BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja Penilaian kinerja memiliki beberapa pengertian. Penilaian kinerja adalah pengenalan, pengukuran dan pengaturan prestasi karyawan di dalam sebuah organisasi. Penilaian ini sebaiknya berorientasi pada aktivitas masa depan yang memberikan feedback yang berguna bagi karyawan dan melatih mereka untuk meningkatkan level produktivitasnya. (Sumber: Gomez-Mejia, Balkin dan Cardy, 2001, p.249)
Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan evaluasi kinerja terhadap standar-standar yang telah ditetapkan, memberikan feedback atas kinerja karyawan tersebut dan mengambil tindakan untuk memperbaiki kinerja karyawan yang rendah. (Sumber: Jerris, 1999, p. 388) Penilaian kinerja adalah suatu proses dimana sebuah organisasi mengevaluasi kinerja individu di dalamnya. Jika terlaksana dengan baik, para karyawan, pengawas, HR department, dan organisasi akan memperoleh keuntungan dengan keyakinan dari usaha individu-individu tersebut dapat mencapai tujuan dari organisasi tersebut. (Sumber: Werther dan Davis, 1999, p. 341)
20
Motivasi
karyawan
dalam
bekerja,
mengembangkan
kemampuan pribadi dan peningkatan kemampuan pada masa mendatang dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja masa lalu. Dalam penilaian kinerja, dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja (performance feedback) memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar – standar organisasi. Apabila penilaian dilakukan secara benar, karyawan, perusahaan sumber daya manusia, dan organisasi akan diuntungkan dengan kepastian bahwa upaya – upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategik organisasi.
Dalam
organisasi
modern,
penilaian
kinerja
memberikan
mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan – tujuan dan standar – standar kinerja dan motivasi kinerja individu diwaktu berikutnya. Penilaian kinerja memberikan basis bagi keputusan– keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer dan kondisi – kondisi kepegawaian lainnya.
Semua organisasi kemungkinan mengevaluasi atau menilai kinerja dalam beberapa cara. Pada organisasi yang kecil, evaluasi ini mungkin sifatnya informal. Dalam organisasi – organisasi yang besar, evaluasi atau penilaian kinerja kemungkinan besar merupakan prosedur yang sistematik
21
dimana
kinerja
sesungguhnya
dari
semua
karyawan
manajerial,
profesional, teknis penjualan dan hasil kerja dinilai secara formal. (Sumber: Veithzal Rivai, 2004 : 311-312)
Definisi penilaian kinerja adalah proses penilai mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai yang didokumentasikan secara formal dan
terstruktur
yang
digunakan
untuk
mengukur,
menilai
dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian, kinerja adalah merupakan
hasil
kerja
karyawan
dalam
lingkup
tanggung
jawabnya.(Sumber: Veithzal Rivai, 2004 : 309)
Menurut Dessler (1999), penilaian kinerja atau evaluasi kinerja adalah sebagai prosedur apa saja, yang meliputi (1) penetapan standar kinerja, (2) penilaian kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini, dan (3) memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan motivasi orang tersebut menghilangkan kemerosotoan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.
Menurut Vecchio (1999 : 260), menganjurkan dilakukannya evaluasi kinerja karena memberikan manfaat terhadap upaya yaitu untuk memelihara dan memperoleh kinerja, antara lain untuk : (1) membantu supervisor dalam membuat keputusan tentang kompensasi relatif; (2)
22
membantu manajer mengevaluasi kecocokan bawahan untuk training dan development dan mutasi pekerjaan, (3) membuka saluran komunikasi antara supervisor dan bawahan, dan (4) memberi bawahan umpan balik yang berguna tentang bagaimana mereka melakukan pekerjaan. (Sumber: Prof. Dr. Wibowo,S.E., M.Phil., 2007 : 355)
Beberapa definisi penilaian kinerja di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa di dalam sebuah organisasi sangat diperlukan penilaian kinerja agar dapat mengevaluasi tingkat kinerja perusahaan, sehingga di masa yang akan datang, perusahaan dapat mempertahankan tingkat kinerja mereka yang sudah baik dan memperbaiki tingkat kinerja yang masih rendah. Dengan dilaksanakannya penilaian kinerja ini, maka tujuan dari organisasi tersebut dapat tercapai.
2.1.2 Tujuan Dilaksanakan Penilaian Kinerja Terdapat tiga buah tujuan penting diperlukannya penilaian kinerja. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut (Sumber: Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright, 2000, p. 279):
1. Strategic Purpose Yang pertama dan terutama adalah sistem penilaian kinerja para karyawan tersebut hendaknya berhubungan langsung dengan tujuan organisasi. Agar dapat mencapai tujuan strategik ini, sistem
23
penilaian kinerja tersebut seharusnya fleksibel, karena jika tujuan organisasi berubah, maka tingkah laku dan karakter para karyawan harus ikut menyesuaikan pula. 2. Administrative Purpose Organisasi menggunakan informasi penilaian kinerja di dalam menentukan banyak keputusan administratif, misalnya: kenaikan gaji, promosi, termination dan recognition. 3. Developmental Purpose Tujuan ketiga dari dilaksanakannya penilaian kinerja adalah untuk mengembangkan karyawan yang bekerja dengan efektif. Pada saat karyawan tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka penilaian kinerja berfungsi untuk meningkatkan kinerja mereka.
Sedangkan empat buah tujuan lainnya dari dilaksanakannya sistem penilaian kinerja yang ditulis oleh Gary Dessler (2000, p. 322), adalah sebagai berikut: 1. Penilaian kinerja memberikan informasi terhadap pengambilan keputusan untuk menaikkan gaji ataupun memberikan promosi kepada karyawan. 2. Tujuan yang kedua adalah terdapat kesempatan bagi atasan dan bawahan untuk mengkaji ulang tingkat kinerja para bawahan. Hal ini dapat membantu
bawahan
untuk
meningkatkan kelebihannya.
membenahi
kekurangannya,
serta
24
3. Tujuan yang ketiga adalah, penilaian kinerja ini merupakan bagian dari proses career-planning yang dilakukan oleh perusahaan, karena memberikan informasi terhadap rencana karir para bawahan beserta kelebihan dan kekurangannya. 4. Tujuan yang terakhir dari dilaksanakannya penilaian kinerja adalah untuk membantu di dalam mengatur dan memperbaiki performance dari organisasi.
Selain itu, terdapat sedikitnya lima tujuan penting lainnya dari dilaksanakannya program penilaian kinerja (Sumber: David J. Cherrington,1999, p. 276), kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. To Guide Human Resource Actions Informasi penilaian kinerja ini digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan penting bagi karyawan, misalnya: mempromosikan, mempekerjakan, ataupun memberhentikan karyawan. Tanpa informasi ini, keputusan-keputusan tersebut hanya dapat dibuat dengan pemilihan secara random ataupun kesan secara subyektif. 2. To Reward Employees Untuk menghargai tenaga kerja, dengan memberikan reward yang berupa uang, status, promosi maupun recognition harus berdasarkan pada kinerja karyawan tersebut. Tanpa data penilaian kinerja karyawan, maka
25
reward tersebut harus dibagai secara random atau dibagi rata ataupun berdasarkan kesan secara subyektif. 3. Personal Development Karyawan memerlukan feedback atas kinerja mereka untuk membantu mereka berkembang dan secara akurat memberikan masukan atas kebiasaan-kebiasaan baru. Lebih jauh lagi, banyak orang ingin mengetahui seberapa baik mereka bekerja dan dalam hal apa mereka perlu diperbaiki. 4. To Identify Training Needs Sebuah sistem penilaian kinerja memberikan informasi kepada organisasi atas individu-individu maupun departemen-departemen yang memerlukan pelatihan (training). Hal ini juga dapat membantu menciptakan
kemampuan-kemampuan
dan
keahlian-keahlian
yang
dibutuhkan dari tiap pekerjaan, serta mengatur tingkat kinerja yang minimum. 5. To Integrate Human Resource Planning Penilaian kinerja menjadi dasar bagi perkembangan sistem perencanaan ketenaga kerjaan yang terpadu dengan menyediakan informasi atas posisi-posisi yang baru terbentuk, keahlian terbaru para karyawan, perkembangan karyawan yang potensial, dan pengembangan pengalaman yang mereka butuhkan. Suatu organisasi melaksanakan penilaian
kinerja
tersebut
untuk
kepentingan
administrasi
dan
26
perkembangan.
Penilaian
kinerja
digunakan
untuk
kepentingan
administrasi pada saat dibutuhkan informasi untuk mengambil keputusan terhadap seorang karyawan yang meliputi promosi, pemberhentian ataupun pemberian hadiah. Sedangkan untuk kepentingan perkembangan dibutuhkan bagi karyawan yang ingin memperbaiki kinerja dan menambah keahliannya, termasuk konsultasi bagi karyawan terhadap kebiasaan kerja yang efektif dan mengirimnya untuk pelatihan. (Sumber: Gomez-Mejia, Balkin dan Cardy, 2001, p. 226)
2.1.3
Penilaian Kinerja Bahan Baku 2.1.3.1 Definisi dan Penggolongan Kertas Terdapat
12
jenis
kertas
berdasarkan
Technical
Information Paper - “TIP 0404-36 Paper Grade Classification”, antara lain :
1. Coated
groundwood.
mempunyai
10%
Kertas
pulp
jenis
mekanis
ini
paling
(umumnya
tidak
50-55%
groundwood) dengan sisanya menggunakan pulp kimia. Kategori kertas ini di USA masuk dalan kertas No. 5 enamel paper (kertas coated dengan brightness – tingkat kecerahan paling rendah, sekitar 80%) dan kertas No. 4 (brightness sekitar 85%), keduanya mempunyai lapisan coating pigmen
27
di kedua sisi. Umumnya, kertas ini berwarna kekuningan karena banyak pulp mekanis dan mempunyai gramatur dari 45-130 gsm. Kertas ini umumnya ditemukan pada kegunaan kertas dengan mesin cetak letterpress dan offset, seperti LWC (light weight coated – kertas yang mempunyai lapisan coating rendah sekitar 7-10 gsm) dan kertas coated untuk majalah.
