BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang telah mengalami proses digitalisasi (Fahzuanta, 2010). Pada sebuah citra masing-masing pixelnya memiliki warna tertentu, warna tersebut adalah merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue). Jika masing-masing warna memiliki range 0-225, maka totalnya adalah 2553=16.581.378 (16 k) variasi warna berbeda pada gambar, dimana variasi warna ini cukup untuk gambar apapun. Karena jumlah bit yang diperlukan untuk setiap pixel, gambar tersebut juga disebut gambar-bit warna. (Kusumanto, 2011) Color image ini terdiri dari tiga matriks yang mewakili nilai-nilai merah, hijau dan biru untuk setiap pixelnya. Misalnya diambil suatu kotak kecil dari bagian citra direpresentasikan dengan matriks berukuran 6x7, seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Color Image (Kusumanto, 2011)
Universitas Sumatera Utara
7
2.2. Pengolahan Citra Digital Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut. Hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.2. Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital, citra merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru (Iqbal, 2010). Komposisi warna RGB tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Citra Digital (Iqbal, 2010)
Sebuah citra di konversi ke bentuk digital agar dapat disimpan dalam memori komputer atau media lain. Ketika sebuah citra sudah diubah ke dalam bentuk digital bermacam-macam proses pengolahan citra dapat diperlakukan terhadap citra tersebut. Pengolahan citra merupakan proses untuk menghasilkan citra sesuai dengan keinginan atau kualitasnya menjadi lebih baik. Inputannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan. Misal citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring) dan mengandung noise (misal bintik-bintik putih) sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan menjadi berkurang (Fahzuanta, 2010).
Universitas Sumatera Utara
8
2.3. Edge Linking Secara ideal, teknik yang digunakan untuk mendeteksi diskontinuitas seharusnya hanya menghasilkan pixel-pixel yang berada pada batas region. Namun dalam prakteknya hal ini jarang terjadi karena adanya noise, batas yang terpisah karena pencahayaan yang tidak merata, dan efek lain yang mengakibatkan variasi intensitas. Untuk itu algoritma edge detection biasanya dilanjutkan dengan prosedur Edge Linking untuk merangkai pixel-pixel tersebut menjadi satu kesatuan sehingga memberikan suatu informasi yang berarti (Fahzuanta, 2010). Teknik yang dapat digunakan untuk Edge Linking adalah local processing, yaitu dengan menganalisa karakteristik pixel-pixel di dalam suatu tetangga (3 x 3 atau 5 x 5) pada semua titik (x,y) di dalam citra yang telah mengalami edge-detection. Selanjutnya semua titik yang sejenis dihubungkan sehingga membentuk kumpulan pixel yang memiliki sifat-sifat yang sama. Dua sifat utama yang digunakan untuk menentukan kesamaan edge pixel dalam analisa ini adalah :
1. Besarnya respon gradien operator yang digunakan 2. Arah gradien Sifat yang pertama dinyatakan dengan nilai ∇f yang telah dibahas sebelumnya. Jadi suatu edge pixel dengan koordinat (x’,y’) dan bertetangga dengan (x,y), dikatakan memiliki magnitude sama dengan pixel di (x,y) jika : dimana ∇f = vektor dan T = threshold positif. Suatu edge pixel dengan koordinat (x’,y’) dan bertetangga dengan (x,y), dikatakan memiliki sudut yang sama dengan pixel di (x,y) jika : di mana A = threshold sudut. Suatu titik yang menjadi tetangga dari (x,y) dihubungkan dengan titik (x,y) jika memenuhi kedua kriteria di atas, baik magnitude maupun sudutnya. Proses linking ini diulang untuk seluruh lokasi titik yang ada di dalam citra
2.4. Kohonen Neural Network Kohonen Neural Network atau Kohonen Self Organizing Network merupakan analogi sederhana dari cara kerja otak manusia dalam mengelompokan informasi. Penelitian menunjukan bahwa kulit otak manusia terbagi ke dalam bagian-bagian yang berbeda,
Universitas Sumatera Utara
9
masing-masing merespon fungsi-fungsi khusus. Sel-sel saraf mengelompokan dirinya sendiri sesuai dengan informasi yang diterima. Pengelompokan seperti ini disebut unsupervised learning (Kusumadewi,2003). Kohonen Neural Network terdiri dari 2 lapisan, lapisan masukan dan lapisan keluaran. Keluaran pada Kohonen Neural Network berjumlah sama dengan jumlah pola yang membentuk neuron keluaran, dan hanya satu neuron keluaran yang menjadi pemenang (Heaton, 2003). Proses pembelajaran Kohonen Neural Network bersifat kompetitif atau bersaing. Untuk setiap pelatihan terdapat satu neuron keluaran dalam kondisi firing (neuron keluaran yang bernilai paling besar). Bobot yang terkoneksi pada neuron keluaran tersebut akan disesuaikan sehingga nilainya lebih kuat pada latihan berikutnya. Berikut proses pembelajaran Kohonen Neural Network (Zamasari,2005):
