman–Naturaleza Muerta. Diakses tanggal 16 Februari 2014. http://josvg.home.xs4all.nl/cits/sb/sb409.html )
13
Beberapa puisi juga menjadi inspirasi yang menguatakan ide penulis dalam penciptaan cerita yang hendak di capai, berikut beberapa bait dari puisi yang di maksud Shell of the bright sea-waves!
What is it, that we hear in thy sad moan? Is this unceasing music all thine own? Lute of the ocean-caves!
Or does some spirit dwell In the deep windings of thy chambers dim,
Breathing forever, in its mournful hymn, Of ocean’s anthem swell?
—Amelia Welby, “To a Sea-Shell,” 1845 And heard that instant in an unknown tongue,
Which yet I understood, articulate sounds,
A loud prophetic blast of harmony;
An Ode, in passion uttered, which foretold
Destruction to the children of the earth
By deluge, now at hand.
—William Wordsworth, The Prelude or, Growth of a Poet’s Mind, Book Fifth, 1799–18057
CONSIDER the sea’s listless chime: Time’s self it is, made audible,— The murmur of the earth’s own shell. Secret continuance sublime Is the sea’s end: our sight may pass No furlong farther. Since time was, This sound hath told the lapse of time.
No quiet, which is death’s,—it hath The mournfulness of ancient life,
14
Enduring always at dull strife. As the world’s heart of rest and wrath, Its painful pulse is in the sands. Last utterly, the whole sky stands, Grey and not known, along its path.
Listen alone beside the sea, Listen alone among the woods; Those voices of twin solitudes Shall have one sound alike to thee: Hark where the murmurs of thronged men Surge and sink back and surge again,— Still the one voice of wave and tree. —Dante Gabriel Rossetti, The Sea-Limits , 1828 - 1882
Gather a shell from the strown beach And listen at its lips: they sigh The same desire and mystery, The echo of the whole sea’s speech And all mankind is thus at heart Not anything but what thou art: And Earth, Sea, Man, are all in each. Like the sigh of a maiden in lone despair, ... Such, such are the sounds of the wild sea shell ... Across my ear like the tones of woe, It soundeth to me
Like the voice of the sea,
And sweet is its mournful melody.
... Like a holy hymn
Of nymphs in deep devotion.
15
—William Quarmby, The Song of the Sea-Shell (Sumber: Helmreich, Stefan.(2012/13:23) . “Seashell Sound”. Cabinet Magazine. Issue 48.) Dari beberapa puisi ini dapat disimpulkan bahwa suara kerang memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan
kisah yang mengandung suara kesedihan,
keputus-asaan dan misteri. Suara tersebut lebih diartikan sebagai suatu gumam atau senandung yang dilakukan oleh seorang perempuan. Dari dasar inilah, terbentuk sedikit gambaran mengenai cerita seperti apa yang hendak penulis sampaikan dalam kisah film animasinya. Baik dari perasaaan yang ingin disampaikan oleh penulis, hingga rencana tempat dan karakter didasarkan dari puisi ini.
2.1.10 Data Karakter Dalam film pendek animasi ini ada tiga karakter yang menjadi focus cerita, yakni seorang Gadis, seorang Pria, dan sang Laut. Untuk menggambarkan karakter dan penokohan dalam film animasi ini, penulis menggunakan beberapa referensi karakter dan visual, diantaranya adalah sebagai berikut
2.1.10.1
Gadis
Gadis ini adalah tokoh protagonist dalam film animasi ini. Gadis ini berusia berkisar antara 20 tahunan. Gadis ini bertubuh kurus dan kecil. Gadis ini akan digambarkan sebagai seorang gadis desa yang lugu dan cantik. Pembentukan karakter si Gadis ini terinspirasi dari sebuah tokoh dari cerita rakyat Makassar, Datu Museng dan Maipa Deapati. Di kisahkan pada akhir kisahnya, ketika Datu Museng dan Maipa Deapati telah tertangkap oleh Belanda. Maipa Deapati menyerahkan dirinya untuk dibunuh oleh pihak Belanda, baginya lebih baik ia mati terbunuh daripada Datu Museng harus menyerahkan dirinya pada Belanda. Sehingga ia meminta Datu Museng untuk menikamnya dengan badiknya. Selain dari tokoh Maipa Deapati, penulis juga terinspirasi dari tokoh Ludhe dalam novel Perahu Kertas. Seorang gadis Bali berusia sekitar 17 tahunan. Ia jatuh cinta dengan seorang lelaki yang pernah belajar lukis di sanggar milik pamannya. Namun, Ludhe melepaskan lelaki itu, karena kebahagiaan lelaki itu adalah yang terbaik untuknya. Kebahagiaan orang disekitarnya selalu menjadi prioritas baginya.
16
Gambar 2.2 Ludhe dalam film Perahu Kertas Gambar 2.1 Datu Museng dan Maipa Deapati dalam theater
2.1.10.2
Pria
Pria ini dikisahkan sebagai seorang nelayan muda. Kekasih dari si gadis. Ia harus berlaut untuk pergi ke suatu tempat yang jauh. Pria ini digambarkan sebagai pelaut muda yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil juga. Layaknya pelaut Indonesia. Sama halnya dengan penokohan si gadis. Tokoh pria juga diambil dari kisah Datu Museng dan Maipa Deapati. Di mana kehidupan Datu Museng ditukar oleh kekasihnya karena kekasihnya tidak mau terjadi hal yang buruk terhadap pria tersebut. (sumber:http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2009/10/10/kisah-cinta-bugis-datumuseng-dan-putri-lombok-maipa-deapati-12900.html)
2.1.10.3
Sang Laut
Sang Laut digambarkan sebagai tokoh antagonis. Di mana, digambarkan sang laut ini bertubuh kurus dan tinggi, namum menawan. Sang Laut sendiri direferensikan dari beberapa mitos Yunani. Dalam mitologi Yunani, Poseidon (bahasa Yunani: Ποσειδ ν, Poseidó n) dikenal sebagai dewa penguasa laut, sungai, dan danau, serta ayah para Pahlawan. Poseidon memiliki senjata berupa trisula yang bisa menyebabkan banjir dan gempa bumi. Trisula tersebut dibuat oleh para Kiklops semasa Titanomakhia. Poseidon juga memiliki kendaraan yang ditarik oleh hippokampos (makhluk setengah kuda setengah ikan). Poseidon selalu digambarkan sebagai seorang pria yang perkasa, berjenggot dan membawa trisula. Satu pukulan dari trisulanya bisa membelah bumi. Poseidon kadang-kadang digambarkan bertubuh setengah ikan. Dia mengendarai kereta yang
17
ditarik oleh dua ekor hippokampos. Poseidon sering digambarkan bersama rombongannya yaitu Amfitrit, Triton, Nereid, lumba-lumba, Dioskuri, Palaemon, Pegasus, Bellerofontes, Thalassa, Ino, dan Galene. Poseidon sering digambarkan dengan kerang laut atau hewan laut lainnya. Dalam Theogonia karya Hesiod, Poseidon disebut sebagai "Yang Berambut Gelap". Seperti kebanyakan dewa laut, dia memiliki kemampuan untuk mengubah wujudnya, tetapi Poseidon tidak memiliki kekuatan meramal. Figur Poseidon tidak mencirikan karakter keagungan seperti saudaranya, Zeus; tetapi lebih mencerminkan ciri khas lautan yang bisa berubahubah, kadang bergejolak dan kadang tenang. Poseidon sering dikatakan memiliki sifat yang pemarah, sama seperti laut, sangat gemar bertanding. Sesungguhnya laut sendiri tidak mudah bertengkar dan marah, hanya saja tidak ada yag bisa memprediksikannya, factor factor tertentu terkadang dapat membuatnya liar dan tidak dapat dikendalikan. Berbeda halnya dengan orang Romawi, mereka menyebut penguasa lautnya adalan Neptunus. Orang Yunani dan Romawi didramatisasi dan memaknai Neptunus dan Poseidon oleh sebagai sosok pecinta dan pemberi keturunan, bahkan dikatakan juga sebagai pemerkosan para nymph dan dewi. (Aaron
J.
