BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Operasi Manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang dan jasa
melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran. Kegiatan membuat barang dan jasa terjadi di semua sektor organisasi terutama sangat jelas terlihat diperusahaan manufaktur. Selama beberapa dekade, ketika bidang operasi lebih banyak berhubungan dengan manufaktur, Manajemen Operasi disebut Manajemen Produksi. Istilah itu kemudian diperluas menjadi Manajemen Produksi dan Operasi. Ketika terjadi pergeseran minat, dari bidang manufaktur menjadi bidang jasa, seperti yang terjadi di Amerika, maka bidang operasi tersebut diistilahkan sebagai Manajemen Operasi. Manajemen Operasi berusaha mempelajari manajemen kuantitatif yang terlibat, baik dalam pengelolaan industri jasa maupun manufaktur. Dari penjelasan sebelumnya kita dapat mendefinisikan manajemen operasi sebagai kajian pengambilan keputusan dari suatu fungsi operasi. Adapun tanggung jawab dari manajer operasi adalah menghasilkan barang dan jasa sesuai fungsinya, mengambil keputusan mengenai suatu fungsi operasi, dan sistem transformasi yang digunakan.
15 Dari definisi tersebut, ada 3 hal yang mendapat perhatian, yaitu: 1. Fungsi Di dalam suatu organisasi, manajer operasi bertanggung jawab untuk mengelola departemen yang menghasilkan barang dan jasa yang menyangkut koordinasi dan pelaksanaan fungsi operasi. Selain itu, tanggung jawab manajer operasi juga menyangkut tanggung jawab khusus berupa perencanaan strategis, penentuan kebijaksanaan, penganggaran, koordinasi dengan manajer-manajer yang lain (manajer material, pembelian, persediaan, PPC, mutu, fasilitas, dan lini produksi). 2. Sistem Definisi di atas mengacu pada sistem transformasi yang menghasilkan jenis-jenis sistem produksi, yaitu barang dan jasa. Gambaran sistem tidak hanya menjadi dasar dalam pendefinisian jasa dan manufaktur sebagai sistem transformasi, tetapi juga menjadi dasar yang kuat untuk rancangan dan analisis operasi. 3. Keputusan Pada akhirnya definisi di atas mengacu pada pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari manajemen operasi. Karena semua manajer mengambil keputusan, maka sudah selayaknya mereka memusatkan perhatian pada pengambilan keputusan sebagai tema pokok operasi. Fokus keputusan ini memberikan dasar untuk membagi operasi berdasarkan bentuk keputusan utama manajemen operasi, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan mutu. (Arman Hakim Nasution ,2006, p5-7)
16 2.2
Riset Operasi Organisasi perusahaan-perusahaan pada saat ini memiliki situasi dan kondisi
lingkungan bisnis yang dinamis dan selalu bergejolak, selalu berubah. Perubahan tersebut muncul akibat perkembangan teknologi yang kian pesat. Akibatnya perusahaan berusaha untuk mengimbangi kedinamisan tersebut dengan menggunakan metodemetode kuantitatif dan sistem data yang baik maupun dengan cara pendekatan ilmiah. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan riset operasi. Riset Operasi telah banyak didefinisikan oleh beberapa ahli. Morse dan Kimball mendefinisikan riset operasi sebagai metode ilmiah yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif. Dua penulis lain, Miller dan M.K. Starr, mengartikan riset operasi sebagai peralatan manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan, matematika, dan logika dalam kerangka pemecahan masalah yang dihadapi, sehingga permasalahan tersebut dapat dipecahkan secara optimal. Salah satu metode dari riset operasi yang berfungsi untuk mendapatkan hasil optimal terutama untuk masalah kuantitatif seperti kuantitatif produksi adalah dengan menggunakan metode linier programming.
2.3
Pengukuran Kerja
2.3.1
Definisi dan Pembagian Pengukuran Kerja Menurut Sritomo (1995, p169-170) Pengukuran kerja merupakan bagian dari
penelitian cara kerja. Pengukuran kerja adalah pengukuran kerja dilihat dari waktu kerja pada saat operator melakukan kerja. Pengukuran kerja merupakan metode penetapan
17 keseimbangan antara kegiatan dengan manusia yang dikontribusikan dengan output yang akan dihasilkan. Pengukuran kerja dibagi menjadi dua yaitu : 1) Pengukuran kerja langsung Pengukuran kerja langsung adalah pengukuran waktu kerja yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan diukur dan dijalankan. Cara pengukurannya dilakukan dengan menggunakan alat bantuan seperti jam henti (stopwatch) dan sampling kerja. 2) Pengukuran kerja tidak langsung Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran kerja dengan cara dihitung dengan metode standar data / formula, pengukuran kerja dengan analisa regresi, penetapan waktu baku dengan data gerakan. Atau dengan kata lain si pengamat tidak harus berada di tempat pengukuran kerja. Biasanya dilakukan dengan WF (Work Factor) dan MTM (Methods Time Measurement).
