BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Kajian Pustaka Dalam Kajian pustaka peneliti akan memberikan pembahasan akan teori dan
literatur yang akan difokuskan pada penemuan dan hasil-hasil peneltiian sebelumnya/jurnal-jurnal yang terkait dan relevan, yang akan dijelaskan dengan jelas dan singkat. Dan variabel akan difokuskan pada eWOM, Argument Quality, Source Credibilty, Brand Image dan Purchase Intention. 2.1.1. Definisi E-Marketing Apa itu pemasaran? Banyak orang mengatakan pemasaran hanya mencakup penjualan dan periklanan dengan iklan komersil di TV, katalog, sales calls dan email, padahal aktivitas-aktivitas tersebut hanyalah puncak dari sebagian bongkahan es yang sebenarnya masih banyak aktivitas-aktivitas yang lebih krusial.
Sumber : Kotler., Armstrong (2012). Principles of Marketing (14th edition).New Jersey : Pearson Prentice Hall Gambar 2.1 Proses Pemasaran
15
16
Kotler dan Armstrong (2012) mengatakan Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan value bagi konsumen dan membangun hubungan yang kuat dengan konsumen dalam rangka untuk mendapatkan value dari konsumen tersebut. Dan dengan pengimplementasian marketing pada teknologi cyber saat ini muncullah e-marketing. e-Marketing menurut Chaffey, Dave et al (2006) adalah bentuk penggunaan Intenet dan teknologi digital yang terkait untuk meraih tujuan pemasaran dan mendukung konsep pemasaran modern. e-marketing menurut Kotler dan Armstrong (2012) merupakan usaha perusahaan untuk menginformasikan, mengkomunikasikan, mempromosikan dan menjual produk dan jasanya melalui internet. Menurut Strauss dan Frost (2012) e-marketing adalah penggunaan teknologi informasi dalam proses membuat, berkomunikasi, dan memberikan nilai kepada pelanggan. Maka dapat disimpulkan bahwa e-Marketing merupakan usaha perusahaan untuk mempromosikan, mengkomunikan, menginformasikan dan menjual produknya baik berupa barang ataupun jasa dengan menggunakan aplikasi elektronik salah satunya adalah melalui internet. 2.1.2. Definisi Electronic Word-Of-Mouth Secara umum Word of Mouth adalah oral person-to-person communication /komunikasi lisan antara individu ke individu lainnya / antara pengirim dan penerima pesan dimana didalamnya memiliki unsur produk, jasa ataupun brand. Word of Mouth adalah pembicaraan yang secara alami terjadi diantara orang-orang, Word of Mouth adalah pembicaraan konsumen asli (Sernovitz,2006). Word of mouth (WOM)
17
adalah informasi
produk yang ditransmisikan dari oknum kepada oknum lain
(Solomon, 1999) Dan Traditional Word of Mouth telah terbukti mempunyai peran besar pada keputusan pembelian konsumen dengan mempengaruhi pilihan konsumen Word of Mouth seringkali dikatakan dengan istilah viral marketing, yaitu sebuah teknik pemasaran yang digunakan untuk menyebarkan sebuah pesan pemasaran dari satu website atau pengguna-pengguna kepada website atau para pengguna lain, yang mana dapat menciptakan pertumbuhan eksponensial yang potensial seperti layaknya sebuah virus. Tiga tahapan WOM menurut Sumardi (2009) adalah TAPS ( Talking, Promoting, Selling).: -
Membicarakan adalah tahapan dimana seorang konsumen membicarakan sebuah produk atau merek kepada konsumen lain,
-
Mempromosikan ketika seorang konsumen bukan hanya sekedar membicarakan
merek/produk
tapi
juga
bersedia
untuk
mempromosikannya kepada konsumen lain, -
Menjual adalah tahapan dimana seorang konsumen mau untuk menjualkan merek/produk tersebutkepada orang lain
Menurut Sernovitz (2006) Word of Mouth begitu efektif karena asal kepercayaanya adalah datang dari orang yang tidak mendapatkan keuntungan dari rekomendasi mereka. Bagi pengirim, pesan yang diberikan tidak memiliki maksud komersil yang kuat (Anderson, 1998; Harrison dan Walker 2001) sehingga inilah yang membuat WOM memiliki tingkat kepercayaan dan kredibilitas yang tinggi dari iklan komersil (Herr et al, 1991). WOM juga diilustrasikan sebagai alat pemasaran
18
yang lebih efektif ketimbang alat pemesaran seperti personal selling dan media periklanan konvensional. WOM telah diterima di masyarakat sebagai sumber informasi non komersil yang memberikan pengaruh yang besar pada pembentukan sugesti dan keputusan pembelian (Richins, 1983). WOM adalah merupakan tipe komunikasi interpersonal yang mempengaruhi keputusan pemasaran (Henning Thurau et al, 2004). Dengan adanya internet terciptalah sebuah paradigma baru dalam komunikasi Word-Of-Mouth dan inilah awal pemunculan dari istilah electronic Word-of-Mouth atau eWOM.). eWOM. sekarang ini dianggap sebagai evolusi dari komunikasi tradisional interpersonal yang menuju generasi baru dari cyberspace. Dengan kemajuan teknologi semakin banyak trend konsumen untuk sibuk mencari informasi yang dibutuhkan mengenai suatu produk sebelum mereka melakukan suatu