Atsma.
2011.
“Poseidon”.
Diakses
15
Februari
2014
http://www.theoi.com/Olympios/Poseidon.html. Jenks,
Kathleen
(April
2003).
"Mythic
themes
clustered
around
Poseidon/Neptune". Myth*ing links. Retrieved 13 January 2007.) Selain berdasarkan dari mitologi, wujud penggambaran sang Laut sendiri juga tercipta dari tokoh Pitch Black dari Rise of Guardian. Hal ini disesuaikan dengan wujud sang Laut merupakan penguasa dunia bawah. Dunia bawah yang dimaksud kadang bisa dipahami sebagai penguasa dunia kematian.
Gambar 2.3 Pitch Black dari film Rise of Guardian
18
2.1.11 Data Environtment
Gambar 2.4 Suasana senja di Jembatan Pulau Tidung
Gambar 2.5 Tanaman bakau di Pulau Tidung
Gambar 2.6 Suasana senja di n Pulau Tidung
19
Gambar 2.7 Suasana senja di Jembatan Pulau Tidung
Gambar 2.8 Matahari Terbit di Pulau Tidung
20
2.1.12 Study Existing Referensi dan data pembanding menjadi hal yang penting dalam pembentukan visual animasi yang ingin dibentuk. Dasar pemikiran pelukis dalam menyajikan konsep dongeng ini adalah dengan suatu narasi. Narasi dongeng yang kemudian diceritakan layaknya sebuah kisah perwayangan. Untuk animasinya sendiri, penulis memiliki gagasan utama untuk memperoleh gambaran visual seperti dalam cerita pendek animasi “The Tale of Three Brother” yang ada pada serial Harry Potter ke 7.
Gambar 2.10 The Tale of Three Brotherhood Gambar 2.9 Pagelaran Wayang
Untuk studi bentuk sendiri penulis tetap akan bermain dengan bayangan dan bentuk geometris juga. Bayangan atau siluet memiliki makna sendiri dalam penceritaannya. Untuk penulis sendiri, penggunaan bayangan dan siluet digunakan untuk lebih menekankan untuk pembawaan suasana yang lebih terasa mistis namun antara hal tersebut nyata atau sekedar cerita belaka.
2.1.12.1
Bentuk Dalam pembentukan karakternya, penulis ingin menciptakan suatu karakter
dimana karakter tersebut menampilkan suatu kesederhanaan dan misterius. Sehingga penggunaan wujud yang menekankan pada bentuk artistic dan segi siluet lebih ditonjolkan dalam karya animasi yang akan dibuat.
21
Karya seorang illustrator Perancis, Alex Liddel menjadi inspirasi penulis.
Gambar 2.11 karya Alex Liddel
Untuk bentuk dari karakter sendiri penulis juga mereferensikan karakternya terhadap karya Dale Newton.
Gambar 2.12 Karya Dale Newton
22
2.1.12.2
Warna
Untuk penggunaan warna, penulis lebih menekankan pada warna muted. Dimana penggunaan warna muted dimaksudkan untuk memberikan kesan tua. Dalam buku Color Index karangan Jim Krause halaman 186 dijelaskan bahwa penggunaan warna muted dapat lebih menciptakan kesan yang tenang dan modern dalam suatu bentuk desain. Dalam illustrasi kontemporer pun sering menampilkan palet warna muted yang berada pada turunan yang cukup jauh. Terlebih untuk trend warna desain yang ada untuk saat ini juga banyak memanfaatkan warna muted dalam pengaplikasiannya. Berdasarkan buku Color Index, penulis memfokuskan studi warna pada kategori warna restrained chic dan dull primary and secondary hues.
Gambar 2.13 Restrained Chic
Gambar 2.14 Dull Primary and Secondary Hues
23
2.1.12.3
Studi Art Direction
Untuk pengemasan Art Direction sendiri, penulis melakukan studi terhadap beberapa animasi pendek, diantaranya :
Gambar 2.15 Athan – The Call to Prayer
Gambar 2.17 Meet Me Far
Gambar 2.16 Mirage
Gambar 2.18 Red River Bay
Dalam beberapa cuplikan angle kamera yang digunakan dalam film tersebut, tampak untuk beberapa bagian scene menggunakan angle extreme, dan sisanya kurang lebih bermain pada kamera still. Adapun bila terjadi pergerakan hanya sedikit sekali pergerakannya.
2.1.12.4
Studi Cerita
Dalam mengemas penceritaan dalam cerita pendek ini, penulis juga melakukan beberapa penelitian. Terutama terhadap film – film pendek indie dan film layar lebar yang pernah tayang. Dari segi gaya penceritaan, penulis ingin lebih menekankan pada kesan dongeng, sehingga penulis melakukan riset yang cukup intens terhadap dua film pendek yang menurut penulis memiliki potensi dalam membawakan sebuah dongeng. Mirror – mirror (opening sequence) dan Tales of three brother memiliki kekuatan penceritaan yang kuat. Hal yang harus sangat diperhatikan disini adalah dari kedua film pendek tersebut dapat dipahami bahwa kekuatan dari penceritaan
24
dongeng tersebut terletak dari transisi antar tiap shot nya, dimana pengemasan transisi yang bersambung memiliki keunikannya sendiri. Setiap transisi yang dihasilkan bukan sekedar fade to black atau fade in/out. Setiap transisinya mampu menyuguhkan kelanjutan cerita yang akan dibawakan selanjutnya.