2. Uncoated woodfree. Kertas jenis ini mempunyai kandungan pulp mekanis lebih rendah dari 10%, umumnya bisa 0% dan tidak mempunyai lapisan coating pigmen sama sekali. Kegunaan kertas ini termasuk office papers (formulir, kertas fotokopi, kertas buku tulis, dan kertas amplop), kertas carbonless (NCR), dan kertas cetak atau biasa disebut HVS. Bila sering bergelut dengan pasar ekspor, jenis kertas ini sering juga disebut printing, writing, and book papers (kertas cetak, tulis dan buku).
3. Coated woodfree. Jenis kertas ini juga mengandung kurang 10% pulp mekanis, tetapi mempunyai lapisan coating pigmen baik dua sisi atau satu sisi.
28
Di USA, kertas ini disebut No. 1-3 enamel (dimana kertas coated dengan brightness atau tingkat kecerahan berkisar dari 88% sampai dengan 96%). Di pasar lokal, sering didengar Art Paper dan Art Board yang mempunyai lapisan coating dua sisi, yang bisa berkisar antara 20-35 gsm. Kertas C1S Label masuk dalam kategori ini, dimana hanya mempunyai lapisan coating di satu sisi. Gramatur kertas berkisar antara 70-300 gsm. Art Paper umumnya mulai dari 70-150 gsm, sementara Art Board mulai dari 170-300 gsm. Kegunaan paling umum adalah untuk majalah, buku, cetak commercial dengan mutu yang tinggi dan mahal, karena brightness yang relatif tinggi dibanding kertas uncoated groundwood.
4.
Kraft paper. Kertas kraft, arti harfiahnya adalah kertas kuat, mempunyai 4 (empat) kegunaan utama:
1. Kertas bungkus (wrapping), seperti: untuk bungkus kertas plano, dan kertas bungkus nasi. 2. Kantong (bag; sack), seperti: kantong belanja atau shopping bag.
29
3. Karung (shipping sack), seperti: karung atau kantong semen, dan 4. Berbagai fungsi converting.
Kertas ini memiliki gramatur berkisar antara 50-134 gsm. Pulp kertas yang dipakai bisa melalui proses pemutihan atau bleaching dan bisa pula tanpa proses pemutihan. Bila tidak diputihkan, maka berwarna coklat.
5. Bleached paperboard. Pulp kertas yang dipakai adalah beached sulfate dan kegunaan utama adalah folding carton yang digunakan untuk membuat box, dan kertas karton susu atau juice. Karena bleach, maka warna kertas karton ini putih dan sekitar setengah jumlah produksi adalah coated. Biasanya di pasar USA, kertas ini dipanggil dengan nama SBS atau solid bleached board. Gramatur bervariasi mulai dari 200-500 gsm. Golongan jenis kertas ini termasuk untuk membuat gelas kertas, piring kertas, karton tebal cetak, tag stock (kertas karton untuk gantungan), kartu komputer, file folders (map folio), dan kartu index (kartu index nama). Dipasar lokal sering kita temukan sebagai C2S Board atau C1S Board tergantung jumlah sisi yang mempunyai lapisan
30
coating pigmen. Di pasar lokal, sering anda temui Ivory Board yang bisa dikategorikan dalam jenis kertas ini. Namun, sebetulnya sedikit berbeda karena dicampur dengan pulp mekanis, jadi warna agak sedikit kekuningan bila dibanding SBS. Ivory juga terdiri dari beberapa lapisan kertas yang digabung jadi satu, sementara SBS hanya satu lapisan yang tebal saja. Tidak jarang anda mungkin mendengar SBB atau solid bleached board yang bubur kertasnya adalah pulp kimia, seperti SBS tetapi mempunyai sususunan lapisan yang berlapis layaknya Ivory.
6. Unbleached paperboard. Kertas karton ini tidak diputihkan dengan bleaching dan diproduksi dari virgin kraft (pulp kimia dengan serat non-recycle) atau neutral sulfite semi chemical pulp (bubur kertas dengan proses semi chemical sulfite yang netral). Produk utama adalah linerboard, jenis kertas yang digunakan untuk membuat corrugated containers (corrugated box yang biasanya berwarna coklat). Gramatur umumnya 130-450 gsm. Corrugating medium atau kertas medium juga masuk dalam kategori ini yang dibuat dengan sebagian campuran kertas recycle.
31
7.
Recycled paperboard. Pulp yang digunakan, terdiri atas kertas recycle atau daur ulang. Jenis kertas ini, meliputi rentang variasi kertas yang luas, mulai dari kertas medium untuk corrugated box, folding boxboard atau clay coated news back.
8. MG Kraft specialties. Kertas jenis ini mempunyai permukaan dengan penampakan yang licin dan seperti kaca (glaze), dimana kertas tersebut diproduksi diatas mesin yang mempunyai
silinder
pengering
atau
pemanas
yang
diameternya sangat besar. Di pasar lokal, sering didengar kertas Litho, Doorslag. Jenis kertas lainnya, seperti kertas dasar (base paper) untuk wax paper, kertas bungkus, carbonizing, dan kraft specialties. (Sumber: http://kertasgrafis.net).
2.1.3.2
Penilaian Kinerja di Perusahaan Adapun 2 indikator dalam penilaian kinerja bahan baku (kertas coated duplex) pada perusahaan ini, antara lain : 1. Critical, yakni suatu standar yang mutlak harus terpenuhi pada saat incoming inspection bahan baku (coated duplex). 2. Major, yaitu standar yang memiliki kelonggaran 2% pada saat incoming inspection bahan baku.
32
Penilaian kinerja bahan baku ini telah memenuhi proses Incoming Inspection mengenai batas kritis yang diperoleh dari Tabel Induk Untuk Pemeriksaan Normal yang sesuai dengan Standar Internasional. Tabel Induk Untuk Pemeriksaan Normal dapat dilihat pada lampiran.
2.1.4
Penilaian Kinerja Metode Metode adalah suatu cara ataupun sistem yang dilaksanakan oleh para pekerja dalam melakukan pekerjaannya sesuai prosedurnya guna mencapai target. Dalam penilaian kesesuaian metode ini, terdapat 3 indikator yang dinilai, antara lain : 1. Pengoperasian Mesin Cetak Pengoperasian mesin cetak merupakan suatu cara dalam menggunakan mesin cetak dengan tepat, guna menghasilkan output yang optimal. Data audit kinerja pada mesin cetak didapat dari dokumen atau form audit kesesuaian mesin cetak, yang dapat dinilai dalam waktu satu bulan. Dokumen audit kesesuaian mesin cetak tersebut berisikan beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada karyawan yang mengoperasikan mesin cetak.
33
2. Quality Control Incoming Quality Control Incoming adalah pengendalian kualitas terhadap bahan baku yang diterima oleh pabrik sebelum proses produksi berlangsung. Data audit kinerja pada bahan baku didapat dari dokumen atau form audit kesesuaian quality control incoming, yang dapat dinilai dalam waktu satu bulan. Dokumen audit kesesuaian bahan baku tersebut berisikan beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada karyawan yang melakukan pengecekan terhadap bahan baku. 3. Prosedur Kerja Karyawan Prosedur kerja karyawan merupakan suatu pedoman standar atau acuan aturan-aturan yang wajib dipatuhi dan direalisasikan oleh para karyawan dalam bekerja. Data audit kinerja pada karyawan didapat dari dokumen atau form audit kesesuaian karyawan, yang dapat dinilai dalam waktu satu bulan. Dokumen audit kesesuaian karyawan tersebut berisikan beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada karyawan di dalam melakukan pekerjaan.
34
2.1.5
Penilaian Kinerja Mesin 2.1.5.1 Perawatan Mesin Perawatan adalah suatu aktifitas yang dilakukan pada suatu industri untuk mempertahankan atau menambah daya dukung mesin selama proses produksi berlangsung. Suatu mesin produksi yang digunakan secara terus-menerus akan mengalami penurunan, karena itulah perlu dilakukannya suatu perawatan. Perawatan perlu dilakukan agar semua peralatan atau sistem produksi bisa berfungsi dengan baik dan efisien sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Perawatan yang optimal hendaknya dilakukan secara kontinyu dan periodik agar mesin dapat berfungsi secara maksimal. Pada industri yang selalu berorientasi pada optimasi produksi, maka perlu adanya suatu kondisi peralatan atau sistem yang baik, sehingga target produksi yang ditetapkan oleh perusahaan bisa tercapai. Peralatan akan berfungsi dengan baik, jika bisa memenuhi kriteria-kriteria di bawah ini: •
Peralatan atau sistem siap dioperasikan saat diperlukan.
•
Peralatan atau sistem tidak mengalami gangguan dan kerusakan selama proses produksi dijalankan.
•
Peralatan atau sistem harus beroperasi secara efisien pada tingkat produksi yang telah ditetapkan.
35
•
Waktu untuk melakukan perbaikan atau perawatan tidak mengganggu jadwal produksi.
•
Waktu downtime yang disebabkan terjadinya breakdown harus seminimum mungkin. Secara umum, pengertian sistem perawatan terbagi
menjadi beberapa jenis sistem perawatan, yaitu: •
Replacement instead of maintenance (penggantian) Pada umumnya, perawatan jenis ini diterapkan untuk peralatan-peralatan yang kecil, murah, serta mudah diganti. Peralatan-peralatan
tersebut
digunakan
sampai
rusak,
kemudian seluruh unit peralatan diganti dengan yang baru. •
Planned replacement (penggantian terencana) Pada perawatan jenis ini, peralatan digunakan sampai batas waktu yang masih bisa diterima yang biasanya sudah ditentukan dari awal, kemudian peralatan tersebut dijual dan ditukar dengan yang baru. Cara ini diterapkan dengan pertimbangan, jika peralatan tersebut terus digunakan, maka biaya perawatannya akan semakin mahal, serta kemungkinan juga peralatan tersebut sudah ketinggalan jaman.
