6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Mengenai kualitas
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai kualitas dan pengertiannya yang digunakan dalam penelitian.
2.1.1 Definisi Kualitas Pengertian kualitas menurut beberapa ahli : 1. W. Edwards Deming (dalam Yamit, 2004, p7), kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. 2. Crosby (dalam Yamit, 2004, p7), kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. 3. Juran (dalam Yamit, 2004, p7), kualitas merupakan kesesuaian terhadap spesifikasi. 4. Kotler (2001, p310), kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat. 5. Tjiptono (2000, p51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu standar mutu dimana setiap unsur saling berhubungan serta dapat mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
7 2.1.2 Dimensi Kualitas Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin (dalam Zulian Yamit, 2004 p10), mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang dan jasa. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Performance (kinerja), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk. 2. Features, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. 3. Reliability (kehandalan),
yaitu
kepercayaan
pelanggan
terhadap
produk
karena
kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah. 4. Conformance (kesesuaian), yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. 5. Durability (daya tahan), yaitu tingkat ketahanan atau berapa lama produk dapat terus digunakan. 6. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika, yaitu keindahan menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk. 8. Perceived, yaitu fanatisme konsumen menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Umar (2002, p38) ada lima dimensi penentu kualitas jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya dan didefinisikan sebagai berikut: 1. Keandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
8 2. Daya tanggap yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu konsumen dalam melayani konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan menangani keluhan (complaint) yang diajukan konsumen. 3. Kepastian yaitu meliputi kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Dimensi kepastian ini merupakan gabungan dari dimensi: a. Kompetensi: keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. b. Kesopanan: meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan. c.
Kredibilitas: meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan.
4. Empati yaitu: perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi: a. Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan. b. Komunikasi merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen. c.
Pemahaman kepada konsumen, meliputi usaha perusahaan untuk memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
5. Berwujud yaitu meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front
office, tersedia tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
9 Tabel 2.1 Dimensi kualitas barang dan jasa Karakteristik Kualitas
Barang
Jasa
1. Performance
Kecepatan proses
Ketepatan transaksi
2. Range of feature
Modem/networking
Transaksi luar negeri
3. Reliability/durability
Waktu penggunaan hingga rusak
Pelayanan segera
4. Maintainability/serviceability
Jumlah tempat untuk perbaikan
Telepon langsung
yang disediakan 5. Sensory
Menarik
Fasilitas lengkap
6. Ethics/image
Jaminan yang diberikan
Advertensi yang wajar
Sumber : Yamit, Zulian (2004). Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, p 12.
2.1.3 Biaya Kualitas Setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan pasti berkaitan erat dengan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan tersebut. Dalam paradigma baru dikatakan bahwa quality has
no cost yang berarti kualitas tidak memerlukan biaya. Artinya untuk membuat suatu produk yang berkualitas perusahaan dapat melakukannya dengan cara menghilangkan segala bentuk pemborosan, yang biasanya pemborosan ini disebabkan karena perusahaan menghasilkan produk yang ternyata cacat sehingga harus diadakan perbaikan atau dibuang. Menurut Yamit (2004, p12), biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau yang mungkin akan terjadi karena produk cacat atau kualitas jelek. Biaya yang terjadi atau yang mungkin akan terjadi berhubungan dengan desain, pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan. Biaya dan kualitas merupakan satu kesatuan dan bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan atau sesuatu yang berlawanan. Oleh karena itu, dalam pengertian ini sangatlah tidak mungkin menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan biaya rendah.
10 Kualitas yang lebih tinggi berarti biaya yang lebih tinggi pula, dengan kata lain peningkatan kualitas pasti diikuti dengan peningkatan biaya. Biaya tinggi berarti harga jual juga tinggi, tetapi harga jual tinggi tidak selalu mencerminkan kualitas tinggi, karena tingginya harga produk dapat pula disebabkan oleh faktor lain seperti: terlalu jauh proses produksinya, terlalu rumit dalam proses, margin yang diperoleh terlalu tinggi, pengaruh daya beli konsumen dan pengaruh hukum permintaan dan penawaran. Pandangan yang menyatakan bahwa kualitas yang lebih tinggi berarti biaya lebih tinggi mendapatkan kritikan dari para ahli kualitas. Juran meneliti tentang aspek ekonomis dari kualitas dan menyimpulkan bahwa manfaat kualitas jauh melebihi biayanya. Sedangkan Crosby mengajukan konsepnya yang terkenal, yaitu “quality is free”. Bahkan ada yang beranggapan bahwa biaya kualitas sebenarnya melebihi biaya yang terjadi apabila produk dihasilkan dengan cara yang benar sejak dari awal proses.
2.1.4 Prinsip-prinsip Kualitas Jasa Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan jasa dalam memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan. Berdasarkan pendapat Tjiptono (2000, p35), prinsip-prinsip kualitas jasa terdiri dari: 1. Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil pada perusahaan.
11 2. Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas. 3. Perencanaan Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai perusahaan untuk mencapai visinya. 4. Ulasan (review) Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus-menerus untuk mencapai tujuan kualitas. 5. Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan, dan
stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat umum dan lain-lain. 6. Penghargaan dan Pengakuan (total human reward) Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
12 2.2 Tinjuan Umum Mengenai Pelayanan Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pelayanan dan pengertiannya yang digunakan dalam penelitian.
2.2.1 Konsep Pelayanan Menurut Tjiptono (2000, p87), pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan adalah sebuah produk yang ditawarkan dan disampaikan kepada pelanggan yang membutuhkan secara luas mencakup baik yang kelihatan (tangibles) maupun yang tidak kelihatan (intangibles). Umumnya pelayanan lebih bersifat intangibles, tidak dapat dilihat dan diraba, sehingga penggunaanya hanya bisa dirasakan melalui pengalaman langsung. Namun pelayanan mencakup juga hal-hal yang tangibles, yang bisa dilihat dan diraba, berupa dimensi fisik dari pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang baik sangat mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan dalam suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa faktor pelayanan pelanggan merupakan salah satu ujung tombak perusahaan dalam meraih sukses.