2.3.2
Pengukuran Pendahuluan Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Tujuan
melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan belum mencukupi. Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran adalah: 1. Hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup dan hitung rata-rata dari tiap subgrup:
18
Xk = dimana :
∑ Xi n n
= ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup
k
= jumlah subgrup yang terbentuk
Xi = data pengamatan 2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari rata-rata subgrup:
X=
∑ Xk k
3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:
σ= dimana :
∑ ⎛⎜⎝ Xi − X ⎞⎟⎠ N −1
2
N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup: σx =
2.3.3
σ n
Pengujian Keseragaman Data
Pengukuran keseragaman data perlu dilakukan terlebih dulu sebelum kita menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standard, dengan tujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran waktu cukup seragam. Suatu data dikatakan seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada di antara kedua batas kendali. Perumusan batas kendali tersebut adalah sebagai berikut: BKA = X + Z σ
x
;
BKB = X − Z σ
x
19
Z = 1− dimana :
1− β 2
BKA = Batas Kendali Atas BKB = Batas Kendali Bawah Z
= Bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan (β)
2.3.4
Pengujian Kecukupan Data Sesuai Tingkat Ketelitian dan Keyakinan Menurut Sutalaksana (1979, p.134 ), Uji Kecukupan data dilakukan untuk
mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan penelitian. Uji kecukupan data ini digunakan pada proses sampling, apabila variabilitas data yang dianalisis semakin kecil, maka jumlah sampel yang dibutuhkan akan semakin kecil, sedangkan apabila variabilitas pengumpulan data semakin besar, maka jumlah data yang dikumpulkan akan semakin besar pula. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :
⎡ k / s N ∑ xj 2 − (∑ xj ) 2 ⎤ ⎥ N '= ⎢ xj ⎢ ⎥ ∑ ⎣ ⎦ dimana :
2
N’
= jumlah data yang seharusnya dilakukan pengamatan
N
= jumlah data yang aktual
Dengan kesimpulan : Apabila N’ ≤ N , maka jumlah data sudah cukup Apabila N’ > N, maka jumlah data belum cukup Jika diinginkan tingkat ketelitian 5% dari tingkat keyakinan 90% maka :
20 0.05 x 2σ x dimana x adalah harga rata-rata sebenarnya dari waktu penyelesaian yang didekati oleh
x=
∑ xj N
dengan : xj
= Harga–harga data dalam pengukuran
N
= banyaknya pengukuran yang dilakukan
σx
= standard deviasi distribusi harga rata–rata sampel yang diukur
N’
= banyaknya pengukuran yang dilakukan untuk tingkat–tingkat ketelitian dan keyakinan tersebut.
⎡1 N ∑ xj 2 − (∑ xj ) 2 N ⎢ σx= ⎢ N' ⎣
⎤ ⎥ ⎥ ⎦
2
Apabila diturunkan maka didapatkan rumus :
⎡ 40 N ∑ xj 2 − (∑ xj ) 2 N'= ⎢ ⎢ ∑ xj ⎣
⎤ ⎥ ⎥ ⎦
2
Nilai k/s yang ada disini adalah hasil penurunan rumus dengan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan dengan penurunan rumus diatas, untuk singkatnya dapat dilihat dibawah ini :
21 Tabel 2.1 Tingkat Keyakinan dan Ketelitian Uji Kecukupan Data Tingkat Keyakinan (k)
Tingkat Ketelitian (s)
k/s
90%
10%
16,5
95%
10%
20
95%
5%
40
99%
10%
30
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari data pengukuran sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen dari waktu penyelesaian sebenarnya yang harus dicari. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.
2.3.5
Waktu Baku
Menurut Sritomo (1995, p170), Waktu baku didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat keahlian rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kegunaan dari waktu baku adalah :
22 •
Untuk membuat penjadwalan kerja mengenai seberapa lama suatu pekerjaan berlangsung.
•
Untuk merencanakan berapa banyak output yang dapat dihasilkan.
•
Untuk mengetahui seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
dalam perhitungan
untuk
menentukan waktu baku adalah : 2. Faktor penyesuaian Faktor penyesuaian diberikan berkenaan dengan tingkat kecepatan kerja yang dilakukan pekerja dalam melakukan pekerjaannya terkadang dalam melakukan kerja terdapat ketidakwajaran yang dilakukan seperti bekerja sangat cepat seolah diburu waktu, bekerja tanpa kesungguhan, atau kesulitan kerja akibat pengaruh kondisi ruangan kerja yang buruk. Cara menentukan faktor penyesuaian adalah cara Shumard, cara Westinghouse, cara Bedaux, dan cara Objektif 3. Faktor kelonggaran Faktor kelonggaran diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah kebutuhan pekerja diluar kerja yang terjadi selama pekerjaan berlangsung seperti kebutuhan pribadi, hambatan kerja yang tidak dapat dihilangkan, dan kebutuhan untuk melepas lelah.
23 Kegiatan pengukuran waktu dinyatakan selesai bila semua data yang diperoleh telah seragam, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku yang diperoleh dengan langkah-langkah: 1. Menghitung waktu rata-rata Ws = dimana :
∑ Xi N Xi = data yang termasuk dalam batas kendali
2. Menghitung waktu normal
Wn = Ws × p dimana :
p
= faktor penyesuaian
3. Menghitung waktu baku Wb = Wn × (1 + a) dimana :
a
= kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
2.3.6
Penyesuaian Penyesuaian bertujuan untuk menormalkan waktu proses operasi jika pengukur
berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, agar waktu penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu panjang. Terdapat tiga batasan dalam penyesuaian (Sutalaksana, 1979, p138) yaitu: •
p > 1 ; jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu cepat (di atas normal)
•
p = 1 ; jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja normal
24 •
p < 1 ; jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu lambat (di bawah normal) Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian adalah
metode Westinghouse (Sutalaksana, 1979, pp140-146). Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi Kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas yaitu Super Skill, Excellent Skill, Good Skill, Average Skill, Fair Skill dan
Poor Skill. Yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas” latihan dan hal-hal lain yang serupa. Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Enam kelas dalam usaha adalah Excessive Effort, Excellent Effort, Good Effort, Average Effort, Fair
Effort dan Poor Effort. Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent,
Good, Average, Fair dan Poor.
