BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Persediaan Persediaan merupakan salah satu asset termahal bagi banyak perusahaan, dan berjumlah sekitar 50 persen dari total modal yang ditanamkan (Render dan Heizer, 2005, p60). Menurut Handoko (2000, p333) persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya tentang pemenuhan permintaan. Jenis persediaan yang sering disebut dengan istilah persediaan keluaran produk (product output) meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi keluaran produk perusahaan. Persediaan
dapat
melayani
beberapa
fungsi
yang
akan
menambahkan fleksibilitas operasi perusahaan. Empat fungsi persediaan adalah (Render dan Heizer, 2005, p60) : 1.
Untuk men- “decouple" atau memisahkan beragam bagian proses produksi.
Sebagai
contoh,
jika
pasokan
sebuah
perusahaan
berfluktuasi, maka mungkin diperlukan persedia tambahan untuk mendecouple proses produksi dari para pemasok. 2.
Untuk
men-decouple
perusahaan
dari
fluktuasi
permintaan
dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan
6
7 bagi pelanggan. Persediaan semacam ini umumnya terjadi pada perdagangan eceran. 3.
Untuk mengambil keuntungan diskon kuantitas, sebab pembelian dalam, jumlah lebih besar dapat mengurangi biaya produksi atau pengiriman barang.
4.
2.2
Untuk menjaga pengaruh inflasi dan naiknya harga.
Peramalan Peramalan atau forecasting adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang teradi pada masa yang akan dating. Ketepatan secara mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah tidak mungkn dicapai, oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang akan datang secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga yang besar agar mereka dapat memiliki kekuatan terhadap kejadian yang akan datang. Suatu perusahaan melakukan kegiatan untuk mencapai sesuatu pada waktu yang akan datang serta memperhitungkan kondisi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Kondisi pada waktu yang akan datang tidaklah dapat diperkirakan secara pasti, sehingga perusahaan mau tidak mau harus bekerja dengan orientasi pada waktu yang akan datang yang tidak pasti. Untuk meminimalkan ketidakpastian itu dapat dilakukan dengan metode atau teknik peramalan. Dengan teknik peramalan dapat diidentifikasikan pola yang dapat digunakan untuk meramalkan kondisi pada waktu yang akan datang, sehingga dari hasil peramalan itu, eksekutif perusahaan dapat membuat perencanaan yang diperlukan untuk dilaksanakan pada masa yang akan datang.
8 Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Tujuan dari peramalan adalah untuk mengetahui jumlah permintaan produk pada masa yang akan datang, sehingga manajemen perusahaan dapat memperkirakan kebutuhan bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi di masa yang akan datang agar tidak sampai terjadi kekurangan bahan baku. Untuk membuat peramalan dimulai dengan mengeksplorasi data dari waktu yang lalu dengan mengembangkan pola data dengan asumsi bahwa pola data waktu yang lalu itu akan berulang lagi pada waktu yang akan datang, misalnya berdasarkan data dan pengalaman pada 12 bulan yang terakhir, pendapatan perusahaan dalam setiap bulan Januari menurun drastis bila dibandingkan dengan sebelas bulan yang lain. Berdasarkan pola tersebut perusahaan mestinya dapat meramalkan bahwa pada bulan Januari tahun berikutnya akan terjadi penurunan pandapatan. Peramalan hanya merupakan taksiran, sehingga dalam kenyataannya sangat mungkin terdapat penyimpangan yang dikarenakan keterbatasan kemampuan manusia. Syarat-syarat
peramalan
yang
akan
digunakan
untuk
keperluan
perencanaan produksi haruslah memenuhi karakteristik sebagai berikut : 1.
Akurasi
2.
Kebutuhan waktu penggunaan komputer yang rendah
3.
Kebutuhan tempat penyimpanan di komputer yang rendah
4.
Biaya pengembangan atau penerapan rendah
9 5.
Kemampuan untuk berhubungan dengan sistem manajemen basis data
6.
Kemudahan pengoperasian
2.2.1 Jenis-Jenis Peramalan Berdasarkan rentang waktunya, peramalan dikelompokkan ke dalam tiga kategori : 1. Peramalan jangka panjang Yaitu yang mencakup waktu lebih besar dari 24 bulan, misalnya untuk peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman modal, perencanaan fasilitas, dan perencanaan untuk kegiatan litbang. 2. Peramalan jangka menengah Yaitu antara 3 sampai 24 bulan, misalnya untuk perencanaan penjualan dan perencanaan anggaran produksi. 3. Peramalan jangka pendek Yaitu untuk jangka waktu kurang dari tiga bulan, misalnya peramalan dalam hubungannya dengan perencanaan pembelian material, penjadwalan kerja, dan penugasan kerja.
2.2.2
Metode Peramalan
Ada dua jenis metode peramalan, yaitu : 1. Metode peramalan kualitatif Metode peramalan kualitatif didasarkan pada intuisi dan pandangan individuindividu, penilaian orang yang melakukan peramalan dan tidak tergantung pada data-data yang akurat (pengolahan dan analisis data historis yang tersedia),
10 metode ini digunakan untuk peramalan produk baru di mana tidak ada data historis. Teknik pada metode ini yang digunakan adalah teknik Delphi, kurva pertumbuhan, dll. 2. Metode peramalan kuantitatif Metode peramalan kuantitatif dilakukan berdasarkan data-data yang sudah ada sebelumnya untuk memperkirakan hal yang akan terjadi di masa mendatang. Ada tiga kondisi yang diterapkan pada metode peramalan kuantitatif : a.
Informasi mengenai keadaan pada waktu yang tersedia.
b.
Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik (angka).
c.
Waktu yang akan datang (disebut asumsi kontinuitas).
Metode peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu: a.
Peramalan deret waktu (Time Series) Peramalan ini dilakukan berdasarkan data-data dari suatu produk yang sudah ada sebelumnya, kemudian dianalisa pola datanya apakah berpola trend atau musiman maupun berbentuk siklus.
b.