2.2.2 Hambatan dalam Pelayanan dan usaha peningkatan pelayanan Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas pelayanan (Yamit, 2004, p32). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Kurang otoritas yang diberikan pada bawahan 2. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen 3. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan 4. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik 5. Petugas sering tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit untuk dihubungi 6. Banyak interest pribadi
13 7. Budaya tip 8. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas 9. Kurang profesional (kurang terampil menguasai bidangnya) 10. Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat 11. Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu 12. Tidak ada keselarasan antar bagian dalam memberikan layanan 13. Kurang kontrol sehingga petugas agak “nakal” 14. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan 15. Belum ada sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegrasi
Menurut Yamit (2004, p32-33), keseluruhan faktor penghambat dalam pelayanan tersebut di atas dapat dijadikan dasar bagi manajer untuk meningkatkan atau memperbaiki pelayanan agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan yang terjadi antara pihak perusahaan dengan pelanggan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan adalah sebagai berikut : 1. Reliability a. Pengaturan fasilitas b. Sistem dan prosedur dilaksanakan taat azas c.
Meningkatkan efektifitas jadwal kerja
d. Meningkatkan koordinasi antar bagian 2. Responsiveness a. Mempercepat pelayanan b. Pelatihan karyawan c.
Komputerisasi dokumen
d. Penyederhanaan sistem dan prosedur e. Pelayanan yang terpadu (one stop shoping) f.
Penyederhanaan birokrasi
14 g. Mengurangi pemusatan keputusan 3. Competence a. Meningkatkan profesionalisme karyawan b. Meningkatkan mutu administrasi 4. Credibility a. Meningkatkan sikap mental karyawan untuk bekerja giat b. Meningkatkan kejujuran karyawan c.
Menghilangkan kolusi
5. Tangibles a. Perluasan kapasitas b. Penataan fasilitas c.
Meningkatkan infrastruktur
d. Menambah peralatan e. Menambah/menyempurnakan fasilitas komunikasi f.
Perbaikan sarana dan prasarana
6. Understanding the customers a. Sistem dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen b. Meningkatkan keberpihakan pada konsumen 7. Communication a. Memperjelas pihak yang bertanggungjawab dalam setiap kegiatan b. Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien c.
Membuat SIM yang terintegrasi
2.2.3 Kesenjangan Pelayanan Jasa Menurut Parasuraman (dalam Yamit, 2004, p25), kesenjangan pelayanan dapat dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu :
15 1. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan (company gaps) Kesenjangan ini dapat menghabat kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan dapat dibedakan ke dalam empat jenis kesenjangan, yaitu : a. Kesenjangan 1 : tidak mengetahui harapan konsumen akan pelayanan. b. Kesenjangan 2 : tidak memiliki desain dan standar pelayanan yang tepat. c.
Kesenjangan 3 : tidak memberikan pelayanan berdasar standar pelayanan.
d. Kesenjangan 4 : tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan. 2. Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan yang disebut kesenjangan 5 terjadi karena ada perbedaan antara persepsi konsumen dengan harapan konsumen terhadap pelayanan.
Persepsi konsumen merupakan penilaian subyektif terhadap pelayanan yang diperolehnya. Harapan konsumen merupakan referensi standar kinerja pelayanan, dan sering kali diformulasikan berdasarkan keyakinan konsumen tentang apa yang akan terjadi. Harapan konsumen bersumber dari faktor pemasaran yang terkendali seperti harga, promosi, dan faktor-faktor yang sulit dikendalikan oleh departemen pemasaran seperti kebutuhan konsumen, komunikasi dari mulut ke mulut, pengalaman masa lalu, penawaran dari pesaing dan sebagainya.
Hubungan dari kelima kesenjangan tersebut dapat digambarkan seperti terlihat dalam gambar berikut :
16 CONSUMER Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan pribadi
Pengalaman masa lalu
Harapan Konsumen terhadap pelayanan
Gap 5 Persepsi konsumen terhadap pelayanan
====================================== PERUSAHAAN
Gap 4 Cara pelayanan
Gap 1
Komunikasi perusahaan dengan konsumen
Gap 3 Desain pelayanan dan standar pelayanan
Gap 2 Persepsi perusahaan atas harapan konsumen
Gambar 2.1 Model Kualitas Pelayanan Sumber : Yamit, Zulian (2004). Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, p 26.
Keterangan : Gap 1 : Tidak mengetahui yang diharapkan konsumen Tidak mengetahui yang diharapkan konsumen merupakan salah satu akar kegagalan perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen. Gap 1 merupakan perbedaan antara
17 harapan kosumen dengan persepsi perusahaan terhadap harapan konsumen. Pihak yang terlibat di dalam perusahaan adalah setiap orang atau pihak yang memiliki tanggung jawab dan otoritas untuk membuat atau mengubah kebijakan, prosedur dan standar pelayanan. Pihak tersebut termasuk eksekutif puncak, manajer menengah, dan supervisor. Sebab terjadinya Gap 1 Ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya kesenjangan 1, yaitu : a. Tidak ada interaksi langsung dengan konsumen b. Tidak ada atau kurang upaya untuk menanyakan harapan konsumen c.