•
Breakdown maintenance Perawatan jenis ini baru dilakukan pada saat terjadi breakdown. Pada umumnya, diterapkan pada peralatan-
36
peralatan yang fungsinya tidak mempengaruhi peralatan yang lainnya. Jika peralatan mengalami kerusakan, proses produksi secara keseluruhan tidak terlalu dipengaruhi. •
Preventive maintenance Preventive maintenance adalah salah satu jenis perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang terjadi yang bisa menghambat jalannya proses produksi dan meningkatkan biaya produksi. Agar preventive maintenance bisa berjalan dengan baik, perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang ketat terhadap kondisi peralatan pada saat operasi agar gejala kerusakan bisa terdeteksi sedini mungkin. Preventive maintenance sangat efektif dalam menghadapi mesin produksi yang termasuk dalam golongan critical unit. Suatu mesin dikatakan critical unit apabila: •
Kerusakan
yang
terjadi
pada
mesin
tersebut
membahayakan kesehatan atau keselamatan pekerja. •
Kerusakan
yang
terjadi
pada
mesin
tersebut
menyebabkan kemacetan pada proses produksi. •
Kerusakan
yang
terjadi
pada
mesin
tersebut
mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. •
Harga mesin tersebut mahal.
37
Pada kenyataannya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat dibedakan atas: •
Systematical Scheduled Maintenance Kegiatan perawatan mesin produksi dilakukan secara teratur dengan adanya jadwal yang tetap. Biasanya digunakan pada perusahaan yang membutuhkan biaya penggantian komponen yang tidak terlalu besar.
•
Condition Based Maintenance Kegiatan
perawatan
mesin
produksi
yang
diiakukan tergantung pada keputusan untuk mengganti atau tidak komponen tersebut. Biasanya cara ini digunakan oleh perusahaan yang membutuhkan biaya penggantian komponen yang sangat besar.
Perawatan
jenis
ini
(preventive
maintenance)
merupakan perawatan yang dilakukan untuk mencegah agar peralatan atau mesin tidak mengalami breakdown pada saat digunakan. Perawatan jenis ini dilakukan pada saat off dan bersifat pencegahan. Pada umumnya, diterapkan pada peralatan-peralatan
yang
fungsinya
amat
vital
untuk
kelangsungan proses produksi, artinya jika peralatan mengalami kerusakan atau gangguan, maka proses produksi
38
akan berhenti. Pada perawatan ini, perlu adanya suatu pengawasan dan pengontrolan yang ketat pada peralatan yang digunakan, agar gejala kerusakan yang terjadi bisa dideteksi sedini mungkin. Pada prakteknya, perawatan yang dilakukan pada industri merupakan gabungan dari jenis-jenis perawatan yang ada di atas. Apapun jenis perawatan yang diterapkan dalam suatu perusahaan, yang paling penting adalah kegiatan perawatan harus dikelola dan dilaksanakan dengan baik. •
Analisa kerusakan. Kerusakan suatu peralatan disebabkan oleh tindakan manusia diluar jalur yang telah ditentukan, salah satunya dalam mengoperasikan mesin yang digunakan dalam proses produksi. Hal penting yang perlu diamati adalah suatu gejala kerusakan langsung diselesaikan dengan tindakan korektif tanpa melakukan penelitian lebih dahulu tentang penyebab kerusakan. Metode yang digunakan dalam melakukan analisa kerusakan adalah metode Maxer's yang terdiri dari 9 langkah, yaitu: 1. Mempelajari kondisi kerusakan dengan cermat.
39
2. Membuat diagnosa yang lengkap mengenai kerusakan yang terjadi. 3. Mengambil keputusan mengenai faktor utama penyebab kerusakan. 4. Memeriksa ulang apakah keputusan yang diambil sudah tepat. 5. Memperbaiki kerusakan yang terjadi. 6. Memeriksa ulang apakah perbaikan yang telah dilakukan benar-benar dapat memperbaiki kerusakan. 7. Mencari
akar
penyebab
kerusakan
tersebut
dan
melakukan perbaikan. 8. Mencari akibat dari tindakan perbaikan yang dilakukan. 9. Mendokumentasikan semua kegiatan dan langkahlangkah yang telah dilakukan.
2.1.5.2 Keandalan Keandalan
dalam
pengertian
sehari-hari
adalah
kemampuan atau tingkat berfungsinya suatu peralatan. Suatu peralatan dikatakan dapat berfungsi jika keandalannya baik, dan dikatakan tidak berfungsi jika keandalannya buruk. Keandalan suatu mesin dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu alat untuk dapat berfungsi dengan baik. Kondisi keandalan dari
40
suatu mesin ada dua, yaitu keandalan mesin bernilai 1 bila mesin dapat berfungsi dengan baik, sebaliknya keandalan bernilai 0 bila mesin dalam kondisi rusak atau tidak dapat dijalankan. Dapat dikatakan,
bahwa
nilai
keandalan
suatu
mesin
bersifat
probabilistik (0 < nilai keandalan < 1). Keandalan suatu peralatan dapat berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa keandalan merupakan fungsi dan waktu. Untuk mengukur keandalan diperlukan fungsi keandalan yang disebut juga reliability.
2.1.5.3 Replacement Decisions Replacement decisions digunakan untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan penggantian suatu komponen. Model yang digunakan mengasumsikan, bahwa setelah dilakukan penggantian komponen, sistem akan kembali ke kondisi seperti baru lagi. Berdasarkan asumsi ini, biaya yang timbul dan distribusi kegagalan selalu sama. Dalam tujuannya untuk
mengurangi
kerusakan,
penggantian
preventive
direncanakan dan dilakukan pada setiap selang waktu tertentu, tetapi penggantian tetap harus dilakukan pada saat diperlukan (failure replacement).
41
Kebijakan penggantian adalah menentukan penggantian preventive
pada
selang
yang
konstan,
dengan
mempertimbangkan berapa kali failure replacement terjadi dalam selang tersebut. Tujuan menentukan selang yang optimal diantara dua preventive replacement adalah untuk meminimumkan total biaya harapan (expected cost) penggantian per satuan waktu.
2.1.5.4 Penilaian Kinerja di Perusahaan Adapun indikator penilaian kinerja mesin cetak yang dilakukan adalah : 1. Allocated Downtime, yaitu waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses produksi dikarenakan mesin harus diperiksa, dibersihkan, dan diperbaiki. 2. Accident Lost Time, yaitu waktu terhentinya kegiatan proses produksi secara tiba-tiba dikarenakan mesin rusak atau terjadi kecelakaan. Hal ini perlu dilakukan mengingat mesin cetak sebagai alat utama keberhasilan proses produksi industri packaging.
42
2.1.6
Penilaian Kinerja Karyawan 2.1.6.1 Kriteria Penilaian Kinerja Karyawan Terdapat lima buah kriteria yang sangat penting dalam melaksanakan penilaian kinerja tersebut. Kelima jenis kriteria tersebut adalah sebagai berikut (Sumber: Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright, 2000, p. 280):
1. Strategic Congruence Adalah kriteria yang menghubungkan kinerja karyawan dengan tujuan dan budaya dari perusahaan. Misalnya, tujuan dari perusahaan tersebut adalah untuk memperbesar jumlah pelanggan, maka sistem penilaian kinerja yang digunakan harus mewakili bagaimana kinerja karyawan dalam melayani para pelanggan. 2. Validity Agar penilaian kinerja menjadi valid, maka sebaiknya tidak terkontaminasi, sehingga diperoleh tingkat kinerja yang benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 3. Reliability Merujuk pada konsistensi penilaian kinerja. Jika seorang penilai yang bersifat sangat subyektif di dalam melakukan penilaian, maka hasil dari evaluasi tersebut kurang dapat diandalkan.
43
4. Acceptability Adalah suatu karakter yang menunjukkan penerimaan kedua belah pihak terhadap hasil penilaian kinerja tersebut. Banyak penilaian kinerja yang sangat valid dan dapat diandalkan, tetapi karena salah satu pihak tidak dapat menerima hasilnya, maka hasil evaluasi tersebut tidak dapat digunakan dengan maksimal. 5. Specificity Penilaian kinerja juga harus dapat memberikan panduan yang spesifik kepada karyawan tentang apa yang diharapkan dari perusahaan kepada mereka, serta bagaimana langkah mereka di dalam memenuhi harapan tersebut.
Sedangkan tiga buah kriteria lainnya yang sangat penting dan harus dipertimbangkan pada saat sebuah perusahaan melaksanakan penilaian kinerja agar dapat mencapai hasil yang maksimal (Sumber: David J.Cherrington, 1999, p. 282), yaitu: 1. Relevance Penilaian kinerja sebaiknya mengukur apa yang berhubungan dengan tujuan pekerjaan idealnya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan “keberhasilan mutlak” dari karyawan sebaiknya diukur. Oleh karena itu, dimensi prestasi yang relevan ditentukan oleh tugas dan tanggung jawab yang terkandung dalam pembagian tugas.
44
2. Reliability Prosedur penilaian kinerja sebaiknya menghasilkan hasil penilaian yang konsisten dan dapat diulang. 3. Freedom From Contamination Penilaian terkontaminasi
sebaiknya oleh
mengukur
faktor-faktor
yang
tiap-tiap karyawan
prestasi
tanpa
tidak
dapat
mengendalikannya, seperti: kondisi ekonomi, kekurangan bahan atau peralatan yang jelek.
2.1.6.2 Penilaian Kinerja di Perusahaan Adapun 8 (delapan) indikator penilaian kinerja karyawan yang diterapkan pada perusahaan, antara lain : 1. Ketelitian kerja Ketelitian kerja adalah kemampuan karyawan untuk mencegah kesalahan, guna mencapai kesempurnaan kerja. 2. Kualitas pekerjaan Kualitas pekerjaan dapat dilihat dengan membandingkan antara target yang ditetapkan perusahaan dengan hasil yang dicapai perusahaan. 3. Keandalan pekerjaan Keandalan pekerjaan yaitu tingkat kemampuan karyawan dalam bekerja dengan baik.
45
4. Pemahaman pekerjaan Pemahaman
pekerjaan
adalah
kemampuan
karyawan
dalam
memahami pekerjaannya. 5. Surat peringatan Surat peringatan merupakan suatu surat yang dikeluarkan pihak perusahaan kepada karyawan yang melanggar aturan perusahaan. 6. Absensi Absensi yaitu daftar ataupun bukti nyata kehadiran ataupun ketidakhadiran karyawan. 7. 5S Adapun prinsip 5S yang diterapkan perusahaan ini, antara lain : 1. Seiri (Sisih, Ringkas) Seiri artinya membuang barang yang tidak diperlukan. Barang yang tidak diperlukan artinya barang yang tidak dibutuhkan pada saat ini yang berada di sekitar tempat kerja. Tahap pelaksanaan Seiri adalah : •
Perhatikan dengan baik sekeliling tempat kerja anda.