25 Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor.
26 Tabel 2.2 Penyesuaian Menurut Westinghouse Faktor
Kelas Super Excellent
Keterampilan
Good Average Fair Poor Excessive Excellent
Usaha
Good Average Fair Poor
Kondisi Kerja
Konsistensi
Ideal Excellent Good Average Fair Poor Perfect Excellent Good Average Fair Poor
Lambang A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A B C D E F A B C D E F
Penyesuaian + 0,15 + 0,13 + 0,11 + 0,08 + 0,06 + 0,03 0,00 - 0,05 - 0,10 - 0,16 - 0,22 + 0,13 + 0,12 + 0,10 + 0,08 + 0,05 + 0,02 0,00 - 0,04 - 0,08 - 0,12 - 0,17 + 0,06 + 0,04 + 0,02 0,00 - 0,03 - 0,07 + 0,04 + 0,03 + 0,01 0,00 - 0,02 - 0,04
27 2.3.7
Kelonggaran (Sutalaksana, 1979, pp149-154) Kelonggaran adalah waktu yang dibutuhkan pekerja yang terlatih, agar dapat
mencapai performance kerja sesungguhnya, jika ia bekerja secara normal. Seorang pekerja tidak mungkin bekerja sepanjang waktu tanpa adanya beberapa interupsi untuk kebutuhan tertentu yang sifatnya manusiawi, seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal. Persentase kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dapat dilihat pada tabel 2.3.
28 Tabel 2.3 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Faktor
Contoh Pekerjaan
Kelonggaran (%) Ekivalen beban tanpa beban 0,00 - 2,25 kg 2,25 - 9,00 9,00 - 18,00 19,00 - 27,00 27,00 - 50,00 diatas 50 kg
A. Tenaga yang dikeluarkan 1. Dapat diabaikan 2. Sangat ringan 3. Ringan 4. Sedang 5. Berat 6. Sangat berat 7. Luar biasa berat
Bekerja dimeja, duduk Bekerja dimeja, berdiri Menyekop, ringan Mencangkul Mengayun palu yang berat Memanggul beban Memanggul karung berat
B. Sikap kerja 1. Duduk 2. Berdiri diatas dua kaki 3. Berdiri diatas satu kaki 4. Berbaring 5. Membungkuk
Bekerja duduk, ringan Badan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol Pada bagian sisi, belakang, atau depan badan Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki
C. Gerakan Kerja 1. Normal 2. Agak terbatas 3. Sulit 4. Pada anggota-anggota badan terbatas 5. Seluruh anggota badan terbatas D. Kelelahan mata *) 1. Pandangan yang terputus-putus 2. Pandangan yang hampir terus menerus 3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah 4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap E. Keadaan temperatur tempat kerja **) 1. Beku 2. Rendah 3. Sedang 4. Normal 5. Tinggi 6. Sangat tinggi F. Keadaan atmosfer ***) 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang baik 4. Buruk
Pria 0,0 - 6,0 6,0 - 7,5 7,5 - 12,0 12,0 - 19,0 19,0 - 30,0 30,0 - 50,0
Wanita 0,0 - 6,0 6,0 - 7,5 7,5 - 16,0 16,0 - 30,0
0,0 - 1,0 1,0 - 2,5 2,5 - 4,0 2,5 - 4,0 4,0 - 10
Ayunan bebas dari palu Ayunan terbatas dari palu Membawa beban berat dengan satu tangan
0 0-5 0-5
Bekerja dengan tangan diatas kepala
5 - 10
Bekerja dilorong pertambangan yang sempit
10 - 15
Membawa alat ukur Pekerjaan-pekerjaan yang teliti Memeriksa cacat-cacat pada kain Pemeriksaan yang sangat teliti Temperatur (°C) Dibawah 0 0 - 13 13 - 22 22 - 28 28 -38 diatas 38 Ruang yang berventilasi baik, udara segar Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) Adanya debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat-alat pernapasan
G. Keadaan lingkungan yang baik 1. Bersih, sehat, cerah, dengan kebisingan rendah 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 -10 detik 3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 -5 detik 4. Sangat bising 5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas 6. Terasa adanya getaran lantai 7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll.) *) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi ***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : pria = 0 - 2,5 % wanita = 2 - 5,0 %
Pencahayaan baik Buruk 0,0 - 6,0 0,0 - 6,0 6,0 - 7,5 6,0 - 7,5 7,5 - 12,0 7,5 - 16,0 12,0 - 19,0 16,0 - 30,0 19,0 - 30,0 30,0 - 50,0 Kelemahan normal Berlebihan diatas 10 diatas 12 10 - 0 12 - 5 5-0 8-0 0-5 0-8 5 - 40 8 - 100 diatas 40 diatas 100 0 0-5 5 - 10 10 - 20
0 0-1 1-3 0-5 0-5 5 - 10 5 - 15
29 Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal yaitu: a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak yang harus diberikan kepada pekerja karena merupakan tuntutan fisiologis dan psikologis yang wajar. b. Kelonggaran untuk rasa fatique Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas maupun kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. c. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari hambatan. Adapun beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah: − menerima petunjuk dari pengawas. − melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin. − memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. − mengasah peralatan potong. − mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
30
2.4
Kapasitas Produksi
2.4.1 Definisi Kapasitas Produksi Menurut Vincent Gaspersz (2005, p203), kapasitas produksi merupakan suatu kemampuan dari suatu fasilitas produksi untuk mencapai jumlah kerja tertentu dalam periode waktu tertentu dan merupakan fungsi dari banyaknya sumber– sumber daya yang tersedia dalam periode waktu tertentu serta merupakan fungsi dari banyaknya sumber–sumber daya yang tersedia, seperti peralatan, mesin, personel, ruang, dan jadwal kerja.