Kurang siap memberi perhatian kepada konsumen
Gap 2 : Tidak memiliki desain dan standar pelayanan yang tepat Persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen merupakan hal yang perlu, namun tidak cukup untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Perusahaan harus mewujudkan persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen ke dalam desain dan standar kinerja pelayanan. Desain dan standar pelayanan dikembangkan atas dasar persyaratan konsumen dan prioritasnya. Sebab munculnya kesenjangan kedua ini dapat dikatakan bahwa persepsi harapan konsumen yang tidak diidentifikasi secara akurat. Gap 3 : Tidak memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan Kesenjangan
ketiga
merupakan
perbedaan
antara
standar
yang
diciptakan
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan tindakan nyata perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Meskipun perusahaan memiliki standar pelayanan (pedoman dan prosedur) yang baik, pelayanan yang berkualitas tidak selalu bisa diwujudkan. Standar yang baik harus dilengkapi dengan sumber daya yang mencukupi (orang, sistem dan teknologi) dan harus didukung agar menjadi efektif, yaitu : kinerja karyawan harus diukur dan karyawan diberi kompensasi berdasarkan standar tersebut. Sebab munculnya Gap 3 Penyebab timbulnya kesenjangan ketiga atau hambatan yang mungkin timbul untuk mengurangi kesenjangan ketiga tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
18 a. Karyawan tidak memahami peran yang harus mereka jalani dalam perusahaan b. Karyawan merasa berada dalam konflik antara konsumen dan pihak manajemen c.
Salah memilih karyawan
d. Teknologi yang tidak memadai e. Kompensasi dan pengakuan yang kurang baik f.
Kurangnya pemberdayaan serta teamwork
Gap 4 : Tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan Kesenjangan keempat merupakan perbedaan antara pelayanan yang diberikan dan komunikasi perusahaan dengan pihak eksternal. Janji yang dibuat oleh pemberi pelayanan atau perusahaan melalui iklan dan kegiatan komunikasi lainnya akan menciptakan harapan konsumen yang akan dijadikan standar bagi penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Sebab munculnya Gap 4 Kesenjangan antara janji dengan kenyataan dapat muncul karena beberapa hal, yaitu : a. Janji yang terlalu tinggi b. Kurangnya koordinasi antara bagian operasi dengan bagian pemasaran c.
Perbedaan (tidak konsistensi) kebijakan dan prosedur diantara service outlets
Gap 5 : Perbedaan persepsi konsumen dengan harapan konsumen terhadap pelayanan Seperti yang telah dikatakan bahwa kesenjangan kelima berada di luar perusahaan, yang terjadi karena konsumen memiliki persepsi yang berbeda dengan harapannya. Kesenjangan kelima ini tidak mudah untuk dihilangkan, karena perusahaan harus menghilangkan kesenjangan kesatu hingga kesenjangan keempat, agar kesenjangan kelima dapat dihilangkan.
19 2.3 Tinjauan Umum Jasa Dibawah ini akan dijelaskan mengenai Jasa dan pengertiannya yang digunakan dalam penelitian.
2.3.1 Definisi Jasa Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler, 2001). Menurut Tjiptono (2000, p6), jasa dapat didefinisikan sebagai setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud fisik dan tidak menghasilkan hak milik terhadap sesuatu. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu tindakan, kegiatan atau manfaat yang pada dasarnya tidak berwujud fisik dimana penggunaannya dapat digunakan secara bersamaan tanpa berakibat pemilikan sesuatu.
2.3.2 Karakteristik Jasa Secara umum jasa memiliki suatu karakteristik yang berbeda dari produk yang bukan jasa. Karakteristik tersebut lebih dikarenakan oleh sifat dari produk jasa yang tidak dapat dirasakan secara fisik. Dengan demikian karakteristik jasa merupakan suatu bagian dari ciriciri jasa yang melekat pada produk. Adapun karakteristik jasa dapat diidentifikasi menjadi empat bagian. Keempat karakteristik tersebut terdiri dari :
20
INTANGIBILITY Service cannot be seen, tasted, felt, heard, or smelled before purchase
INSEPARABILITY Service cannot be separated from their providers
SERVICE VARIABILITY Quality of services depends on who provides them and when, where and how
PERISHABILITY Service cannot be stored for later sale or used
Gambar 2.2 Karakteristik Jasa Sumber: Nirwana (2004). Prinsip-prinsip Pemasaran Jasa, p 9.
Keterangan: a) Intangibility Jasa bersifat intangibility, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum
dikonsumsi.
Pelanggan
tidak
dapat
menilai
hasil
dari
jasa
sebelum
menikmatinya sendiri. Para pelanggan akan menyampaikan kualitas jasa dari tempat (place),
orang
(people),
peralatan
(equipment),
bahan-bahan
komunikasi
(communications material) dan harga (price) yang mereka amati. b) Inseparability Jasa bersifat inseparability, artinya jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa. Barang biasanya diproduksi, ditempatkan pada persediaan, didistribusikan melalui berbagai pengecer, dan akhirnya dikonsumsi. Lain halnya dengan jasa yang biasanya di jual terlebih dahulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Jasa yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh peran penyedia jasa maupun pengguna jasa. Dengan demikian jasa tidak mengenal istilah penyimpanan jasa atau gudang.
21 c) Variability Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Sehingga konsumen jasa akan memiliki keragaman jasa yang dikonsumsinya sesuai dengan yang diharapkan olehnya. d) Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, dengan demikian bila jasa tidak digunakan maka jasa itu akan berlalu begitu saja. Jasa yang dihasilkan akan dimanfaatkan pada saat konsumsi jasa tersebut. Jika terdapat permintaan maka jasa tersebut akan ditawarkan, dan permintaan selanjutnya merupakan penawaran dari jasa berikutnya.