•
Identifikasi semua barang yang ada di tempat kerja anda.
•
Beri label merah pada setiap barang yang tidak diperlukan.
•
Kumpulkan semua barang yang berlabel merah menjadi satu.
•
Buang barang yang benar-benar tidak dibutuhkan lagi.
46
•
Tidak ada alasan apapun untuk tetap menyimpan barang yang sudah tidak diperlukan lagi.
2. Seiton (Susun, Rapi). Seiton
artinya
membenahi
atau
menyusun
tempat
penyimpanan. Menyusun semua barang atau peralatan di tempat yang tepat, sehingga dapat dengan mudah dilihat oleh siapa saja. Barang yang diperlukan dapat disusun berdasarkan fungsi, warna, dan besar kecilnya barang. Merapikan adalah menstandarkan tempat penyimpanan. Tahap pelaksanaan Seiton adalah : •
Bersihkan tempat penyimpanan untuk barang yang akan disusun.
•
Menentukan lokasi untuk barang yang akan disusun.
•
Berikan label alamat pada barang yang telah disusun, agar barang tersebut mudah dilihat.
•
Membuat layout lokasi penempatan barang. 3 (tiga) kunci penting dalam merapikan yaitu :
•
Dimana, posisi tetap (menunjukkan tempat atau area).
•
Apa, benda tetap (identifikasi).
•
Berapa, jumlah tetap (menunjukkan jumlah).
47
3. Seiso (Sasap, Resik) Seiso artinya mengatur prosedur kebersihan harian. Bersihkan tempat kerja dengan seksama secara teratur dari debu dan kotoran, agar tempat kerja selalu bersih dan jika ada kerusakan dapat segera ditemukan untuk ditindaklanjuti. Sasaran Seiso adalah area penyimpanan, peralatan, dan lingkungan. Tahap pelaksanaan Seiso adalah : •
Tentukan apa yang hendak dibersihkan.
•
Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap tugas ini.
•
Tentukan metode dan jadwal pelaksanaan Seiso.
•
Siapkan peralatan kebersihan.
•
Pelaksanaan resik.
4. Seiketsu (Sosoh, Rawat). Seiketsu artinya mempertahankan tempat kerja yang bersih. Menjaga tempat kerja agar selalu bersih dan mempertahankan serta mencegah agar tidak dikotori lagi. Hal ini dapat terjadi, hanya dengan adanya partisipasi semua pihak. Agar tempat kerja selalu bersih, rahasianya adalah dengan mengingat 3 (tiga) prinsip Tidak, yaitu : •
Tidak ada barang yang tidak diperlukan.
48
•
Tidak berserakan.
•
Tidak kotor.
Tahap pelaksanaan Seiketsu adalah : •
Periksa terlebih dahulu apakah masih ada barang yang tidak diperlukan di tempat kerja.
•
Bersihkan tempat kerja yang masih kotor (dilakukan setiap hari).
•
Melakukan pencegahan agar tidak ada yang akan mengotori lagi dengan membuat standar pencegahan.
•
Semua orang harus mempunyai kesadaran dan komitmen untuk melaksanakan 5S ini.
5. Shitsuke (Suluh, Rajin). Shitsuke artinya pengendalian kedisiplinan atau visual di tempat kerja. Melakukan penyuluhan agar semua orang dapat berdisiplin melaksanakan 5S secara teratur atas kesadaran sendiri.
8.
Inisiatif Inisiatif merupakan suatu motivasi ataupun dorongan jiwa karyawan untuk memperbaiki hal-hal yang belum optimal, serta meningkatkan hal-hal yang telah optimal.
49
2.1.7 Pelaksanaan Interview Penilaian Kinerja Interview
penilaian
kinerja
merupakan
suatu
sesi
yang
memberikan feedback yang penting terhadap kinerja masa lalu seorang karyawan ataupun potensi masa depan karyawan tersebut. Penilai dapat melakukan beberapa pendekatan yaitu sebagai berikut (Sumber: Werther dan Davis, 1999, p. 367):
1. Tell and Sell Approach Mengkaji ulang kinerja karyawan dan mencoba untuk mempengaruhi karyawan untuk meningkatkannya. 2. Tell and Listen Method Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan alasan-alasan, serta menggambarkan perasaannya terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh karyawan tersebut. 3. Problem-Solving Approach Mengenali masalah-masalah yang mengganggu karyawan di dalam melakukan pekerjaannya, kemudian dilakukan training dan konseling agar di kemudian hari, karyawan tersebut dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam bekerja. Terdapat beberapa karakter penting yang mendukung terjadinya proses feedback secara efektif (Sumber: Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright, 2000, p. 306) :
50
1. Feedback should be given frequently, not once a year. Terdapat dua alasan mengapa hal ini harus dilaksanakan. Pertama, para manajer memiliki tanggung jawab untuk mengoreksi penurunan tingkat kinerja secepat mungkin dan mewaspadainya. Kedua, faktor penting yang menentukan keberhasilan sesi feedback tersebut dilaksanakan adalah para bawahan tidak terkejut atas evaluasi tersebut. Karyawan hendaknya memperoleh pemberitahuan secara rutin atas evaluasi yang akan dilaksanakan. 2. Create the right context for the discussion. Para manajer harus memilih lokasi yang netral untuk pelaksanaan penilaian kinerja tersebut. Penilai juga harus menjelaskan, bahwa mereka mengharapkan proses penilaian tersebut berjalan dengan dialog dua arah yang terbuka. 3. Ask the employee to rate his performance before the session. Memperoleh sebuah form penilaian diri sendiri dari karyawan sebelum proses penilaian formal dilaksanakan merupakan suatu tindakan yang produktif. Karyawan yang memikirkan kinerja mereka di masa lalu akan lebih berpartisipasi di dalam sesi penilaian tersebut. 4. Encourage the subordinate to participate in the session. Pada saat seorang karyawan berpartisipasi di dalam proses penilaian kinerja, mereka akan merasa puas atas hasil dari evaluasi
51
tersebut. Mereka merasa opini mereka selama proses penilaian didengarkan dengan baik. 5. Recognize effective performance through praise. Banyak orang berpendapat bahwa proses penilaian kinerja merupakan suatu proses yang membahas tentang masalah-masalah karyawan. Tujuan utama dari penilaian kinerja tersebut adalah untuk memberikan feedback yang akurat terhadap kinerja karyawan baik itu yang baik maupun yang buruk. Memberikan pujian terhadap hasil kinerja yang baik akan menghasilkan efek yang positif terhadap para karyawan. 6. Focus feedback on behavior or results, not on the person. Hal terpenting yang harus diingat adalah dalam memberikan feedback yang negatif hendaknya ditujukan pada cara kerja ataupun hasil yang diharapkan, bukan kepada personal dari karyawan tersebut. Misalnya, pemberian feedback terhadap seorang karyawan yang tidak termotivasi dengan mengatakan “Anda tidak termotivasi!” akan membawa karyawan tersebut ke dalam sikap yang defensive. Sebaiknya penilai tersebut mengatakan “Anda tidak menyelesaikan tugas dengan baik, karena anda terlalu sibuk dengan proyek yang lainnya”.
52
7. Minimize Criticism. Tentu saja, kritik harus diberikan kepada seorang karyawan yang memiliki standar kinerja yang rendah. Tetapi, seorang manajer yang baik hendaknya dapat menekan kritikan tadi, sehingga tidak menjadi offensive. Karena dengan demikian, karyawan tadi akan bersikap defensive dan tidak dapat membuka pikirannya. 8. Agree to specific goals and set a date to review progress. Hal terpenting dalam menentukan tujuan adalah waktu dan jangkauan. Tujuan hendaknya berada dalam jangkauan, sehingga dapat dicapai. Waktu untuk follow-up juga harus ditetapkan untuk mengetahui apakah karyawan tersebut telah memenuhi goal yang telah ditetapkan bersama.
Agar pelaksanaan penilaian kinerja yang berupa interview berjalan dengan efektif, maka para manajer dan bawahan dapat mengikuti beberapa panduan dasar berikut ini (Sumber: Cherrington, 1995, p. 300): 1. Evaluators should develop their own style so they feel comfortable in an interview. Jika suatu interview membuat penilai merasa tidak nyaman, karyawan yang sedang dinilai pun pasti akan merasa tidak nyaman pula. Seorang penilai seharusnya tidak mencoba menduplikat orang lain atau bergantung pada aturan keras yang tidak nyaman dan alami.
53
2. Both parties should carefully prepare for the interview beforehand. Karyawan harus mengkaji ulang kinerja mereka dan mencari informasi tentang sejauh mana kemajuan mereka. Penilai harus mengumpulkan informasi tentang kinerja masa lalu karyawan tersebut dan membandingkannya dengan tingkat kinerja karyawan saat ini. 3. The evaluator should clarify the purpose of the inteview at the very beginning. Karyawan harus mengetahui apakah interview tersebut merupakan disciplinary session, a contributions appraisal atau personal development appraisal. 4. Neither party should dominate the discussion. Penilai harus memimpin jalannya diskusi dan karyawan yang sedang dinilai harus memberikan opini mereka terhadap diskusi yang dilaksanakan. Penilai harus dapat merencanakan waktu diskusi, sehingga karyawan memperoleh setengah dari waktu diskusi. 5. The most popular format for the interview is the “sandwich” formatcriticism sandwiched between compliments. Artinya adalah komentar-komentar yang positif diberikan pada saat permulaan dan akhir interview dapat menciptakan pengalaman yang positif . Pujian pada saat permulaan dapat meringankan beban karyawan dan pujian pada saat akhir interview dapat memberikan
54
kesan yang baik bagi karyawan sehingga ia termotivasi untuk melakukan yang lebih baik di kemudian hari. 6. An alternative format is to identify and discuss problems, then talk about future improvements, and finally express appreciation for good behaviors. Pendekatan ini dilaksanakan secara langsung dan to the point.
