5
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut apabila dituangkan dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batu (Tjokrodimuljo, 1996).
Pengurangan berat dari beton normal ke beton ringan dapat dicapai dengan membuat pori-pori atau gelembung-gelembung udara yang terdapat pada agregat maupun mortar, karena beton biasa merupakan bahan bangunan yang tidak ringan. Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat jenis di bawah 2000 kg/m3 (beton biasa mempunyai berat jenis 2400 kg/m3), sedangkan oleh Kardiyono Tjokrodimuljo (1998: 189), secara kasar beton ringan ini menurut berat jenisnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Beton ringan dengan berat jenis antara 300 sampai 800 kg/m3 yang biasanya dipakai sebagai bahan isolasi. 2. Beton ringan dengan berat jenis antara 800sampai 1400 kg/m3 yang dipakai untuk struktur ringan. 3. Beton ringan dengan berat jenis antara 1400 sampai 2000 kg/m3 yang dipakai untuk struktur sedang.
Beton ringan digunakan pada struktur yang tidak terlalu mendapat beban karena ketahanan terhadap tekanan dan pengaruh gaya luarnya terbatas. Berbagai pemakaian beton ringan (Gambhir,1986) dalam bangunan dapat disebutkan sebagai berikut:
6
1. Dinding tembok struktural yaitu dinding tembok yang menahan beban beton ringan, yang dipakai untuk ini tentu saja beton ringan yang mempunyai kuat tekan cukup tinggi. 2. Tembok penyekat antar ruang dalam suatu gedung biasanya berupa panelpanel beton bertulang. 3. Dapat dipakai beton tulang di tempat pada struktur komposit antara plat lantai/atap beton.ringan dan balok beton bertulang biasa. 4. Sebagai dinding isolasi pada gedung-gedung terutama pada bangunan perindustrian.
Bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok beton (air, semen dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segera atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas, mengurangi retak-retak pengerasan dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 1996).
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air, dan sejumlah serat yang disebar secara random. Ide dasar beton serat adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton, dengan orientasi random sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik baik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan . Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 μm (mikro meter), dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat dapat berupa: serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat baja (Tjokrodimuljo, 1996).
Penambahan serat bertujuan memberikan tulangan pada beton yang disebarkan merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan. Beberapa penelitian terdahulu, pemberian serat
7
didalam struktur beton memberi kontribusi positif terhadap kenaikan kuat tariknya.
Pemberian bahan pengganti harus dikontrol dan umumnya dalam jumlah yang relatif kecil. Kesalahan pemberian bahan pengganti, misal pemberian dalam jumlah yang besar akan beresiko perubahan sifat-sifat beton secara ekstrim sehingga kekuatan beton yang diinginkan tidak tercapai. Penelitian ini digunakan adalah abu sekam padi sebagai penambah agregat halus.
Pemakaian styrofoam pada beton ringan sudah mulai merambah pada penggunaan yang bersifat struktural. Persyaratan untuk beton ringan struktur yaitu mempunyai berat jenis antara 1400-1850 kg/m3 dan kuat tekannya >17 MPa. Penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa dengan penambahan styrofoam pada beton membuat campuran adukan beton memiliki kemudahan pengerjaan (workability) yang tinggi, lebih kedap air serta berat jenis beton lebih ringan. Akan tetapi dengan penambahan styrofoam pada beton mengakibatkan kuat tekan beton megalami penurunan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ditambahkan suatu bahan yang dapat meningkatkan kuat tekan beton.
2.2. Landasan Teori 2.2.1.
Beton
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain-lain. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan, dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah), dan diisi oleh batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan pori- pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama.
8
2.2.2.
Kelebihan dan Kekurangan Beton
2.2.2.1.
Kelebihan Beton
Kelebihan dari struktur beton dibandingkan dengan materi struktur yang lain adalah : 1.
Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta mempunyai sifat tahan terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan.
2.
Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan. Cetakan dapat pula dipakai berulang kali sehingga lebih ekonomis.
3.
Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak maupun dapat diisikan kedalam retakan beton dalam proses perbaikan.
4.
Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.
5.
Beton tahan aus dan tahan bakar, sehingga perawatannya lebih murah.