pembelian seperti melalui OpenRice.com(review sharing paltform), TokoBagus (Online shop), maupun KASKUS (Online Community) dan ini menghasilkan aktivitas eWOM. Henning-Thurau et al. (2004) mengatakan eWOM sebagai “pernyataan negatif atau positif yang dibuat oleh konsumen aktual, potential atau konsumen sebelumnya mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia bagi orang-orang ataupun institusi melalui via media internet”. Dan konsumen mempertimbangkan informasi negatif WOM akan lebih membantu daripada informasi yang positif dalam membedakan produk berkualitas tinggi dan produk berkualitas rendah (Herr et al., 1991). Menurut Arwiedya (2011) dalam media promosi yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian salah satunya ialah online word of mouth dengan mengatakan bahwa word of mouth adalah komunikasi interpersonal antara dua bahkan lebih individu seperti anggota kelompok referensi atau konsumen dan tenaga penjual
19
dimana semua orang mempunyai pengaruh atas pembelian terus menerus melalui suatu komunikasi sedangkan Word of Mouth online adalah proses word of mouth dengan menggukan media internet atau web. Jadi dengan aktivitas dalam eWOM, konsumen akan mendapatkan tingkat transparansi pasar yang tinggi, dengan kata lain konsumen memiliki peran aktif yang lebih tinggi dalam siklus value chain sehingga mampu mempengaruhi produk dan harga berdasarkan preferensi individu (Park dan Kirn, 2008) Lalu jika dilihat melalui sisi pengirim pesan , para konsumen yang mengumpulkan informasi dari diskusi atau forum online juga menunjukan ketertarikan yang tinggi pada topik sebuah produk daripada konsumen yang mendapatkan informasi dari sumber yang dilakukan oleh usaha-usaha marketing perusahaan (Bickart dan Schindler, 2001) Sedangkan bagi perusahaan eWOM, dapat menjadi sebuah mekanisme timbal balik (feedback) yang dapat membantu mereka untuk meningkatkan kualitas dari produk mereka dan mendapatkan konsumen yang baru. (Dellarocas, 2003) 2.1.2.1 Perbedaan Electronic Word-Of-Mouth dan Word-Of-Mouth eWOM berbeda dengan WOM tradisional dalam banyak hal yaitu : 1. Komunikasi eWOM melibatkan multi-way exchanges information dalam mode asynchronous (Henning, Thurau, 2004) dan dengan berbagai macam teknologi seperti forum diskusi online, electronic bulletin boards, newsgroup, blogs, review site, dan social networking mampu memfasilitasi pertukaran informasi diantara komunikator (Christy, 2008). 2. Komunikasi eWOM lebih mudah diakses dan tersedia terus menerus ketimbang Tradisional WOM karena pesan yang disajikan berbasis text
20
sehingga secara teori pesan tersebut tersedia untuk waktu yang tidak terbatas (C.Park, T.Lee, 2009) 3. Komunikasi eWOM lebih mudah untuk diukur daripada Tradisional WOM. Dengan format presentasi, kuantitas, dan persistant dari eWOM membuat pesan eWOM lebih mudah diamati. 4. Terakhir dalam eWOM, sang penerima pesan memiliki halangan dalam menilai apakah pengirim pesan dan pesan yang diberikan dapat dipercaya atau memiliki kredibilitas pesan yang tinggi.karena dalam lingkungan online, orang-orang
hanya
dapat
menilai
kredibilitas
seorang
komunikator
berdasarkan sistem reputasi online seperti online rating, atau website credibility. 2.1.2.2. Penelitian sebelumnya mengenai Electronic Word-Of-Mouth Dalam penelitian sebelumnya banyak peneliti melakukan investigasi terhadap motif para konsumen dalam aktivitas eWOM dan sharing (Goldsmith & Horowitz,2006) ataupun mengartikulasi aktivitas eWOM (Henning-Thurau, 2004; Lee, 2009), penelitian – penelitian berikut memberikan pemahaman bagi para marketer dalam perilaku konsumen online. Selain itu juga ditemukannya sebuah model terintegrasi pada eksplorasi anteseden dan konsekuensi dari eWOM dalam konteks komunikasi yang berhubungan dengan musik, penelitian mereka menemukan bahwa variabel inovatif, penggunaan internet dan koneksi internet berpengaruh signifikan dalam perilaku eWOM. Strauss (2009) juga mendiskusikan peluang dan ancaman bisnis dengan adanya peningkatan dalam artikulasi konsumen online. Dalam survey terbaru juga ditemukan bahwa sebagian konsumen mempercayai pendapat secara online sebagai sebuah merek dari sebuah websites. Dan Rowley (2001) juga menyatakan bahwa sebuah perusahaan komersil
21
seharusnya melakukan organisir komunitas online daripada sekedar melakukan periklanan di internet. Selain itu dikatakan juga bahwa konsumen seringkali mencari opini dan komen yang diberikan orang lain sebelum mereka memutuskan keputusan pembelian. Studi diatas mengindikasikan bahwa bagaimana pengaruh dan dampak eWOM dalam proses keputusan konsumen. Seperti penelitian Senecal dan Nantal (2004) yang mana dalam penelitian mereka menggunakan studi experimental pada konsumen
dalam
penggunaan
sumber
rekomendasi
online.
