BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Restoran
2.1.1 Definisi Restoran Menurut Mary B.Gregoire (2010, p. 11) yang mengemukakan berdasar tujuan bahwa restoran dibagi menjadi dua pengertian yang dibagi menjadi Onsite foodservice yang secara operasional menjual makanan hanya untuk mendukung aktifitas utama dan biasanya tergolong non-profit, sedangkan commercial foodservice secara operasional menjual makanan adalah prioritas utama dan keuntungan diinginkan.
2.1.1 Jenis-Jenis Restoran Menurut Mary B.Gregoire (2010, pp. 11-12) komersial restoran terbagi dalam beberaapa macam, antara lain; 1. Limited service, limited menu restaurant Limited service, limited menu restaurant (biasa disebut dengan fastfood/quick-service) menyediakan menu yang terbatas kepada pelanggan dan sering kali pelanggan memesan makanan dan membayar langsung sebelum makan. Jenis restoran seperti ini menargetkan pelanggan yang ingin makan dengan cepat dengan harga yang terjangkau.
2. Full-service restaurant Full-service restaurant menyediakan meja untuk makan dengan pelayanan. Pelanggan disapa dan dipersilahkan duduk oleh host/hostess dan melayani pemesanan makanan. Pembayaran dilakukan setelah makan.
3. Casual dining restaurant Casual dining restaurant untuk menarik pelanggan dari ekonomi menengah yang menyukai makan di luar dan tidak menginginkan suasana yang formal dan harga yang mahal. Suasananys sederhana, santai, dan harga terjangkau.
10
11
4. Fine dining restaurant Fine dining restaurant biasanya didekorasi dengan suasana yang elegan, expensive-looking, dan fine cuisine. Restoran akan memberikan pengalaman makan yang memorable.
2.2 Kualitas Pelayanan
2.2.1 Definisi Kualitas Menurut American Society of Quality dalam Mary B.Gregoire (2010, p. 29) mengemukakan bahwa “Kualitas merupakan karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang mengandalkan kemampuannya untuk memenuhi kepuasan atau kebutuhan tersirat”. Berikut berapa statement menurut American Society of Quality dalam Mary B.Gregoire (2010, pp. 29-30) tentang kualitas. •
Kualitas bukan sebuah program, kualitas lebih mendekati bisnis
•
Kualitas ditentukan oleh pelanggan melalui kepuasannya
•
Kualitas ditujukan pada keunggulan hasil, yang lainnya hanya sebuah penyempurnaan dari kesempatan-kesempatan yang ada
•
Kualitas meningkatkan kepuasan pelanggan, mengurangi siklus waktu serta biaya, dan menyisihkan kesalahan serta pengerjaan ulang
Berbeda dengan pendapat dari American Society of Quality dengan yang dikemukakan oleh Kotler seperti yang dikutip oleh Hutasoit (2011, p. 58) bahwa kualitas berdampak langsung pada kinerja produk atau jasa. Kualitas sangat erat kaitannya dengan penilaian pelanggan dan kepuasan pelanggan.
2.2.1.1 Perspektif Kualitas Menurut Garvin dalam Tjiptono & Chandra (2011, p. 168) bahwa “Kualitas memiliki perbedaan dalam proses interpretasikan yang di mana disesuaikan oleh masing-masing individu atau dapat disebut dengan perspektif kualitas”, yaitu;
12
1. Transcendental approach Kualitas dipandang sebagai innate excellence, di mana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan, biasanya diterapkan dalam dunia seni.
2. Product-based approach Kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.
3. User-based approach Kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, produk paling memuaskan preferensi seseorang atau perceived quality merupakan produk berkualitas tinggi.
4. Manufacturing-based approach Kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan. Dalam sector produk bahwa kualitas seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya
5. Value-based approach Kualitas dipandang dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam pengertiannya bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentuproduk yang paling bernilai, akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau produk yang paling tepat dibeli.
Menurut definisi kualitas dan penjelasan mengenai perspektif kualitas, penulis menyimpulkan bahwa maksud dari kata kualitas adalah suatu cara untuk menarik perhatian pelanggan dan memenuhi harapan pelanggan.
2.2.2 Definisi Layanan atau Jasa Menurut Kotler dalam Hurriyati (2010, p. 27) “pelayanan adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak lain secara prinsip tidak
13
berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan, produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik”. Menurut Zeithmal dalam Hurriyati (2010, p. 28) “Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat yang bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud”. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, penulis menyimpulkan bahwa layanan atau jasa adalah suatu tindakan yang ditawarkan oleh satu pihak yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang yang memiliki nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan.