2.4.2 Metode Pengukuran Kapasitas Produksi Menurut Vincent Gaspersz (2005, p208), terdapat tiga metode dalam pengukuran kapasitas produksi yang ada yaitu : a) Theoretical Capacity (Maximum Capacity atau Design Capacity) Merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufaktur yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti tiga shift per hari, tidak ada downtime mesin, dan lainnya. Jadi kapasitas ini diukur berdasarkan jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau beristirahat. b) Demonstrated Capacity (Actual Capacity atau Effective Capacity) Merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pengalaman, yang mengukur produksi secara actual dari pusat kerja di waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal.
31 c) Rated Capacity (Calculated Capacity atau Nominal Capacity) Merupakan penyesuaian dari kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh demonstrative capacity. Kapasitas ini didapatkan dengan menggandakan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi.
2.5
Peramalan
2.5.1
Definisi Peramalan Peramalan atau forecasting adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang
terjadi pada masa yang akan datang dengan menggunakan dan mempertimbangkan data dari masa lampau. Ketepatan secara mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah tidak mungkin dicapai, oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang akan datang secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga yang besar agar mereka dapat memiliki kekuatan terhadap kejadian yang akan datang. Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi pendapatan, biaya, keuntungan, harga dan perubahan teknologi. Dalam lingkungan perusahaan, peramalan kebanyakan digunakan untuk mengestimasi atau memprediksi permintaan yang akan datang guna memperkirakan jumlah dan jenis apa saja yang diproduksi oleh perusahaan. Pada dasarnya ada beberapa langkah peramalan yang penting yaitu: 1. Menganalisa data yang lalu Tahap ini berguna untuk pola yang terjadi pada masa lalu. Analisa ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data yang lalu.
32 2. Menentukan metode yang digunakan Masing-masing metode akan memberikan hasil peramalan yang berbeda. Dengan kata lain, metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin. 3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan. 4. Penentuan tujuan, yaitu menentukan kebutuhan informasi-informasi bagi para pembuat keputusan seperti : •
Variabel-variabel yang akan diestimasi.
•
Siapa yang akan menggunakan hasil peramalan.
•
Untuk tujuan apa hasil peramalan akan digunakan.
•
Estimasi jangka panjang atau jangka pendek yang diinginkan.
•
Derajat ketepatan estimasi yang diinginkan.
•
Kapan estimasi dibutuhkan.
•
Bagian-bagian peramalan yang diinginkan, seperti peramalan untuk kelompok pembeli, kelompok produk, atau daerah geografis.
5. Pengembangan model Menentukan model yang merupakan penyederhanaan dari sistem dan merupakan kerangka analitik bagi masukan yang akan memperoleh pengeluaran. Model ditentukan berdasarkan sifat-sifat dan perilaku variabel. 6. Pengujian model Dilakukan untuk menentukan tingkat akurasi, validitas dan reliabilitas, yang ditentukan dengan membandingkan hasil peramalan dengan kenyataan / aktual.
33 7. Penerapan model Setelah lulus dalam pengujian, data historik akan dimasukkan ke dalam model untuk menghasilkan ramalan. 8. Revisi dan evaluasi Ramalan yang telah dibuat harus senantiasa diperbaiki dan ditinjau kembali. Hal ini perlu dilakukan bila terdapat perubahan dalam perusahaan dan lingkungannya (harga produk,
karakteristik
produk,
periklanan,
tingkat
pengeluaran
pemerintah,
kebijaksanaan moneter, atau kemajuan teknologi); dan hasil perbandingan antara ramalan dengan data aktual.
2.5.2
Tujuan Peramalan Tujuan dari peramalan sendiri adalah untuk melihat atau memperkirakan prospek
ekonomi atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut, sehingga dapat diperoleh informasi mengenai : 1.
Kebutuhan suatu kegiatan usaha di masa yang akan datang.
2.
Waktu untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan skala produksi, pemasaran, serta target usaha.
3.
Perencanaan skala produksi, pemasaran, anggaran, biaya produksi dan arus kas (cash flow).
2.5.3
Jenis – Jenis Pola Data Data yang diplot adalah data masa lalu yang dipergunakan untuk meramalkan
data di masa yang akan datang. Dari data yang telah diplot akan terlihat pola data untuk
34 menentukan metode ramalan yang akan digunakan. Menurut Makridakis (1999, p21), pola–pola data deret waktu yang umum terjadi yaitu : 1. Pola Horisontal ( H ) Terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata–rata yang konstan. (Deret seperti itu “ stasioner “ terhadap nilai rata–ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula, suatu keadaan pengendalian mutu yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.