Gambar 2.19 Mirror Mirror opening sequence
Gambar 2.20 Tales of Three Brother
Selain itu, penerapan narasi pun mampu mengesankan suatu cerita tersebut merupakan suatu refleksi dari struktur peristiwa kehidupan nyata. Sehingga terbentuk suatu anggapan bahwa hal tersebut adalah ril. Untuk konsep pemilihan kata dan penentuan emosi seperti apa yang akan ditampilkan dalam film pendek ini, penulis juga melakukan riset pada beberapa film buatan Wong Fu Production. Wong Fu Production sendiri sudah memiliki nama tersendiri dalam pembuatan produksi film di Amerika dan sudah menjadi salah satu Youtube Artist dengan karya – karya film pendeknya. Film pendek yang penulis analisis adalah film pendek yang berjudul Shell dan When Five Fell. Gaya penceritaannya cenderung terkesan lambat namun tidak menggunakan narasi namun mampu mengekspresikan suatu emosi yang kuat di dalamnya. Terdapat monolog pada tiap karakternya yang menginspirasi penulis dalam penulisan naskahnya. Pada film pendek When Five Fell, menceritakan bagaimana lima benda yang sering digunakan oleh seorang gadis dan bercerita bagaimana benda tersebut memiliki kesan serta perasaan tersendiri terhadap gadis itu. Benda benda tersebut diibaratkan sebagai seseorang yang hidup dan nyata. Benda benda itu antara lain adalah kacamata, telepon, paying, scarf dan sebuah mug. Mereka mengisahkan kisahnya masing masing, bagi kacamata ia paling beruntung karena sang gadis
25
melihat dari cara pandangnya hingga suatu ketika ia tergantikan oleh sebuah lensa kontak. Telepon mengisahkan bahwa ia adalah yang paling beruntung karena gadis tersebut seolah bercerita pada dirinya, namun sayangnya ternyata kata – kata tersebut disampaikan untuk seseorang yang lain. Payung mengatakan hal yang berbeda, gadis tersebut selalu menggenggamnya erat seolah tak mau melepaskannya dan tak ada yang dapat menggantikannya. Sebuah scarf memiliki kisah yang lainnya, ia merasa ia sangat dekat, ia selalu dekat dengannya, namun ada kalanya gadis tersebut meninggalkannya, yang tersisa hanyalah bau si gadis. Terakhir, sebuah mug gelas berkisah, gadis ini adalah ciuman pertamanya, dalam malam yang dingin. Ia merasa bahwa ia adalah yang paling utama, namun
ia selalu bertanya apakah ia satu
satunya. Ia bukan lah satu – satunya, ada seorang pria yang dimiliki si gadis yang menciumnya juga.
Gambar 2.21 When Five Fell
Berbeda halnya dengan yang dikisahkan dalam film pendek Shell. Sebuah cangkang kerang diibaratkan mampu menyimpan sebuah kenangan, kenangan yang hampir terlupa. Sebuah kenangan yang seolah diciptakan dan hampir menyamai dengan sebuah realitas. Imajinasi sebuah perasaan yang perlahan terbentuk menjadi suatu ingatan yang seolah nampak nyata dan pernah terjadi. Sama halnya ketika mendengarkan sebuah cangkang kerang, seolah mengisyaratkan bahwa suara laut yang tertangkap dalam cangkang tersebut. Membayangkan sebuah laut seolah berada dalam pikiran imajiner dan merasakan seolah semuanya itu nyata. Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh seorang pria terhadap teman wanitanya dalam film pendek Shell, ia memvisualisasikan apa yang terjadi dalam imajinasinya, bagaimana kedekatan mereka berdua dan bagaimana mereka memadu kasihnya. Hingga gadis tersebut pun mampu mengimajinasikan dan menerimanya sebagai salah satu bentuk kenyataannya.
Gambar 2.22 Shell
26
2.1.13 Film Pendek / Animasi sejenis Film pendek yang boleh dibilang penulis sangat terinspirasi adalah The Tale of Three Brotherhood. Pada film pendek ini dikisahkan mengenai tiga bersaudara yang berhasil menipu kematian. Sebagai hadiahnya, kematian memberikan mereka hak untuk memilih apapun yang mereka mau. Anak pertama meminta sebuah tongkat sihir yang sangat kuat dan tak terkalahkan. Anak kedua meminta benda yang dapat membangkitkan orang dari alam kematian. Anak ketiga, ia tidak tahu apa yang harus ia minta, maka ia hanya meminta supaya dapat bersembunyi dari kematian Anak pertama yang memiliki tongkat sihir paling sakti memicu orang – orang untuk mencurinya, sehingga pada suatu malam ada seseorang yang membunuh si anak tertua untuk memperoleh tongkat tersebut. Anak kedua, ia bermaksud untuk menghidupkan tunangannya yang meninggal, namun ia merasa jenuh, ia merasa tunangannya tersebut memang hidup tapi tidak bisa berinteraksi, rasanya sia-sia kemudian ia bunuh diri. Hingga anak yang terakhir, kematian tidak bisa menemukan anak terakhir tersebut. Hingga ketika tua si anak terakhir memberikan jubah untuk bersembunyi dari kematian itu kepada anakanya, dan iapun kembali kepada kematian dan selayaknya bertemu teman lama. Kental dengan nuansa dongeng dengan cara penceritaan dinarasikan menjadi inspirasi penulis untuk membentuk cerita yang akan disampaikan kedalam bentuk dongeng. Tema dongeng tentang kerang ini pernah dibuat oleh seorang artist yang bernama Pauline B.Appiah, dalam account-nya di vimeo, diposting sebuah film pendek yang berdurasi 4 menit. Di mana dalam film pendek tersebut diceritakan seorang kakek yang menyampaikan kepada cucunya bahwa setiap kerang memiliki dongengnya masing masing, apabila kita mendengarkannya dengan seksama kerang tersebut akan menceritakannya. Anak kecil mencoba mendengarkannya, sementara sang kakek berusaha mencari sebuah buku dongeng yang hilang. Sang cucu yang mendengarkan suara kerang pun mulai dapat memvisualisasikan apa yang hendak disampaikan oleh kerang, kerang pun mulai mengisahkan bahwa dahulu terdapat sepasang kekasih, sang pria menyerahkan hatinya kepada wanita, namun karena ada suatu masalah, pria tersebut justru jatuh ke dalam lautan. Di dalam lautan itu pria tersebut tenggelam dalam dunia yang berbeda, saat itu juga pria tersebut menemukan sebuah cangkang kerang yang kemudian disinggahi oleh pria tersebut. Pria tersebut melihat banyak sekali hiburan namun di tempat tersebut juga, pria tersebut bertemu
27
dengan gadisnya. Seselesainya gadis tersebut mendengarkan, kakeknya meminta cucu tersebut untuk menceritakannya padanya.