Peramalan sebab akibat (Causal) Peramalan ini dilakukan berdasarkan data yang sudah ada sebelumnya, tetapi menggunakan data dari variabel yang lain yang menentukan atau mempengaruhinya pada masa depan, seperti penduduk, pendapatan, dan kegiatan ekonomi. Dengan mengolah data-data yang sudah ada sebelumnya melalui metode
deret waktu dan metode sebab akibat, maka akan diperoleh hasil peramalan,
11 tetapi metode peramalan yang akan ditekankan dalam pembahasan ini terbatas pada peramalan dengan metode deret waktu. Ada beberapa teknik peramalan yang dapat digunakan yang didasarkan pada kondisi data tertentu, terdapat tiga pendekatan yang dapat dijadikan dasar dalam memilih teknik peramalan tersebut. 1. Pendekatan Autokorelasi. Peramalan yang digunakan diorientasikan pada waktu yang akan datang didasarkan pengetahuan maupun peramalan pada waktu yang lalu. Secara umum dapat dikemukakan sebagai trend, musim, siklis, dan irregular. TREND merupakan komponen data time series yang berkaitan dengan adanya kecenderungan (meningkat atau menurun) dalam jangka panjang, misalnya data inflasi, perubahan teknologi, dan peningkatan produksi. MUSIM merupakan komponen data time series yang berhubungan dengan adanya kegiatan yang berulang secara teratur dalam setiap tahun, misalnya peningkatan penjualan tiket kereta api pada saat liburan, jadi variasi data yang diperoleh berhubungan dengan musim (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu) dalam 1 tahun. SIKLIS merupakan komponen time series yang berhubungan dengan adanya aktivitas yang tidak beraturan, yang biasanya terjadi dalam kurun waktu yang lebih dari 1 tahun dan dalam periode yang tidak sama. Komponen ini sulit untuk diramalkan terkadang dalam praktik sering ditiadakan atau tidak dilakukan peramalan. Biasanya kondisi ini terjadi berhubungan dengan perekonomian yang kemungkinan tidak berulang seperti pada siklus produk yang bertahap-tahap berbeda dalam periode waktu yang berbeda pula, resesi dan depresi.
12 IRREGULAR (ketidakteraturan) merupakan komponen dari time series yang tidak termasuk dalam trend, musim maupun siklis, komponen ini berhubungan dengan aktivitas yang tidak terduga sebelumnya. Pola datanya tidak terjadi secara kontinu dan juga sangat tidak sistematis, contohnya pada saat terjadi unjuk rasa karyawan yang mempengaruhi perubahan jumlah produksi. 2. Pendekatan Ukuran Simpangan Peramalan. Pemilihan teknik peramalan juga didasarkan pada error atau tingkat kesalahan yang merupakan selisih nilai data yang ada dengan nilai proyeksinya pada setiap periode peramalan. Error yang digunakan sebagai ukuran simpangan peramalan berupa MSE (Mean Square Error). Secara sederhana dapat diketahui bahwa semakin besar MSE berarti semakin besar selisih antara data historis yang ada (yang sesungguhnya) dengan nilai proyeksinya, sebaliknya semakin kecil MSE berarti semakin akurat peramalannya. 3. Pendekatan Horison Waktu Menurut Hanke dan Reitsch, selain berdasarkan hasil analisis autokorelasi dan ukuran simpangan peramalan, teknik peramalan juga dapat dipilih berdasarkan horison waktu peramalannya. Metode peramalan yang diterapkan dalam pembahasan ini menggunakan pendekatan autokorelasi, karena mengorientasikan peramalan pada waktu yang akan datang dan peramalan ini dihitung berdasarkan data historis, yaitu data yang sudah ada sebelumnya. Peramalan dengan metode time series terbagi lagi menjadi beberapa metode, yaitu : 1. Peramalan dengan Metode Regresi Linier
13 Peramalan dengan metode Regresi Linier didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier. Rumus yang digunakan untuk menghitung peramalan dengan metode Regresi Linier adalah sebagai berikut : Y(t) = a + bt
(1)
dengan: Y(t)
= penjualan unit (fungsi terhadap waktu)
a
= parameter yang akan ditentukan
b
= parameter yang akan ditentukan
t
= periode
Rumus-rumus dalam menghitung variabel a dan b adalah sebagai berikut: N ⎛ N ⎞ N N ⎜ ∑ (tY (t )) ⎟ − ∑ Y (t )∑ t t =1 ⎠ t =1 b = ⎝ t =1 2 N N ⎛ ⎞ N∑t2 − ⎜∑t ⎟ t =1 ⎝ t =1 ⎠
a=
1 N
N
1
(2)
N
∑ Y (t ) − N b∑ t t =1
(3)
t =1
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode Regresi Linier dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perhitungan Metode Regresi Linier
Penjualan Y(t) 1536
tY(t)
t2
Januari
Periode (t) 1
1536
1
Februari
2
2649
5298
4
Maret
3
2720
8160
9
April
4
2870
11480
16
Bulan
14 Mei
5
2836
14180
25
Juni
6
2740
16440
36
Juli
7
2768
19376
49
Agustus
8
2869
22952
64
September
9
2868
25812
81
Oktober
10
2496
24960
100
November
11
3064
33704
121
Desember
12
2654
31848
144
Jumlah (Σ) =
78
32070
215746
650
Sumber : Data Perhitungan Sendiri
b = (12)(215746)-(32070)(78) = 50,986 (12)(650)-(782) a = 32070 – (50,986)(78) = 2341,091 12 12 Jadi, Y(t) = 2341,091 + 50,986t Dengan demikian hasil peramalan untuk bulan Januari pada tahun yang akan datang adalah: Y(13) = 2341,091 + 50,986 (13) = 3003,909 ≈ 3004 unit. 2. Peramalan dengan Metode Regresi Kuadratis Peramalan dengan metode Regresi Kuadratis didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat kuadratis. Perbedaan peramalan dengan metode Regresi Kuadratis dan peramalan dengan metode Regresi Liner terletak dalam hal asumsi data historis. Rumus yang digunakan untuk menghitung peramalan dengan metode Regresi Kuadratis adalah sebagai berikut : Y(t) = a + bt + ct2 dengan:
(4)
15 Y(t)
= penjualan unit (fungsi terhadap waktu)
a
= parameter yang akan ditentukan
b
= parameter yang akan ditentukan
c
= parameter yang akan ditentukan
t
= periode
Rumus-rumus dalam menghitung variabel a, b, dan c adalah sebagai berikut: b=
γδ − θa γβ − a 2
(5)
dengan: ⎛
N
⎞
N
⎠
t =1
γ = ⎜∑t 2 ⎟ − N∑t 4 ⎝ t =1
(6)
N
N
N
t =1
t =1
t =1
δ = ∑ t ∑ Y (t ) − N ∑ tY (t ) N
N
N
t =1
t =1
t =1
θ = ∑ t 2 ∑ Y (t ) − N ∑ t 2 Y (t )
N
N
N
t =1
t =1
t =1
α = ∑ t∑ t 2 − N ∑ t 3
(7)
(8)
(9)
2