Hal-hal
yang
memfasilitasi eWOM sendiri seperti forum diskusi dan peralatan komunikasi online lainnya juga membantu dalam langkah adopsi dan penggunaan produk atau jasa. Selain itu juga dalam penelitian lain mengindikasikan bahwa kurangnya informasi yang efektif untuk membedakan produk dapat meningkatkan resiko dalam melakukan pembelian. Dalam keadaan dan situasi ini sebuah pesan WOM akan menjadi sumber referensi yang penting bagi konsumen dalam membangun proses pengambilan keputusan. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh DEI worldwide, enam dari sepuluh responden yang diwawancarai menyebutkan bahwa word of mouth online berpengaruh terhadap keputusan pembelian mereka. Dalam studi lainnya yang terkait juga mengindikasikan bahwa sebuah pesan eWOM memiliki arti penting bagi seseorang konsumen dalam mendapatkan sebuah informasi mengenai bagaimana suatu kualitas suatu produk ataupun jasa (Chevalier dan Mayzlin,2006). Terlebih lagi tipe-tipe pesan yang seperti ini akan dapat secara efektif mengurangi resiko dan ketidakpastian yang muncul pada diri konsumen dalam mengkonsumsi produk ataupun jasa, sehingga niat pembelian dan pengambilan keputusan mereka juga akan terpengaruhi (Chartterjee,2001). Chevalier dan Mayzlin (2006) juga meneliti pengaruh dan efek dari review produk terhadap
22
penjualan dari dua toko buku online yang didasarkan pada ketersedian publisitas data dari dua bookseller online terkemuka. Dan hasil dari penelitian mereka ini menemukan bahwa komunikasi online berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen. Untuk lebih memperkaya literatur untuk menjadi landasan dalam penelitian ini yang menyangkut pautkan hubungan pengaruh eWOM terhadap Brand Image sesuai dengan tujuan penelitian ini ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian dengan topik yang relevan, Bambauer dan Mangold (2011) meneliti “The Effect Of Negative Review: Word-Of-Mouth Communication Based On Customer
Based
Brand Equity” dan hasil penelitian mereka menunjukan bahwa adanya efek pengrusak dari akibat review produk yang negatif terhadap persepsi seorang konsumen terhadap sebuah merek dan perilaku mereka terhadapnya. Dan dalam penelitian oleh JiXiaofen dan Zhang Yiling (2009) dalam Simposium International on Web Information Systems and Applications dimana mereka melakukan penelitian pengaruh eWOM terhadap intention to buy dengan variabel interfening yaitu Brand Attitude pada pembelian pakaian, dan hasilnya didapatkan hasil signifikan yang saling mempengaruhi variabel secara signifikan antara satu sama lain. Dalam jurnal Internet Research yang dilakukan oleh Jumi Lee dan Do-Hyung Park (2011) dengan judul “The Different Effect Of Online Consumer Reviews On Consumer Purchase Intentions Depending On Trust Un Online Shopping Mall : An Advertising Perspective” mengindikasikan adanya pengaruh dari para review konsumen terhadap minat pembelian konsumen dengan indikator trust sebagai variabel intervening.
23
Lalu Penelitian Muhammad Reza Jalilvand (2012) dalam Journal of Marketting Intelligence & Planning dengan judul “The Effect of Electronic Word of Mouth on Brand Image and Purchase Intention” dengan studi kasus industri otomotif di Iran menghasilkan hasil penelitian bahwa eWOM berpengaruh signifikan dalam brand image dan keputusan pembelian sebuah mobil di negara Iran. Dalam jurnal European Journal of Marketing yang dilakukan Jillian C Sweeney dan Geoffrey N Soutar (2011) dengan judul Word Of Mouth: Measuring The Power Of Individual Messages” dengan pendekatan penelitian secara kualitatif menemukan kesimpulan bahwa sebuah pesan positif ataupun negatif yang dibuat/diberikan mampu mempengaruhi dan mengubah persepsi seseorang dan perilaku mereka terhadap merek. Dan Penelitian yang dilakukan oleh Godes dan Mayzlin (2004) juga mengindikasikan bahwa eWOM lebih mampu mempengaruhi brand attitude dan judgement dari seorang konsumen daripada sumber-sumber lain yang juga ikut memperngaruhi. Dengan berbagai studi diatas dapat dirasakan bahwa Ewom telah menjadi elemen yang permanent dalam marketing mix online dengan mengkontribusikan pengaruh yang besar pada brand image dan minat pembelian konsumen. 2.1.3. Definisi Brand Image (Citra Merek) Brand merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah brand tertentu. Brand adalah segala hal yang digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produk dan kinerjanya dan segala hal lainnya yang
24
berarti bagi konsumen.(Kotler., Armstorng,2012, p243). Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah brand tertentu. Sejak diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran oleh Gardner dan Levy (1955), komunikasi Brand Image kepada target segmen telah menjadi aktivitas pemsaran yang penting. Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari tahun 1980an. Membicarakan citra/image, maka biasanya bisa menyangkut image produk, perusahaan, brand, orang atau apapun yang berada dalam benak seseorang. Menurut Zimmer dan Golden dalam Simamora (2004) mengukur image ada dua kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua adalah kesulitan dalam pengukuran. Dalam Simamora (2004) dijelaskan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur image. Pertama adalah merefleksikan image di benak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut pendekatan tidak terstuktur (unstructured approach) karena memang konsumen bebas menjelaskan image suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden merespon terhadap dimensi-dimensi yang ditanyakan itu. Ini disebut pendekatan terstuktur (structured approach). Brand Image adalah “bagaimana brand yang dipersepsikan oleh konsumen” (Aaker,1996) dimana terdapat serangkaian asosiasi brand yang berada pada ingatan konsumen. Brand Image adalah sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dalam benak konsumen. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga
25
membentuk image tentang brand atau Brand Image di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek atau brand personality. Pengertian Brand Image (Keller,2003) : 1. bahwa anggapan tentang Brand yang direefleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. 2. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen. Lalu banyak pakar lainnya yang juga mendefinisikan citra merek menuut pandangannya masing-masing diantaranya sebagai berikut : 1. Brand Image adalah persepsi tentang suatu brand yang merupakan hasil refleksi dari memori konsumen akan asosiasinya kepada suatu Brand tersebut. 2. Menurut Aaker (1996), brand image adalah seperangkat aasosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh/para pemasar/ 3. Menurut Marcus Burton, brand image merupakan kesan yang tertinggal dalam benak konsumen setelah mereka menerima pesan yang disampaikan dengan berbagai cara dan kreasi atas sebuah brand.