2.3.3 Ciri-ciri Usaha Jasa Menurut Tjiptono (2000, p37-38), ciri-ciri usaha jasa yang membedakan dengan usaha manufakturing sehingga dapat mempengaruhi program pemasarannya, adalah sebagai berikut : 1. Heavy Emotional Component Pada pembelian produk jasa, kesadaran akan kebutuhan dan motif dipengaruhi oleh keterlibatan emosional yang tinggi. Keputusan pembelian dan pembelian ulang, sebagian tergantung pada persepsi konsumen atas kecocokan emosional antara konsep pribadi konsumen dengan penyedia profesional. 2. Intangibility Karena produk jasa tidak berwujud, maka untuk mengurangi ketidakpastian pembeli akan mencari tanda-tanda atau bukti akan mutu jasa. Bukti tersebut dapat diperoleh dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga yang tampak oleh mereka. Untuk itu tugas marketer adalah “manage the evidence”, atau dengan kata lain mewujudkan yang tidak berwujud.
22 3. Durability Sebagian produk jasa hanya berumur pendek. Begitu hubungan dengan penyedia jasa berlangsung maka pengalaman tersebut akan hilang dari pikiran konsumen. Sehingga untuk membuat dan menjaga konsumen yang legal adalah sulit. 4. Personal Component Adapun ciri-ciri yang terpenting dari usaha jasa adalah faktor manusia. Bila kita mengharapkan bantuan dari seorang arsitek, maka kemampuan arsitek untuk mewujudkan rumah yang sesuai dengan kepribadian, cara hidup, nilai estetika, selera dan perasaan lainnya yang menentukan. 5. Personnel Carryoven Kemampuan untuk menjalin hubungan dengan langganan berlaku tidak saja untuk yang langsung berhubungan dengan mereka, namun setiap orang yang bekerja pada organisasi tersebut akan mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak. 6. Elusiveness of Evaluation Pelanggan usaha jasa profesional biasanya tidak memiliki kemampuan untuk menilai secara tepat jasa yang telah mereka sewa. Lebih sering penilaian tersebut didasarkan atas reputasi, bagaimana orang awam maupun ahli menerangkan, dan bagaimana mereka memuaskan kebutuhan emosional dan fungsional langganan. 7. Directness of Distribution Pemasaran usaha jasa profesional akan memiliki jalur distribusi yang lebih pendek dibandingkan bidang produk konsumen. Hal itu disebabkan oleh karena professional tersebut akan berfungsi sebagai distributor langsung. 8. Inventory Problem/perishability Usaha jasa tidak dapat disimpan. Hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar sumber dayanya adalah tenaga kerja.
23 9. Demand Estimation Dilemma Kesulitan akibat tidak mungkin disimpannya usaha jasa tidak akan berpengaruh bila permintaanya tetap, tapi bila permintaannya berfluktuasi akan menyulitkan usaha jasa. Untuk mengurangi permasalahan yang timbul, dapat ditempuh pelatihan silang tenaga kerja, penggunaan tenaga kerja paruh waktu, dan usaha untuk mengalihkan permintaan ke periode yang tidak terlalu sibuk melalui metode promosi atau insentif harga. 10. Peak Load Problem Menolak bila jumlah permintaan meledak dari yang direncanakan untuk suatu periode yang singkat dan sistem penyediaan jasa tidak mungkin disesuaikan, maka salah satu dari skenario di bawah ini dapat terjadi. Pada skenario pertama, penyedia jasa mengurangi waktu dan perhatian pada setiap langganan dalam usahanya untuk melayani jumlah ledakan permintaan langganan tersebut. Bila pengawasan mutu yang ketat tidak dilaksanakan maka secara jangka panjang strategi ini akan berakibat negatif, sebab kemungkinan langganan yang tidak puas akan meningkat. Walaupun penyedia jasa berupaya sedapat mungkin untuk mengatasi segala permasalahan langganan, namun mereka tidak akan puas dengan tingkat layanan yang diberikan. Pada skenario kedua, ledakan permintaan diatasi dengan menerima penambahan langganan. Permintaan baru dapat dipuaskan hanya bila pelaksana mampu menyediakan pelayanan lengkap untuk semua langganan. Pelaksanaan skenario ini harus mempersiapkan alternatif lain untuk langganan yang tidak terlayani.
2.3.4 Proses Konsumsi Jasa Menurut Nirwana (2004, p21-22), perilaku konsumen di dalam mengkonsumsi produk jasa, sama halnya seperti perilaku di dalam mengkonsumsi produk yang bersifat bukan jasa. Di dalam mengkonsumsi produk jasa konsumen akan dihadapkan pada suatu proses pemilihan, proses pengkonsumsian, dan proses setelah mengkonsumsi. Dengan demikian di dalam menggunakan produk jasa terdapat tiga tahap yang akan dilalui oleh
24 konsumen. Masing-masing tahap tersebut meliputi tahap sebelum pembelian, tahap proses pembelian, dan tahap setelah pembelian. Dalam setiap tahapan pembelian terdapat beberapa subtahap, dimana untuk tahap sebelum pembelian, seorang konsumen akan menghadapi kondisi atau situasi munculnya kebutuhan terhadap produk jasa yang sedang dikehendaki. Dari munculnya kebutuhan tersebut seorang konsumen akan melakukan suatu penggalian informasi tentang produk jasa itu dan mendefinisikan tingkat kebutuhannya terhadap produk jasa. Setelah mengidentifikasi kebutuhan dan mencari beberapa alternatif pilihan terhadap produk jasa tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan beberapa evaluasi terhadap beberapa alternatif produk jasa yang ditawarkan oleh produsen. Dalam tahap ini seorang konsumen akan melakukan suatu pencarian informasi berkaitan dengan produk jasa yang sedang dikehendaki. Proses pencarian informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melihat beberapa brosur tentang produk jasa, atau meihat media iklan yang sedang mempromosikannya. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan pembelian, dimana konsumen produk jasa telah dan sedang menilai manfaat yang dikonsumsinya. Pada tahap ini konsumen telah mendapatkan produk jasa yang dikehendaki dan pihak produsen jasa yang diminta konsumen. Tahap terakhir dari proses pembelian dari produk jasa adalah tahap setelah pembelian. Pada tahap ini konsumen dapat melakukan penilaian tentang manfaat yang dirasakan dari produk jasa tersebut. Jika produk jasa bersangkutan memberikan manfaat, maka akan terjadi proses konsumsi selanjutnya terhadap produk tersebut. Sebaliknya jika produk jasa dinilai tidak menguntungkan maka di masa yang akan datang akan mempengaruhi keputusan pembeliannya. Artinya, konsumen akan menghindari atau mengurangi konsumsinya terhadap produk jasa bersangkutan.