Gambar 2.23 Pauline B.Appiah - The Tale of Seashell
2.1.14 Trend Bentuk
Diawali oleh karya seorang 3d Artist Australia, Jeremy Kool, trend bentuk ‘low poly’ menjadi gaya tersendiri di masa kini. Bentuk yang seperti pahatan kertas beberapa tahun ini menjadi banyak digunakan dalam pengaplikasian bentuk beberapa film animasi pendek. Trend seperti ini diawali oleh karya Jeremy Kool yang membuat cerita interaktif The Paper Fox untuk tablet iPad dan Android pada tahun 2012 (berdasarkan blog milik Jeremy, bentuk rubah tersebut di posting pada 3 September 2011). Bentuk karakter yang ada dalam cerita tersebut dibentuk seperti lipatan khas origami.
28
Gambar 2.24 karya Jeremy Kool
Pengembangan dan contoh contoh terbaik dari pengaplikasian trend ini dilakukan oleh Timothy J. Reynolds. Selain itu Jeremiah Shaw dan Danny Jones pun juga berkontribusi dalam pengembangan gaya low-poly seperti ini. Menurut Martin Gittins dalam website webdesignerdepot.com, bentuk low poly ini merupakan salah satu reaksi dari penyempuranaan personal para modeler artist, di mana keinginan artist ini didasari pada keingian untuk tidak memimikri bentuk realis, namun kearah bentuk yang abstrak dan mencoba menangkap esensi dari bentuk tersebut dibandingkan representasi dari bentuk realis yang ada. Berdasarkan sejarah, gaya ekspresionis muncul setelah munculnya fotografi, dimana segala bentuk realis dunia dapat tercipta dengan semirip aslinya, namun tidak ada kebutuhan seni untuk melakukannya. Seni ekspresionis dianggap sebagai upaya untuk menyampaikan bentuk dari perasaan dan sensasi bukan representasi akurat. Sehingga tidak mengherankan bila bentuk ekspresionis seperti ini mulai merambah abad 21 terutama pada seni digital sendiri.
29
Gambar 2.25 karya Timothy J.R
Gambar 2.26 karya Danny Jones
Gambar 2.27 karya JR Schmidt
(sumber gambar : Awward Team. 2014. Low Poly Illustrastion, What’s The Secret.
Diakses
22
Maret
2014.
http://www.awwwards.com/low-poly-
illustration-what-s-the-secret.html).
Untuk Indonesia sendiri, penggunaan gaya Low Poly sendiri sudah mulai populer. Karya mahasiswa Bina Nusantara tahun 2012 misalnya, oleh Andrey Pratama, beliau mengaplikasikannya ke dalam karya animasinya Moriendo. Selain itu pada tahun 2012, dalam karya milik Adhie Agung Prakasa yang berjudul Bayang pun sudah menggunakan gaya low-poly.
Gambar 2.28Moriendo karya Andrey Pratama
30
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Teori Animasi Kata animate berasal dari kata kerja Latin animare, yang berarti “membuat jadi hidup atau mengisi dengan nafas”. Pada animasi kita benar-benar bisa merestrukturisasi realitas. (Jean Ann Wright 2005:1) Pengertian secara umum, animate memiliki arti “memberi kehidupan kepada”
dan
termasuk
juga
live-action
(gerakan
langsung)
pedalangan/pewayangan/permainan boneka semisal Sesame Street serta penggunaan peralatan electromechanical untuk menggerakkan boneka, dinamakan animatronics. (Rick Parent 2010:6) Animasi adalah animasi, apapun medianya. Apakah anda menggambar di atas kertas, pemodelan dengan plastik/malam, mendorong beberapa kotak korek api di sekitar di depan kamera Bolex atau menganimasikan dengan komputer, untuk menjadi seorang animator anda akan perlu memahami gerakan dan cara membuat emosi. (Susannah Shaw 2004:1) Modal utama seorang animator adalah kemampuan menangkap momentum ke dalam runtutan gambar sehingga seolah-olah menjadi bergerak atau hidup. Sedikit berbeda dengan komikus, ilustrator, atau -katakanlah- karikaturis yang menangkap suatu momentum ke dalam sebuah gambar diam (still). Animator harus lebih memiliki ‘kepekaan gerak’ daripada ‘hanya’ sekedar kemampuan menggambar. Gambar yang bagus akan percuma tanpa didukung kemampuan menghidupkan. Sebagaimana definisi dasar animasi yang berarti: membuat seolah-olah menjadi hidup. Dalam buku Illusion of Life, Ollie Johnston menjelaskan terdapat 12 prinsip animasi yang akan membuat animasi menjadi ‘hidup’. Ke-12 prinsip ini meliputi solid drawing (kemampuan menggambar dan kepekaan terhadap anatomi, komposisi, berat, keseimbangan, dan pencahayaan), timing and spacing (gerak percepatan dan perlambatan), squash and stretch (pemberian efek dinamis seperti memuai dan menyusut dalam gerak sehingga benda yang mati dapat seolah hidup), anticipation (ancang –ancang dalam bergerak), slow in and slow out (akselerasi dan deselerasi suatu gerakan), arcs (bentuk gerak lengkung yang dihasilkan dari pergerakan benda sehingga benda tersebut tampak hidup tidak seperti gerakan robot yang patah patah), secondary action (gerakan tambahan untuk memperkuat gerakan utama sehingga nampak lebih realistis), follow through and overlapping action (keadaan dimana
31
suatu benda tetap bergerak sekalipun telah berhenti dan gerakan saling silang ketika bergerak), straight ahead action and pose to pose (cara pengerjaan proses animasi), staging (peletakan karakter sehingga mendukung suasana), appeal (gaya animasi), exaggeration (mendramatisir suatu kejadian secara ekstrim).