26
4. Lebih dalam, Kotler (2012) mendefinisikan brand image sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu brand. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu brand sangat ditentukan oleh brand image tersebut, Kotler juga menambahkan bahwa brand image merupakan syarat dari brand yang kuat, 5. Menurut Hawkins, brand image cenderung kepada skematik memori tentang brand yang berisi intepretasi pasar target terhadap atribut produk, manfaat, situasi penggunaan, pengguna dan karakterisitik perusahaan. 6. Menurut Richard E. Stanley, brand image merupakan segala emosi dan kualitas
estetik
yang
diperoleh
pada
saat
para
konsumen
menghubungkannya dengan sebuah nama brand. 7. Peter dan Olson menyatakan hal yang senada dengan Hawkins bahwa brand image terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan (kognitif) terhadap atribut brand, konsekuensi penggunaan brand dan situasi mengkonsumsi, seperti evaluasi dari perasaan dan emosi (respon afektif) yang berasosiasi dengan brand. Bagaimana Brand Image terbentuk pada konsumen? Menurut Simamora (2004) Brand Image merupakan intepretasi akumulasi berbagai informasi yang diterima konsumen. Jadi yang mengiteepretasi adalah konsumen, dan yang diitepretasi adalah informasi. Hasil intrepretasi bergantung pada dua hal. Pertama bagaimana konsumen melakukan intepretasi dan kedua informasi yang diintepretasi. Perusahaan tidak sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor “ Bagaimana konsumen melakukan intepretasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri dan lingkungan.
27
Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya. Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting dalam pembangunan Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunya target audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brang lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah 1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan. 2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the line lainnya. 3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations 4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan. 5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari konsumen setelah terjadi transaksi. 6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu bagian penjualan, kasir dan resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggan, dll. Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat dikontrol atau dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaam, misalnya
28
komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand. Word of Mouth Communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang
ingin disampaikan tentang brand lebih cepat
sampai. Jadi pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidapuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik. Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image penting agar komunikasi yang disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen. Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan mempengaruhi mereka tentang bagaimana cara mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek. Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand, terhadap ciri dan kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang akan meningkatkan brand image tersebut.
29
Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga dapat menetralisir image negatif yang terbentuk dari suatu brand. Pengembangan image tersebut dapat berupa promosi ulang produk-produk yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand atau dengan menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang dilakukan dari membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas mereka yang berkaitan dengan suatu brand (Brand Equity). 2.1.3.1. Elemen-Elemen dan Komponen Brand Image Menurut Joe Kent Kerby, ada beberapa elemen yang terkandung didalam brand image suatu produk yaitu : 1.
Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan brand image produk itu sendiri.
2.
Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara brand image dan karakteristik brand.
3.
Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image yang ingin ditampilkan.
4.
Konotas (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan brand produk yang satu berbeda dengan brand produk yang lainnya,
30
Pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam waktu sekedap, melainkan dalam waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand image ini dipengaruhi oleh : 1.
Kualitas produk yang dihasilkan
2.
Pelayanan yang disediakan
3.
Reputasi perusahaan
4.
Kebijaksanaan perusahaan
5.
Kegiatan-Kegiatan perusahaan itu sendiri. Brand Image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia
mengenai produk, jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara; Pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. brand tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan brand tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari brand tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak brand, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah brand, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau
31
seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari brand, tersebut. Gambaran inilah yang disebut Brand Image atau reputasi brand,, dan image ini bisa berupa image yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya. Brand Image terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh brand produk tersebut. Brand Image merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari: 1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk; 2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk; 3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut; 4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu; 5. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Brand Image merupakan ‘totalitas’ terhadap suatu brand yang terbentuk dalam persepsi konsumen. Image pada suatu brand merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji yang dibuat brand tersebut pada konsumennya. Brand Image terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada brand tersebut. Menurut Davis (2000), Brand Image memilki dua komponen, yaitu: 1. Brand Associations (Asosiasi Merek) Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji
32
janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu brand memiliki akar yang kuat, ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar mengerti kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen. 2. Brand Personality (Persona/Kepribadian Merek) Menurut Davis Brand Personality merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan dengan brand tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilai nilai, kesukaan, jenis kelamin, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan brand tersebut atau tidak. Persona brand membantu pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan brand tersebut dan cara memposisikan brand secara tepat. Menurut Christine Restall, brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai brand-brand tertentu dibandingkan brand lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy menyebutkan bahwa kepribadian brand merupakan kombinasi dari berbagai hal – nama brand, kemasan brand, harga produk, gaya iklan, dan kualitas produk itu sendiri.