N ⎛ N ⎞ β = ⎜∑t ⎟ − N∑t 2 t =1 ⎝ t =1 ⎠
dengan: γ
= konstanta pemulusan
δ
= konstanta pemulusan
θ
= konstanta pemulusan
(10)
16 α
= konstanta pemulusan
β
= konstanta pemulusan
N
= banyak bulan yang akan diramal
Setelah didapatkan nilai b maka nilai c diperoleh dari persamaan berikut:
c=
θ − (b)(α ) γ
(11)
Selanjutnya, nilai a didapatkan dengan menggunakan nilai b dan nilai c yang telah diperoleh sebelumnya melalui persamaan: N
a=
∑ Y (t ) t =1
N
N
−b
∑t t =1
N
N
−c
∑t
2
t =1
(12)
N
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode Regresi Kuadratis dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perhitungan Metode Regresi Kuadratis Bulan
Periode (t)
t2
t3
t4
Januari
1
1
1
1
Februari
2
4
8
Maret
3
9
April
4
Mei
Penjualan Y(t)
tY(t)
t2Y(t)
1536
1536
1536
16
2649
5298
10596
27
81
2720
8160
24480
16
64
256
2870
11480
45920
5
25
125
625
2836
14180
70900
Juni
6
36
216
1296
2740
16440
98640
Juli
7
49
343
2401
2768
19376
135632
Agustus
8
64
512
4096
2869
22952
183616
September
9
81
729
6561
2868
25812
232308
Oktober
10
100
1000
10000
2496
24960
249600
17 November
11
121
1331
14641
3064
33704
370744
Desember
12
144
1728
20736
2654
31848
382176
60710
32070
215746
1806148
Jumlah (Σ) 78 650 6084 = Sumber : Data Pehitungan Sendiri
α = (78)(650)-(12)(6084) = -22308 β = (78)2-(12)(650) = -1716 γ = (650)2–(12)(60710) = -306020 δ = (78)(32070)-(12)(215746) = -87492 θ = (650)(32070)–(12)(1806148) = -828276 b = (-306020)(-87492)-(-828276)(-22308) = 301,895 (-306020)(-1716)-(-22308)2 c = (-828276)-(301,895)(-22308) = -19,301 (-306020) a = 32070 – (301,895)(78) – (-19,301)(650) 12 12 12 = 1755,653 Jadi, Y(t) = 1755,653 + 301,895t – 19,301t2 Dengan demikian hasil peramalan untuk bulan Januari pada tahun yang akan datang adalah: Y(13) = 1755,653 + 301,895 (13) - 19,301 (13)2 = 2418,419 ≈ 2419 unit. 3. Peramalan dengan Metode Double Moving Average Peramalan dengan metode Double Moving Average mengambil x periode dari jumlah permintaan aktual sebelumnya, kemudian menghitung rata-rata permintaan dari x periode, dan menggunakan hasil perhitungan rata-ratanya untuk meramalkan permintaan periode selanjutnya. Data yang lebih tua dari
18 periode x tidak memiliki pengaruh terhadap peramalan periode selanjutnya. Nilai dari x dapat diatur pada level manapun, tetapi biasanya di antara 4 dan 7. Prosedur-prosedur yang digunakan untuk menghitung peramalan dengan menggunakan metode Double Moving Average adalah sebagai berikut :
a.
Cari x rata-rata dari x1 sampai xt dan nilai peramalan untuk periode S’t+1 adalah x rata-rata tersebut.
b.
Cari x rata-rata dari x2 sampai xt-1, dan nilai peramalan untuk periode S’t+2 adalah x rata-rata tersebut.
c.
Ulangi kedua langkah di atas sampai semua nilai x telah dihitung. Lanjutkan dengan cara yang sama untuk menghitung S’t hanya saja kini yang dirata-ratakan bukan x melainkan S’t.
d.
Menghitung at dengan rumus : at = 2S’t - S’’t
e.
Menghitung bt dengan rumus : bt =
f.
(13)
2 (S 't −S ' 't ) N −1
(14)
Langkah terakhir adalah menghitung peramalan (Ft+m) dengan m merupakan jumlah periode ke muka dari t. Rumus:
Ft+m = at+bt.m
(15)
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode Double Moving Average dapat dilihat pada Tabel 2.3.
19 Tabel 2.3 Perhitungan Metode Double Moving Average t
Bulan Januari
1
Februari
2
Maret
3
April
4
Mei
5
Juni
6
Juli
7
Agustus
8
September
9
Oktober
10
November
11
Desember
12
Penjualan Y(t) (unit) 1536 2649 2720 2870 2836 2740 2768 2869 2868 2496 3064 2654
S’t
S”t
b
a
a+bm
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2443,75
-
-
-
-
2768,75
-
-
-
-
2719,5
-
-
-
-
2803,5
2683,875
2923,125
79,75
-
2803,25
2773,75
2832,75
19,667
3002,875
2811,25
2784,375
2838,125
17,917
2852,417
2750,25
2792,063
2708,437
-27,875
2856,042
2824,25
2797,25
2851,25
18
2680,562
2595,25
2745,25
2445,25
-100
2869,25
Sumber : Data Perhitungan Sendiri
Jadi, F12+m = 2445,25 – 100m Dengan demikian hasil peramalan untuk bulan Januari pada tahun yang akan datang adalah: F13 = 2445,25 – 100(1) = 2345,25 ≈ 2345 unit. 4. Peramalan dengan Metode Double Exponential Smoothing Terdapat dua kekurangan yang signifikan dari metode peramalan moving average. Pertama, dalam bentuk dasarnya, pendekatan ini memberikan bobot yang sama kepada semua n periode sebelumnya yang digunakan dalam perhitungan (walaupun hal ini dapat diatasi dengan menempatkan bobot yang berbeda pada masing-masing n periode). Kedua, dan yang lebih penting, pendekatan ini tidak menggunakan data di luar n periode di mana moving
20 average dihitung. Kedua masalah ini diatasi dengan exponential smoothing, yang terkadang lebih mudah untuk dihitung. Metode pemulusan eksponensial meramalkan permintaan pada periode berikutnya dengan menghitung permintaan aktual dalam periode tertentu dan peramalan yang sebelumnya dibuat untuk periode tertentu tersebut. Metode pemulusan eksponensial memberikan bobot yang semakin menurun pada setiap data historis dimana penurunan bobot ini mengikuti pola eksponensial. Dengan alasan inilah maka pemulusan eksponensial linier lebih disukai dibandingkan rata-rata bergerak linier sebagai suatu metode peramalan dalam berbagai kasus utama. Metode pemulusan eksponensial juga berbeda dengan metode regresi yang mengakumulasikan ke semua data historis untuk memperoleh parameter-parameter yang diinginkan. Dalam metode ini dikenal adanya suatu konstanta yang disebut konstanta pemulusan (α). Rumus-rumus untuk metode linier brown adalah sebagai berikut : S’t = αXt + (1-α)S’t-1
(16)
S”t = αS’t + (1-α)S”t-1
(17)
at = 2S’t - S”t
(18)
bt =
α 1−α
( S ' t − S ' ' t)
Ft+m = at + bt.m dengan: S’t
= pemulusan eksponensial tunggal periode ke-t
S”t
= pemulusan eksponensial ganda periode ke-t
α
= konstanta pemulusan
(19) (20)
21 xt
= data permintaan periode ke-t
at
= penyesuaian pemulusan eksponensial tunggal
bt
= taksiran kecenderungan antar periode