2.2.2.2.
Kelemahan Beton
Beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan. 1.
Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu di beri baja tulangan sebagai penahan gaya tarik.
2.
Beton
keras
menyusut
dan
mengembang
bila
terjadi
perubahan
suhu,sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah terjadinya retakan-retakan akibat terjadinya perubahan suhu. 3.
Mendapatkan beton kedap air secara sempurna, harus dilakukan dengan pengerjaan yang teliti.
4.
Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.
2.2.3.
Material Pembentuk Beton
Penentuan bahan-bahan pembentuk beton yang memiliki kualitas baik, perhitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan yang baik dan penambahan bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang
9
diperlukan akan menentukan kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk beton diantaranya adalah semen, agregat, air dan bahan tambah.
2.2.3.1 Semen Portland
Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan juga mengisi rongga-rongga diantara butiran-butiran agregat. Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland. Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil, jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Apabila ditambahkan dengan agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah: a. Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO3 b. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 c. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 d. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO2
Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk akibat peleburan. Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.
10 Tabel 2.1. Susunan Unsur Semen Portland
Oksida
Persen (%)
Kapur (CaO)
60-65
Silika (SiO2)
17-25
Alumina (AL2O3)
3-8
Besi(Fe2O3)
0,5-6
Magnesium (MgO)
0,5-4
Sulfur (SO3)
1-2
Soda/potash (Na2O+K2O)
0,5-1
Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)
Berdasarkan tujuan pemakaiannya, Semen portland diklasifikasikan menjadi 5 jenis, seperti yang tercantum pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Jenis-Jenis Semen Portland Jenis Semen Jenis I
Karakteristik Umum Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
Jenis II
Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III
Semen Portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
kekuatan
awal
yang
tinggi
setelah
pengikatan. Jenis IV
Semen Portland yang penggunaannya menuntut panas hidrasi rendah.
Jenis V
Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.
Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996 : 11)
Penelitian ini digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum. Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen. Penggabungan air menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi. Air dan semen awalnya membentuk pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan).
11
Pasta ini mengikat partikel agregat melalui proses kimia hidrasi. Hidrasi semen, perubahan kimia terjadi perlahan-lahan, pada akhirnya menciptakan produk kristal baru, evolusi panas, dan tanda-tanda terukur lainnya.
semen + air = pasta mengeras semen Sifat-sifat pasta semen ini mengeras, yang disebut pengikat, mengendalikan sifatsifat beton. Ini adalah masuknya air (hidrasi) ke dalam produk yang menyebabkan beton untuk mengatur, kaku, dan menjadi keras. Beton terus mengeras (obat) dan menjadi lebih kuat untuk jangka waktu yang panjang, sering sampai beberapa tahun. a.
Hidrasi Semen
Hidrasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Mengetahui hidrasi semen, maka harus mengenal hidrasi dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF) b.
Hidrasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)
Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC. 2(3CaO.2SiO2)+6H2O
3CaO.2SiO2.3H2O+3Ca(OH)2
2(3CaO.2SiO2)+4H2O
3CaO.2SiO2.2H2O+ Ca(OH)2
Kalsium Silikat hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak sempurna, bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel. Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5) hal ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat mencegah baja mengalami korosi.
12
c.
Hidrasi C3A
Hidrasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30oC akan menghasilkan kalsium alumina hidrat (3CaO. Al2O3. 3H2O) yang mana kristalnya berbentuk kubus di dalam semen karena adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-mula C3A akan bereaksi dengan gypsum menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun pada akhirnya gypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium alumina hidrat (CAH). Hidrasi C3A tanpa gypsum (30oC): 3CaO. Al2O3+ 6H2O
3CaO. Al2O3. 6H2O
Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O
3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 + 32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda pengikatan, hal ini disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan-permukaan Kristal C3A. d.
Hidrasi C4AF (30 H2O)
4CaO.
Al2O3.
Fe2O3+
2Ca(OH)2+10H2O
4CaO.Al2O3.6H2O
+
3CaO.Fe2O3.6H2O e.
Setting dan Hardening
Setting dan Hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah terjadi reaksi hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis dan dapat dibentuk (workable) sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period (period tidur).