Menurut Joseph Plummer (dalam Aaker, 1996), citra merek terdiri dari tiga komponen yaitu:
33
1. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll. Atribut Produk dapat dikategorikan dalam berbagai cara menurut Keller (1993) dalam pandangan luas mengatakan bahwa attribut produk adalah fitur deksriptif yang bertujuan untuk mengkarateristik sebuah produk. Sedangkan Stokman (1991) dalam pendangan sempitnya mengidikasikan produk bisa dilihat sebagai paket atribut intrinsik dan ekstrinsik atau sebuah paket atribut yang dirasakan. Atribut instrinsik dari sebuah produk adalah informasi yang secara langsung menghubungan dengan produk sedangkan atribut ekstrinsik adalah isyarat informasi yang secara tidak langsung terhubung dengan produk. 2. Perceived Benefits (Keuntungan yang dirasakan) : yang merupakan sebuah kegunaan produk dari brand tersebut. Perceived Benefit adalah apa yang konsumen pikirkan mengenai sebuah produk tersebut yang mereka (produk/merek) dapat lakukan untuk mereka (Keller, 1993) ini berhubungan dengan persepsi dari atribut produk dan brand personality. Dalam hubungannya dengan Customer Brand Personality (CBP), sedangkan keuntungan konsumen adalah apa yang konsumen percaya atau customer brand personality dapat berikan kepada mereka. Keuntungan adalah apa yang konsumen cari ketika membeli sebuah produk atau brand Keuntungan tersebut dapat membimbing pada akhir atau nilai tertentu yang konsumen ingin dapatkan 3. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah brand apabila merek tersebut seorang manusia. Faktor Brand Personality membuat konsumen dapat
34
mengekpresikan dirinya sendiri atau dimensi spesifik dari dirinya. Brand Personality memberikan funsgi simbolik dan membantuk konsumen membedakan dirinya dengan yang lain (Keller, 1993). Brand Personality juga memproyeksikan nilai brand dan menciptakan image dari brand tipikal dari penggunanya yang kemungkinan menjadi image ideal bagi konsumen. Informasi merek ini dapat mendorong penggunaan merek yang diberikan sebagai alat mengekspresikan diri oleh konsumen yang memiliki kesamaan posisi dan ingin memberikan image yang sama atau ideal self.
Keller (1993) juga mendefinisikan sebuah Brand Image sebagai persepsi mengenai sebuah brand sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di dalam benak konsumen. Brand Image terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam senuah produk atau jasa. a. Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi. b. Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer
35
group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan. 2. Benefits (Keuntungan) yaitu Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut. a. Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah. b. Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif. c. Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah brand karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka 3. Brand Attitude (Sikap merek) a. Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu brand, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai brand tertentu – sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau
keuntungan
tertentu,
dan
penilaian
evaluatif
terhadap
kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Brand image adalah penting karena kontribusinya dalam memilih merek yang cocok untuk dirinya. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi
36
perilaku pembelian mereka ataupun Brand Equity. Sebuah brand image yang terkomunikasi dengan baik dapat membangun posisi merek yang bagus, membedakan merek dari persaingan, meningkatkan performa brand pasar, dan berperan penting pada pembangunan ekuitas brand (Keller, 1993).
2.1.3.2 Penelitian sebelumnya mengenai Brand Image Brand merupakan salah satu ekuitas atau sebuah nilai yang dianggap penting bagi para konsumen. Sehingga sekarang ini berbagai perusahaan berlomba-lomba untuk dapat membangun merek yang mereka sehingga bernilai dan memiliki positioning merek yang baik di benak konsumen. Aaker (1996) mengkonsep Brand Equity sebagai “seperangkat aset merek dan kewajiban yang terkait dengan merek baik nama atau simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan produk atau jasa untuk perusahaan dan para pelanggan perusahaan”. Dengan hasil kerja dari Aaker, Keller (1993) mengembangkan konsep perilaku berdasarkan ekuitas merek / concept of customer based brand equity (CBBE). Dimana terdiri dari dua dimensi yaitu kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (Brand Image) dan didefinisikan sebagai efek dari pengetahuan brand yang berbeda pada respon konsumen ke pemasaran merek. Brand Image terdiri dari atribut dan manfaat terkait dengan brand yang membuat brand tersebut menjadi khas, sehingga membedakan sebuah perusahaan dari para kompetitor (Keller, 1993). Atribut adalah fitur-fitur yang menjadi karakteristik dari sebuah brand, seperti apa yang dipikirkan oleh konsumen terhadap merek dan apakah ini terlibat dalam konsumsi pembelian. Benefit adalah value
37
pribadi konsumen yang melekat pada brand atribut, yaitu apa yang konsumen pikir tentang apa yang mampun merek lakukan untuk merek (Keller,1993). Dalam hubungan antara perusahaan dan konsumen, setiap interaksi antara perusahaan dan konsumen menjadi input dalam brand image. Karena service brand dapat mengkomunikasikan komitmen untuk memberikan pengalaman tertentu, ini sangat penting karena layanan dari perusahaan memastikan seluruh individu dalam organisasi mengerti akan pentingnya pemberian kinerja yang berkualitas tinggi, konsisten dan dapat terprediksi. Dalam pertukaran Bussiness to Customer (B2C) banyak konsumen yang menghadapi kekecewaan dimana penyedia produk atau jasa tidak mencapai ekspektasi dibenak konsumen, sehingga akhirnya banyak konsumen yang lebih memilih pada penyedia barang/jasa yang kecil namun dapat secara konsisten memberikan layanan berkualitas tinggi. Tujuan dari brand adalah membangkitkan kepercayaan, keamanan, kekuatan, ketahanan, kecepatan, status dan ekslusivitas (Aaker, 1996; Keller, 1993) Wang dan Yang (2010) menginvestigasi pengaruh kredibilitas brand pada consumer brand purchase intention dengan studi kasus industri automobile di China. Mereka mengusulkan bahwa kesadaran brand dan brand image berperan sebagai moderating role di hubungan antar variabel ini. Namun Bian dan Moutinho (2011) meneliti tentang pengaruh perceived brand image terhadap pengaruh langsung atau tidak langsung pada product involvement dan product knowledge pada keputusan pembelian konsumen. Dan hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa brand image bukanlah sebuah mediator dalam pengaruh involvement/knowlede pada keputusan pembelian.