Waktu
Gambar 2.1 Pola Data Stasioner / Horisontal (H) 2. Pola Musiman / Seasonal (S) Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari–hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang, semuanya menunjukkan jenis pola ini.
W a ktu
Gambar 2.2 Pola Data Musiman / Seasonal (S)
35 3. Pola Siklis / Cyclical (C) Terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini.
Waktu
Gambar 2.3 Pola Data Siklis / Cyclical (C) 4. Pola Trend (T) Terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
Waktu
Gambar 2.4 Pola Data Trend (T)
2.5.4
Metode – Metode Peramalan Menurut Render dan Heizer (2001, p48), terdapat dua pendekatan umum yang
digunakan dalam peramalan yaitu : peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif.
36
1. Metode Kualitatif Metode ini biasanya digunakan untuk meramalkan lingkungan dan teknologi, karena kondisi tersebut berbeda dengan kondisi perekonomian dan pemasaran. Oleh karena itu metode kualitatif disebut dengan technological forecasting. Teknik-teknik kualitatif adalah subjektif atau “ judgmental ” atau berdasarkan pada estimasiestimasi dan pendapat-pendapat. Berbagai sumber pendapat bagi peramalan kondisi bisnis adalah :
Para eksekutif
Orang-orang penjualan
Para langganan
Sedangkan berbagai teknik peramalan kualitatif yang dapat digunakan, secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Metode Delphi Metode ini merupakan teknik yang mempergunakan suatu prosedur yang sistematik untuk mendapatkan suatu konsensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok ahli. Proses Delphi ini dilakukan dengan meminta kepada para anggota kelompok untuk memberikan serangkaian ramalan-ramalan melalui tanggapan mereka terhadap daftar pertanyaan. Kemudian, seorang moderator mengumpulkan dan memformulasikan daftar pertanyaan baru dan dibagikan lagi kepada kelompok. Jadi ada suatu proses pembelajaran bagi kelompok karena mereka menerima informasi baru dan tidak ada pengaruh pada tekanan kelompok atau dominasi individual.
37
b. Riset pasar Adalah peralatan peramalan yang berguna, terutama bila ada kekurangan data historik atau data tidak reliabel. Teknik ini secara khusus digunakan untuk meramal permintaan jangka panjang dan penjualan produk baru. Kelemahan riset pasar mencakup kurangnya kekuatan prediktif, serta memakan waktu dan biaya.
c. Analogi historik Peramalan dilakukan dengan menggunakan pengalaman-pengalaman historik dari suatu produk yang sejenis. Peramalan produk baru dapat dikaitkan dengan tahap-tahap dalam siklus kehidupan produk yang sejenis.
d. Konsensus panel Gagasan yang didiskusikan oleh kelompok akan menghasilkan ramalan-ramalan yang lebih baik daripada dilakukan oleh seseorang. Diskusi dilakukan dalam pertemuan pertukaran gagasan secara terbuka.
2. Metode Kuantitatif Metode kuantitatif hanya dapat diterapkan jika tersedia informasi mengenai data masa lalu, informasi dapat dikuantifisir (diwujudkan dalam bentuk angka), dan asumsi beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut. Jenis peramalan kuantitatif dibagi dua, yaitu:
a. Time Series Jenis peramalan ini merupakan estimasi masa depan yang dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan / atau kesalahan masa lalu.
38
b. Metode Causal Peramalan ini memberikan suatu asumsi bahwa faktor yang diramalkan mewujudkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih independent variabel. Tujuannya adalah untuk menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari dependent variable.
2.5.5
Metode Double Moving Average Salah satu peramalan time series adalah peramalan dengan metode double
moving average. Pertama kali dilakukan moving average kemudian baru dilakukan lagi moving average untuk data yang tadi yang sudah di moving average pertama kali. Berikut ini adalah rumus yang dipakai pada peramalan ini yaitu : Rumus untuk moving average yang pertama M t = Yt +1 =
Yt + Yt −1 + Yt − 2 + .... + Yt − k +1 k
Rumus untuk moving average yang kedua M t' =
M t + M t −1 + M t − 2 + .... + M t − k +1 k
Rumus untuk menghitung peramalan dengan double moving average
at = M t + ( M t − M t' ) = 2M t − M t' bt = ^
2 ( M t − M t' ) k −1
Yt + p = at + bt + p m
39
2.5.6
Metode Triple Exponential Smoothing dari Winters Metode peramalan Winter’s digunakan untuk suatu data yang berpola musiman.