Ft+m
= peramalan periode ke-(t+m)
m
= jumlah periode ke depan yang diramalkan
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode Double Exponential Smoothing dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Perhitungan Metode Double Exponential Smoothing Bulan
t
Januari
1
Februari
2
Maret
3
April
4
Mei
5
Juni
6
Juli
7
Agustus
8
September
9
Oktober
10
November
11
Desember
12
Penjualan Y(t) unit) 1536 2649 2720 2870 2836 2740 2768 2869 2868 2496 3064 2654
SES S’t (α=0,5) 1536
DES S”t (α=0,5) 1536
SESDES 0
a
b
a+bm
-
-
-
2092,5
1814,25
278,25
2370,75
278,25
-
2406,25
2110,25
296
2702,25
296
2649
2638,12
2374,19
263,94
2902,06
263,94
2998,25
2737,06
2555,63
181,43
2918,49
181,43
3166
2738,53
2647,08
91,45
2829,98
91,45
3099,92
2753,27
2700,18
53,09
2806,36
53,09
2921,43
2811,14
2755,66
55,48
2866,62
55,48
2859,45
2839,57
2797,62
41,95
2881,52
41,95
2922,1
2667,79
2732,71
-64,92
2602,87
-64,92
2923,47
2865,90
2799,31
66,59
2932,49
66,59
2537,95
2759,95
2779,63
-19,68
2740,27
-19,68
2999,08
Sumber : Data Perhitungan Sendiri
Jadi, F12+m = 2740,27 - 19,68m Dengan demikian hasil peramalan untuk bulan Januari pada tahun yang akan datang adalah: F13 = 2740,27 - 19,68(1) = 2720,59 ≈ 2721 unit
22 5. Peramalan dengan Metode Siklis Persamaan matematis yang digunakan untuk data dengan pola siklis ini adalah:
Y ' (t ) = a + b. sin
2πt 2πt + c. cos n n
(21)
dengan a,b, dan c adalah konstanta yang didapat dari persamaan sebagai berikut: a=
b=
c=
∑ Y (t )
(22)
n
2∑ Y (t ) sin
2πt n
(23)
2πt n
(24)
n 2∑ Y (t ) cos n
Contoh perhitungan dengan menggunakan metode Siklis dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Perhitungan Metode Siklis Bulan
t
Januari
1
Februari
2
Maret
3
April
4
Mei
5
Juni
6
Juli
7
Agustus
8
September
9
Penjualan Y(t) (unit) 1536 2649 2720 2870 2836 2740 2768 2869 2868
Sin (2Πt/n) 0,5
Cos (2Πt/n) 0,866
Y(t)* Sin (2Πt/n) 768
Y(t)* Cos (2Πt/n) 1330,176
Peramalan Y’(t) (unit) 2429,67
0,866
0,5
2294,03
1324,5
2460,65
1
0
2720
0
2548,39
0,866
-0,5
2485,42
-1435
2669,40
0,5
-0,866
1418
-2455,98
2791,22
0
-1
0
-2740
2881,25
-0,5
-0,866
-1384
-2397,09
2915,33
-0,866
-0,5
-2484,55
-1434,5
2884,35
-1
0
-2868
0
2796,61
23 Oktober
10
November
11
Desember
12
Jumlah (Σ)
78
2496 3064 2654
-0,866
0,5
-2161,54
1248
2675,60
-0,5
0,866
-1532
2654
2553,78
0
1
0
2653,42
2463,75
-744,64
-1252,47
32070
32070
Sumber : Data Perhitungan Sendiri
a = 32070 = 2672,5 12 b = (2)(-744,64) = -124,11 12 c = (2)(-1252,47) = -208,75 12 Jadi, Y’(t) = 2672,5–124,11 sin 2Πt–208,75 cos 2Πt n n Dengan demikian hasil peramalan untuk bulan Januari pada tahun yang akan datang adalah: Y’(t) = 2672,5–124,11 sin 2Π(13)–208,75 cos 2Π(13) 12 12 = 2429,67 ≈ 2430 unit
2.2.3
Nilai Kesalahan Peramalan
Dalam melakukan peramalan, hasil peramalan yang diperoleh tidak mungkin benar-benar tepat. Selisih yang terjadi antara nilai peramalan dengan nilai yang sesungguhnya dapat disebut sebagai error (kesalahan). Secara umum perhitungan kesalahan peramalan dapat dijabarkan sebagai berikut: e i = x i - Fi dengan:
(25)
24 ei
= kesalahan pada periode ke-i
xi
= nilai sesungguhnya pada periode ke-i
Fi
= nilai hasil peramalan pada periode ke-i Beberapa alternatif metode kesalahan peramalan yang banyak digunakan
adalah sebagai berikut : 1. Mean Square Error (MSE) N
MSE=
∑e i =1
i2
(26)
N
2. Mean Absolute Error (MAE) N
MAE=
∑e i =1
i
(27)
N
3. Mean Absolute Percent Error (MAPE) MAPE=
2.3
100 N ei ∑ N i =1 xi
(28)
Perencanaan Agregat
Perencanaan agregat (aggregate planning) juga dikenal sebagai penjadwalan
agregat,
(aggregate
scheduling)
berhubungan
dengan
penentuan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah, biasanya antara 3 hingga 18 bulan ke depan. Para manajer operasi berusaha menentukan jalan terbaik untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat subkontrak dan variabel lain yang dapat
25 dikendalikan. Pada umumnya, tujuan perencanaan agregat adalah memperkecil biaya pada periode perencanaan. Bagaimana pun, terdapat permasalahan strategis lain yang mungkin lebih penting daripada biaya rendah. Strategi ini mungkin
untuk
mengurangi
permasalahan
tingkat
ketenagakerjaan,
menekan tingkat persediaan, atau memenuhi tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Bagi pengusaha manufaktur, jadwal agregat menghubungkan sasaran strategis perusahaan dengan rencana produksi, tetapi untuk organisasi jasa, penjadwalan agregat menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja. Empat hal yang diperlukan untuk perencanaan agregat: •
Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output, seperti unit alat pendiingin ruangan pada GE atau tempat bir pada Anheuser-Busch.
•
Prediksi
permintaan
untuk
suatu
periode
perencanaan
jangka
menengah yang layak pada waktu agregat ini. •
Metode untuk menentukan biaya
•
Model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan penjadwalan dapat dibuat untuk periode perencanaan.
2.4
Master Production Schedule
Master Production Schedule atau jadwal induk produksi merupakan rencana induk perusahaan, dan setelah disetujui akan mengendalikan system PPIC. Bagaimanapun juga, hal ini dapat diubah secara periodic untuk
26 mencerminkan pesanan-pesanan baru atau ramalan-ramalan baru dengan berjalannya waktu. Berbagai pesanan langganan, ramalan-ramalan permintaan, dan permintaan komponen-komponen pelayanan menghasilkan jadwal induk produksi awal. Menurut Gaspersz (2001, p142) jadwal induk produksi pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas empat fungsi utama berikut : 1.
Menyediakan atau memberikan input utama kepada system perencanaan kebutuhan material dan kapasitas.
2.
Menjadwalakn pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase order) untuk item-item MPS.
3.
Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber dana dan kapasitas.
4.
Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
2.4.1 Input MPS
MPS membutuhkan lima inputan utama (Gaspersz, 2001, p143) seperti pada gambar berikut :
27
Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
INPUT :
PROSES :
Output :
1. Data Permintaan Total 2. Status Inventory 3. Rencana Produksi 4. Data Perencanaan 5. Informasi dari RCCP
Penjadwalan Produksi Induk (MPS)
Jadwal Produksi Induk (MPS)
Umpan Balik Gambar 2.1 Proses Penjadwalan Produksi Induk Sumber : Gaspersz, 2001
Berikut ini adalah penjelasan lima input utama MPS pada gambar di proses penjadwalan produksi diatas : 1. Data permintaan total. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecast) dan pesanan-pesanan (orders). 2. Status Inventori Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan.
28 3. Rencana Produksi MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu. 4. Data perencanaan Data perencanaan berkaitan dengan lot-sizing yang digunakan, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masingmasing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File). 5. Informasi dari RCCP RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS.
2.4.2
Teknik Penyusunan MPS
Gambar berikut ini adalah bentuk format umum dai MPS (Gaspersz, 2001, p159). Tabel 2.6 Bentuk Umum dari Master Planning Schedule Item No
:
Description
:
Lead Time :
Safety stock
:
On hand
Demand Time Fences
:
Planning Time Fences
:
:
Period Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Cumulative ATP Master Schedule Sumber : Gaspersz, 2001
1
2
3
4
29 Penjelasan untuk gambar diatas adalah sebagai berikut : 1. Lead Time Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. 2. On Hand Menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya atau inventoru awal yang secara fisik tersedia dalam stok. 3. Safety Stock Menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan dating atau disebut juga sebagai stok pengaman. 4. Demand Time Fence (DTF) Merupakan batas waktu penyesuaian pesanan permintaan. Disini perubahan demand tidak akan dilayani karena akan menimbulkan kerugian biaya besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. 5. Planning Time Fence (PTF) Merupakan batas waktu penyesuaian pesanan di mana demand masih boleh berubah. Perubahan masih dilayani sepanjang material dan kapasitas tersedia. 6. Time Periods for Display Merupakan banyaknya periode waktu yang ditampilkan dalam format MPS. 7. Sales Plan (Sales Forecast)
30 Merupakan
hasil
peramalan
sebelumnya
sebagai
hasil
dari
perencanaan agregat. 8. Actual Order (AO) Merupakan hasil peramalan sebelumnya yang sudah diterima sebelumnya dan bersifat pasti. 9. Project Available Balance (PAB) Merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode perencanaan. PAB dihitung menggunakan rumus : PABt ≤ DTF = PAB t - 1 + MS t – AO t PAB DTF ≤ t ≤ PTF = PAB t - 1 + MS t – AO t atau F t (pilih yang besar)
10. Available to Promise (ATP) Memberikan informasi berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu ini tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan. ATP = ATP t - 1 + MS t – AO sampai periode yang dijadwalkan pada MPS.
ATP tidak boleh bernilai negatif. Jika hal ini terhadi maka akan terjadi loss sale karena permintaan tidak dapat dipenuhi. 11. Master Production Schedule (MPS) Merupakan hasil diasgregasi dari perencanaan agregat yang akan diproduksi.
31 2.5
MRP
Sebelum tahun 1960 tidak satupun terdapat metode yang memuaskan dalam proses pengendalian persediaan terhadap item permintaan yang saling bergantungan. Sistem persediaan formal dalam suatu perusahaan masih didasarkan pada sistem order point dengan menerapkan metode tradisional yang tidak formal dan simpang siur khususnya dalam menangani material yang sifatnya saling bergantungan. Sekitar tahun 1960 komputer mulai dipakai dalam bidang manajemen persediaan. Dengan demikian maka komputerisasi pengendalian persediaan telah mengawali bidang manajemen persediaan yang lebih baik dan efisien. Kesulitankesulitan yang biasanya terjadi dalam pelaksanaan manajemen persediaan tradisional telah teratasi dengan dikenalnya suatu pendekatan sistem persediaan yang terperinci dan lebih baik, yang dikenal dengan Material Requirment Planning (MRP), yang ditemukan oleh Joseph Orlicky dai J.I Case Company. Sistem MRP telah memiliki popularitas dalam bidang industri yang memanfaatkan
kemampuan
computer
melaksanakan
perencanaan
dan
pengendalian persediaan dengan memperhatikan hubungan antara item persediaamn, sehingga pengelolahannya dapat lebih efisien dalam menentukan kebutuhan material secara cepat dan tepat. Komputerisasi MRP mula-mula dikembangkan dilingkungan APICS (American Production and Inventory System Society) dalam suatu pengembangan program yang profesional. Manajemen pengendalian bahan pada dasarnya adalah merupakan suatu masalah yang penting dalam komunikasi industri. Kerumitan yang sering timbul dalam proses pengendalian bahan ini berbanding langsung dengan jumlah barang
32 dalam persediaan dan dengan jumlah transaksi yang harus dicatat untuk mengikuti gerakan bahan (tetap menjaga derajat pengendalian yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran). Sistem persediaan dalam suatu operasi atau lingkungan manufaktur memiliki beberaoa karakteristik tertentu yang sangat mempengaruhi terhadap kebijaksanaan dalam perencanaan material. Pertanyaan mendasar yang sering timbul dalam situasi kebijaksanaan persediaan tersebut adalah berapa jumlah dan kapan dilakukan pemesanaan, untuk memenuhi produksi yang diinginkan sesuai dengan perencanaan dalam MPS. Jawaban pertanyaan tersebut tergantung dari sifat demand dari persediaan. Suatu demand dikatakan independent apabila sesuai dengan pengalaman, dimana demand terhadap permintaan barang tersebut tidak tidak bergantung dengan barangbarang lain. Demikian sebaliknya suatu demand dikatakan dependent apabila barang tersebut merupakan bagian yang terpadu dari barang yang lain (ada hubungan fisik). Sistem MRP diproses untuk memenuhi akan kebutuhan yang sifatnya dependent. Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa MRP dapat lebih banyak digunakan dilingkungan manufaktur yang melibatkan suatu proses assembling, bergantungan,
dimana
kebanyakan
sehingga
tidak
permintaan di
perlukan
terhadap peramalan
barang
bersifat
pada
tingkat
barang(komponen) ini. Pertanyaan yang pertama dari hal diatas dapat terpenuhi jika kita mengetahui saat kebutuhan hari terpenuhi sesuai dengan MPS dan LeadTime. Sedangkan pertanyaan kedua dipenuhi sesuai dengan teknik lot yang sesuai dengan kondisi yang diproses dalam perhitungan MRP. Secara global hasil informasi yang diperoleh dalam proses MRP sangat menunjang dalam
33 perencanaan CRP (Capacity Requirement Planning) untuk tercapainya suatu sistem pengendalian aktifitas yang lebih baik.