Terdapat empat buah teori pelaksanaan interview oleh Gary Dessler (2000, p. 347) yang harus diingat di dalam melaksanakan interview penilaian kinerja, keempat hal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Be direct and specific Konsentrasikan pada data yang telah diperoleh, seperti: keterlambatan, kehadiran, kualitas pekerjaan, tingkat produktivitas, jumlah kesalahan, kecelakaan kerja dan data-data lainnya. 2. Don’t get personal Jangan membandingkan kinerja seorang karyawan dengan personality
karyawan
tersebut,
melainkan
bandingkan
kinerja
karyawan tersebut dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
55
3. Encourage the person to talk Berhenti dan dengarkan atas apa yang ia katakan. Tunjukkan dengan bahasa tubuh bahwa anda mendengarkan dengan seksama dan mendorongnya untuk bercerita lebih banyak lagi. 4. Don’t tiptoe around Pastikan bahwa karyawan tersebut mengetahui apa kekurangan dan kelebihannya tanpa membuat ia tersinggung, terutama pada saat memberikan komentar negatif atas kinerja karyawan tersebut.
Terdapat empat karakteristik yang dapat digunakan oleh para manajer agar dapat melaksanakan penilaian kinerja yang efektif, keempat karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Sumber: Gomez-Mejia, Balkin dan Cardy, 2001, p. 242):
1. Explore the causes of performance problems Terdapat tiga faktor yang menyebabkan kinerja seorang karyawan bermasalah, yang pertama adalah ability factor, yang meliputi bakat dan keahlian dari karyawan yang bersangkutan, juga termasuk tingkat intelligence, interpersonal skills dan jobknowledge. Faktor yang kedua adalah motivation factor, bergantung pada kemauan individu para karyawan untuk memberikan seberapa banyak dari dalam dirinya kepada organisasi, faktor ini juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, misalnya: rewards dan punishments.
56
Faktor yang terakhir adalah situational factor, yaitu karakter organisasi yang mempengaruhi karyawan baik secara positif maupun secara negatif. Faktor ini meliputi: a. Kualitas dari para supervisor. b. Koordinasi pekerjaan yang kurang memadai di antara para karyawan. c. Bahan baku yang berkualitas rendah. d. Kekurangan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. e. Sumber-sumber keuangan yang belum memadai. f. Rekan kerja yang tidak cooperative. g. Pelatihan yang tidak memadai. h. Lingkungan pekerjaan yang buruk. i. Kerusakan peralatan. 2. Directing attention to the causes of problems Langkah selanjutnya adalah diskusi antara karyawan dan evaluator untuk mengambil tindakan atas permasalahan yang dihadapi. 3. Develop an action plan and empower workers to reach a solution Suatu manajemen kinerja yang efektif memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk memperbaiki dan mengembangkan tingkat kinerja mereka.
57
4. Direct communication at performance and provide effective feedback Komunikasi antara atasan dan bawahan merupakan hal terpenting untuk memperoleh tingkat kinerja yang baik. Dengan komunikasi maka informasi atas hasil kinerja karyawan dapat diketahui apakah sedang meningkat ataupun sedang menurun. Di dalam
memberikan
feedback
seorang
manajer
hendaknya
melaksanakan hal-hal berikut ini: a. Mengarsipkan hasil kinerja para karyawan. b. Mengumpulkan input-input dari para karyawan. c. Fokus pada tindakan bukan pada personality karyawan. d. Tepat waktu dan spesifik. e. Mengarahkan feedback hanya pada aspek-aspek situasi kinerja yang dapat diubah oleh karyawan tersebut. f. Menginformasi para karyawan atas setiap kekurangan yang terjadi. g. Mengembangkan action plan dan follow up. h. Mengkaji ulang diri sendiri.
2.2 Pelaksanaan Penilaian Kinerja Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh David J.Cherrington, penilaian kinerja dapat dilakukan oleh semua pihak yang berhubungan langsung dengan karyawan tersebut, yang meliputi (Sumber: 1995, p. 295):
58
1. Supervisor Penetapan hierarkis dari wewenang formal disebagian besar orang menjadikan supervisor memiliki tanggung jawab mutlak melakukan penilaian prestasi. 2. Bawahan (subordinates) Walaupun penilaian ini dilakukan oleh bawahan, tetapi di dalam situasi-situasi tertentu sangat berguna, misalnya dengan informasi yang diberikan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menaikkan gaji ataupun memperoleh promosi. Sedikitnya terdapat tiga alasan yang bagus dengan menggunakan penilaian dari bawahan ini, yaitu: a. Memberikan informasi yang unik. Bawahan harus hidup di bawah kepemimpinan atasannya sehingga mereka yang paling mengerti apakah kepemimpinan atasan mereka baik atau buruk. b. Menciptakan perubahan. Jika bawahan tidak menyukai cara atasan memimpin maka manajer akan termotivasi untuk mengkaji ulang cara memimpinnya dan kemudian merubahnya. c. Mengurangi perbedaan kekuasaan. Penilaian yang dilakukan oleh bawahan cenderung menyamakan perbedaan kekuasaan di dalam organisasi dan membuat lingkungan kerja lebih demokratis. 3. Rekan kerja Di dalam situasi tertentu, yang paling mengetahui dan mampu untuk menilai seorang karyawan adalah rekan karyawan yang lain. Rekan yang
59
lain kadangkala berada di posisi yang lebih baik daripada supervisor mereka untuk mengevaluasi kinerja mereka satu sama lainnya. 4. Diri sendiri Orang selalu mengevaluasi diri mereka sendiri. Mengevaluasi diri sendiri adalah sangat berharga dan berguna di dalam perkembangan diri mereka sendiri. 5. Klien Secara umum, setiap orang yang terlibat dengan karyawan dapat memberikan penilaian mereka, termasuk klien. Oleh sebab itu, pada saatsaat tertentu, klien diminta pendapatnya terhadap hasil kerja karyawan yang bersangkutan. 6. 360-degree feedback Informasi kinerja dikumpulkan dari seluruh sumber yang berada di sekitar karyawan, dari supervisor, bawahan, rekan kerja dan para pelanggan. Dari informasi tersebut, dikumpulkan oleh para supervisor yang kemudian akan digunakan untuk kepentingan penilaian kinerja karyawan tersebut.
2.3
Teknik Penilaian Kinerja 2.3.1
Teori Teknik Penilaian Kinerja Gary Dessler (2000, p. 323) mengungkapkan beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian kinerja karyawan, antara lain :
60
1. Graphic Rating Scale Method Adalah teknik yang paling sederhana dan populer di dalam penilaian kinerja. Di dalamnya, terdapat skala yang mencakup faktor-faktor penilaian kinerja, serta rating mereka. 2. Alternation Ranking Method Menilai karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk. Metode ini memiliki banyak kekurangan, karena sepenuhnya tergantung dari persepsi manager dan karyawan tidak mengetahui kriteria penilaian yang digunakan. 3. Weighted Checklists Penilaian dengan beberapa pernyataan tentang kinerja karyawan, dilakukan oleh supervisor dengan mengurutkan setiap pernyataan dengan skala nol sampai dengan sepuluh, tergantung kontribusinya terhadap organisasi. 4. Paired Comparison Method Menilai karyawan dengan membuat suatu bagan dengan pasangan masing-masing dan diberi tanda siapakah yang lebih baik daripada pasangannya. 5. The Critical Incident Method Merupakan salah satu teknik terbaik dalam menentukan hasil kerja karyawan. Teknik ini menyimpan catatan tentang karyawan dan tindakan mereka yang kompeten ataupun yang tidak kompeten.
61
6. Behaviourrally Anchored Rating Scales (BARS) Metode penilaian yang menggabungkan teknik Graphic Rating Scale Method dan The Critical Incident Method. Untuk mengembangkan metode BARS ini, pertama-tama kita harus mengumpulkan beberapa critical incidents yang mewakili dari performance karyawan yang efektif maupun yang tidak efektif. Kemudian, kejadian-kejadian tersebut diklasifikasikan dengan menggunakan rating. 7. Management by Objectives Melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dan terjangkau dengan setiap karyawan dan secara periodik mengevaluasi perkembangan yang terjadi. 8. Behavioral Observation Scales Teknik ini merupakan variasi dari teknik Behaviorrally Anchored Rating Scales (BARS), tetapi terdapat dua perbedaan yaitu yang pertama BOS tidak membahas kegiatan yang efektif, maupun yang tidak efektif, melainkan BOS mengandung beberapa kegiatan efektif yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan kemudian memberikan rating dari setiap kegiatan tersebut. Perbedaan yang kedua yaitu, BOS membutuhkan manager untuk untuk memberikan rating pada frekuensi pada saat karyawan tersebut melaksanakan pekerjaannya.
62
Sedangkan menurut William B. Werther Jr., Ph.d dan Keith Davis, Ph.d (Sumber: 1999, p. 361), mereka menambah tiga buah teknik penilaian kinerja,
yaitu: 1. Self Appraisals Pelaksanaan sistem Self Appraisals dapat berfungsi dengan maksimal jika tujuan dari evaluasi ini adalah untuk pengembangan karyawan. Pada saat teknik ini dibutuhkan untuk memberikan masukan kepada karyawan terhadap bidang-bidang apa saja yang perlu diperbaiki, maka teknik ini dapat membantu karyawan untuk menentukan langkah karyawan tersebut di masa yang akan datang. Hal yang terpenting di dalam melakukan teknik penilaian ini adalah kesadaran, serta komitmen karyawan menuju perbaikan. 2. Psychological Appraisals Beberapa organisasi mempekerjakan psikoter untuk melaksanakan penilaian kinerja. Di dalam mengevaluasi karyawan, psikoter tersebut lebih memperhatikan masa depan seorang karyawan daripada masa lalunya. Sistem penilaian ini biasanya berupa In-Depth Interview, tes psikologi, diskusi dengan para atasan serta mengkaji ulang hasil evaluasi yang lain. Kemudian, psikoter tersebut mencatat semua informasi hasil penilaian tersebut, yang meliputi: kemampuan intelektual, emosional, motivasi, serta karakter-karakter yang lainnya.
63
3. Assessment Centers Adalah suatu bentuk penilaian kinerja yang melibatkan beberapa jenis penilaian, serta beberapa orang penilai. Karena memakan waktu dan biaya, sistem penilaian ini biasanya hanya dilakukan kepada para manager yang mempunyai kemampuan yang potensial dan dapat memegang tanggung jawab yang lebih besar.