13
Tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut Initial Set, sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut Initial Setting Time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut Hardened Cement Pasta. Kondisi ini disebut final Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini disebut Final Setting Time (waktu pengikatan akhir). Proses penerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama Hardening.Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting, sebab waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana campuran semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit sedangkan waktu akhir maksimum 8 jam. f.
Panas Hidrasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terajdi tergantung, tipe semen, kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga terajdi pemuaian pada proses pendinginan. g.
Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen, diantaranya : – Drying Shringkage ( penyusutan karena pengeringan) – Hideration Shringkage (penyusutan karena hiderasi) – Carbonation Shringkage (penyusutan karena karbonasi) Paling berpengaruh pada permukaan beton adalah Drying Shrigkage, penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari. Penyusutan ini dipengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.
14
h.
Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dalam jumlah yang cukup banyak sehigga terjadi penggumpalan. Semen yang menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan menurunnya spesifik
gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya i.
false set.
Loss On Ignation (HilangFajar)
Loss On Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu setelah beberapa tahun kemudian.
j.
Spesifik Gravity
Spesifik Gravity dari semen merupakan informasi yang sangat penting dalam perancangan beton. Pengontrolan kualitas Spesifik gravity digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker, dan juga menetahui apakah klinker tercampur dengan impuritis. k.
False Set
Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False Set dapat dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga alkali karbonat tidak terbentuk didalam semen. Beton dibuat dengan pencampuran semen, air, dan agregat bersama-sama untuk membuat pasta bisa diterapkan. Hal ini dibentuk atau ditempatkan sesuai keinginan, konsolidasi, dan kemudian dibiarkan mengeras. Beton tidak perlu kering agar mengeras seperti umumnya dianggap. Beton (atau secara khusus, semen di dalamnya) membutuhkan kelembaban untuk hidrat dan obat (mengeras). Ketika mengering beton, itu benar-benar berhenti semakin kuat. Beton dengan air
15
terlalu sedikit mungkin kering tapi tidak sepenuhnya bereaksi. Sifat seperti beton akan menjadi lebih rendah dari beton basah.
2.2.3.2 Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60% - 80% dari volume mortar atau beton. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton. Bentuk, tekstur, dan gradasi agregat mempengaruhi sifat kelecakan, pengikatan dan pengerasan beton segar, sedangkan sifat fisik, kimia, dan mineral mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan ketahanan dari beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian yang penting dalam pembuatan mortar atau beton.
Sifat yang paling penting dari suatu agregat adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan pada musim dingin, dan ketahanan terhadap penyusutan. Berdasarkan ukuran butiran, agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat halus dan agregat kasar.
2.2.3.2.1
Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam hasil disintegrasi alami dari batu-batuan (natural sand) atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat-alat pemecah batuan (artificial sand) dengan ukuran kecil (0,15 mm - 5 mm). Agregat halus harus memenuhi persyaratan gradasi agregat halus yang telah ditentukan.
Pemilihan agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, karena sangat menentukan dalam hal kemudahan pekerjaan (Workability), kekuatan (Strength), dan tingkat keawetan (Durability) dari beton yang dihasilkan. Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.3.
16
Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat halus Ukuran Saringan (mm) 9,5 4,75 2,36 1,18 0,85 0,3 0,15
Persentase Lolos Saringan Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4 100 100 100 100 90 -100 90 - 100 90 - 100 95 - 100 60 - 95 75 - 100 85 - 100 95 - 100 30 - 70 55 - 90 75 - 100 90 - 100 15 - 34 35 - 59 60 - 79 80 - 100 5 - 20 8 - 30 12 - 40 15 - 50 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 15
(Sumber : Tjokrodimuljo 1996)
Keterangan : Daerah 1
: Pasir kasar
Daerah 2
: Pasir agak kasar
Daerah 3
: Pasir agak halus
Daerah 4
: Pasir halus
Agregat halus dapat digolongkan menjadi 3 jenis (Wuryati Samekto 2001:16): 1. Pasir Galian Pasir galian dapat diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali dari dalam tanah. Umumnya pasir jenis ini tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam yang membahayakan. 2. Pasir Sungai Pasir sungai diperoleh langsung dari dasar sungai. Pasir sungai pada umumnya berbutir halus dan berbentuk bulat, karena akibat proses gesekan yang terjadi sehingga daya lekat antar butir menjadi agak kurang baik. 3. Pasir Laut Pasir laut adalah pasir yang dipeoleh dari pantai. Bentuk butiran halus dan bulat, karena proses gesekan. Pasir jenis ini banyak mengandung garam, oleh karena itu kurang baik untuk bahan bangunan. Garam yang ada dalam pasir ini menyerap kandungan air dalam udara, sehingga mengakibatkan pasir selalu agak basah, dan juga menyebabkan pengembangan setelah bangunan selesai dibangun.