2.5.1 Pengertian dan Perkembangan MRP
MRP selalu berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan tuntutan terhadap sistem perusahaan maka sampai saat ini MRP dibagi menjadi 4 bagian dan tidak tertutup kemungkinan untuk masa yang akan datang MRP akan bertambah. Keempat bagian tersebut adalah : 1. Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan (Dependent demand items). 2. Material Requirement Planning II (MRP II), Oliver Wight dan george Plossl, partner konsultan, diakui oleh orang yang melakukan perluasan konsep MRP atas area manufaktur, sehingga MRP dapat mencakup area-area perusahaan lain, hasil perluasan konsep tersebut dinamakan MRP II dan arti dari singkatan tersebut berubah menjadi Manufacturing
Resource
Planning
(Perencaanaan
Sumber
Manufaktur). 3. Material Requirement Planning III (MRP III), proses ini diperluas didalam tingkat akurasi peramalan permintaan, penggunaan secara
34 tepat dan baik peramalan permintaan (forecast demand), akan dapat secara otomatis dan tepat melakukan perubahan terhadap Master Production Schedule. Dan apabila juga Master Production Schedule telah penuh atau tidak dapat lagi melakukan Work Order maka sistem MRP III ini dapat melakukan rekomendasi terhadap permintaan. 4. Material Requirement Planning 9000 (MRP 9000), MRP 9000 sudah merupakan tawaran yang benar-benar merupakan sistem yang lengkap dan teritegrasi dengan sistem manajemen manufacturing. Kemampuan sistem MRP 9000 didalam manufacturing, termasuk juga Inventory, penjualan, perencanaan, produksi, dan pembelian dengan menggunakan General Ledger, dan sebuah Administarsu, dan Executive Information System (EIS) secara graphical dalam membuat sebuah keputusan untuk permasalahan manufacture.
2.5.2 Prasyarat dan Asumsi dari MRP
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari MRP adalah menghasilkan informasi persediaan yang mampu digunakan untuk mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam berproduksi. Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah : 1. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus
35 diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan kebutuhan melalui tahap perhitungan perencanaan produksi yang baik, serta jadwal pemesanaan produk dari pihak konsumen. 2. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal
ini
disebabkan
karena
biasanya
MRp
bekerja
secara
komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka pengklarifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya. 3. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses pembuatannya sangat kompleks. Walaupun demikian, yang penting struktur produk harus menggambarkan secara gambling langkah-langkah suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi. 4. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.
Selain syarat diatas, terdapat beberapa asumsi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu sistem peroperasian MRP secara efektif yaitu : 1. Adanya suatu sistem data file yang saling berintegrasi serta ditunjang oleh adanya program computer yang terpadu dengan melibatkan data
36 status persediaan dan data tentang stuktur produk. Data file ini perlu dijaga ketelitiannya, kelengkapannya serta selalu Up to Date sesuai dengan keperluan. 2. Lead Time untuk semua item diketahui, paling tidak dapat diperkirakan. Dalam hal ini waktu ancang-ancang dapat berupa interval waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai saat barang tiba dan siap digunakan, tapi dapat pula berupa waktu proses pembuatan dari satu stasiun kerja untuk item atau komponen tersebut. 3. Setiap komponen yang diperlukan dalam proses assembling haruslah berada dalam pengendalian. Dalam proses manufaktur ini berarti kita mampu memonitor setiap tahapan proses/ perubahan yang dialami setiap item. 4. semua item untuk suatu perakitan dapat diseidakan pada saar suatu pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan. Sehingga penentuan jumlah, waktu kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat dilakukan. 5. Setiap pengadaan pemakaian komponen bersifat diskrit. Misalnya bahan dibutuhkan 50 komponen, maka rencana kebutuhan bahan mampu membuat rencana agar dapat menyediakan 50 komponen tersebut dan dipakai tanpa kurang atau lebih. 6. Perlu menetapkan bahwa proses pembuatan suatu item tidak tergantung terhadap proses pembuatan item yang lainnya. Hal ini berarti dapat dimulai dan diakhiri tanpa tergantung pada proses yang lainnya.
37 2.5.3 Tujuan MRP
Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian dan/atau produksi. Ada 4 macam yang menjadi cirri utama MRP, yaitu: 1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan berdasarkan MPS yang direncanakan. 2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem penjadwalan. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan. 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melaksanakan prioritas pesanan yang realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan harus dilakukan.
38 Kunci keberhasilan dari factor diatas haruslah ditunjang dengan suatu sistem pengontrolan aliran bahan yang tepat untuk memenuhi jadwal
permintaan
konsumen,
yang
didukung
dengan
sistem
komputerisasi sebagai alat pembantu dalam memudahkan proses pelaksanaannya. Sehubungan dengan pengontrolan atas bahan/item yang dimaksudkan,
rencana
komputerisasi, menyeimbangkan
kebutuhan
berfungsi
seperti
antara
kebutuhan
bahan
sebagai
timbangan dan
suatu
sistem
yang
berfungsi
kemampuan
memenuhi
kebutuhan dari setiap item. Rencana kebutuhan bahan memberikan indikasi apabila terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan. Besarnya kebutuhan digambarkan oleh jadwal induk produksi, struktur produk dan status persediaan. Besarnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, dicerminkan oleh besarnya barang setengah jadi, persediaan yang ada dan pesanan/pembelian yang akan datang kemudian. Ketelitian atas perkiraan akan kemampuan ini tergantung pada ketelitian pencatatan atas ketiga sumber informasi tersebut.
2.5.4 Input MRP
Ada 3 inputan yang dibutuhkan dalam konsep MRP, yaitu : 1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule) Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan
39 dengan waktu penyediaannya. Secara garis besar pembuatan suatu MPS biasanya dilakukan atas tahapan-tahapan sebagai berikut: •
Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan produk akhir setiap periodenya.
•
Menentukan besarnya kapasitas produksi dan kecepatan operasi yang diperlukan untuk memenuhi permintaan yang telah diidentifikasikan, perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global.
•
Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini merupakan penjabaran dari rencana agregat (global) sehingga akan didapatkan rencana produksi setiap produk akhir yang dibuat dan periode waktu pembuatannya.
•
Hal penting yang diperhatikan dalam menyusun MPS adalah menentukan panjang horizon waktu perencanaan (Planning Horison), yaitu banyaknya periode waktu yang ingin diliput dalam penjadwalan.
2. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record) Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan : •
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on han inventory).
40 •
Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang (on order inventory).
•
Lead Time dari setiap bahan. Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item
dan diperbaharui setiap perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.
3. Struktur Produk (Production Structure Record & Bill of Material) Merupakan
kaitan
antara
produk
dengan
komponen
penyusunnya. Informasi yang dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi : •
Jenis komponen.
•
Jumlah yang dibutuhkan.
•
Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti : •
Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan.
•
Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
2.5.5 Proses MRP
Langkah-langkah dasar dalam penyusunan proses MRP 1. Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan besarnya kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horizon perencanaan.
41 2. Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu : o Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan. o Mengunakan konsep jumlah pesanan tetap. o Dengan jumlah periode pemesanan tetap.