Pola kecenderungan ini biasanya dikarenakan suatu musim tertentu. Jika data stasioner, maka periode rata-rata bergerak atau pemulusan eksponensial tunggal adalah tepat. Jika datanya menunjukkan suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt adalah tepat. Tetapi jika datanya musiman, metode ini sendiri tidak dapat mengatasi masalah tersebut dengan baik. Walaupun demikian metode Winter dapat mengangani faktor musiman secara langsung (Makridakis,1999,p122). Metode Winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur stasioner, satu untuk trend, dan satu untuk musiman. Adapun perhitungan dalam metode Winter adalah sebagai berikut : •
Inisialisasi awal : X L +1 = S L +1 L
It =
XL
∑X
1
,X = L X ( X − X L )⎤ 1 ⎡ ( X − X 1 ) ( X L+2 − X 2 ) b = ⎢ L +1 + + .... + L + L ⎥ L⎣ L L L ⎦ •
Pemulusan keseluruhan : St = α
•
t =1
Xt + (1 − α )(S t −1 + bt −1 ) I t −L
Pemulusan trend :
bt = γ (S t − S t −1 ) + (1 − γ )bt −1 •
Pemulusan musiman :
40 It = β •
Xt + (1 − β )I t − L St
Peramalan : Ft + m = (S t + bt m )I t − L + m
Keterangan : L
= panjang musiman
B
= komponen trend
I
= faktor penyesuaian musiman
Ft + m = peramalan untuk m periode kedepan
2.5.7
Metode Regresi Linier
Salah satu bentuk peramalan yang paling sederhana adalah regresi linier. Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier (walaupun pada kenyataannya tidak linier 100%). Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Model tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : Y(t) = a + bt
b=
N
N
N
t =1
t =1
t =1
N ∑ tY (t ) − ∑ Y (t )∑ t N ⎛ N ⎞ N ∑t 2 − ⎜∑t ⎟ t =1 ⎝ t =1 ⎠
(Makridakis, 1999, pp117-119)
2
dan
a=
1 N
N
∑ Y (t ) − t =1
1 N b∑ t N t =1
41
2.5.8
Metode Double Exponential Smoothing Dua Parameter Dari Holt
Metode pemulusan eksponensial linear dari Holt dalam prinsipnya serupa dengan Brown, kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan dari pemulusan eksponensial linear Holt didapat dengan menggunakan dua konstanta pemulusan
(dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan : S t = αX t + (1 − α )( S t −1 + bt −1 ) bt = γ ( S t − S t −1 ) + (1 − γ )bt −1 Ft + m = S t + bt m Dimana :
St
= Pemulusan ke-t
bt
= Nilai trend ke-t
Ft + m = α
Nilai peramalan ke-t
= Faktor pemulusan
Proses inisialisasi awal untuk pemulusan eksponensial linear dari Holt memerlukan dua taksiran, yaitu mengambil nilai pemulusan pertama untuk S1 dan mengambil nilai trend b1. Yang pertama mudah dilakukan. Pilih S1 = X1. Taksiran trend kadang - kadang lebih merupakan masalah. Kita memerlukan taksiran trend dari satu periode ke periode lainnya. Inilah beberapa kemungkinannya : b1 = X 2 − X 1 b1 =
(X 2 − X1) + (X 3 − X 2 ) + (X 4 − X 3) 3
b1 = taksiran kemiringan “ bola-mata ” ( eyeball ) setelah data tersebut diplot.
42
2.5.9 ¾
Statistik Ketepatan Peramalan Ukuran Statistik Standar Jika X1 merupakan data aktual untuk periode i dan Ft merupakan ramalan (atau
nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai : et = X t − Ft Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut yang dapat didefinisikan : •
Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error) MAE =
•
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
MSE = •
1 n et 2 ∑ t =1 n
Deviasi Standar Galat (Standard Deviation of Error) SDE =
•
1 n ∑ et n t =1
1 n et 2 ∑ t =1 n −1
Nilai Tengah Deviasi Absolut (Mean Absolute Deviation)
MAD =
1 ∑ Xi − X n
Tujuan optimalisasi statistik seringkali adalah untuk memilih suatu model agar MSE (atau SSE) minimal, tetapi ukuran ini mempunyai dua kelemahan. Pertama, ukuran ini menunjukkan pencocokan (fitting) suatu model terhadap data historis. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan yang baik.
43 Suatu model terlalu cocok (over fitting) dengan deret data, yang berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai bagian proses bangkitan, berarti tidak berhasil mengenali pola non-acak dalam data dengan baik. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama fase pencocokan peramalan adalah mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam peramalan. Kedua, sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan prosedur yang berbeda pula dalam fase pencocokan. Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan juga dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan perbandingan deret berkala yang berbeda dan untuk selang waktu yang berlainan, karena MSE merupakan ukuran para absolut. Lagipula, interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis sekalipun, karena ukuran ini menyangkut pengkuadratan sederetan nilai. Dua formulasi yang sering digunakan dalam menghitung kesalahan yaitu mean absolute deviation (MAD) dan mean squared error (MSE). MAD adalah rata-rata kesalahan
absolut
dan
MSE
adalah
ukuran
deviasi
peramalan
dan
tidak
mempertimbangkan apakah kesalahan itu negatif atau positif. Perbedaan keduanya adalah terletak pada bobot kesalahan, satu dalam bentuk angka kesalahan absolut dan yang lainnya dalam bentuk nilai kuadrat. Sedangkan bias (ME) dihitung dengan menggunakan kesalahan rata-rata. Nilai bias positif mengindikasi kecenderungan peramalan terlalu rendah sedangkan bias negatif mengidikasikan kecenderungan peramalan terlalu tinggi. (Makridakis, 1999, pp58-61)
44
¾
Ukuran-ukuran Relatif
Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan, maka muncul usulan alternatif–alternatif lain yang diantaranya menyangkut galat persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis, 1999, pp61-62) adalah : •
Galat Persentase (Percentage Error) ⎛ X − Ft PE = ⎜⎜ t ⎝ Xt
•
Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error) MPE =
•
⎞ ⎟⎟ * 100 ⎠
1 n ∑ PEt n t =1
Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error) MAPE =
1 n ∑ PEt n t =1
PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap periode waktu. Nilai-nilai ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk memberikan nilai tengah kesalahan persentase (MPE). Namun MPE mungkin mengecil karena PE positif dan negatif
cenderung
saling
meniadakan.