2.2.2.1 Karakteristik jasa Menurut Kotler dalam Hurriyati (2010, pp. 28-30) jasa memiliki ciri utama yang mempengaruhi, yaitu; 1. Tidak berwujud Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya.
2. Tidak terpisahkan Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu perusahaan jasa yang menghasilkannya. Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan.
3. Bervariasi Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung dari siapa yang menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan.
4. Mudah musnah Jasa tidak dapat disimpan atau musnah sehingga tidak dapat dijual pada maa yang akan datang.
14
Menurut Tjiptono (2012, p. 246) terdapat perbedaan antara kualitas barang dan jasa, antara lain;
Tabel 2.1 Perbedaan antara Kualitas Barang dan Kualitas Jasa Kualitas Jasa
Kualitas Barang
Kualitas Dialami
Kualitas dimiliki dan dinikmati
Bergantung pada komponen
Produk itu sendiri memproyeksikan
Peripherals untuk merealisasikan
kualitas
Pemulihan atas jasa yang jelek sulit
Dimungkinkan untuk melakukan
dilakukan karena tidak bisa mengganti perbaikan pada produk cacat guna jasa yang cacat
menjamin kualitas
Lebih sulit mengkomunikasikan
Lebih mudah mengkomunikasikan
kualitas
kualitas
Kualitas sulit distandarisasikan dan
Standarisasi kualitas dapat
membutuhkan investasi besar pada
diwujudkan melalui investasi pada
pelatihan sumber daya manusia
otomatisasi dan teknologi
Kriteria pengukuran lebih sulit
Kriteria pengukuran lebih mudah
disusun dan sering kali sukar
disusun dan sering kali sukar
dikendalikan
dikendalikan
Diukur secara subyektif dan acapkali
Dapat secara objektif diukur dan
ditentukan oleh konsumen
ditentukan oleh pemanufakturan
(Sumber : Fandy Tjiptono (2012, p. 246))
2.2.3 Definisi Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono (2012, p. 157) “Kualitas pelayanan itu sendiri ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan ekspektasi pelanggan”.
Kualitas pelayanan didefinisikan oleh Parasuraman et al. seperti yang dikutip oleh Hutasoit (2011, p. 66) adalah sebagai perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima. Apabila harapan lebih besar jika dibandingkan dengan kinerja, maka kualitas yang dirasakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kepuasannya, karenanya ketidakpuasan konsumen terjadi.
15
Pendapat yang berbeda dijelaskan oleh Hutasoit (2011, p. 68) bahwa pengertian dari kualitas pelayanan adalah kesesuaian dengan derajat kemampuan untuk digunakan dari keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang disediakan dalam pemenuhan harapan yang dikehendaki konsumen dengan atribut atau faktor yang meliputi, (1) bukti langsung kasat mata berupa fasilitas fisik, (2) perhatian pribadi terhadap kebutuhan konsumen, (3) daya tanggap staf dan karyawan dalam memberi layanan, (4) keandalan dalam memberikan layanan, dan (5) jaminan atas berbagai hal kepada konsumen.
Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai perbedaan antara penyampaian jasa dan harapan pelanggan atas jasa yang mereka peroleh.
2.2.3.1 Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2011, p. 198) menjelaskan dimensi kualitas pelayanan terbagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu sebagai berikut: 1. Keandalan (Reliability) Kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya Tanggap (Responsiveness) kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan tanggap dan memberikan pelayanan yang cepat dalam menangani transaksi.
3. Jaminan (Assurance) Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, serta mampu menciptakan rasa aman bagi para pelanggan. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan serta menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
16
4. Empati (Empathy) Perusahaan memberikan perhatian secara personal kepada pelanggannya dengan berusaha memahami masalah yang dihadapi oleh pelanggan, mengerti kebutuhan pelanggan, bertindak demi kepentingan pelanggan, dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti Fisik (Tangibles) Daya tarik fasilitas fisik seperti gedung, ruangan, tersedianya tempat parkir, perlengkapan, material yang digunakan perusahaan, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, serta penampilan karyawan.