17
2.2.3.2.2 Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yang licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70 mm.
Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.3. berikut ini : Tabel 2.4 Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar
Persentase Lolos Saringan (%) Ukuran Saringan (mm)
40 mm
20 mm
40
95
- 100
100
20
30
-
70
95
- 100
10
10
-
35
25
-
55
4,8
0
-
5
0
-
10
(Sumber : Tjokrodimuljo 1996)
2.2.3.3 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, untuk membasahi agregat dan untuk melumasi butiran agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen, hanya sekitar 25%-30% dari berat semen, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai lebih dari 30%. Kelebihan air itu digunakan untuk pelumasan agar adukan beton mudah dikerjakan. Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton, namun apabila masih meragukan, dapat dilakukan uji laboratorium sehingga memenuhi persyaratan, yaitu : a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
18
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.2.4
Beton Ringan
Pengurangan berat dari beton normal ke beton ringan dapat dicapai dengan membuat pori-pori atau gelembung-gelembung udara yang terdapat pada agregat maupun mortar, karena beton biasa merupakan bahan bangunan yang tidak ringan. Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat jenis di bawah 2000 kg/m3 (beton biasa mempunyai berat jenis 2400 kg/m3), sedangkan oleh Kardiyono Tjokrodimuljo (1998: 189), secara kasar beton ringan ini menurut berat jenisnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.
Beton ringan dengan berat jenis antara 300 sampai 800 kg/m3 yang biasanya dipakai sebagai bahan isolasi.
2.
Beton ringan dengan berat jenis antara 800 sampai 1400 kg/m3 yang dipakai untuk struktur ringan.
3.
Beton ringan dengan berat jenis antara 1400 sampai 2000 kg/m3 yang dipakai untuk struktur sedang.
19
Menurut SNI: 03-3449-2002 beton ringan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu berdasarkan berat jenis, kuat tekan dan agregat penyusunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.4 Jenis-jenis beton ringan berdasarkan berat jenis, yaitu berdasarkan berat jenis, kuat tekan dan agregat penyusunnya. Konstruksi Beton Ringan
Beton Ringan Kuat Tekan (Mpa)
Berat Jenis (Kg/m3)
Struktural :
Minimum
17,24
1400
Maksimum
41,36
1850
Struktural ringan
Minimum
6,89
800
Maksimum
17,24
1400
Struktural sangat ringan,
---
800
sebagai
isolasi
maksimum
Jenis beton ringan menurut Dobrowolski (1998) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Jenis-jenis beton ringan berdasarkan berat jenis kuat tekannya Jenis Beton Ringan
Berat Jenis (Kg/m3)
Kuat Tekan (Mpa)
Beton dengan berat jenis rendah Beton ringan dengan kekuatan menengah Beton ringan Struktural
240-800
0,35-6,9
800-1440
6,9-17,3
1440-1900
>17,3
Beton ringan digunakan pada struktur yang tidak terlalu mendapat beban karena ketahanan terhadap tekanan dan pengaruh gaya luarnya terbatas. Berbagai pemakaian beton ringan (Gambhir,1986) dalam bangunan dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Dinding tembok struktural yaitu dinding tembok yang menahan beban beton ringan, yang dipakai untuk ini tentu saja beton ringan yang mempunyai kuat tekan cukup tinggi.