Sehingga
MPE
didefinisikan
dengan
menggunakan nilai absolut dari PE dalam mencari nilai MAPE.
2.6
Linear Programming Linear Programming adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan
pengalokasian sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara terbaik yang mungkin dilakukan. Persoalan pengalokasian ini akan muncul
45 manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Linear programming ini menggunakan model matematis untuk menjelaskan persoalan yang dihadapinya. Sifat “linier” disini memberi arti bahwa seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan kata “programa” merupakan sinonim untuk perencanaan. Dengan demikian programa linier adalah perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu hasil yang mencapai tujuan terbaik diantara seluruh alternatif yang fisibel. Dalam membangun model dari formulasi persoalan diatas akan digunakan karakteristik-karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan programa linier, yaitu : a. Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusankeputusan yang akan dibuat. b. Fungsi tujuan Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan (pendapatan/minggu) – (ongkos material/minggu) – (ongkos tenaga kerja/minggu). c. Pembatas Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa menentukan harga-harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis, sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.
46
d. Pembatas tanda Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel keputusannya diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel keputusan tersebut boleh berharga positif, boleh juga negatif (tidak terbatas dalam tanda). Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian programa linier. Programa linier adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal berikut :
¾ Kita berusaha memaksimalkan atau meminimumkan suatu fungsi linier dari variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.
¾ Harga / besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi suatu set pembatas.
Setiap
pembatas
harus
merupakan
persamaan
linier
atau
ketidaksamaan linier.
¾ Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.
2.6.1
Formulasi Linear Programming Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya
yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari beberapa ukuran, seperti profit, penjualan dan kesejahteraan, atau minimasi seperti biaya, waktu, dan jarak. Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap, sebagai berikut :
47
¾ Tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam simbol matematik.
¾ Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier (bukan perkalian) dari variabel keputusan.
¾ Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu. Agar dapat memudahkan pembahasan model LP ini, digunakan simbol-simbol sebagai berikut : m
= macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia.
n
= macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas tersebut.
i
= nomor untuk sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1, 2, …, m)
j
= nomor untuk aktivitas (sebuah variabel keputusan) (j = 1, 2, …, m)
cij
= koefisien keuntungan per unit
xj
= tingkat aktivitas j (sebuah variabel keputusan ) untuk j = 1,2,...,n
aij
= banyaknya sumber i yang digunakan/dikonsumsi oleh masing-masing unit aktivitas j ( untuk i = 1,2,...,m dan j = 1,2,...,n ).
bi
= banyaknya sumber i yang tersedia untuk pengalokasian ( i= 1,2,...,m ).
Z
= ukuran keefektifan yang terpilih
Bentuk baku model Linear Programming : Fungsi tujuan
:
Maksimumkan atau minimumkan Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn
Fungsi Pembatas
:
a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1
48 a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2
. . . am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0 (Subagyo, 1988 , pp9-12)
2.6.2
Asumsi Linear Programming Asumsi–asumsi model Linear Programming adalah sebagai berikut :
1. Linierity dan Additivity Syarat utama dari linear programming adalah bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus linier. Kata linier secara tidak langsung mengatakan bahwa hubungannya proporsional, yang berarti bahwa tingkat perubahan atau kemiringan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama. Linear programming juga mensyaratkan bahwa jumlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat aditif. Aditif dapat diartikan tidak adanya penyesuaian pada perhitungan variabel kriteria karena terjadinya interaksi. 2. Divisibility Asumsi ini berarti bahwa nilai solusi yang diperoleh Xj, tidak harus berupa bilangan bulat. Akibatnya jika nilai–nilai bulat diperlukan, suatu nilai Linear Programming alternatif, yaitu Integer Programming harus digunakan. 3. Deterministic
49 Dalam Linear Programming, semua parameter model (Cj, aij, dan bi) diasumsikan diketahui konstan. Linear Programming secara tidak langsung mengasumsikan suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis dimana semua parameter diketahui dengan kepastian. Dalam kenyataannya, parameter model jarang bersifat deterministic, karena mereka mencerminkan kondisi masa depan dan masa sekarang, dan keadaan masa depan jarang diketahui secara pasti. Ada beberapa cara untuk mengatasi ketidakpastian beberapa parameter dalam model Linear Programming. Analisa sensitivitas adalah suatu teknik yang dikembangkan untuk menguji nilai solusi,
bagaimana
kepekaannya
terhadap
perubahan–perubahan
parameter
(Mulyono, 1999 , pp22-23 ).
2.6.3
Metode Simpleks Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka penyelesaian
masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi tak praktis atau tidak mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi yang lebih umum menjadi nyata. Metode umum itu dikenal dengan nama algoritma Simpleks yang dirancang untuk menyelesaikan seluruh masalah LP, baik yang melibatkan dua variabel atau lebih dari dua variabel. Metode Simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif, yang bergerak selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada daerah fisibel (ruang solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum. Perhatikan model linier berikut : Fungsi tujuan
:
Maksimumkan atau minimumkan Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn
50 Fungsi Pembatas
:
a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1 a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2
. . .