38
Wu et al (2011) juga menginvestigasi bahwa adanya pengaruh langsung dari variabel image toko dan variabel kualitas jasa pada brand image dan dampaknya pada keputusan pembelian sebuah bentuk private label brand. Studi mereka ini menunjukan bahwa image toko memiliki efek yang positif dan efek bersifat secara langsung terhadap variabel brand image dan dampaknya pada keputusan pembelian. Lalu juga begitupun dengan variabel kualitas jasa yang juga memiliki pengaruh secara langsung dan positif terhadap citra merek/brand image. Shukla (2010) dalam penelitiannya juga mengindikasikan bahwa bagaimana pengaruh sebuah interpersonal dan branding cues juga mampu membentuk niat pembelian konsumen pada sebuah produk mewah. Studi ini menunjukkan bahwa pengaruh brand image menjadi variabel moderator yang berpengaruh secara signifikan antara pengaruh normative interpersonal terhadap niat pembelian produk mewah. Dan sekali lagi dalam Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Reza Jalilvand (2012) dalam Journal of Marketing Planning and Intelligence yang juga meneliti pengaruh eWOM terhadap brand image dan keputusan pembelian dengan studi kasus industri otomotif di Iran yang menghasilkan hasil penelitian bahwa brand image juga berpengaruh signifikan dalam keputusan pembelian sebuah mobil di negara Iran
2.1.4. Definisi Argument Quality Pentingnya sebuah kualitas informasi dan sumber kredibilitas telah disorot dan divalidasi dalam berbagai topik pencarian informasi di penelitian-penelitian
39
sebelumnya. Kualitas informasi telah didiskusikan dalam konteks sistem informasi. Dengan kemampuan untuk mempublikasikan sebuah informasi yang dimiliki hampir setiap orang sebuah informasi online mulai dipertanyakan. Kualitas argumen merujuk pada kekuatan persuasif yang dimiliki dalam pesan informasi (Bhattacherjee & Sanford, 2006). Kualitas argumen adalah value dari output yang diproduksi oleh system yang dirasakan oleh konsumen (Negash et al, 2002). Didalam konteks konsumen sebuah kualitas informasi didasari dari pengevaluasian isi, keakuratan, format dan ketepatan waktu dari sebuah informasi. Dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan akan transaksi jual beli secara online (intenet shopping) para peneliti mulai mengembangkan dimensi dalam kualitas infotmasi, Delon dan Mclean (2003) mengatakan bahwa accuracy, relevance, understandability, completeness, currency, dynamism, personalization dan variety adalah ukuran dari sebuah kualitas informasi dalam pembelajaran e-commerce. McKinney et al (2002) dalam web model satisfaction model mengatakan bahwa understandability, reliability, dan usefulness dari sebuah informasi adalah tiga kunci penting dalam dimensi kualitas informasi. Dalam sebuah dunia yang mulai terkomputerisasi, pengambilan keputusan konsumen terhadap produk ataupun jasa dapat diukur melalui perceived quality of information yang mereka terima. Ketika konsumen merasakan sebuah informasi memenuhi kebutuhan dan persyaratan, mereka akan mengkritisi value dari setiap produk atau jasa berdasarkan kriteria keputusan pembelian mereka (Olsghavky, 1985). Dan mengukur persepsi dari kualitas informasi dalam web adalah elemen penting dalam mengamati perilaku pembelian konsumen.
40
Dunk (2004) menyarankan bahwa relevance adalah elemen penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Madu Madu (2002) mengatakan bahwa pengguna internet jarang membaca web page secara mendetail tetapi seringkali konsumen hanya sekilas membaca informasi untuk menemukan informasi yang mereka butuhkan. Pengguna internet bisa ingin mendapatkan informasi dengan cepat tanpa usaha yang terlalu besar ( Nah & Davis, 2002). sehingga adalah menjadi penting sebuah informasi yang relevan di komunitas online. Madu Madu (2002) mengatakan bahwa ada website yang tidak selalu mengupdate secara konsisten, sehingga website tidak dapat memberikan kinerja yang diharapkan ataupun pemberian value kepada konsumen. Tingkat keakuratan pesan (Accuracy) menunjukan bagaimana tingkat keandalan pesan tersebut. Berdasarkan media richness theory (Daft & Lengel, 1986) kualitas, akurasi dan realibilitas dalam pertukaran informasi sangat penting pada medium. Comprehensive of message merujuk pada tingkat kelengkapan sebuah pesan. Sullivan (1999) mengatakan bahwa semakin detail informasi, tingkat kedalaman kategori dan user-orientation dari sebuah website dapat berujung pada semakin tingginya tingkat akuisisi dan retensi dari para pengguna.