2.2.3.2 Faktor yang Mengurangi Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono (2012, p. 178) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan buruknya kualitas pelayanan pada sebuah perusahaan sehingga perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut yaitu; 1. Produksi dan konsumsi terjadi secara simultan Salah satu karakteristik unik jasa atau pelayanan adalah inseparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Hal ini kerap kali membutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian pelayanan. Kehadiran antara pelanggan dengan penyedia jasa sering kali menimbulkan beberapa persoalan. Beberapa kelemahan yang mungkin ada pada pelayanan karyawan dan mungkin berdampak negatif terhadap persepsi kualitas, yaitu; •
Tidak terampil dalam melayani pelanggan
•
Cara berpakaian karyawan yang kurang sesuai
•
Tutur kata dari pramusaji yang kurang tersusun dengan baik
•
Bau badan karyawan yang mengganggu kenyamanan pelanggan
2. Intensitas kerja yang tinggi Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian pelayanan dapat pulamenimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabelitas pelayanan yang dihasilkan. Faktor-faktor yang bias mempengaruhi antara lain; upah rendah (umumnya karyawan yang melayani atau nerinteraksi
17
langsung dengan pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang paling rendah dalam sebuah perusahaan)
3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai Kantor depan atau bias disebut front office merupakan tempat yang memberikan informasi kepada pelanggan sehingga dibutuhkan kerjasama antara frontline dengan fungsi-fungsi manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan human resource development) untuk menyediakan peralatan seperti pakaian seragam, pelatihan, keterampilan, maupun informasi terbaru sehingga bagian frontline dapat memberikan perhatian yang maksimal.
4. Gap komunikasi Gap komunikasi dapat seperti; •
Penyedia pelayanan memberikan janji berlebihan, sehingga tidak mampu memenuhinya
•
Penyedia pelayanan tidak bias selalu menyediakan informasi terbaru kepada para pelanggan
•
Pesan komunikasi penyedia pelayanan tidak dipahami pelanggan
•
Penyedia
pelayanan
tidak
memperhatikan
atau
tidak
segera
menindaklanjuti keluhan pelanggan
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Pelanggan yang datang pada sebuah restoran memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda sehingga diperlukan perbedaan pelayanan yang diberikan sehingga pelanggan dapat mendapatkan pelayanan yang maksimal.
6. Perluasan atau pengembangan pelayanan secara berlebihan Perkembangan untuk meningkatkan kualitas adalah hal yang baik, namun diperlukan konsentrasi atau kefokusan yang baik agar tidak menjadi penghambat.
18
2.3 Kepuasan Pelanggan
2.3.1 Definisi Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler seperti yang dikutip oleh Hutasoit (2011, p. 16) “kepuasan pelanggan adalah perasaan seseorang menyenangkan atau kecewa setelah membandingkan kinerja produk (hasil) dalam hubungannya dengan harapan konsumen”. Sedangkan pendapat lain diungkapkan oleh Kuswandi seperti yang dikutip oleh Hutasoit (2011, p. 16) “kepuasan pelanggan adalah perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap apa yang diberikan perusahaan kepada mereka. Jika harapan pelanggan terhadap apa yang akan diberikan perusahaan rendah dan ternyata persepsinya terhadap apa yang telah diberikan perusahaan kepada mereka tinggi, maka pelanggan akan merasa mendapatkan kepuasan’.
Selanjutnya menurut Bleuel dalam Hutasoit (2011, p. 17) mendefinisikan kepuasan pelanggan sama dengan meyakinkan bahwa produk dan kinerja pelayanan memenuhi harapan pelanggan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kepuasan pelanggan terjadi ketika persepsi terhadap penghargaan dari pembelian suatu jasa atau barang sesuai atau melebihi pengorbanan yang dirasakan.
Dari berbagai pendapat yang dilontarkan para ahli bisa disimpulkan definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan jadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan, reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan, dan laba yang diperoleh menjadi meningkat.
19
2.3.2 Konsep Kepuasan Pelanggan Menurut Hassan dalam Hutasoit (2011, p. 98) mengemukakan bahwa formulasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan loyalitas dapat dilakukan dengan cara melakukan pekerjaan pertama kali dengan benar, kemudian menangani komplain dengan efektif. Pendekatan experience effective berpandangan bahwa tingkat kepuasan dipengaruhi perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses membeli mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli.