2.4 Judgement Pakar 2.4.1
Kedudukan Sistem Pakar Pada Sistem Informasi Berbasis Komputer Perkembangan komputer yang begitu cepat dan dinamis ternyata diikuti oleh semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi dunia industri, baik secara managerial, maupun teknisteknologis. Hal tersebut membuat bidang-bidang lain juga ikut memanfaatkan
perkembangan
ini.
Pemanfaatan
inilah
yang
mempercepat pengembangan sistem informasi berbasis komputer, dan sistem pengaturan proses dan produksi. Bidang-bidang yang tercakup
pada
sistem
informasi
berbasis
komputer
adalah
pengolahan data elektronis, sistem manajemen data dasar, sistem informasi manajemen, sistem penunjang keputusan dan sistem pakar atau ahli. Sedangkan bidang yang tercakup pada pengaturan proses
64
dan produksi sangat luas, yaitu mulai dari pengaturan komposisi proses, kondisi proses, hingga ke otomatisasi proses. Perkembangan
bidang
sistem
pakar
ditujukan
untuk
memenuhi keinginan kecanggihan komputer oleh para pemakai yang semakin meningkat dan bahkan menginginkan adanya komputer yang dapat mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan daya nalar atau kecerdasan buatan. Perkembangan sistem pakar ini merupakan hasil dari penelitian dalam bidang artificial intelligence (Al) yang sedang berlangsung dengan cepat. Penerapan penelitian dalam bidang ini sudah mulai menunjukkan hasil yang memuaskan, walaupun masih dalam taraf perkembangan atau prototype. Salah satu jalur Al yang telah mulai dimasuki industri adalah expert system, yaitu suatu sistem komputer yang berbasis pada pengetahuan yang terpadu dalam suatu sistem informasi dasar yang ada, sehingga memiliki kemampuan untuk memecahkan berbagai masalah dalam bidang tertentu secara cerdas dan efektif, sebagaimana layaknya seorang pakar. Sebagai ilustrasi, sistem pakar telah digunakan untuk menjawab masalah sistem pabrikasi, yaitu mulai dari tahap konsepsi dan produksi di pabrik, hingga ke optimasi produksi yang didasarkan pada studi pemasaran. Sistem pakar merupakan salah satu pemecahan yang potensial dalam memecahkan berbagai masalah yang telah
65
dikemukakan sebelumnya. Namun demikian, telah diketahui secara umum bahwa penggabungan ilmu dan pengalaman para tenaga ahli bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, khususnya untuk tenaga ahli yang berbeda bidang keahliannya. Dalam hal ini, sistem pakar dapat dirancang untuk merekam dan menggunakan ilmu pengetahuan, pengalaman dan keahlian dari berbagai tenaga ahli yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda.
2.4.2
Penerapan Umum Sistem Pakar Sistem pakar dapat diterapkan untuk persoalan di bidang industri, pertanian, bisnis, kedokteran, militer, komunikasi dan transportasi,
pariwisata,
serta
pendidikan.
Permasalahan-
permasalahan tersebut bersifat cukup kompleks dan terkadang tidak memiliki algoritma yang jelas di dalam pemecahannya, sehingga dibutuhkan kemampuan seorang atau beberapa ahli untuk mencari sistematika penyelesaiannya secara evolutif.
2.4.3
Konsepsi Sistem Pakar Menurut Feigenbaum, di dalam Harmon dan King (1985), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer cerdas yang menggunakan
pengetahuan
dan
prosedur
inferensi
untuk
memecahkan masalah yang cukup rumit atau memerlukan
66
kemampuan seorang pakar untuk memecahkannya. Sistem pakar berbeda dengan program konvensional, karena program yang terakhir hanya dapat dimengerti oleh pembuat program. Sistem pakar bersifat interaktif dan mempunyai kemampuan untuk menjelaskan apa yang ditanyakan pengguna. Menurut Oxman (1985), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer yang menggunakan pengetahuan (aturan-aturan tentang sifat dari unsur suatu masalah), fakta dan teknik inferensi untuk masalah yang biasanya membutuhkan kemampuan seorang ahli. Tujuan mempermudah
perancangan kerja
atau
sistem bahkan
pakar mengganti
adalah tenaga
untuk ahli,
penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa tenaga ahli, training tenaga ahli baru, penyediaan keahlian yang diperlukan oleh proyek yang tidak ada atau tidak mampu membayar tenaga ahli. Hal tersebut dapat dipahami secara rasional, karena kaderisasi tenaga ahli dalam suatu organisasi sangat diperlukan, terutama untuk badan usaha yang mempunyai keterbatasan dana untuk menyediakan tenaga ahli. Sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan kecerdasan (Intelligent Knowledge Based System) merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan (aturan
67
biasa dan meta). Dalam proses tersebut seorang pengguna dapat berkomunikasi
secara
interaktif
dengan
komputer
untuk
memecahkan masalah atau seolah-olah pengguna berhadapan dengan seseorang yang ahli dengan masalah tersebut.
2.4.4
Struktur Sistem Pakar Sistem pakar terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian pengembangan dan konsultasi. Bagian pengembangan sistem pakar digunakan oleh penyusunnya untuk memasukkan pengetahuan dasar ke dalam lingkungan sistem informasi. Sedangkan bagian konsultasi digunakan oleh pemakai untuk mendapatkan pengetahuan ahli, serta saran, nasehat ataupun justifikasi. Dalam hal ini, operasionalisasi sistem pakar dibagi atas empat modul, yaitu : 1. Pengelolaan dialog (pengertian bahasa alamiah dan konteks). 2. Pemecahan masalah (alasan dan meta-logika). 3. Pengelolaan pengetahuan (penempatan fakta dan aturan). 4. Struktur komunikasi antar tiga modul sebelumnya (butir 1-3). Karakteristik dari sistem pakar menurut Waterman (1999) adalah : 1. Domain persoalan terbatas. 2. Memiliki kemampuan memberikan penalaran. 3. Memiliki kemampuan mengolah data yang mengandung ketidakpastian.
68
4. Memisahkan mekanisme inferensi dengan basis pengetahuan. 5. Dirancang untuk dikembangkan secara bertahap (modular). 6. Keluarannya bersifat anjuran. 7. Basis pengetahuan didasarkan pada kaidah. Pengetahuan dari pakar dapat diperoleh melalui wawancara. Dalam
hal
ini
Knowledge
Engineers
(KEs)
menyodorkan
permasalahan dan pakar menjelaskan proses penyelesaian masalah tersebut. Selama kegiatan ini, KEs harus sabar, komunikatif dan kreatif, sebab seringkali para pakar sulit mengekspresikan proses tersebut dan lagipula Kes ini berperan ganda bersama pemakai untuk mendapatkan gagasan terbaik dari sistem yang diperlukan, representasi skema pengetahuan, mekanisme inferensi dan arsitektur sistem. KEs merupakan orang yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang komputer dan kecerdasan buatan, serta mengerti cara pengembangan sistem pakar. Alat pembangkit sistem pakar merupakan bahasa pemrograman yang dirangkai oleh pembuat alat untuk menjadi perangkat lunak yang bersifat interaktif dan dapat digunakan oleh KEs. Dalam pembentukkan sistem pakar, diperlukan beberapa pakar di bidang yang diperlukan dan perekayasa sistem (Knowledge Engineers) sebagai perancang sistem pakar. Ada beberapa
69
persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan pakar. Pakar yang dilibatkan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu : 1. Pakar yang mendapatkan pendidikan formal S2 atau S3 pada bidang yang dikaji. 2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain. 3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji. 4. Pakar yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan pengalaman empiris di suatu sektor kegiatan ekonomi). Klasifikasi pakar ini lebih didasarkan pada lama kerja dan kewewenangan (dapat terdidik secara formal atau otodidak) di suatu posisi kegiatan teknik tertentu.
Pengetahuan
dari
beberapa
sumber
tersebut
dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu : 1. Pengetahuan yang bersifat dangkal, sebagai misal adalah fakta dan kaidah atau model sederhana. Pengetahuan ini disusun dari orang yang berpengalaman atau belajar dari seorang penasehat. Dalam hal ini, yang pertama kali dipelajari adalah fakta dari bidang spesifik (data tidak lengkap) dan selanjutnya pengetahuan yang disusun dari hasil pengalaman tersebut didekati dengan
70
metode heuristik untuk mendapatkan alternatif penyelesaian yang memungkinkan dan efektif. Bila pendekatan heuristik tersebut mengalami kegagalan, maka pakar harus menilik kembali prinsip dasar yang digunakan. 2. Pengetahuan yang bersifat mendalam, sebagai misal prosedur dan kaidah atau model yang rumit. Topik pengetahuan yang dipelajari berasal dari studi formal, baik di sekolah atau wawancara dengan staf pengajar ataupun membaca buku yang membahas bidang yang dikaji. Prinsip utama, axioma dan hukum atau teori sangat berguna dalam menjelaskan dan memberikan saran mengapa suatu pemecahan masalah berhasil ataupun gagal dikerjakan. Tetapi, hal ini sering hanya sedikit membantu menemukan pemecahan masalah pada karyawan di tempat pertama yang dijumpainya, karena pakar menemui kesulitan dalam menyatakan strategi pemecahan masalah yang erat kaitannya dengan struktur pengetahuan.
2.5. Pendekatan Sistem Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem adalah metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif yang memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Sistem dapat diartikan keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja
71
mencapai tujuan (Sumber: Muhammadi dan Soesilo, 2001). Sistem juga dapat diartikan seperangkat elemen yang saling berinteraksi membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mencari suatu pencapaian suatu tujuan atau tujuan bersama-sama dengan mengoperasikan data dan atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan atau energi dan atau barang (Sumber: Suryadi dan Ramdhani, 2002).
Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks (Sumber: Marimin 2004).
Pendekatan
sistem muncul karena adanya kenyataan yang mendasar dari persoalan aktual yaitu kompleksitas, dimana unitnya adalah keragaman. Keragaman yang begitu besar tidak dapat dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu, teori sistem menyatakan bahwa kesisteman adalah meta konsep, dimana formalitas dan proses dari keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan (Sumber: Eriyatno 1999). Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka berfikir yang berusaha mencari perpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Menurut Simatupang (1999), sistem mencakup lima unsur utama yaitu : (1) Elemen-elemen. (2) Interaksi antar elemen. (3) Adanya suatu faktor yang mengikat elemen-elemen menjadi satu kesatuan.