1. Inisialisasi seluruh bobot dengan nilai random: wij normalisasi seluruh bobot dan vektor masukan x, set parameter learning rate. 2. Kerjakan a-f sampai kondisi berhenti bernilai BENAR a. evaluasi kesalahan untuk setiap vektor masukan x. b. simpan bobot dengan kesalahan palingminimal. c. cek neuron keluaran yang telah firing atau aktif, jika terdapat neuron. keluaran yang tidak pernah firing, maka forcewin dan kembali ke a). Jika tidak lanjutkan langkah e). d. Forcewin hitung aktifasi setiap vektor masukan dan ambil indeks vektor masukan dengan aktifasi yang paling kecil. setiap neuron keluaran dengan vektor masukan yang didapat pada a) dan pilih indeks neuron keluaran dengan nilai terbesar yang tidak pernah aktif selama latihan. modifikasi bobot dari neuron keluaran pada butir b. e. Sesuaikan bobot dengan (persamaan 2.1) w’ = w + α(x-w)……………..(2.1) f. Perbaiki learning rate g.Test kondisi berhenti. 3. Ambil bobot terbaik 4. Normalisasi bobot
Universitas Sumatera Utara
10
2.5. Standard Deviasi Standard Deviasi adalah akar kuadrat dari total selisih dengan nilai rata-ratanya. Standard deviasi adalah salah satu teknik statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok. Standard deviasi disebut juga dengan atau simpangan baku. Standard deviasi merupakan variasi sebaran data. semakin kecil nilai sebarannya berarti variasi nilai data makin sama. Jika sebarannya bernilai 0, maka nilai semua datanya adalah sama. Semakin besar nilai sebarannya berarti data semakin bervariasi. Dengan menghitung nilai standar deviasi dari sebuah citra, akan didapat jumlah ukuran yang detail pada sub band (Thaiyalnayaki, 2010). Ada dua bentuk rumus standard deviasi yang dapat digunakan, yaitu rumus standard deviasi untuk populasi (persamaan 2.3) dan rumus standard deviasi untuk sampel (persamaan 2.2).
σ =
…..…………...(2.2)
σ =
…………………..(2.3)
Dimana : σ
= Nilai standar deviasi
N
= Jumlah total pixel = Nilai pixel pada posisi ke-i
µ
= Nilai rata-rata pixel dalam citra
2.6. Kurtosis Kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasanya diukur relatif terhadap distribusi normal). Kurva yang lebih runcing dari distribusi normal dinamakan leptokurtik, yang lebih datar platikurtik dan distribusi normal disebut mesokurtik (Thaiyalnayaki, 2010). Adapun rumus kurtosis yang digunakan, seperti terlihat pada (persamaan 2.4).
………………………(2.4)
Universitas Sumatera Utara
11
Dimana : k
= Nilai kurtosis
σ
= Nilai standar deviasi
N
= Jumlah total pixel = Nilai pixel pada posisi ke-i
µ
= Nilai rata-rata pixel dalam citra
2.7. Skewness Skewness adalah derajat ketidaksimetrisan suatu distribusi. Jika kurva frekuensi suatu distribusi memiliki ekor yang lebih memanjang ke kanan (dilihat dari meannya) maka dikatakan menceng kanan (positif) dan jika sebaliknya maka menceng kiri (negatif). Skewness digunakan untuk mengukur simetris atau kemencengan suatu kurva. Skewness adalah ukuran asimetri data di sekitar mean sampel. (Thaiyalnayaki, 2010).
Gambar 2.3 Kurva Skweness dan Kurtosis
Adapun rumus skewness yang digunakan seperti terlihat pada (persamaan 2.5).
g
=
……………………..(2.5)
Dimana : g
= Nilai kurtosis
N
= Jumlah total pixel
Universitas Sumatera Utara
12
= Nilai pixel pada posisi ke-i µ
= Nilai rata-rata pixel dalam citra
2.8. Penelitian Terdahulu Bagian ini menjelaskan beberapa penelitian terdahulu terkait dengan penelitian pengolahan citra, kohonen neural network dan pendeteksian garis tepi. Penelitian yang telah dilakukan dalam pendeteksian garis tepi terdapat pada penentuan model kerangka kepala manusia dengan banyak gambar yang berbeda sebagai objek penelitiannya (Constantio. 2010), Putra (2010) membandingkan metode Edge Linking dan Sobel untuk mendeteksi citra digital menghasilkan kecepatan proses pendeteksian garis tepi dengan menggunakan metode Edge Linking lebih cepat dibandingkan operator Sobel.. Tabel penelitian terdahulu ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Penulis
Teori Yang Digunakan
Putra Maqrifad Qalbi Analisis Perbandingan Fahzuanta(2010) Pendeteksi Garis Tepi Pada Citra Digital Antara Metode Edge LinkingDan Operator Sobel
Constantio Carlos Reyes-Aldaroso (2010)
Image Segmentation with Kohonen Neural Network SelfOrganising Map
Alvia Ferry Mandalasari (2013)
Segmentasi Citra Medis Menggunakan Metode Otsu dan Iterasi
Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan : Menampilkan perbandingan antara operator sobel dan edge linking Kekurangan : Belum mengolah citra digital dengan format PNG atau GIF. Kelebihan : Mampu menghasilkan segmentasi terhadap citra medis yang kompleks. Kekurangan : Masih memiliki keterbatasan dalam hal jumlah neuron yang dapat digunakan. Kelebihan : Mengulas mengenai kelebihan proses segmentasi terhadap citra digital pada tahap preprocessing. Kekurangan : Metode segmentasi masih menggunakan metode iterasi yang sederhana.
Universitas Sumatera Utara