Expectency disconfirmation theory menunjukan evaluasi pengalaman yang dirasakan (kinerja) sama baiknya sesuai dengan yang diharapkan. Harapan atas kinerja dibandingkan dengan kinerja aktual produk, ada tiga hal yang mungkin terjadi, yaitu; •
Apabila kualitas lebih rendah dari harapan, yang terjadi adalah ketidakpuasan emosional (negative disconfirmation)
•
Apabila kinerja sama dengan harapan, maka yang terjadi adalah konfirmasi harapan (simple disconfirmation atau non-satisfaction)
•
Apabila kinerja lebih besar dibandingkan harapan, akan terjadi kepuasan emosional (positive disconirmation)
Kinerja produk dan pelayanan yang rendah, kemungkinan hasilnya bukan ketidakpuasan, melainkan pelanggan merasa kecewa dan tidak melakukan komplain, tetapi sangat mungkin pelanggan mencari alternatif produk atau penyedia jasa yang lebih baik bila kebutuhannya mengalami masalah.
2.3.3 Dimensi Kepuasan Pelanggan Dimensi kepuasan pelanggan menurut Kotler dan Keller (2011, p. 179) pelanggan yang sangat puas akan; 1. Tetap setia Konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi setia atau loyal. Konsumen yang puas terhadap produk yang dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama
20
2. Membeli produk yang ditawarkan Keinginan untuk membeli produk atau makanan lain yang ditawarkan karena adanya keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan menghindari pengalaman yang buruk 3. Merekomendasikan produk Kepuasan merupakan faktor yang mendorong adanya komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication) yang bersifat positif. Hal ini dapat berupa rekomendasi kepada calon konsumen yang lain dan mengatakan halhal yang baik mengenai produk dan perusahaan yang menyediakan produk. 4. Bersedia membayar lebih Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai patokan kepuasan, ketika harga lebih tinggi konsumen cenderung berfikir kualitas menjadi lebih tinggi juga. Konsumen juga cenderung tidak memperhatikan merk pesaing. 5. Memberi Masukan Walaupun kepuasan sudah tercapai, konsumen selalu menginginkan yang lebih lagi, maka konsumen akan memberi masukan atau saran agar keinginan mereka dapat tercapai.
2.3.4 Manfaat Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2012, p. 57) secara garis besar, kepuasan pelanggan memberikan dua manfaat utama bagi perusahaan, yaitu berupa loyalitas pelanggan dan penyebaran (advertising) dari mulut ke mulut.
Gambar 2.1 Manfaat Kepuasan Pelanggan Loyalitas pelanggan
Pembelian ulang
Penjualan silang
Kepuasan pelanggan
Mulut ke mulut
(Sumber : Fandy Tjiptono (2012, p. 57))
Pertambahan jumlah pelanggan baru
21
Lebih rinci, manfaat-manfaat spesifik kepuasan pelanggan mencakup: dampak positif pada loyalitas pelanggan; berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan (terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling); menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan (terutama biaya-biaya komunikasi, penjualan, dan layanan pelanggan).Menekan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan; meningkatnya toleransi harga (terutama kesediaan untuk membayar harga premium dan pelanggan tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok); pelanggan cenderung lebih memahami terhadap product-line extension, brand extension, dan new add-on service yang ditawarkan perusahaan; serta meningkatnya daya tawar perusahaan terhadap jejaring pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi. Singkat kata, tidak perlu diragukan lagi bahwa kepuasan pelanggan sangat krusial bagi kelangsungan hidup dan daya saing setiap organisasi, baik bisnis maupun nirlaba.
2.3.5 Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2011, p. 314) mengidentifikasi 4 (empat) metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, antara lain; 1. Sistem Keluhan dan Saran Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan dapat berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2. Ghost Shopping (Mystery Shopping) Metode ini dilaksanakan dengan memperkerjakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial dari produk atau jasa perusahaan dan pesaing. Lalu mereka akan melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Berdasarkan pengalamannya mereka juga akan
22
mengamati dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan, menjawab pertanyaan, dan menangani setiap keluhan pelanggan
3. Lost Customer Analysis Metode ini dilaksanakan dengan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi tersebut tentunya sangat penting bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan dan melakukan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
4. Survei Kepuasan Pelanggan Umumnya sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara langsung. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya : •
Directly Reported Satisfaction Pengukuran dilakukan menggunakan pertanyaan yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan. Seperti ungkapan “Seberapa puas Anda terhadap perusahaan XYZ?”, yang diukur dengan skala : sangat tidak puas, tidak puas, kurang puas, puas, sangat puas.