25
KEBUTUHAN KONSUMEN PADA JASA
MENCARI INFORMASI TENTANG KEBERADAAN JASA YANG DIBUTUHKAN
TAHAP SEBELUM KONSUMSI
MELAKUKAN EVALUASI TERHADAP BEBERAPA ALTERNATIF JASA YANG DITAWARKAN
MELAKUKAN PERMINTAAN TERHADAP JASA
TAHAP KONSUMSI PENYERAHAN JASA DARI PRODUSEN KE KONSUMEN
PROSES EVALUASI SETELAH KONSUMSI
SETELAH KONSUMSI TINDAKAN KE DEPAN SETELAH KONSUMSI
Gambar 2.3 Proses Konsumsi Jasa Sumber: Nirwana (2004). Prinsip-prinsip Pemasaran Jasa, p 23.
2.4 Tinjauan Umum Mengenai Kepuasan Pelanggan Dibawah ini akan dijelaskan mengenai Pelanggan dan pengertiannya yang digunakan dalam penelitian.
26 2.4.1 Konsep Pelanggan Secara tradisional pelanggan diartikan orang yang membeli dan menggunakan produk. Namun dalam arti yang sebenarnya pelanggan adalah konsumen yang melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Menurut Irawan (2002, p2), kepuasan dalam bahasa inggris disebut dengan
satisfaction. Satisfaction berasal dari bahasa latin yang merupakan gabungan dari kata “Satis” yang berarti “enough” atau cukup, dan “Facere” yang berarti “to do” atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan pelanggan adalah produk atau jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh pelanggan pada tingkat yang cukup. Berdasarkan pendapat Irawan (2002, p3), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi, dan sebaliknya pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa pelayanan. Pandangan tradisional ini menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk. Konsumen yang melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan adalah pelanggan dalam arti yang sebenarnya. Tidak semua konsumen yang menjadi pengguna produk akan melakukan pembelian berulang. Hanya beberapa diantara mereka saja. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepuasan yang didapatkan oleh para pelanggan. Jika para pelanggan dapat terpuaskan maka akan terjadi pembelian berulang yang nantinya akan membantu keberlanjutan suatu usaha.
Menurut Yamit, (2004, p77), ada tiga jenis pelanggan, yaitu : a. Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau organisasi.
27 b. Pelanggan perantara (intermediate customer) adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini bukan sebagai pemakai akhir. c.
Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir yang sering disebut sebagai pelanggan yang nyata (real customer).
2.4.2 Konsep Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan bergantung pada perkiraan kinerja produk dan jasa dalam memberikan nilai, relatif terhadap harapan pembeli. Jika kinerja produk jauh lebih rendah dari harapan pelanggan, pembeli tidak terpuaskan. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pembeli terpuaskan. Jika kinerja melebihi yang diharapkan, pembeli lebih senang. Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli dan mereka akan memberitahu yang lain tentang pengalaman baik mereka dengan produk tersebut. Kuncinya adalah menyesuaikan harapan pelanggan dengan kinerja perusahaan. Kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kualitas. Menurut Kotler (2001, p298), kepuasan pelanggan adalah sejauhmana kinerja yang diberikan oleh sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Jika kinerja produk kurang dari yang diharapkan, pembeli tidak puas. Untuk menciptakan pembelian ulang sudah barang tentu perusahaan harus memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan akan sangat berperan penting dalam kelanjutan operasional perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang. Dari definisi kepuasan pelanggan tersebut, perusahaan harus berusaha mengetahui apa yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa yang dihasilkan. Harapan pelanggan dapat diidentifikasi secara tepat apabila perusahaan mengerti persepsi pelanggan terhadap kepuasan. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kepuasan sangatlah penting, agar tidak terjadi kesenjangan (gap) persepsi antara perusahaan dengan pelanggan.
28 Kotler (2000, p37-38) mengemukakan berbagai metode atau alat yang dapat digunakan untuk mengetahui dan melacak kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan, misalnya restoran menyediakan formulir bagi tamu untuk melaporkan hal-hal yang mereka sukai dan tidak sukai. 2. Survey kepuasan pelanggan Penelitian menunjukkan bahwa bila para pelanggan tidak puas dengan satu dari setiap empat pembelian, kurang dari 5% pelanggan yang tidak puas akan mengeluh. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau bahkan berganti pemasok daripada mengajukan keluhan, karenanya perusahaan tidak dapat menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey berkala. 3. Belanja siluman Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Bukan saja perusahaan harus membayar pembelanja siluman, tetapi para manajer sendiri terkadang harus meninggalkan kantor mereka, melihat situasi penjualan perusahaan dan pesaing dimana mereka tak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai “pelanggan”. Variasi dari hal ini adalah para manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana telepon itu ditangani. 4. Analisis kehilangan pelanggan Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli untuk mempelajari sebabnya. Bukan saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan pertama kali berhenti membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat
29 kehilangan pekerjaan, yaitu jika meningkat jelas menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya.