2.1.4.1. Penelitian Terdahulu mengenai Argumet Quality Dalam jurnal Internet research dari penelitian Christy MK Cheung, Matthew Ko Lee (2008) tentang dampak Word-of-Mouth dalam information
41
adoption model di komunitas online OpenRice dengan judul “The adoption of online opinions in online customer communities” yang menghasilkan bahwa berbagai indikator
yang
digunakan
yaitu
Relevance,
Timeliness,
Accuracy,
dan
Comprehensiveness menemukan bahwa Comprehensiveness dan Relevance adalah komponen yang efektif dalam kualitas argumen atau Argument Quality pada keputusan pembelian konsumen dan pengaruhnya terhadap brand. Lalu juga dalam penelitian lokal yang dilakukan oleh Faila Shofa (2005) pada penelitian “Pengaruh Informasi Terhadap Citra Produk, Citra Perusahaan Dalam Menentukan Preferensi Konsumen: Suatu Analisa Pada Produk Shampo Sunsilk” menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari kualitas informasi yang konsumen dapatkan pada citra perusahaan dan citra produk. Dan dari jurnal Asia Pacific Journal of Marketing and Logistic yang dilakukan oleh Paul C.S Wu, Yun-Chen Wang (2011) dengan judul “The Influences of Electronic Word of Mouth Message Appeal and Message Source Credibility on Brand Attitude” yang menggunakan pengumpulan data kuesioner via internet mengindikasikan kualitas pesan dengan ketertarikan-ketertarikan tertentu (Message Appeal Rational dan Emotional) mampu membangun persepsi merek konsumen, jikalau pesan tersebut memiliki unsur negatif maka menimbulkan sikap terhadap merek yang yang menurun dan begitupun sebaliknya. Dalam Journal of Advertising oleh Coulter Keith S (2004) dengan judul “The Effects of Cognitive Resource Requirement, Availability and Argument Quality on Brand Attitudes” dan Jurnal of Interactive Advertising oleh Shu-Chuan Shu (2008) dalam judul “ The Effect of Perceived Blogger Credibility and Argument Quality on Message Elaboration and Brand Attitudes : An Exploratory Study” juga
42
mengindikasikan adanya pengaruh signifikan dari sebuah argument quality pada preferesi brand dan brand attitudes. 2.1.5 Definisi Message Source Credibility Dalam lingkungan online setiap orang memiliki kebebasan tanpa batas untuk mengekspresikan perasaan mereka terhadap produk atau jasa tanpa harus mengukapkan identitias dirinya. Dan semua tergantung oleh user untuk menentukan apakah kontributor tersebut memiliki tingkat keahlian dan kepercayaan yang tinggi untuk dapat menerima atau menolak rekomendasi tersebut. Jikalau pesan atau komentar tersebut dibuat oleh seseorang yang memiliki kredibilitas tinggi maka user tersebut akan memiliki persepsi kegunaan yang lebih tinggi dari komentar tersebut.Karena semua pesan yang diterima ini berformat text based. Sehingga akan sulit bagi konsumen online untuk menggunakan source similarity untuk menentukan kredibilitas dari pesan tersebut. (Chatterjee,2001) Dalam studi ini source credibility merujuk pada kredibilitas sang pemberi pesan. Source Credibility secara umum adalah bagaimana seorang penerima pesan mempercayai sebuah pesan yang dikirim oleh pengirim pesan. Teori ini menjelaskan bahwa seseorang akan lebih menyukai untuk diajak ataupun dibujuk oleh sumber yang kredibel. Source Credibility merujuk pada persepsi dari penerima pesan terhadap kredibilitas sumber pesan (Chaiken, 1980). Source Credibility juga didefinisikan sebagai tingkat dimana sebuah sumber informasi dirasa dapat dipercaya, dan berkompeten bagi para penerima pesan (Christy, 2008). Selain itu juga dikatakan bahwa Source Credibility adalah bentuk perilaku atau respon terhadap sumber pesan yang mempengaruhi tingkat kepercayaan oleh penerima pesan mengenai sesuatu hal yang diinformasikan oleh pengirim pesan. Source Credibility
43
juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi keefektifan proses persuasif (Hovland,1951). Jika sebuah sumber pesan memiliki kredibilitas tinggi, maka konsumen akan mempercayai isi pesan sehingga kredibilitas adalah seberapa besar pesan tadi merefleksikan realita pada evaluasi konsumen. Kotler dan Keller (2008) dalam Paul CS Wu (2011) mengatakan bahwa berbagai tipe message appeals (rasional dan emosional) dapat mempengaruhi efek persuasif pada penerima pesan. Peran kredibilitas dalam pengaruh sebuah informasi secara signifikan mampu mempengaruhi “arah” pendapat penerima pesan yang dianjurkan dari seorang komunikator ketika materi yang diberikan memiliki sumber kredibilitas yang tinggi (Hovland, 1951). Selain itu Eagly dan Chaiken (1976) juga menemukan bahwa tingkat persuasif sebuah pesan tergantung pada jumlah atribut positif yang dimiliki oleh seorang komunikator. Dan Informasi yang diberikan oleh sumber yang memiliki kredibilitas tinggi adalah informasi yang dirasakan berguna dan dapat diandalkan dan dengan demikian mampu memfasilitas pengiriman pengetahuan. Menurut Ohanian (1990) dan Lafferty (2002) sebuah kredibilitas sumber pesan yang tinggi memiliki tiga dimensi yaitu trustworthiness, expertness dan attractiveness. Trustworthiness adalah tingkat kepercayaan penerima pesan pada pesan yang diberikan oleh pengirim, Expertiness adalah pengetahuan professional yang pengirim pesan katakan mengenai sebuah produk atau jasa, dan attractiveness adalah ketika pengirim pesan mampu menarik perhatian dari penerima pesan untuk mengkonsumsi produk atau jasa.
44
2.1.5.1 Penelitian Terdahulu mengenai Message Source Credibility Dalam jurnal Internet research dari penelitian Christy MK Cheung, Matthew Ko Lee (2008) tentang dampak Word-of-Mouth dalam information adoption model di komunitas online OpenRice dengan indikator trustworthiness dan expertise dan menemukan bahwa adanya pengaruh dalam model yang mereka buat dengan dampaknya pada tingkat kegunaan informasi dan model adopsi informasi dan keputusan konsumen atau member komunitas tersebut untuk mengikuti rekomendasi yang dianjurkan dari para member lainnya. Dalam penelitian Kenneth E. Claw et al dalam journal of Service and Marketing dengan (2006) judul The relationship of the visual element of an advertisement to service quality expectations and source credibility. Source Credibility yang dimediasikan oleh Service Quality memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada Purchase Intention. Dan dari jurnal Asia Pacific Journal of Marketing and Logistic yang dilakukan oleh Paul C.S Wu, Yun-Chen Wang (2011) dengan judul “The Influences of Electronic Word of Mouth Message Appeal and Message Source Credibility on Brand Attitude” yang menggunakan pengumpulan data kuesioner via internet meneliti mengenai pengaruh sebuah brand yaitu brand attitude dengan menggunakan eksperimen message appeal dan mengindikasikan adanya pengaruh message source credibility pada brand attitude dan purchase intention konsumen. 2.1.6. Definisi Komunitas Virtual Menurut Gupta (2004) komunitas vrtual adalah tempat di website dimana orang-orang dapat menemukan dan kemudian secara elektronik “berbicara: kepada orang lain yang memiliki minat yang sama.