am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0 Maka pembatas dari model tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan AX = b. Perhatikan suatu sistem AX = b dari m persamaan linier dalam n variabel (n > m). Definisi : 1. Solusi basis Solusi basis untuk AX = b adalah solusi dimana terdapat sebanyak-banyaknya m variabel berharga bukan nol. Untuk mendapatkan solusi basis dari AX = b maka sebanyak (n-m) variabel harus dinolkan. Variabel-variabel yang dinolkan ini disebut variabel non-basis (NBV). Selanjutnya, dapatkan harga dari n – (n-m) = m variabel lainnya yang memenuhi AX = b, yang disebut variabel basis (BV). 2. Solusi basis fisibel Jika seluruh variabel pada suatu solusi basis berharga non-negatif, maka solusi itu disebut solusi basis fisibel (BFS). 3. Solusi fisibel titik ekstrim Yang dimaksud dengan solusi fisibel titik ekstrim atau titik sudut ialah solusi fisibel yang tidak terletak pada suatu segmen garis yang menghubungkan dua solusi fisibel lainnya. Ada tiga sifat pokok titik ekstrim ini, yaitu :
51 Sifat 1.a : Jika hanya ada satu solusi optimum, maka pasti ada satu titik ekstrim. Sifat 1.b : Jika solusi optimumnya banyak, maka paling sedikit ada dua titik ekstrim yang berdekatan. (Dua buah titik ekstrim dikatakan berdekatan jika segmen garis yang menghubungkan keduanya itu terletak pada sudut dari batas daerah fisibel). Sifat 2
: Hanya ada sejumlah terbatas titik ekstrim pada setiap persoalan.
Sifat 3
: Jika suatu titik ekstrim memberikan harga Z yang lebih baik dari yang lainnya, maka pasti solusi itu merupakan solusi optimum.
Sifat 3 ini menjadi dasar dari metode simpleks yang prosedurnya meliputi 3 langkah berikut : 1. Langkah inisialisasi
: mulai dari suatu titik ekstrim.
2. Langkah iteratif
: bergerak menuju titik ekstrim berdekatan yang lebih baik. Langkah ini diulangi sebanyak diperlukan.
3. Aturan penghentian
: memberhentikan langkah ke-2 apabila telah sampai pada titik ekstrim yang terbaik (titik optimum).
2.6.4
Algoritma Simpleks Untuk Persoalan Maksimasi Untuk menyelesaikan persoalan programa linier dengan menggunakan metode
simpleks, lakukan langkah-langkah berikut : 1. Konversikan formulasi persoalan ke dalam bentuk standar 2. Cari solusi basis fisibel (BFS) 3. Jika seluruh NBV mempunyai koefisien non-negatif (artinya berharga positif atau nol) pada basis fungsi tujuan (basis persamaan z yang biasa juga disebut baris 0), maka BFS sudah optimal.
52 Jika pada baris 0 masih ada variabel dengan koefisien negatif, pilihlah salah satu variabel yang mempunyai koefisien paling negatif pada baris 0 itu. Variabel ini akan memasuki status variabel basis, karena itu variabel ini disebut sebagai variabel yang masuk basis (entering variabel, disingkat EV). 4. Hitung rasio dari ruas kanan (koefisien EV) pada setiap baris pembatas dimana EVnya mempunyai koefisien positif. Variabel basis pada baris pembatas dengan rasio positif terkecil akan berubah status menjadi variabel non-basis. Variabel ini kemudian disebut sebagai variabel yang meninggalkan basis atau leaving variabel, disingkat LV. Lakukan operasi baris elementer (ERO) untuk membuat keofisien EV pada baris dengan rasio positif terkecil akan berubah status menjadi berharga 1 dan berharga 0 untuk baris-baris lainnya.
2.6.5
Analisa Sensitivitas Analisis perubahan parameter dan pengaruhnya terhadap solusi Linear
Programming dinamakan post optimality analysis. Istilah post optimality menunjukkan bahwa analisis ini terjadi setelah diperoleh solusi optimum, dengan mengasumsikan seperangkat nilai parameter yang digunakan dalam model. Perubahan atau variasi dalam suatu masalah LP yang biasanya dipelajari melalui post optimality analysis dapat dipisahkan kedalam tiga kelompok umum :
Analisa yang berkaitan dengan perubahan diskrit parameter untuk melihat berapa besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimum mulai kehilangan optimalitasnya, ini dinamakan analisa sensitivitas. Jika suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, dikatakan bahwa solusi
53 adalah sangat sensitif terhadap nilai parameter itu. Sebaliknya, jika perubahan parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi dikatakan solusi relatif insensitif terhadap nilai parameter itu.
Analisa yang berkaitan dengan perubahan struktural. Masalah ini muncul bila masalah LP dirumuskan kembali dengan menambahkan atau menghilangkan kendala dan atau variabel untuk menunjukkan operasi model alternatif.
Analisa yang berkaitan dengan perubahan kontinu parameter untuk menentukan urutan solusi dasar yang menjadi optimum jika perubahan ditambah lebih jauh, ini dinamakan parametric-programming. Melalui analisa sensitivitas dapat dievaluasi pengaruh perubahan–perubahan
parameter dengan sedikit tambahan perhitungan berdasarkan tabel simpleks optimum. Dalam
membicarakan
analisa
sensitivitas,
dikelompokkan menjadi : 1. Perubahan koefisien fungsi tujuan ( Cj ) 2. Perubahan konstan sisi kanan ( bi ) 3. Perubahan kendala atau koefisien matriks A 4. Penambahan variabel baru 5. Penambahan kendala baru (Mulyono, 1999 , pp76-77 )
perubahan–perubahan
parameter