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Harapan Pelanggan Menurut Kotler (2001, p124), ada empat faktor utama yang dapat mempengaruhi harapan pelanggan, yakni : 1. Komunikasi dari mulut ke mulut Harapan yang timbul di hati orang akan kualitas pelayanan tertentu dapat disebabkan oleh apa yang dia dengar dari teman-teman atau tetangganya. Semakin banyak orang menyampaikan hal yang sama, maka seseorang akan semakin percaya. Sehingga dengan harapan tertentu dia akan menanggapi berita itu dengan berkunjung atau berbelanja di sana. 2. Kebutuhan pribadi Harapan seseorang juga bisa timbul dari spesifikasi kebutuhan pribadinya. Di sini harapan tiap orang berbeda-beda, tergantung dari berbagai kondisi yang menyertainya, yang akhirnya menumbuhkan kebutuhannya yang khas. 3. Pengalaman masa lalu Ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu dalam hal menerima pelayanan. Pengalaman kurang memuaskan yang pernah dialami dari pelayan kurang berpengalaman di sebuah toko atau tempat belanja, akan menumbuhkan harapan yang rendah di dalam hati orang, yang akhirnya akan mengurungkan niatnya untuk datang kembali ke tempat itu untuk mengalami hal yang sama. Sebaliknya, pengalaman akan pelayanan baik dan menyenangkan, akan menumbuhkan harapan akan mendapatkan pelayanan yang sama. Sehingga tetap memiliki dorongan untuk mau datang ke tempat itu lagi. 4. Komunikasi eksternal Ini berkaitan dengan apa yang disampaikan ke luar oleh pihak perusahaan mengenai kualitas produk atau pelayanan lain yang mereka sediakan. Komunikasi ini bisa secara
30 langsung dan bisa juga secara tidak langsung, melalui berbagai media komunikasi, seperti seminar, open house, iklan, radio, televise, brosur, surat kabar, majalah spanduk dan saran komunikasi lainnya.
2.4.4 Mengukur Kepuasan Pelanggan Seperti yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan. Menurut Irawan (2002, p121), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Sistem pengaduan Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi perusahaan, sebab saran dan keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh pengalaman mereka dan hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap produk maupun terhadap perusahaan. 2. Survey Pelanggan Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan misalnya, melalui surat pos, telepon, atau wawancara secara langsung. 3. Panel Pelanggan Perusahaan mengundang pelanggan yang setia terhadap produk dan mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah menjadi pelanggan perusahaan lain. Dari pelanggan setia akan diperoleh informasi tingkat kepuasan yang mereka rasakan dan dari pelanggan yang telah berhenti membeli, perusahaan akan memperoleh informasi mengapa hal itu dapat terjadi. Apabila pelanggan yang telah berhenti membeli (customer loss rate) ini meningkat hal ini menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
31 Menurut Nirwana, (2004, p33), strategi yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan merupakan serangkaian cara untuk mencapai kepuasan. Diantaranya strategi tersebut adalah: 1. Relationship marketing strategy Cara untuk menciptakan hubungan jangka panjang untuk mewujudkan kesetiaan pelanggan melalui kemitraan. 2. Superior customer service strategy Dengan cara menawarkan jasa yang lebih baik dibandingkan dengan jasa yang ditawarkan pesaing. 3. Extra ordinary guarantees strategy Dengan cara memberikan jaminan istimewa untuk mengatasi kerugian pelanggan. 4. Customer complain handling strategy Merupakan penanganan keluhan pelanggan untuk merubah ketidakpuasan menjadi kepuasan dan loyalitas pelanggan. 5. Service performance improvement strategy Merupakan perbaikan setiap dimensi kualitas jasa secara periodik dan terus-menerus untuk meningkatkan kepuasan pelanggan berkelanjutan. 6. Quality function deployment strategy Merupakan perancangan suatu proses sebagai respon terhadap kebutuhan dan tuntutan pelanggan.
2.5 Keputusan Repeat Order 2.5.1 Repeat order (Perilaku pembelian berulang) Bayangkan seseorang sudah pernah membeli suatu produk atau merek sebelumnya, sekarang ia melakukan pembelian ulang. Maka, perilaku yang mungkin ditunjukkan ada 2, yaitu pemecahan masalah berulang (repeated problem solving) dan perilaku kebiasaan (habitual behaviour).
32 Apabila terjadi masalah dalam pembelian maka konsumen melakukan pencarian informasi dan evaluasi alternatif lagi. Pada pembelian sebelumnya proses ini sebenarnya sudah dilakukan, jadi kalau produk atau merek yang mau dibeli, info dan kriteria yang dipakai ketiganya tidak berubah, sebenarnya kedua proses itu tidak dilakukan lagi. Alasan melakukan pemecahan masalah (problem solving) pada pembelian ulang disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Pertama, konsumen tidak puas pada merek atau produk sebelumnya sehingga mereka memilih alternatif lain. Untuk itu diperlukan informasi dan evaluasi alternatif untuk memilih merek atau produk yang berbeda dari sebelumnya. Kedua, pembelian pertama sudah lama dilakukan, akibatnya saat ingin melakukan pembelian berulang produk sudah berubah. Oleh karena itu, diperlukan informasi dan evaluasi untuk memilih alternatif yang tersedia saat ini. Perilaku ini tampak pada seseorang yang membeli merek atau produk yang sama berulang-ulang. Perilaku demikian bisa terjadi karena 2 hal. Pertama, pengaruh loyalitas dimana orang tersebut loyal terhadap merek atau produk yang dibelinya. Kedua, kemalasan (inertia). Seseorang membeli merek atau produk yang sama berulang-ulang karena malas mengevaluasi alternatif-alternatif yang tersedia. Orang demikian memang puas terhadap produk atau minimal tidak dikecewakan. Usaha mencari alternatif terbaik kurang, namun begitu tahu ada merek lain yang lebih baik mudah untuk beralih.