45
Menurut Wang (2005) Cybercommunities adalah ruang komunitas sosial pada dunia maya. Cybercommunities menggunakan sistem percakapan online berdasarkan teks didalam dunia maya berdasarkan grafik 2D atau 3D. Cybercommunities mungkin dibuat untuk tujuan sosial sampai ke militer. Pertumbuhan cybercomunities adalah fenomena sosial penting, terutama pada kalangan masyarakat. Dalam beberapa cybercommunities lebih teknis progresif, peserta mampu menciptakan kembali sendiri, lingkungan, situasi dan masyarakat, menayadari segalam macam aktivitas manusia. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan komunitas virtual adalah sekumpulan orang yang memiliki suatu kepentingan yang sama yang tergabung dalam suatu grup pada dunia maya. 2.1.7 Definisi Purchase Intention Intensi didefinisikan sebagai kemungkinan subyektif individu untuk melakukan suatu perilaku (Gunter & Furnham dalam Haryanto, 2009). Intensi juga merupakan unit dasar dalam jaringan rencana yang akan muncul ketika seorang individu hendak melakukan suatu aktivitas kognitif yang berorientasi kepada masa depan, seperti perencanaan, berangan-angan, perenungan, dan simulasi mental (Rook, 1987). Menurut Soderlund dan Ohman dalam Haryanto (2009), Intensi terbagi menjadi tiga jenis konstruk yaitu : 1. intensi sebagai harapan 2.
intensi sebagai rencana
3.
intensi sebagai keinginan. Kebanyakan orang lebih sering menggunakan konstruk intensi sebagai
harapan, karena itu konstruk ini lebih popular dibandingkan dengan dua konstruk
46
yang lain (Rook,1987) dalam Haryanto (2009). Bansal et.al (2005) mendefinisikan intensi sebagai kemungkinan subyektif individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Biasanya intensi ini akan terbentuk ketika seorang individu membuat rencana untuk melakukan suatu perilaku di waktu yang akan datang. Purchase Intention adalah kemungkinan seseorang untuk membeli suatu produk . Purchase Intention adalah itentsi seseorang untuk membeli merek tertentu yang mereka pilih sendiri setelah melalui berbagai evaluasi (Laroche, 2007). Menurut Kotler (2012) Perilaku konsumen terjadi kerika konsumen terstimulasi oleh faktor eksternal dan akhirnya akan berujung pada keputusan pembelian yang berdasarkan karakteristik personal dan proses pengambilan keputusan. Faktor-Faktor ini termasuk pemilihan produk, merek, retailer, waktu pembelian dan kuantitas pembelian. Ini berarti perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh pilihan produk dan merek mereka. Minat Pembelian Konsumen (Consumer’s Purchase Intention) selalu meningkat dan muncul ketika perceived value dan perceived benefit dirasakan oleh konsumen.
2.1.7.1
Penelitian Terdahulu mengenai Purchase Intention Dengan berbagai penelitian yang sebelumnya telah dijabarkan dan dilakukan
oleh para ahli, kita dapat menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang nyata antara variabel-variabel yang digunakan untuk penelitian ini. Bagaimana kombinasi pengaruh eWOM, Argument Quality, Message Source Credibility Khususnya Brand Image dan Purchase Intention karena banyak konsumen sering membandingkan dan memilih produk berdasarkan image produk yang lebih baik karena dirasa produk
47
dengan brand image yang kuat akan membuat konsumen lebih nyaman, reliable dan memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kamins dan Marks (1991) mengatakan bahwa ketika tingginya tingkat familiaritas produk, produk yang memiliki brand image yang baik akan memiliki brand attitudes dan purchase intention yang lebih tinggi. Laroche et al (2007) juga mengatakan bahwa dengan tingkat familiaritas produk yang tinggi dimata konsumen, produk yang memiliki tingkat kepercayaan dan sikap yang lebih baik terhadap produk makan niat pembeliannya pun akan menjadi lebih tinggi. Laroche et al (2007) juga mengatakan bahwa intensi konsumen diselesaikan oleh sikap terhadap merek yang sama atau merek yang lainnya yang ada di serangkaian pertimbangann,
48
2.2. Kerangka Pemikiran Kerangka
pemikiran
adalah
dasar
pemikiran
dari
penelitian
yang
disintesiskan dari fakta fakta, observasi dan telaah kepustakaan (Riduwan, 2007). Argument Quality Relevance (Citrin, 2001) Timeliness (Wixon & Todd, 2005) Accuracy (Wixon and Todd, 2005) Comprehensiveness (Wixon & Todd 2005) X2
Brand Image Electronic Word-ofMouth (Bambeur-Sachse and Mangold, 2011)
Y
(Shuckla 2010) Z
X1
Message Source Credibility (Wu & Shaffer, 1987) Trustworthiness Expertiness X3
Gambar 2.1. Kerangka Teoritis Sumber : Penulis, 2012
Purchase Intention
(Davis et al, 2009)