Terdapat 10 alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot Kesepuluh teknik adalah sebagi berikut : 1. Fixed Order Quantity (FOQ) : Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanaan tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Mis : kemampuan gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik. Jadi dalam menentukan ukuran lot berdasarkan intuisi atau pengalaman sebelumnya. 2. Lot for Lot (LFL) : Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan. 3. Least Unit Cost (LUC) : Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos unit terkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan :
42 (ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan perunit) + (ongkos simpan perunit)). 4. Economic Order Quantity (EOQ) : Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut. 5. Period Order Quantity (POQ) : Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapar dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun. 6. Part Period Balancing (PPB) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. 7. Fixed Period Requirement (FPR) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan
oleh
ramalan
tetapi dengan cara
menggunakan
penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan. 8. Least Total Cost (LTC) : Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan di minimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horizon perencanaan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan perunitnya hampir sama dengan ongkos pengadaannya/unitnya.
43 (ongkos total = ongkos simpan + ongkos pengadaan) 9. Wagner Withnin (WW) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusaha agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan. 10. Silver Mean (SM) : Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos toal per-periode. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuran lot yang tentatif (bersifat sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang ongkos total periodenya amsih menurun.
2.5.6 Output MRP
Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan cirri dari MRP, yaitu :
44 1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang. 2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegosiasi dengan pemasok, dan berguna juga bagi manajer manufaktur, yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi. 3. Changer to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) adalah yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan. 4. Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stok dan ukuran yang lain.
2.5.7
Tipe MRP
Dalam manajemen material dikenal 2 tipe dasar MRP, yaitu : 1. Sistem Regeneratif 2. Sistem Net Change. Perbedaan utama dari kedua sistem tersebut terletak pada frewensi perencanaan
ulang.
Pada
sistem
regeneratif,
sering
didapatkan
pelaksanaan perencanaan ulang secara periodic (biasanya mingguan), dan pada saat kapan dilakukan perencanaan ulang tersebut. Dalam perencanaan MPS pada sistem ini, semua permintaan kebutuhan di
45 explode secara lengkap dalam proses batch mulai dari produk akhir sampai bahan mentah yang akan dibeli dan dilakukan secara periode. Berdasarkan proses ini kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih dari setiap item persediaan dihitung terlebih dan selanjutnya dilakukan penjadwalan pesanan. Proses keseluruhan dilakukan secara level by level, yang diawali dari level produk yang tinggi sampai yang rendah. Sistem ini cocok digunakan untuk situasi dimana frekwensi perencanaan ulang rendah, untuk pabrik yang memproses seperti batch. Keuntungan dari sistem ini adalah penggunaan alat pemrosesan data akan lebih efisien, baik untuk digunakan pada suatu lingkungan yang stabil. Kerugiannya adalah tidak terlampau peka terhadap ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada sistem Net Change merupakan sistem yang relative baru. Konsep ini pada dasarnya adlaah merupakan proses eksplosion hanya dilakukan apabila terjadi perubahan dalam MPS atau keadaan persediaan atau sistem persediaan untuk semua item. Keuntungan sistem ini adalah akan selalu memberikan catatan yang up to date dan sangat baik diterapkan dalam situasi dan lingkungan dimana situasi sangat tidak menentu dan berubah-ubah.
2.5.8
Faktor-Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP yaitu : 1. Struktur Produk
46 Pada
dasarnya
struktur
produk
yang
kompleks
dapat
menyebabkan terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang berulang-ulang, yang dilakukan satu persati dari atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi level lot sizing technique) 2. Lot Sizing Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu : 1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas. 2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas. 3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
47 4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas. Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran, yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tahap perkembangan, khususnya untuk kasus multi level. 3. Lead Time Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu diperhitungkan masalah networknya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang paling penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta jaringan yang ada. 4. Kebutuhan yang Berubah Salah satu kebutuhan MRP dibandingkan dengan teknik lainnya adalah mampu merancang suatu sistem yang pek terhadap perubahanperubahan, baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo pemesanan yang ada. 5. Komponen Umum
48 Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen yang dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat menimbulkan suatu kesulitan dalam proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya dalam proses netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut akans emkain terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda. 2.6
Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek (OOA&D)
Merupakan metode analisis dan perancangan yang menggunakan komponenkomponen yang terbagi menjadi kelompok class dan kelompok objek. Tujuan utama OOA&D adalah untuk merancang sebuah sistem yang berfokus pada fleksibilitas, mudah dimengerti, dan sesuai dengan kebutuhan user. (Mathiassen, 2000, p9) Menurut Mathiassen, perbedaan analisis sistem dan perancangan sistem adalah analisis sistem menjelaskan sistem dari luar sedangkan perancangan sistem menjelaskan sistem dari dalam. Analisis sistem dimulai dari sistem konteks yang disediakan sebagai kebutuhan dasar sistem. Sedangkan perancangan sistem dimulai dari pihak lain yang menggunakan konsep teknik yang telah tersedia sebagai titik awal dan menentukan cara–cara sistem diimplementasikan. OOA&D menjelaskan empat perspektif utama pada sistem dan konteksnya, yaitu : konteks sistem informasi, bagaimana sistem akan digunakan, sistem secara keseluruhan, dan komponen sistem.
2.6.1
System Definition
System definition yaitu deskripsi singkat dari sistem komputerisasi yang diungkapkan dengan bahasa sehari-hari. System definition menggambarkan
49 properti fundamental untuk pengembangan dan penggunaan sistem. (Mathiassen, 2000, p24)
2.6.2
Rich Picture
Rich picture merupakan gambaran informal yang menggambarkan pengertian dari ilustrator akan situasi sistem. Rich picture berfokus pada aspek penting akan situasi yang ditentukan oleh ilustrator. Rich picture harus mampu memberikan gambaran umum tentang situasi yang memungkinkan beberapa alternatif interpretasi. (Mathiassen, 2000, p26)
2.6.3
FACTOR
Kriteria FACTOR terdiri dari enam elemen (Mathiassen, 2000, p39), yaitu : •
Functionality yaitu fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain.
•
Application
domain
yaitu
bagian
dari
organisasi
yang
mengadministrasi, memantau, atau mengawasi sebuah problem domain. •
Condition yaitu kondisi sistem yang akan dikembangkan atau digunakan.
•
Technology
merupakan
teknologi
yang
digunakan
untuk
mengembangkan dan untuk menjalankan sistem. •
Objects yaitu objek–objek utama pada problem domain.
•
Responsibility yaitu tanggung jawab sistem secara menyeluruh dalam relasi setiap konteks.
50
2.6.4
Problem Domain
Problem domain menggambarkan tujuan sistem, yaitu bagian dari konteks yang diatur, diawasi atau dipantau oleh sistem. Analisis problem domain sangat penting selama dalan kegiatan analisis karena model problem domain menyediakan bahasa untuk menggambarkan kebutuhan sistem.(Mathiassen, 2000, p45) Analisis problem domain dibagi ke dalam tiga kegiatan (Mathiassen, 2000, p46), yakni: •
Pertama, memilih objek, class, dan event yang akan ditempatkan pada model problem domain.
•
Kedua, membangun model yang berfokus pada hubungan struktural antara class dan objek yang telah dipilih. Hal ini menggambarkan perpindahan dari objek ke tingkat model.
•
Terakhir adalah berfokus pada properti dinamis dari objek-objek yang ada, menggambarkan perpindahan kembali ke tingkat objek.