•
Derived Satisfaction Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersangkutan dengan harapan pelanggan terhadap kinerja perusahaan dan persepsi terhadap kinerja aktual produk.
•
Problem Analysis Pelanggan
yang
dipilih
menjadi
responden
diminta
untuk
mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan serta memberikan saran-saran perbaikan, yang nantinya akan dianalisis oleh perusahaan.
23
•
Importance-Performance Analysis Dalam teknik ini responden diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen. Selain itu, responden juga diminta untuk merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen tersebut.
2.3.6 Strategi Memuaskan Pelanggan Menurut Tjiptono (2012, p. 70) setidaknya ada delapan strategi yang selama ini diterapkan berbagai organisasi dalam rangka memuaskan pelanggan, antara lain; 1. Manajemen ekspektasi pelanggan Manajemen ekspektasi pelanggan adalah berusaha mengedukasi, pelanggan adalah mereka yang benar-benar memahami peran, hak, dan kewajibannya berkenaan dengan produk/jasa. Beberapa perusahaan bahkan mencoba menerapkan kiat “under promise, over delivery” yang berarti sesuai janji, dan melebihi penyampaiannya agar kinerja bias melebihi ekspektasi pelanggan.
2. Relationship marketing and management Relationship marketing (RM) berfokus pada upaya menjalin relasi positif jangka panjang yang saling menguntungkan dengan stakeholder utama perusahaan.
3. Aftermarketing Aftermarketing menekankan pentingnya orientasi pelanggan saat ini (current customer) sebagai cara yang biaya yang lebih efektif untuk membangun bisnis yang menguntungkan. Ada lima kunci dair implikasi aftermarketing; •
Acquainting (mengenal) Mengenal para pelanggan dan perilaku pembelian serta kebutuhan mereka, termasuk mengindentifikasi “high value customer”.
•
Acknowledging (mengakui) Menunjukkan kepada para pelanggan bahwa mereka dikenal secara personal, misalnya dengan merespon setiap komunikasi atau korespondensi dari para pelanggan secepat mungkin.
24
•
Appreciating (mengapresiasi) Mengapresiasi pelanggan dan bisnisnya.
•
Analyzing (menganalisa) Menganalisa
informasi-informasi
yang
disampaikan
pelanggan
melalui komunikasi dan korespondensi mereka. •
Acting (menindaklanjuti) Setiap masukan yang didapatkan dari pelanggan dan menunjukan pada mereka bahwa perusahaan siap mendengarkan dan siap mengubah
prosedur
operasi
atau
produk/jasa
dalam
rangka
memuaskan mereka secara lebih efektif.
4. Strategi retensi pelanggan Strategi retensi pelanggan mirip dengan aftermarketing. Strategi ini berusaha meningkatkan retensi/mempertahankan pelanggan melalui pemahaman atas faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan beralih. Dengan kata lain, strategi ini mencoba menekan price defectors (beralih pemasok karena mengejar harga lebih murah), product defectors (menemukan produk superior di tempat lain), service defectors (mendapatkan pelayanan yang lebih baik di tempat lain), market defectors (pindah ke pasar lain), technological defectors (beralih ke teknologi lain), dan organizational defectors (beralih karena tekanan politik)
5. Superior customer service Strategi superior customer service diwujudkan dengan cara menawarkan pelayanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing. Implementasinya bias berankeragam, di antaranya garansi internal dan jaminan eksternal, pelatihan cara penggunaan produk, konsultasi teknis, saran pemakaian produk alternative, peluang penukaran atau pengembalian produk yang tidak memuaskan, reparasi komponen yang rusak/cacat, penyediaan suku cadang pengganti, penindaklanjutan kontak dengan pelanggan, informasi berkala dari perusahaan, klub/organisasi pemakai produk, pemantauan dan penyesuaian produk untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan, dan seterusnya.
25
6. Technology infusion strategy Technology infusion strategy berusaha memanfaatkankecanggihan teknologi untuk meningkatkan dan memuaskan pengalaman melayani pelanggan, baik dalam hal kustomisasi dan fleksibilitas, perbaikan pemulihan pelayanan, maupun menyenangkan pelanggan secara spontan.
7. Strategi penanganan complain secara efektif Strategi penanganan complain secara efektif mengandalkan empat aspek penting, yaitu; •
Empati terhadap pelanggan,
•
Kecepatan dalam penanganan setiap keluhan,
•
Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan atau komplain,
•
Kemudahan bagi konsumen untuk mengontak perusahaan. Bagi perusahaan, komplain sebetulnya merupakan kesempatan berharga untuk memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa, menghindari publisitas negative, dan menyempurnakan pelayanan di masa mendatang.