Menurut Simamora (2003, p66), ada berbagai macam peran yang dimainkan orang dalam suatu keputusan pembelian, yakni : 1. Pemrakarsa (Initiator) Pemrakarsa adalah orang yang pertama-tama memberikan pendapat atau pikiran untuk membeli produk atau jasa tertentu. 2. Pemberi Pengaruh (Influencer) Pemberi pengaruh adalah orang yang pandangan nasehatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
33 3. Pengambil Keputusan (Decider) Pengambil keputusan adalah orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian: apakah membeli, apa yang akan dibeli, kapan hendak membeli, atau dimana akan membeli. 4. Pembeli (Buyer) Pembeli adalah orang yang membuat pembelian nyata. 5. Pemakai (User) Pemakai adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
Sedangkan bila ditinjau dari segi keputusan membeli, Kotler dan Armstrong (2001, p219-220) membagi perilaku keputusan membeli pelanggan ke dalam 4 tipe, antara lain: 1. Perilaku pembelian yang kompleks Perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain. 2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokkan Perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ditawarkan. 3. Perilaku membeli karena kebiasaan Perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ditawarkan. 4. Perilaku membeli yang mencari variasi Perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar.
34 2.5.2 Proses Repeat Order
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi berbagai alternatif
Keputusan Membeli
Perilaku Pasca Pembelian
Gambar 2.4 Proses Keputusan Membeli Sumber : Simamora, Bilson (2004). Membongkar Kotak Hitam Konsumen, p35.
Keterangan: 1. Tahap pertama proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen mengenali suatu masalah atau kebutuhan. 2. Tahap proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih banyak informasi, konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber yang terdiri dari: a. Sumber pribadi: Keluarga, teman, tetangga, kenalan b. Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan c.
Sumber publik: Media massa, organisasi penilai pelanggan
d. Sumber pengalaman: Menangani, memeriksa, dan menggunakan produk atau jasa. 3. Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek-merek alternatif dalam suatu susunan pilihan. 4. Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli produk atau jasa. 5. Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.
35 2.6
Kerangka Pemikiran
Jasa
Pelanggan
Kualitas Pelayanan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Harapan Pelanggan
Kinerja Perusahaan
Kepuasan Pelanggan
Repeat Order
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
36 2.7
Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran
Variabel
Subvariabel
Dimensi Kinerja Perusahaan
Keandalan
1.
Karyawan ahli di setiap bidang masing-masing
- Sangat memuaskan
- Sangat penting
2.
Kecepatan karyawan dalam memproses pesanan
- Memuaskan
- Penting
3.
Ketepatan karyawan dalam memproses pesanan
- Cukup memuaskan
- Cukup penting
4.
Menyediakan jasa pengiriman
- Tidak memuaskan
- Tidak penting
- Sangat tidak memuaskan
- Sangat tidak penting
- Sangat memuaskan
- Sangat penting
- Memuaskan
- Penting
barang kepada
pelanggan Daya Tanggap
Harapan Pelanggan
1. Cepat tanggap terhadap keluhan pelanggan 2.
Cepat mengatasi masalah yang ada
- Cukup memuaskan
- Cukup penting
3.
Perilaku karyawan saat melayani pelanggan
- Tidak memuaskan
- Tidak penting
4.
Sensitifitas dalam mengajukan penawaran
- Sangat tidak memuaskan
-Sangat tidak penting
- Sangat memuaskan
- Sangat penting
- Memuaskan
- Penting
- Cukup memuaskan
- Cukup penting
- Tidak memuaskan
- Tidak penting
- Sangat tidak memuaskan
-Sangat tidak penting
1. Menjaga hubungan baik dengan pelanggan
- Sangat memuaskan
- Sangat penting
2. Keramahtamahan karyawan terhadap
- Memuaskan
- Penting
- Cukup memuaskan
- Cukup penting
- Tidak memuaskan
- Tidak penting
- Sangat tidak memuaskan
-Sangat tidak penting
1. Tempat yang rapi dan nyaman
- Sangat memuaskan
- Sangat penting
2. Inventori perusahaan yang terawat dengan
- Memuaskan
- Penting
- Cukup memuaskan
- Cukup penting
- Tidak memuaskan
- Tidak penting
- Sangat tidak memuaskan
-Sangat tidak penting
kembali kepada pelanggan Kepastian
1. Jaminan bahwa barang yang dipesan sesuai keinginan pemesan 2. Jaminan bahwa barang yang dipesan dapat selesai tepat waktu 3. Kualitas barang yang dihasilkan terjamin 4. Jaminan barang yang diantar tepat waktu
Empati
pelanggan 3. Kemudahan pelanggan dalam berkomunikasi dengan perusahaan 4. Kepedulian perusahaan terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan Berwujud
baik 3. Penempatan yang rapi terhadap barang jadi pelanggan 4. Perawatan barang jadi
37 2.8 Metode Penelitian 2.8.1 Jenis dan Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2004, p4), penelitian berasal dari bahasa Inggris research yang artinya meneliti, menguji, mengkaji. Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian, data yang digunakan
harus
sahih,
yang
menunjukkan
derajat
ketepatan
antara
data
yang
sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan peneliti. Suatu penelitian harus dilakukan dengan cermat dan teliti dengan menggunakan aturan tertentu agar mendapatkan hasil yang baik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang mencari fakta dengan interpretasi yang tepat dengan menggambarkan, mendeskripsikan, ataupun melukiskan secara sistematis, fakta-fakta yang akurat dan aktual, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Sedangkan untuk jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan. Tujuan studi kasus adalah melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subyek tertentu untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai subyek tertentu.