2.2.2 Prinisp Desain Dalam buku Foundation of Arts and Design, Lois Fichner Ratus menjelaskan bahwa pada dasanya setiap karya visual akan yang tergabung satu elemen dengan elemen lainnya akan membentuk suatu karya seni yang bernilai, namun dalam pembentukannya diperlukan paham – paham yang dapat menjadi acuan dalam membentuk suatu karya visual yang menarik dan harmonis. Karya visual yang dimaksudkan pun tidak terlepas dari wujud 3 dimensi sekaligus, dimana setiap karya visual yang diharuskan tidak boleh terlepas dari prinsip desain. Prinsip - Prinsip Desain adalah sebagai berikut: 1. Unity and Variety Unity adalah suatu kesatuan yang membentuk struktur dan stabilitas dalam komposisi. Digunakan juga sebagai bagian dari komposisi untuk mendapatkan harmonisasi dalam keseluruhan karya. Variety atau keragaman adalah kebalikan dari kesatuan, variety menambahkan visual interest dalam komposisi dengan menciptakan instabilitas dan sesuatu yang tidak terduga. 2. Balance and Rhythm Keseimbangan memberikan bentuk visual yang stabil dalam suatu karya seni. Keseimbangan sendiri lebih diterapkan pada benda tiga dimensi, dimana keseimbangan tersebut mengacu pada distribusi dari bentuk atau berat elemen visual dari benda yang sifatnya dua dimensi. 3. Emphasis and Focal Point Seniman menggunakan emphasis untuk menonjolkan bagian spesifik dari suatu karya atau untuk menciptakan focal point. Focal point adalah area spesifik atau bagian yang spesifik dari secara keseluruhan karya seni. 4. Scale and Proportion Skala merujuk pada ukuran namun pada karya seni, skala menunjukan relasinya dengan orang yang melihat karya. Skala dalam karya merujuk pada hubungan antara ukuran benda yang satu dengan benda yang lainnya dalam karya tersebut. Seniman dapat memanipulasi respon orang yang melihat dengan memvariasikan
32
skala dan proporsi dari elemen dalam keseluruhan komposisi. Beberapa artist men-distort atau bahkan merusak skala asli dari objek tersebut untuk memberikan pengalaman baru terhadap orang yang melihat karya tersebut.
2.2.3 Teori Bercerita Dalam workshop Pixar Masterclass yang dibawakan Matthew Luhn, Pengembangan awal suatu ide dimlai dari suatu cerita yang dikemas menjadi satu kalimat utuh. Dimana dalam kalimat tersebut menjelaskan karakter dan bagaimana karakter tersebut akan berakhir. Lokasi tempat cerita tersebut berlangsung juga menjadi salah satu bagian dari kalimat tersebut. Dalam pembuatan sebuah cerita, diperlukan elemen – elemen yang akan membuatnya menjadi suatu cerita yang utuh, elemen elemen tersebut antara lain: 1. Exposition Exposisi merupakan awal dari sebuah cerita. Apa saja yang menjadi kesukaan bagi si karakter. Dimana tempat kejadian cerita tersebut. Semua seputar pengenalan bagaimana tokoh dan tempat dilakukan pada bagian eksposisi ini. 2. Inciting Incident Awal dari sebuah konflik, pencerita mulai mengambil apa yang menjadi kesukaan dari tokoh tersebut atau hal yang akan membuat karakter tersebut hancur. 3. Progresive Complication Pada proses ini, tokoh utama akan memiliki sebuah alur kisah dimana ia berjuang untuk mendapatkan hal yang menjadi yang disukainya namun tokoh tersebut akan semakin jauh dari hal tersebut. 4. Crisis Masalah akan terjadi pada tokoh utama dan akan menentukan bagaimana kehidupan tokoh tersebut kedepannya. 5. Climax Puncak dari konflik yang terjadi dalam cerita. 6. Resolution Konflik sudah terselesaikan. Cerita dapat selesai. Untuk membantu pengembangan cerita, terdapat suatu kerangka cerita. Adapun kerangka cerita tersebut diawali dengan eksposisi seperti once upon a time……., , and everyday…, dilanjutkan dengan inciting incident diawali dengan frasa until one day…, and because of that…., dilanjutkan kembali dengan progressive
33
complication berupa and because of that…… Untuk krisis / klimaksnya diawali dengan until finally…. Penyelesaiannya sendiri diawali dengan frasa and since that day…… Penggunaan frasa- frasa tersebut dimaksudkan untuk membantu dalam pembentukan ceritanya, sehingga cerita tersebut memiliki sistem cerita yang lebih teratur. Kerangka cerita ini biasa digunakan pada kerangka cerita klasik. Dalam pembuatan cerita, terdapat 3 struktur bercerita, struktur tersebut antara lain: 1. Classical Struktur yang paling sering digunakan dalam cerita fiksi, khususnya dalam film. Struktur ini telah membuktikan dengan respon emosional dari penonton yang besar di banding struktur lainnya. Struktur cerita klasik fokus dengan perubahan karakter. Karakternya berasal dari sesuatu yang dekat dengan mereka tanpa terpengaruh banyak. Semua pertanyaan dan emosi dijelaskan dalam cerita. Dalam struktur klasik, penekanan terjadi pada konflik eksternal dan tokoh utama pun ikut proaktif dalam cerita. Ceritanya linear dan fakta yang konsisten 2. Minimalis Bentuk cerita ini tidak memiliki perubahan dalam hidup karakter. Mereka tidak juga mengalami perubahan pada awal dan akhir cerita. Cerita yang di sampaikan biasanya memiliki akhir terbuka, klimaks yang belum terselesaikan. Tidak semua pertanyaan dalam cerita dapat terjawab, dan beberapa pertanyaan sengaja tidak dijawab di cerita. Sengaja agar penonton bebas menerjemahkan cerita tersebut. Protagonisnya lebih ke reaktif bukan proaktif. Dan sering kali terdapat lebih dari satu tokoh utama. 3. Anti Structure Pada bentuk cerita ini, realita saling bertentangan, menggali absurditas sehingga realita tidak mempunyai makna. Tidak ada aturan pasti dalam struktur ini. Hampir sama dengan struktur minimalis, karakter tidak benar-benar berubah. Waktu kejadian biasanya dipecah dan acak. Kebetulan lebih sering terjadi ketimbang adanya sebab-akibat.
34
2.2.4 Teori Warna Menurut Jim Krause dalam buku Color Index., dalam konsep sederhana, warna dibagi menjadi 4 kelompok warna, yakni warna primer, sekunder, tersier dan netral. Warna primer merupakan warna dasar yang tidak mencampurkan warna – warna lain. Warna yang termasuk warna primer adalah merah, biru dan kuing. Warna sekunder merupakan hasil pemcampuran warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya warna jungga merupakan warna merah dan kuning, hijau dari biru dan kuning, dan ungu merupakan campuran dari merah dan biru. Warne tersier merupakan salah satu dari warna sekunder. Misal warna jingga kekuningan berasal dari pencampuran warna kuning dan jingga. Warna cokelat merupakan campuran dari ketiga warna merah, kuning dan biru. Dalam pengaplikasiannya, penggunaan warna dan campuran warna – warna tertentu dapat membangun suatu mood tertentu. Misalnya untuk menampilkan kesan quiet atau diam. Pengaplikasiannya bisa menggunakan warna pucat atau gelap, atau bahkan diantaranya. Hue yang digunakan biasanya berada diantara warna biru, biru kehijauan, dan biru keunguan. Penggunaan warna ini dimaksudkan untuk menggambarkan suasana tenang. Tidak jarang juga penggunaan warna mute atau pucat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersifat kalem atau nostalgia. Untuk penggunaan hue yang lebih gelap, dengan perbedaan value yang tidak terlalu jauh dapat menampilkan kesan sunyi, misterius atau bahkan kondisi mencekam. Penggunaan warna hue yang sangat pucat, biasa digunakan untuk latar belakang (sebagai penanda jarak) atau untuk memperoleh perasaan yang lebih sentimental. Dalam penerapan kombinasi warna, Tigercolor dalam webnya menjelaskan bahwa terdapat enam kombinasi warna yang dapat membentuk suatu harmonisasi, antara lain: 1.