72
(4) Adanya tujuan bersama. (5) Berada dalam lingkungan yang kompleks. Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut, meliputi: analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang, guna mengetahui apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Karakteristik permasalahan yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya yaitu: (1) kompleks, yaitu interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu: (1) sibernetik, artinya berorientasi pada tujuan, (2) holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) efektif, yaitu prinsip yang lebih mementingkan aspek operasional, serta dapat dilaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan (Sumber: Eriyatno, 2003). Penyelesaian permasalahan dengan pendekatan sistem ditandai oleh ciri-ciri: (1) mencari semua faktor penting yang terkait dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan suatu masalah, dan (2) adanya model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Proses yang terjadi dalam sistem dicirikan
73
dengan hubungan umpan balik, artinya perilaku suatu elemen (dalam sistem) akan berpengaruh terhadap elemen lain, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui rangkaian elemen yang ada. (Sumber: Suryadi dan Ramdhani, 2002). Menurut Kast dan James (2001), konsep-konsep umum dalam ilmu sistem adalah sebagai berikut: 1. Holism, Synergism, Organicism, and Gestalt (sistem bersifat menyeluruh) 2. Open systems view (cara pandang sistem terbuka) 3. Input-transformation-Output model (sistem menerima berbagai masukan, mentransformasi berbagai masukan dan menghasilkan keluaran dalam hubungannya dengan lingkungan) 4. System boundaries (sistem memiliki batas) 5. Negative entropy (sistem dibuat dari lingkungan yang bersifat heterogen dan kadangkala negatif) 6. Steady State, dynamic equilibrium, and homeostatis (sistem dapat mencapai
posisi
yang
mantap,
jika
sistem
berada
dalam
keseimbangan yang dinamis karena pengaruh lingkungan yang negatif diminimalkan) 7. Feedback (dalam sistem dan lingkungan terdapat proses umpan balik atau saling mempengaruhi sampai terjadi suatu kondisi yang mantap)
74
8. Hierarchy (sistem disusun dari subsistem-subsistem dan masingmasing subsistem disusun subsistem dibawahnya) 9. Internal
Elaboration
(sistem
berkembang
ke
arah
internal
organisasi) 10. Multiple goal-seeking (sistem memiliki berbagai tujuan sesuai dengan kebutuhan) 11. Equafinality of open systems (sistem memiliki mekanisme yang dapat menyebabkan pengaruh dan akibat antara pengaruh awal lingkungan dan keadaan akhir). Dua sifat rasional dalam pendekatan sistem adalah sebagai berikut (Sumber: Suryadi dan Ramdhani, 2002):
1. Memperhatikan dan memasukkan semua faktor yang berkepentingan dalam menghasilkan solusi yang baik. 2. Menggunakan model kuantitatif dan sering juga menggunakan simulasi komputer dalam membantu pengambilan keputusan yang rasional. Pada Gambar 2.1, diperlihatkan diagram alir metode pemecahan masalah dengan pendekatan secara sistem. Menurut Eriyatno (2007), metodologi sistem dibagi dua, yaitu Hard System Metodology (HSM), seperti: teknik operasional riset dan sistem dinamik, serta Soft System Methodology (SSM) yang didalamnya terdapat berbagai teknik yang digunakan dalam
75
memperoleh ataupun menganalisa input penelitian, termasuk untuk penelitian kebijakan, diantaranya adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) .
76
Mulai
Analisa Kebutuhan
Formulasi Permasalahan
Identifikasi Sistem Permodelan Sistem
Pembuatan Program Komputer
Verifikasi dan Validasi Tidak Memuaskan Ya Implementasi
Evaluasi Periodik
Tidak Memuaskan Ya Selesai
Gambar 2.1. Metoda Pemecahan Masalah dengan Pendekatan Secara Sistem (Sumber : Eriyatno, 2003)
77
Ukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen puncak dalam menilai sejauh mana kinerja perusahaan telah dicapai melalui pelaksanaan strategi (Sumber: Kusnoto 2001). Melalui penilaian kinerja inilah, manajemen dapat melihat
kinerja yang dicapai sekaligus mengambil langkah-langkah penyempurnaan atau audit strategi, baik strategi korporat, maupun operasional perusahaan. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan suatu sistem, antara lain : (a) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya; dan (b) model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu, dan model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiranpemikiran, tetapi juga mengadakan evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiahnya (Sumber: Simatupang, 1999). Pada kasus ini, model penilaian kinerja dibuat berdasarkan kondisi lapangan yang ada, akuisisi pakar dan pendekatan literatur, sehingga model yang dibuat diharapkan dapat mendekati kondisi yang sesungguhnya, dan model yang dihasilkan digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. Kebanyakan masalah yang dihadapi industri adalah belum adanya definisi atau susunan sistem yang jelas, jadi harus dilakukan pendekatan sistem untuk membangun sistemnya secara eksplisit (Sumber: Simatupang, 1999). Lagi pula, sering masalah yang dihadapi merupakan masalah yang unik yang bisa
78
saja terjadi dengan latar belakang yang berbeda. Memang telah banyak model yang tersedia yang tampaknya cocok dengan masalah yang sedang dihadapi, misalnya Balanced Scorecard yang digunakan untuk penilaian kinerja perusahaan melalui penilaian 4 aspek, yaitu : a. Perspektif
keuangan, yang dapat mengukur hasil tertinggi yang
dapat diberikan kepada pemegang saham b. Perspektif pelanggan, yang akan berfokus terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan c. Perspektif internal, memfokuskan perhatiannya pada kinerja kunci proses internal yang mendorong bisnis perusahaan d. Perspektif pembelajaran dan perkembangan, yang berupaya untuk memperhatikan
langsung
orang-orang
dalam
organisasi
dan
infrastruktur.
Karakterisasi sistem yang telah diperoleh akan memberikan masukan berupa struktur masalah yang menunjukkan keterkaitan hubungan antara aspekaspek yang penting dalam penyelesaian masalah. Proses merumuskan perilaku model dalam bentuk fungsi-fungsi suatu aspek terhadap aspek-aspek lainnya disebut perancangan model.
Perancangan untuk kasus ini hanya akan
menghasilkan model dalam bentuk diagram alir penilaian (model visual), bukan model matematik. Model ini dibuat berdasarkan teori yang berlaku di wilayah sistem, pakar yang berkaitan dengan sistem, serta justifikasi literatur. Interaksi
79
antar aspek yang kompleks sering disederhanakan dengan menggunakan asumsi yang tepat. Perancangan ini mengikuti beberapa tahap, yakni Penentuan program, Rancang bangun model, Implementasi komputer, Verifikasi dan Validasi, dan Aplikasi model. Penentuan program model merupakan suatu upaya awal membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variabel model (Sumber: Simatupang, 1994). Contoh model lain yang digunakan untuk melakukan Self-Assessment adalah model Innovation Quotient (IO). Model ini dibuat untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan suatu perusahaan untuk melakukan perubahan dan untuk menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam melakukan self-assessment (Sumber: Lannes & Logan, 2004). Berbeda dengan model penilaian kinerja dalam penelitian ini, dimana model tidak melakukan penilaian terhadap kemampuan tersebut, seperti yang dilakukan oleh model IO.
2.6
Pemrograman Sistem 2.6.1
Visual Basic.Net (VB.Net) Microsoft
Visual
Basic.Net
adalah
sebuah
alat
untuk
mengembangkan dan membangun aplikasi yang bergerak di atas sistem Net Framework, dengan menggunakan bahasa BASIC. Dengan
80
menggunakan alat ini, para programmer dapat membangun aplikasi Windows Forms, Aplikasi web berbasis Asp.Net, dan juga aplikasi command-line. Alat ini dapat diperoleh secara terpisah dari beberapa produk lainnya (seperti Microsoft Visual C++, Visual C, atau Visual J), atau juga dapat diperoleh secara terpadu dalam Microsoft Visual Studio.Net. Bahasa Visual Basic.Net sendiri menganut paradigma bahasa pemrograman berorientasi objek yang dapat dilihat sebagai evolusi dari Microsoft Visual Basic versi sebelumnya yang diimplementasikan di atas
Net
Framework.
Peluncurannya
mengundang
kontroversi,
mengingat banyak sekali perubahan yang dilakukan oleh Microsoft, dan versi baru ini tidak kompatibel dengan versi terdahulu.
2.6.2 Hubungan dengan Visual Basic Klasik
Kontroversi Visual Basic.Net yang dianggap sebagai sebuah versi Visual Basic atau benar-benar bahasa yang berbeda merupakan sebuah topik perdebatan yang hangat. Hal ini dikarenakan sintaksis bahasa Visual Basic.Net tidak mengalami perubahan yang sangat drastis, dan hanya menambahkan beberapa dukungan fitur baru seperti penanganan eksepsi secara terstruktur dan ekspresi yang bisa dishortcircuitkan. Dua perubahan tipe data pun terjadi saat berpindah ke Visual Basic.Net. Dibandingkan dengan Visual Basic 6.0, tipe data
81
Integer yang dimiliki oleh Visual Basic.Net memiliki panjang dua kali lebih panjang, dari 16 bit menjadi 32 bit. Selain itu, tipe data Long juga sama-sama berubah menjadi dua kali lipat lebih panjang, dari 32 bit menjadi 64 bit. Bilangan bulat 16 bit dalam Visual Basic.Net dinamakan dengan Short. Lagi pula, desainer GUI Windows Forms yang terdapat di dalam Visual Studio.Net atau Visual Basic.Net memiliki gaya yang sangat mirip dengan editor form Visual Basic klasik.
Jika sintaksis tidak banyak yang berubah, lain halnya dengan semantik, yang berubah secara signifikan. Visual Basic.Net merupakan sebuah
bahasa
pemrograman
yang
mendukung
fitur
Bahasa
Pemrograman Berorientasi Objek secara penuh, karena memang didukung oleh arsitektur Microsoft.Net Framework, yang mengandung kombinasi dari Common Language Runtime dan Base Class Library. Visual Basic klasik, hanya merupakan sebuah bahasa pemrograman berbasis objek, yang berjalan di atas arsitektur Component Object Model (COM).