8. Strategi pemulihan pelayanan Strategi pemulihan pelayanan berusaha menangani setiap masalah dan belajar dari
kegagalan
produk/pelayanan,
setia
melakukan
perbaikan
demi
penyempurnaan pelayanan organisasi. Implementasinya bisa berupa jaminan layanan tanpa syarat, pemberdayaan karyawan, penyelesaian kegagalan layanan yang cepat, dan strategi menajemen zero defection (tidak beralih). Contoh spesifikasinya antara lain permohonan maaf atas kesalahan yagn terjadi, kompensasi atau ganti rugi, pengembalian uang, penjelasan atas penyebab kegagalan produk/jasa, pengerjaan ulang dan seterusnya.
2.4 Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan Menurut Hoofman dan Bateson (1997) yang dikutip oleh Tjiptono (2011, p. 313) menuliskan dasar pemikirannya tentang hubungan kualitas jasa dan kepuasan konsumen, antara lain:
26
1. Bila konsumen tidak memiliki pengalaman sebelumnya dengan suatu perusahaan, maka persepsinya terhadap kualitas jasa perusahaan tersebut akan didasarkan pada ekspektasinya, 2. Interaksi (service encounter) berikutnya dengan perusahaan tersebut akan menyebabkan konsumen memasuki proses diskonfirmasi dan merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa, 3. Setiap interaksi tambahan dengan perusahaan itu akan memperkuat atau sebaliknya malah mengubah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa, 4. Persepsi tentang kualitas jasa yang telah direvisi memodifikasi minat beli konsumen terhadap perubahan di masa yang akan datang,
Kotler dan Ketler (2011, p. 133) menyatakan hubungan antara pelayanan dan kepuasan konsumen bahwa “terdapat hubungan yang erat antara kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, dan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya kepuasan konsumen dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta sering kali biaya lebih rendah”.
2.5 Penelitian Terdahulu Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pengaruh kualitas pelayanan (variabel X) terhadap kepuasan pelanggan (variabel Y); 1. Jurnal Felita Sasongko (2013) “Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan Restoran Ayam Penyet Ria”. Abstrak: Restoran Ayam Penyet Ria mengedepankan kualitas layanan yang ditujukan untuk kenyamanan pelanggan. Pengukuran dimensi kualitas menggunakan lima dimensi kualitas layanan yang terdiri atas dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disebarkan kepada 100 pelanggan restoran Ayam Penyet Ria yang diambil dengan menggunakan teknik purpossive sampling. Selanjutnya, data yang telah terkumpul dianilisis menggunakan analisis regresi berganda untuk melihat dimensi kualitas layanan yang paling dominan pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan restoran Ayam Penyet Ria. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kelima variabel kepuasan pelanggan secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap
27
kepuasan pelanggan di Restoran Ayam Penyet Ria Surabaya. Sedangkan faktor yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan pelanggan di restoran ini adalah Responsiveness atau daya tanggap dan diikuti oleh variabel Assurance, Emphaty, Tangible dan Reliability.
2. Jurnal Rina Safitri (2012) “Analisis Product Knowledge terhadap Purchasing Behaviour Western Food”. Abstrak: Peneliti melakukan penelitian ke berbagai restoran yang menawarkan menu western yang mana penulis menyimpulkan bahwa perkembangan restoran berdasarkan jenis hidangan khas western adalah restoran yang paling cepat berkembang dan paling disukai dalam bisnis restoran. Permasalahan yang penulis teliti adalah bagaimana pengaruh faktor-faktor product knowledge yang terdiri dari sumber daya konsumen, motivasi, sikap, kepribadian berpengaruh terhadap purchasing behaviour dari pelanggan western food. Alat analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi, sikap, dan kepribadian berpengaruh signifikan terhadap purchasing behaviour.
3. Jurnal Winy Salim (2013) “Analisa Pengaruh Service Quality Terhadap Customer Satisfaction Rempah Indonesian Restaurant”. Abstrak: Saat ini bisnis makanan dan minuman semakin meningkat didasarkan karena banyaknya permintaan dan penawaran. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan 100 kuisioner kepada responden konsumen Rempah Indonesian Restaurant. Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan validitas, reliabilitas dan analisa statistik deskriptif, sedangkan metode analisis data yang dipakai adalah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dan analisa gap. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa service quality secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction Rempah Indonesian Restaurant. Sedangkan faktor yang berpengaruh dominan terhadap customer satisfaction di Rempah Indonesian Restaurant adalah empathy.