Complementary
Gambar 2.29 Color Wheel Complementary Color
35
Warna yang bersebrangan dalam color wheel. Misal warna merah dan hijau. Warna kontras dari warna komplementer menciptakan warna keras terutama yang menggunakan saturasi tinggi.
2.
Analogus
Gambar 2.30 Color Wheel Analogus Color
Warna Analogus merupakan warna yang bersebelahan satu dengan yang lainnya. Warna analogus biasanya ditemukan pada alam dan warna yang dihasilkan pun nyaman untuk dilihat. Dalam penggunaannya, diharapkan kontras warnanya cukup.
3.
Triad
Gambar 2.31 Color Wheel Triads Color
Warna triad merupakan warna yang berjarak antara warna yang satu dengan yang lainnya dengan jarak yang sama. Harmonisasi warna dalam warna triad cukup kuat, bahkan bila diturunkan warnanya atau dipucatkan warnanya. Untuk menggunakan warna triad, harus berhati hati antara warna dominan dan warna yang menjadi aksen lainnya.
4.
Split Complementary
36
Gambar 2.32 Color Wheel Split Complementary Color
Warna split komplementer merupakan variasi dari warna komplementer. Sebagai tambahan dari warna dasar, terdapat dua warna lainna yang berdekatan dengan warna komplementernya.
5.
Rectangle (tetradic)
Gambar 2.33 Color Wheel Tetradic Color
Warna tetradic menggunakan empat warna yang dibagi menjadi dua pasang warna komplementer. Warna tetradic dapat menghasilkan banyak variasi warna Dalam penggunaan warna tetradic lebih baik hanya menggunakan satu warna dominan. Harus diperhatikan juga warna hangat dan dingin yang akan dihasilkan.
6.
Square
Gambar 2.34 Color Wheel Square Color
37
Warna square memiliki kesamaan dengan tetradik, tetapi jarak antara empat warna terbagi secara merata di sekitar lingkungan warna. Sumber: Tiger Color. 2012. Color Harmony. Diperoleh 12 Februari 2014. http://www.tigercolor.com/color-lab/color-theory/color-harmonies.htm. 2.2.5 Teori Sinematografi Dalam makalah Donny Trihandono, dalam fotografi atau sinematografi memiliki dasar sebagai berikut: 1.
Framing
: Kegiatan membatasi adegan/ mengatur kamera sehingga
mencakup ruang pengelihatan yg diinginkan 2.
Angle
: Sudut pengambilan gambar
3.
Shot size
: Cara pengambilan gambar
4.
Komposisi
: Penyususnan elemen dalam sebuah pengambilan gambarm
termasuk warna dan objek. Menurut Gabrielle Moura dalam artikelnya Camera Angles pada website elementofcinema.com, sudut pengambilan gambar dapat memberikan makna yang berbeda dalam setiap penggunaannya. Adapun sudut pengambilan gambar tersebut meliputi: 1.
Bird’s Eye Level Sudut ini tampak terlihat benar benar dari atas suatu scene. Biasanya digunakan untuk establishing dan penggunaannya bersamaan dengan extreme long shot.
2.
High Angle Dalam sudut pandang ini, kamera terletak di atas actor, seolah actor tersebut melihat ke arah bawah. Posisi ini memberikan kesan bahwa karakter lemah, takut dan tunduk.
3.
Eye Level Sudut pandang berada sejajar dengan tinggi subyek. Sehingga bila actor melihat kea rah kamera, ia tidak akan melihat ke atas atau bawah. Sudut pandang ini biasa digunakan dalam perfilman karena sifatnya natural. Tidak memiliki kesan dramatis. Cocok untuk digunakan dalam film komedi, romantic dan acara berita.
4.
Low Angle
38
Sudut pandang ini diletakkan di bawah mata actor, dan lawan bicara actor tersebut terkesan memandang aktir tersebut lebih tinggi. Sudut pandang seperti ini memberikan kesan dominan, agresif dan berkuasa. 5.
Dutch Angle Posisi kamera dimiringkan ke salah satu arah, sehingga garis horizon yang ada tampak miring. Pada sudut ini perubahan garis horizon vertical dan horizontal kea rah diagonal dapat menciptakan komposisi yang lebih dinamis. Tak jarang penggunaan sudut sepertiini dimaksudkan untuk memberikan kesan artistik yang bisa digunakan untuk sedikit memberikan kesan bingung.
2.2.6 Teori Karakter Desain Scott McCloud dalam bukunya “Understanding Comic” menjelaskan tentang pembagian karakter – karakter desain. Karakter desain yang diciptakan memiliki pemaknaannya masing – masing sehingga dalam penggunaannya dapat sesuai dengan apa yang hendak disampaikan oleh si pembuatnya. Adapun pembagian itu dibagi menjadi: 1.
Realistik Mirip dengan kondisi aslinya di dunia nyata. Hal ini dimaksudkan untuk menyampaikan suatu informasi sedetail dan semirip mungkin dengan apa yang ada pada kehidupan nyata.
2.
Ikonik Pada
pembentukan
karakter
ikonik,
umumnya
desainer
bermaksud
menyampaikan suatu informasi yang maknanya sama dengan realistic namunn
mengurangi
banyak
detail sehingga
lebih
murah
diingat.
Karakteristik dari karakter biasanya tidak dihilangkan, sehingga menjadi suatu ciri khas atau unsur pembeda. Menurut McCloud, ikon seperti ini akan berakhir dengan Bahasa tertulis, dimana untuk detail penceritaannya dapat dimaknai dengan Bahasa tulisan bukan dengan detail yang ditampilkan pada karakter. 3.