Perubahan ini telah mengubah banyak asumsi tentang hal yang benar yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan performa dan kemudahan untuk dipelihara. Beberapa fungsi dan pustaka perangkat lunak, yang ada di dalam Visual Basic klasik, kini tidak terdapat di
82
dalam Visual Basic.Net; mungkin masih banyak yang masih terdapat di dalam Visual Basic.Net, tapi tidak seefisien apa yang ditawarkan oleh Net Framework. Bahkan, jika program Visual Basic klasik bisa dikompilasi dengan benar, sebagian besar program Visual Basic klasik harus melalui beberapa proses refactoring untuk mengadopsi fitur bahasa baru secara keseluruhan.
2.7
Hambatan-Hambatan di Dalam Penilaian Kinerja Terdapat beberapa hambatan yang menghalangi proses penilaian kinerja sehingga tidak dapat berfungsi secara maksimal. Sangat mudah melihat banyak orang menjadi korban dari diskriminasi dan pelecehan pada saat penilaian kinerja menunjukkan penjelmaan terhadap prasangka yang rasialis, personal biases, keacuhan ataupun kecerobohan. (Sumber: Cherrington, 1995, p. 277) Kemudian David J. Cherrington menulis beberapa kritik dari proses penilaian kinerja yang secara langsung telah mempengaruhi penilaian kinerja tersebut, adalah sebagai berikut: 1. Individual Threat Banyak orang, terutama yang kinerjanya rendah dan orang tidak suka bekerja, tidak suka untuk dievaluasi. Walaupun evaluasi ini untuk menolong mereka berkembang tetapi mereka merasa terancam dan menghindari feedback.
83
2. Threat to Supervisor Beberapa supervisor tidak suka mengevaluasi bawahannya dan merasa terancam pada saat melakukan penilaian. Banyak dari mereka tidak memiliki interpersonal skill untuk mengatasi hal-hal seperti ini. 3. Defining Performance Kinerja sangat sulit untuk didefinisikan, terutama untuk pekerjaan yang tidak menghasilkan produk secara fisik. Sehingga terdapat keraguan atas apa yang harus dievaluasi. 4. Halo Effect Penilaian kinerja terkadang membuat seseorang yang mempunyai karakter yang positif atau negatif dapat mempengaruhi perlakuan rekan-rekannya terhadap orang tersebut. 5.
Leniency-Strictness Effect Kebanyakan supervisor cenderung memberikan penilaian yang baik bagi kinerja seorang karyawan tetapi rekan yang lain tidak sependapat.
6. Central-Tendency Effect Beberapa supervisor juga mengalami efek ini pada saat memberikan penilaian yang rata-rata pada tiap karyawan.
84
7. Interreter Reliability Dua orang penilai yang menilai satu kinerja yang sama kemungkinan berbeda pendapat dan memberikan nilai yang berlainan. 8. Sequencing Effect Penilaian dari kinerja seorang karyawan dapat dipengaruhi dengan evaluasi kinerja dari karyawan sebelumnya. 9. Zero Sum Problem Di dalam beberapa sistem penilaian kinerja, jumlah nilai yang berada diatas rata-rata harus diseimbangkan dengan jumlah nilai yang berada dibawah rata-rata. 10. Number fetish Seorang penilai yang mengalami hal ini akan menunjukkan beberapa perbedaan di dalam penilaian walaupun perbedaan tersebut sangat kecil dan tidak dapat dibedakan di dalam pekerjaannya. 11. Recency Effect Efek ini cenderung memiliki pengaruh yang besar di dalam kinerja karyawan. Karena dengan efek ini, seorang karyawan yang memiliki kinerja yang bagus dalam setahun akan diacuhkan karena satu kesalahan kecil yang terjadi tepat pada saat penilaian kinerja tersebut akan dilaksanakan.
85
12. Biased Subjective Evaluations Kebanyakan penilaian bersumber pada persepsi individual dan kesan supervisor terhadap karyawan.
Hambatan-hambatan lainnya yang terjadi pada saat penilaian kinerja dilaksanakan dikemukakan oleh Gary Dessler (2000, p. 342), hambatanhambatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Para penilai memberikan penilaian berdasarkan hasil pandangan secara subyektif. 2. Para penilai tidak perduli dan berpedoman pada standar penilaian yang telah lampau. 3. Dua dari tiga penilai tidak memiliki daily contact terhadap bawahannya yang dievaluasi.
Terdapat beberapa hambatan utama yang dapat terjadi di dalam proses penilaian kinerja tersebut, hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut (Sumber: Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright, 2000, p. 303) :
1. Similar to Me Adalah salah satu hambatan yang terjadi pada saat seorang penilai harus menilai seorang karyawan yang menyerupai dirinya, misalnya mereka memiliki kesamaan di dalam ras, jenis kelamin, latar balakang ataupun kepercayaan, hal ini akan menyebabkan terjadinya diskriminasi sosial.
86
2. Contrast Hambatan ini terjadi jika kita saling membandingkan diantara dua individu bukannya dengan menggunakan suatu standar penilaian yang obyektif. Hal ini akan merugikan seorang karyawan yang telah bekerja cukup baik tetapi menerima nilai yang buruk karena dibandingkan dengan rekan kerjanya yang memiliki tingkat kinerja yang memuaskan. 3. Distributional Errors Adalah hambatan yang terjadi pada saat seorang penilai cenderung hanya menggunakan sebagian dari skala penilaian yang telah ditetapkan. 4. Halo and Horns Halo error terjadi pada saat seorang karyawan yang melakukan sebuah kinerja yang positif menyebabkan penilai memberikan nilai yang baik pula terhadap seluruh aspek kinerja dari karyawan tersebut. Sedangkan Horns error adalah kebalikan dari Halo error yaitu suatu kinerja yang buruk mempengaruhi penilaian dari seluruh aspek kinerja oleh karyawan tersebut.
Menurut Luis R. Gomez-Mejia, David B. Balkin dan Robert L. Cardy (2001, p. 234), terdapat lima hambatan utama yang dihadapi oleh pihak manajemen di dalam melaksanakan penilaian kinerja, hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut:
87
1. Rater Error and Bias Adalah kesalahan yang dilakukan oleh penilai dengan memiliki prasangka yang salah terhadap karyawan yang sedang dievaluasi. 2. The Influence of Liking Salah satu hambatan yang terjadi pada saat proses penilaian adalah adanya perasaan suka dan tidak suka dari penilai terhadap bawahannya. Hal ini menyebabkan hasil evaluasi menjadi tidak akurat karena berdasarkan pada pandangan secara subyektif dari penilai. 3. Organizational Politics Di dalam pendekatan rasional, kinerja tiap karyawan dapat diukur, sedangkan dengan adanya hambatan ini maka tingkat kinerja karyawan bergantung pada agenda dan juga tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan. 4. Whether to Focus on the Individual or the Group Fokus yang utama di dalam penilaian kinerja adalah secara individual, tetapi di dalam suatu struktur organisasi yang memiliki team, maka proses penilaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu yang pertama, kontribusi individu kepada kinerja suatu team dan yang kedua adalah kinerja tim tersebut dalam satu kesatuan. 5. Legal Issues Hambatan terakhir adalah munculnya sikap diskriminasi. Penilaian kinerja seharusnya bebas dari diskriminasi baik itu secara individu maupun berkelompok. Hambatan-hambatan tersebut juga dapat dibagi menjadi dua
88
kategori utama, (Sumber: Decenzo dan Robbins, 2002, p. 270), Hambatanhambatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Focus on The Individual Perseteruan emosional yang tidak terkontrol seringkali terjadi pada saat evaluasi kinerja dilaksanakan dan kedua pihak akan menjadi semakin agresif dan defensif yang akan menggagalkan usaha penilaian kinerja tersebut. Oleh sebab itu, di dalam proses penilaian kinerja, hambatan utama adalah untuk menghindari konfrontasi emosional sehingga
kedua
belah
pihak
mempunyai
kesempatan
untuk
berkomunikasi dua arah dan memenuhi tuntutan pekerjaan masingmasing. 2. Focus on The Process Proses penilaian kinerja ini kadangkala mendikte segala hal yang diinginkan oleh perusahaan tanpa mempedulikan perasaan ataupun keinginan dari para karyawannya sehingga membuat karyawan merasa sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dan bukan sebagai manusia rekan kerja untuk bersama-sama mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.
89
2.8
Sumber-Sumber Data Beberapa sumber data yang tersedia dapat diandalkan untuk mengukur tingkat kinerja (Sumber: Cherrington, 1995, p. 285). Sumber-sumber data ini dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu: 1. Production Data Data
dari
pihak
produksi
memberikan
masukan
terhadap
penyelesaian pekerjaan dari karyawan yang didasari atas pengukuran jumlah dan kualitas. Misalnya, jumlah unit yang dihasilkan dalam satu jam, persentasi kesalahan, volume penjualan, profit, Return On Investment dan jumlah orang yang mengawasi. 2. Personnel Data Data dari personel memberikan informasi terhadap suatu individu secara pribadi. Contoh dari data ini adalah keterlambatan, absensi, tahun bekerja, saat mengikuti pelatihan dan critical incidents. 3. Judgements of Others Pada saat data dari produksi dan personel kadang kala sulit diperoleh, penilaian dari orang lain selalu tersedia. Lebih jauh lagi, sejak banyaknya tindakan yang spontan dan inovatif sangat penting bagi keefektifan organisasi maka penilaian dari orang lain seharusnya diperoleh pada tiap penilaian dilaksanakan.
90
2.9
Waktu Dilaksanakan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja hendaknya dilaksanakan pada saat akhir dari siklus perkerjaan. Misalnya, guru sekolah, melakukannya pada saat akhir tahun pelajaran. Penilaian kinerja yang rutin cenderung mengurangi kesalahan didalam pelaksanaannya. Bagaimanapun, para atasan harus memberikan feedback
sesering
mungkin,
segera
setelah
kesalahan
terjadi
dan
mengarsipkannya di dalam interview yang formal yang dilaksanakan sekali atau dua kali dalam setahun (Sumber: Cherrington, 1999, p. 298). Penilaian kinerja yang menggunakan teknik yang tepat serta proses yang memuaskan akan memberikan hasil yang positif bagi para karyawan. Hasil penilaian kinerja tersebut dapat memberikan feedback kepada karyawan secara efisien dan efektif. Dengan tercatatnya perkembangan karyawan tersebut akan meningkatkan motivasi mereka melakukan lebih baik di masa yang akan datang sehingga produktivitas mereka akan meningkat.