4. Jurnal yang ditulis oleh Ernest Emeka Izogo dan Ike-Elechi Ogba (2015) (Nigeria) “Service Quality, Customer Satisfaction And Loyalty In Automobile
28
Repair Services Sector”. Abstrak: Temuan yang menguatkan penelitian sebelumnya seperti yang ditetapkan bahwa upaya yang berbeda untuk mengukur kepuasan dan loyalitas pelanggan dalam konteks layanan terbukti kurang berguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi struktur dimensi dari service quality dalam pengaturan layanan serta dampak dari dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Pendekatan kuantitatif yang menggunakan 32-item, tujuh poin kuesioner diberikan kepada 384 peserta dengan 55.99 persen tingkat respons yang dapat digunakan. Data dianalisis menggunakan analisis faktor exploratory, konsistensi internal Cronbach dan uji γ untuk masing-masing, mengukur skala kesesuaian, kegunaan dan kekuatan/arah. Hasil dari penelitian ini adalah pengurangan 32 item menjadi 26 item skala dengan 0.929 total skor α. Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa dimensi kualitas pelayanan merupakan pengaruh signifikan dari kepuasan dan loyalitas pelanggan.
5. Jurnal Hokey Min dan Hyesung Min (2011) (USA) "Benchmarking the service quality of fast‐food restaurant franchises in the USA: A longitudinal study". Abstrak: Makalah ini mengembangkan seperangkat tolok ukur yang membantu restoran cepat saji memantau proses pelayanan dan pengiriman nya. Tujuan dari penelitian adalah untuk membantu restoran cepat saji meningkatkan daya saing mereka dan kemudian meningkatkan pangsa pasar mereka, mengukur kinerja pelayanan cepat saji waralaba restoran di Amerika Serikat dan mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi kinerja pelayanan restoran cepat saji. Penelitian ini mengungkapkan bahwa atribut layanan dianggap paling penting untuk restoran cepat saji. Juga, ditemukan pola hubungan antara tingkat keseluruhan kepuasan pelanggan dengan restoran cepat saji dan kata dari mulut ke mulut.
6. Jurnal Patti Collett Miles (2013) (USA) "Competitive strategy: the link between service characteristics and customer satisfaction". Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana strategi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam hubungan dengan karakteristik kualitas layanan. Penelitian ini menggunakan data survei yang dikumpulkan dari 179 pelanggan dari empat layanan yang mewakili dua segmen industri.
29
Analisis varians digunakan untuk menguji empat hipotesis mengusulkan strategi perusahaan dapat mempengaruhi nilai dari pelanggan dari karakteristik layanan, sementara pelanggan masih tetap setia dengan tingkat tinggi kepuasan pelanggan. Hasil mendukung pernyataan bahwa harapan pelanggan dari strategi perusahaan dapat memungkinkan perusahaan dalam industri yang sama untuk menerima peringkat yang sangat berbeda pada karakteristik layanan seperti nilai dan kualitas, sementara memiliki pelanggan setia sama dan puas.
2.6 Kerangka Pemikiran Bedasarkan pada landasan teori di atas maka dapat dihasilkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Variabel X : Kualitas
Variabel Y : Kepuasan
Pelayanan
Pelanggan
•
Keandalan (Reliability)
•
Tetap Setia
•
Daya tanggap
•
Membeli produk yang ditawarkan
(Responsiveness) •
Jaminan (Assurance)
•
Merekomendasi produk
•
Empati (Empathy)
•
Bersedia membayar lebih
•
Bukti fisik (Tangibles)
•
Memberi masukan
(Sumber : Fandy Tjiptono
(Sumber : Kotler dan Keller
dan Gregorius Chandra
(2011, p. 179)
(2011, p. 198))
(Sumber : Hasil Pengolahan Data Penulis (2015))
30
2.7 Hipotesis Menurut Siregar (2013, p. 286) tahap – tahap pengujian hipotesis adalah sebagai berikut dengan membuat hipotesis dalam uraian kalimat, yaitu: •
Ho = Tidak ada terdapat pengaruh yang signifikan antara kelompok data A terhadap kelompok data B.
•
Ha = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kelompok data A terhadap kelompok data B.