Abstrak Bentuk, garis, dan warna saja yang digunakan sebagai symbol. Semua kemiripan dihilangkan. Umumnya, desainer ingin menyampaikan suatu makna
secara
tersirat
sehingga
membebaskan
audience
menerjemahkannya sesuai dengan jalan pikir masing – masing.
untuk
39
Gambar 2.35 The Big Triangle – Scott McCloud
2.3
Hasil Angket Untuk lebih memastikan kembali mengenai antara kedekatan mitos dengan
masyarakat Indonesia sendiri, penulis melakukan survei kecil. Berikut hasil survei yang diperoleh. 1. Jenis Kelamin Answer Choices–
Responses–
Laki - Laki
59.09%
Perempuan
40.91%
2. Percaya adanya mitos? Answer Choices–
Responses–
Ya
73.47%
Tidak
26.53%
40
3. Masih dekat/masih digunakankah dengan praktek mitos itu dalam kehidupan sehari - hari? Answer Choices–
Responses–
Ya
51.02%
Tidak
48.98%
4. Percaya kalau suatu benda itu memiliki kisahnya sendiri? Answer Choices–
Responses–
Ya
79.17%
Tidak
20.83%
5. Suka mendengar kisah tentang asal usul suatu benda? Answer Choices–
Responses–
Ya
83.67%
Tidak
16.33%
6. Kalau mitos diangkat jadi suatu film animasi? Answer Choices–
Responses–
Jangan deh, nanti pamali kata orang tua
4.08%
Boleh - boleh aja, kayaknya lucu juga
95.92%
7. Lebih suka ending film itu seperti apa? Answer Choices–
Responses–
Sedih
10.20%
Senang
51.02%
Gantung
22.45%
41
Answer Choices–
Responses–
Absurd
16.33%
8. Suka sastra (puisi, pantun, puisi)? Answer Choices–
Responses–
Ya
57.14%
Tidak
42.86%
9. Pernah mendengar mitos " mendengar kerang bisa mendengarkan suara laut"? Answer Choices–
Responses–
Ya
73.47%
Tidak
26.53%
Kesimpulan dari hasil angket tersebut, tanpa adanya perbedaan gender, keberadaan mitos di Indonesia masih cukup kental dan terasa. Masyarakatpun tidak merasa terganggu apabila terdapat mitos – mitos yang akan diangkat kedalam bentuk animasi. Bentuk – bentuk sastra pun separuh dari responden sudah terbiasa dengan hal tersebut. Namun, mengenai akhir film, penulis mengambil responden yang paling sedikit. Hal ini dikarenakan penulis lebih menginginkan kesan cerita yang berbeda dari mayoritas orang pikirkan. Dalam pernyataan survei yang terakhir, penulis semakin dimantapkan untuk mengadaptasi suatu mitos yang mayoritas orang sudah tahu, sehingga mempermudah masyarakat untuk menikmati animasi yang akan dibuat nantinya. Selain dari angket seperti ini, penulis juga beberapa kali mengadakan survei singkat dengan mengajukan pertanyaan seputar apakah masyarakat umum tahu kalau ada dongeng dibalik cerita mitos tentang suara laut yang dalam cangkang kerang tersebut. Mayoritas masyarakat mengatakan tidak tahu dan sebagian diantaranya justru secara reflek langsung mencari apakah ada dongeng tersebut atau tidak. Sejauh ini, penulis mencoba menanyakan kepada responden yang mencoba mencari dongeng tersebut namun responden mengatakan tidak bisa menemukannya. Penulis
42
juga menanyakan apabila ada dongengnya sebenarnya ada namun belum diungkapkan, apakah responden tersebut tertarik untuk mengetahuinya, responden mengatakan mereka dengan senang hati ingin mengetahui dongeng dari mitos tersebut.
2.4
Analisa
2.4.1 Analisa Film Pendek Pemenang Festival 2.4.1.1 Pemenang Pilihan Juri Juri cenderung lebih memiliki penilaian yang lebih spesifik dibandingkan dengan penonton. Terdapat kriteria khusus yang membuat suatu film dapat dikatakan layak menjadi pemenang bagi juri. Salah satuh hal yang menjadi penilaiannya adalah keunikan. Keunikan yang hampir bisa dikatakan eksperimental dan abstrak menjadi nilai lebih dalam penilaian juri. Suatu bentuk cerita yang tidak lazim digunakan atau bahkan suatu cerita yang kontroversial dikemas kedalam suatu cerita yang berstruktur minimalis atau bahkan antistruktur. Sebagai contoh penulis menggunakan film Wind. Film pendek buatan mahasiswa Calarts ini mengisahkan suatu kehidupan dimana seluruh kesehariannya terdapat angin besar yang menerpa. Bagaimana keseharian orang
- orangnya
diceritakan apa adanya. Tampak sesekali humor yang kadang tidak terpikirkan namun masuk akal bila ditampilan. Hingga suatu ketika, angin yang biasanya akrab dengan masyarakat, tiba – tiba terhenti. Segala aktifitas masyarakat sedikit terganggu, namun akhirnya kembali dilanjutkan kembali oleh seseorang yang menggantikan temannya yang memutar sebuah kipas yang menyediakan angin bagi masyarakat tersebut. Keunikan yang ditampilkan dari film pendek ini adalah bagaimana pembuat cerita pendek ini, menyuguhkan “apabila terjadi suatu kehidupan baru dan apa yang sekiranya akan dikerjakan”. Struktur seperti ini, cenderung menggunakan struktur minimalis.
43
Gambar 2.36 Wind Short Film Animation
Contoh lainnya bisa diambil dari film Will. Film ini mengisahkan tentang seorang anak yang ditinggalkan oleh ayahnya ketika peristiwa WTC 11 September 2001. Pengemasan ceritanya cukup sederhana, diawali dengan bagaimana sang ayah memberikan
sebuah
yoyo
untuk
anaknya
mainkan
selama
ayahnya
meninggalkannya. Sang ayah tersebut bekerja, di WTC. Naas pada hari itu ternyata terjadi sebuah tragedy, sang ayah berusaha menghubungi anaknya setidaknya untuk mengucapkan pesan terakhir namun tidak bisa. Anak tersebut tampak tertidur setelah bermain seharian menunggu ayahnya pergi bekerja. Hingga sang ayah harus pergi, anak tersebut terbangun dan mendengar sebuah voice mail dari ayahnya yang mengatakan bahwa ayahnya menyayanginya. Cerita dalam film pendek WILL terkesan sangat sederhana namun menyentuh, dimana pada awal cerita ditampilkan sebuah voice mail, awalnya mungkin akan sulit dimengerti apa yang dimaksud, namun seiring berjalannya cerita, potongan – potongan cerita itu mulai terbentuk. Kesan prihatin kita dapatkan ketika kita melihat anak tersebut setia menunggu ayahnya bersama dengan yoyo pemberian ayahnya. Kedekatan kita dengan peristiwa yang benar benar pernah terjadi seperti peristiwa WTC ini juga salah satu alasan mengapa dapat dengan mudah terhanyut dalam cerita ini. Pemberian sebuah sound yang tepat, yang mengisyaratkan sound tersebut diputar secara forward dan backward menambah kekuatan visualisasi film ini.