2.8.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam menyusun proposal skripsi adalah sebagai berikut : 1. Studi Pustaka Untuk menunjang data-data yang telah penulis dapatkan diperlukan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Dapat diperoleh dari buku-buku dari perpustakaan, literatur, jurnal-jurnal, internet dan lain-lain. Tujuan menggunakan bukubuku sebagai bahan adalah untuk mencari keterangan-keterangan mengenai penelitian
38 yang dilakukan serta untuk memperoleh latar belakang yang cukup dengan bidang penelitian. 2. Riset Lapangan Riset lapangan digunakan untuk memperoleh data primer dari perusahaan yang bersangkutan. Data diperoleh melalui : a. Wawancara Wawancara
tidak
terstruktur
dilakukan
kepada
Manager
Marketing
untuk
mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti serta mengenai kondisi bisnis perusahaan. b. Penarikan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non
probability sampling. Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sampel didapat melalui penyebaran kuesioner terhadap para pelanggan. Kuesioner disebarkan kepada pelanggan yang datang ke PT Sumber Mas Buana Perkasa. Penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 6-13 November 2005 di PT Sumber Mas Buana Perkasa.
39
Mengidentifikasi Populasi Target
Memilih Kerangka Pemilihan Sampel
Menentukan Metode Pemilihan Sampel
Merencanakan Prosedur Pemilihan Unit Sampel
Menentukan Ukuran Sampel
Menentukan Unit Sampel
Gambar 2.6 Prosedur Pemilihan Sampel Sumber : Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis, p24
Untuk menentukan jumlah sampel yang dapat mewakili populasi maka digunakan perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2002, p77), yaitu : n = ___N____ 1 + N (e2) Dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = nilai kritis (batas ketelitian yang diinginkan) atau persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel dalam populasi Untuk penelitian ini, telah didapatkan data mengenai jumlah populasi pada perusahaan dan didapatkan bahwa jumlah populasi yang akan di lakukan penelitian sebanyak 132 pelanggan. Maka dari itu besarnya sampel yang akan diambil adalah:
40 n= =
__N____ 1 + N (e2) 132 1 + 132 (0,052)
= 99,24
≈
99 orang
2.8.3 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Skala Ordinal Menurut Rangkuti (2003, p83), skala ordinal adalah skala yang bertujuan untuk membedakan antara kategori-kategori dalam satu variabel dengan asumsi bahwa ada urutan atau tingkatan skala. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah skala Likert. Skala likert merupakan metode yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu. Skala likert digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan jasa menurut pelanggan dan harapan pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa yang diberikan. Untuk menentukan posisi tanggapan responden digunakan skala 5 tingkat Likert yang terdiri dari: Jawaban untuk Kinerja Perusahaan: Bobot 1 jika jawaban sangat tidak memuaskan Bobot 2 jika jawaban tidak memuaskan Bobot 3 jika jawaban cukup memuaskan Bobot 4 jika jawaban memuaskan Bobot 5 jika jawaban sangat memuaskan Jawaban untuk Harapan Pelanggan: Bobot 1 jika jawaban sangat tidak penting Bobot 2 jika jawaban tidak penting Bobot 3 jika jawaban cukup penting
41 Bobot 4 jika jawaban penting Bobot 5 jika jawaban sangat penting 2. Diagram kartesius Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas 4 bagian yang dibatasi oleh 2 buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X, Y), dimana X merupakan rata-rata hitung dari rata-rata skor tingkat pelaksanaan atau kepuasan konsumen seluruh faktor atau indikator dan Y adalah rata-rata hitung dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Rumus selanjutnya (Supranto, 2001, p242) adalah : =
N
∑
=
X = i=1 Xi K
N
∑
Y = i=1 Yi K
Dimana K = banyaknya faktor/indikator yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen dapat dianalis dari 2 dimensi, yaitu dari harapan atas sesuatu dan kenyataan-kenyataan yang diterima konsumen. Data hasil kuesioner diplot nilainya pada diagram kartesius. Bila berada di kuadran A, B, C, atau D, maka komponen yang ditanyakan akan memiliki arti masing-masing, seperti dipaparkan berikut ini:
Y = Y Harapan
Prioritas Utama (Attribute to improve) A
Pertahankan prestasi (Attribute to maintain) B
Prioritas rendah (Low priority) C
Berlebihan (Superflu) D
= X Kinerja
X
Gambar 2.7 Diagram Kartesius pengukuran tingkat kepuasan pelanggan Sumber : Supranto (2001, p242) Pengukuran tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa pasar
42 Keterangan : 1. Kuadran A Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan. Sehingga mengecewakan/tidak puas. 2. Kuadran B Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. 3. Kuadran C Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. 4. Kuadran D Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tapi memuaskan. 3. Korelasi Spearman Rank (Spearman Rank Order Correlation) Korelasi Spearman Rank digunakan mencari hubungan untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama. Dasar dari penggunaan korelasi ini adalah ranking (peringkat). Rumus yang digunakan adalah : 6 (Σ di2) r = 1 - ----------------n (n2 – 1)
Dimana : n = banyaknya pasangan data d = selisih dari tiap pasangan ranking
43 2.8.4 Kelemahan Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kelemahan masing-masing, yakni : 1. Skala Likert Kelemahannya adalah pilihan jawabannya terbatas kepada 5 bobot yang telah ditentukan serta tidak banyak pilihan yang bisa digunakan. 2. Diagram Kartesius Kelemahannya adalah diagram kartesius hanya bisa untuk menentukan posisi faktorfaktor pada kuadran-kuadran yang ada. Akan tetapi metode ini tidak bisa menjabarkan secara lebih detail tingkat prioritas yang ada pada masing-masing faktor. 3. Korelasi Spearman (Spearman Rank Order Correlation) Kelemahannya adalah bahwa korelasi Spearman ini hanya bisa menghitung jika datanya berpasangan dan jumlah datanya sama.