2.6.4.1
Class
Class didefinisikan sebagai sebuah deskripsi dari kumpulan object. Sedangkan object itu sendiri merupakan entitas dengan identitas, state, dan behavior. Dalam satu object atau lebih terdapat event. Event merupakan kegiatan problem domain atau proses yang dialami oleh satu atau lebih object. (Mathiassen, 2000, p51)
51 Customer
name address Gambar 2.2 Class (Sumber: Mathiassen, 2000, p90)
2.6.4.2
Structure •
Class structure Struktur class (Mathiassen, 2000, p69) terdiri dari : - Generalitation adalah class-class umum (super class) menjelaskan properti umum dalam suatu kelompok dari class-class khusus (sub class). (Mathiassen, 2000, p69) Class1
Class2
Class3
Gambar 2.3 Generalitation (Sumber : Mathiassen, 2000, p69)
- Cluster Cluster adalah kumpulan class yang berhubungan yang membantu perancang untuk mendapatkan gambaran tentang problem domain. (Mathiassen, 2000,p74) Cluster memberikan pengertian secara keseluruhan akan problem domain yang disajikan dalam bentuk subdomain yang lebih kecil.
52 <
> People Owner Clerk Gambar 2.4 Cluster (Sumber : Mathiassen, 2000, p74)
•
Object Structure Struktur objek (Mathiassen, 2000, p75), terdiri dari : - Aggregation (Mathiassen, 2000, p76) adalah objek yang lebih besar (keseluruhan) terdiri dari sejumlah objek-objek (bagiannya). Class1
Class2
Class3
Class4
Gambar 2.5 Aggregation (Sumber : Mathiassen, 2000, p76)
- Association (Mathiassen, 2000, p77) adalah relasi yang berada diantara sejumlah objek-objek. Class1
Class2 *
*
Gambar 2.6 Association (Sumber : Mathiassen, 2000, p77)
53
2.6.5
Application Domain
Application domain adalah sebuah “organisasi” yang mengatur, memantau, atau mengontrol problem domain. Tujuannya adalah untuk mendefinisikan kebutuhan akan fungsi dan interface sistem. Application domain berinteraksi dengan analisis problem domain untuk mendapatkan sistem target dan penggunaannya ke depannya. (Mathiassen, 2000, p115)
2.6.5.1
Usage •
Actor
Actor adalah user abstraksi atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem target. Dalam diagram use case, actor diindikasikan sebagai orang tertentu atau sistem yang muncul dengan peran yang berbeda. (Mathiassen, 2000, p120) •
Use Case
Use case adalah pola untuk interaksi antara sistem dan actor dalam application domain. Use case dapat diinisiasikan oleh sebuah actor atau oleh sistem target. Use case yang lengkap menentukan semua kegunaan akan sistem target dalam application domain. (Mathiassen, 2000, p120)
54 2.6.5.2
Interface
Interface adalah fasilitas yang membuat model sebuah sistem dan fungsi yang tersedia pada actor. Interface digunakan oleh actor untuk berinteraksi dengan sebuah sistem. (Mathiassen, 2000, p151) •
Diagram sequence Diagram sequence adalah alat untuk menentukan elemen user interface dengan menggambarkan model dan fungsi untuk user dengan jelas dan cara yang dapat dipahami. (Mathiassen, 2000, p156)
•
Diagram navigasi Diagram navigasi menggambarkan elemen dari sebuah user interface. Elemen-elemen tersebut digambarkan secara umum dalam bentuk prototype atau dalam bentuk lain yang lebih khusus dan detil. Digambarkan dalam bentuk layar-layar rancangan sistem dan hubungannya. (Mathiassen, 2000, p159)
2.6.6
Architecture Design 2.6.6.1
Criteria
Criteria adalah properti yang lebih diinginkan dalam sebuah arsitektur. Beberapa criteria untuk kualitas software adalah : Tabel 2.7 Criteria
Criterion
Measure of
Usable
Kemampuan
sistem
dalam
beradaptasi
dengan
organisasi, tugas yang berhubungan, dan konteks
55 teknikal. Pencegahan terhadap akses yang tidak dikehendaki
Secure
terhadap data dan fasilitas lainnya. Efficient
Eksploitasi ekonomi dari fasilitas technical platform.
Correct
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan.
Reliable
Pemenuhan dari kecermatan atau ketelitian yang dibutuhkan dalam eksekusi suatu fungsi.
Maintainable
Biaya dari penempatan dan perbaikan sistem yang rusak.
Testable
Biaya untuk memastikan sistem yang dikembangkan akan sesuai dengan yang diharapkan.
Flexible
Biaya untuk memodifikasi sistem yang dikembangkan.
Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk mencapai pengertian keseluruhan tentang sistem. Reusable
Potensi untuk menggunakan bagian sistem dalam sistem lain yang berhubungan.
Portable
Biaya dari pemindahan sistem ke technical platform lainnya.
Interoperable
Biaya coupling sistem terhadap sistem lainnya.
(Sumber : Mathiassen, 2000, p178)
2.6.6.2
Component Architecture
Component architecture adalah struktur sistem yang terdiri dari komponen yang saling berhubungan. Sebuah Component architecture yang
56 baik membuat sistem lebih mudah untuk dipahami, pengaturan perancangan, dan merefleksikan stabilitas konteks sistem. (Mathiassen, 2000, p189) Berdasarkan definisi di atas, perancangan component architecture harus digambarkan ke dalam bentuk bagian-bagian program yang saling berkaitan selain program yang sedang dijalankan. Pada dasarnya, terdapat empat komponen, yaitu: model, function, user interface, dan system interface. (Mathiassen, 2000, p190,192)
2.6.6.3
Client-Server Architecture
Arsitektur client-server pada dasarnya dikembangkan untuk menangani distribusi sistem antara beberapa processor yang terpisah secara geografis. Jenis arsitektur ini sangat banyak digunakan pada softwaresoftware industri. (Mathiassen, 2000, p197) Tabel 2.8 Bentuk Distribusi dalam Arsitektur Client-Server Client Server Architecture
U
U + F + M Distributed presentation
U
F+M
Local presentation
U+F
F+M
Distributed functionallity
U+F
M
Centralized data
U+F+M M
Distributed data
(Sumber: Mathiassen, 2000, p200)
57
2.6.6.4
Process Architecture
Process architecture adalah struktur pelaksanaan sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling berhubungan. Hasilnya berupa diagram deployment yang menggambarkan proses dengan komponen program rancangan dan objek aktif. (Mathiassen, 2000, 209)
2.6.7
Model Component
Model
component
adalah
bagian
dari
sebuah
sistem
yang
mengimplementasikan model problem domain. Tujuan dari model component adalah untuk menyampaikan data sebelumnya dan data saat ini pada fungsi, interface, dan akhirnya ke user dan sistem lainnya. Dalam analisis, model digambarkan sebagai class diagram yang dikombinasikan dengan diagram statechart untuk setiap class yang ada. (Mathiassen, 2000, 236)