Gambar 2.37 Will Short Film Animation
44
2.4.1.1 Pemenang Pilihan Penonton
Gambar 2.38 La Luna Short Film Animation
Beda halnya dengan juri, pilihan penonton biasanya cenderung lebih mengutamakan suatu cerita yang sifatnya klasik dan ringan, sehingga mudah dimengerti. Hiburan adalah hal utama yang menjadi penilaian bagi penonton. Sebagai contoh dalam film La Luna karya Pixar. Dalam film pendek La Luna, diceritakan bahwa seorang anak yang ikut bersama dengan ayah dan kakeknya untuk membersihkan bulan, sehingga bulan tersebut dapat tampak seperti bulan sabit atau bulan setengah yang biasa dilihat. Pada awalnya, kakek dan ayah dari tokoh utama mendebatkan cara memakai topi si anak tersebut, akan ikut si ayah atau si kakek. Hingga akhirnya si anak memutuskan sendiri cara menggunakan topinya. Hingga bulan muncul, sang ayah pun mengulurkan sebuah tangga sehingga anak tersebut diminta untuk memanjat dan memasangkan jangkar pada bulan tersebut. Sesampainya anak tersebut pada bulan, anak tersebut takjub melihat bintang yang bertaburan dan membentuk sebuah cahaya bulan. Sampai akhirnya terdapat sebuah bintang dengan ukuran raksasa jatuh di bulan tersebut. Sang kakek dan ayah yang memperdebatkan bagaimana cara menggesernya, anak ini justru memanjat bintang tersebut dan memalunya hingga bintang tersebut terpecah menjadi bagian bagian kecil yang mempermudah untuk di geser dan membentuk bulan sabit. Struktur cerita dalam film pendek La Luna ini sangat sederhana, diawali dengan suatu pengenalan masalah, terjadi konflik, dan kemudian solusi terhadap konflik tersebut. Cerita yang disuguhkan pun boleh dikatakan ringan dan bersifat menghibur. Tampilan visual dengan warna cerah pun menjadi daya tarik bagi semua kalangan untuk menikmatinya.
45
2.4.1.2 Kesimpulan Dari hasil perbandingan dua kategori pemenang yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan dalam tabel berikut:
Pilihan Juri
Pembanding
Pilihan Penonton
Minimalism dan Anti
Alur
Cerita Klasik
Cerita
Ringan, mudah ditebak,
Struktur Absurd, sulit dipahami, makna/ pesan agak sulit
karakter memiliki tujuan yang
ditangkap
jelas
Hampir mengacu pada
Karakter
bentuk abstrak Banyak terdapat simbol
Sederhana, menarik, dan mudah diingat
Visual
dengan makna tertentu
Visual yang ditampilkan jelas, realistis dan apa adanya.
Tabel 2.1 Perbandingan Film Animasi Pendek Pilihan Juri dan Penonton
Berdasarkan analisis ini, penulis mencoba untuk mengambil alur film pendek pilihan penonton. Dengan pertimbangan strategi desain yang digunakan berdasarkan cerita klasik dan biasa didengar oleh orang banyak serta keberadaan dasar mitosnya sendiri yang sudah biasa diterima oleh orang banyak. Apabila ditarik kedalam bentuk matriks, ranah antara pemenang pilihan juri dan pilihan penonton adalah sebagai berikut:
46
Gambar 2.39 Matrix Film Animasi Pendek berdasarkan Bentuk Visual dan Cerita yang Disampaikan
Matriks ini menyimpulkan bahwa dalam pemenang pilihan juri cenderung secara bentu visual adalah abstrak dan cerita pun absurd sedangkan pemenang pilihan penonton lebih mengarah pada cerita yang komunikatif dan bentuk yang entertain. Untuk ranah bentuk visual yang abstrak namun cerita yang komunikatif jarang dipilih oleh para pelaku desain animasi, hal ini dimanfaatkan penulis untuk lebih mengeksplorasi bentuk visual yang unik namun memiliki cerita yang mudah untuk dipahami oleh orang banyak.
2.4.2 Pertimbangan Pengambilan Cerita Saat ini animasi di Indonesia sedang sangat berkembang, namun sayang nilai – nilai kebudayaan di dalamnya masih kurang di eksplorasi. Kebudayaan – kebudaayan yang sangat beragam ini memiliki banyak cara untuk mengangkatnya kembali. Salah satunya dengan mengangkat isu mitos. Keterkaitan orang Indonesia terhadap suatu mitos boleh dikatakan cukup dekat. Terbukti dengan dalam setiap peristiwa di Indonesia sering kali dikaitkan dengan fenomena gaib yang turut bekerja di dalamnya. Keunikan orang Indonesia dengan mempercayai suatu dongeng atau mitos ini setidaknya bisa sedikit memberikan suatu gaya hiburan baru untuk Indonesia. Mengingat pengemasan
47
wujud wayang sendiri tidak terlalu banyak orang yang mau melihatnya karena orang terlalu mengatakannya hal tersebut terlalu kolot atau tua. Pengemasan wujud dongeng yang diangkat dari mitos yang beredar bila mendengarkan cangkang kerang kita dapat mendengarkan suara kerang menjadikan keinginan penulis untuk membentuk suatu dongeng baru, dimana suguhan dongeng dongeng sekarnag sudah terlalu lama dan tidak jarang dongeng nusantara pun sudang banyak yang di adaptasi oleh pihak asing, misalnya saja dongeng bawang merah dan bawang putih, timun mas, keong mas dan lainnya.
2.4.3 Faktor Pendukung
1.
Minat masyarakat Indonesia terhadap animasi dan mitos sangat tinggi.
2.
Alternatif hiburan baru dalam suguhan animasi.
3.
Bentuk lowpoly yang sedang menjadi trend dan masih jarang digunakan di Indonesia.
4.
Dongeng yang sudah ada di Indonesia bercerita tentang hal yang sama melulu, belum ada yang menceritakan atau menciptakan dongeng baru yang berkesan.
2.4.4 Faktor Penghambat
1.
Keterbatasan waktu, karena tenggat waktu yang diberikan disesuaikan dengan penanggalan akademik Tugas Akhir Bina Nusantara University.
2.
Suatu mitos yang tidak memiliki asal mulanya, namun diterima oleh sebagian besar masyarakat secara umum.
3.
Bentuk yang hampir mengarah ke abstraksi mungkin agak sulit di terima oleh umum.
4.
Pengalaman penulis yang terbatas dalam produksi film animasi.