20
2. Tembok penyekat antar ruang dalam suatu gedung biasanya berupa panelpanel beton bertulang. 3. Dapat dipakai beton tulang di tempat pada struktur komposit antara plat lantai/atap beton ringan dan balok beton bertulang biasa. 4. Sebagai dinding isolasi pada gedung-gedung terutama pada bangunan perindustrian.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan beton ringan antara lain (Tjokrodimuljo, 1996) : 1. Membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen. Akan terjadi banyak poripori udara di dalam betonnya. Bubuk alumunium yang ditambahkan ke dalam semen akan menimbulkan gelembung-gelembung udara. 2. Menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung. Beton yang dihasilkan akan lebih ringan daripada beton biasa. 3. Pembuatan beton dengan tanpa butir-butir agregat halus. Dengan demikian beton ini disebut “ beton non pasir” dan hanya dibuat dari semen dan agregat saja (butir maksimum agregat kasar sebesar 20 mm atau 10 mm).
2.2.5
Perawatan Beton (curing)
Proses pengikatan dan pengerasan beton tergantung pada ketersediaan air untuk reaksi kimia antara air dan semen. Air yang tersedia cukup untuk hidrasi selama proses pencampuran namun perlu adanya jaminan bahwa masih ada air yang tertahan atau jenuh untuk memungkinkan kelanjutan reaksi kimia itu. Kehilangan air akibat proses penguapan akan menyebabkan proses hidrasi berhenti dan kekuatan beton yang dihasilkan juga menurun. Penguapan juga menyebabkan penyusutan kering yang terlalu dini dan cepat sehingga timbul tegangan tarik yang menyebabkan retak, kecuali bila beton telah mencapai kekuatan yang cukup untuk menahan kekuatan. Perlu dilakukan perawatan untuk mempertahankan kelembaban beton, sejak adukan dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Hal ini agar beton berada dalam suhu yang dikehendaki pada waktu yang ditentukan dan diperhatikan agar
21
terhindar dari perbedaan suhu yang besar baik dalam betonnya sendiri maupun dalam hubungannya dengan keadaan sekelilingnya. Perawatan yang baik akan memperbaiki kualitas beton. Beton akan lebih kuat dan lebih awet terhadap agresi kimia, beton yang dirawat dengan baik akan lebih tahan terhadap aus dan lebih kedap air.
2.2.6 Beton Serat Beton serat ialah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat dalam beton ini berguna untuk mencegah adanya retak-retak sehingga menjadikan beton serat lebih daktail daripada beton biasa. Beberapa sifat-sifat beton dapat diperbaiki dengan penambahan serat, di antarannya adalah meningkatnya daktilitas, ketahanan, kuat tarik dan lentur, ketahanan terhadap kelelahan, ketahanan terhadap pengaruh susutan, ketahanan terhadap abrasi, ketahanan terhadap pecahan atau fragmentasi, ketahanan terhadap pengelupasan. Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random seperti terlihat pada Gambar 2.1. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987). Penambahan serat pada beton ringan diharapkan penambahan tulangan untuk memikul beban yang sama pada suatu konstruksi yang dipikul oleh beton normal dapat tergantikan (oleh serat tersebut). Penyebaran serat dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Serat Tersebar merata dalam beton
22
Teori penulangan dalam mekanika retak berdasarkan pada kekuatan dari serat mencakup: a. Menitik beratkan lekatan dan penjangkaran b. Memerlukan serat yang kuat dan kaku c. Retak sepanjang serat d. Banyaknya kerusakan matrik beton
2.2.6.1. Sifat Struktural Beton Serat
Peningkatan sifat struktural yang diperlihatkan oleh beton serat dipengaruhi oleh: a.
Orientasi penyebaran Fibre dispersion adalah teknik pencampuran adukan agar serat yang ditambahkan dapat tersebar merata dengan orientasi random dalam beton. Arah penyebaran serat yang random dan terdistribusi secara merata dan baik akan menyebabkan peningkatan sifat struktural yang optimal. Faktor yang perlu diperhatikan adalah metode penyebaran dan pencampuran serat ke dalam adukan beton, konsentrasi, dan aspek ratio serat.
b.
Lekatan pada alur retakan Ukuran serat yang pendek dan tidak menerus memungkinkan terjadinya alur retak tidak melewati serat sehingga lekatan antara serat dan partikel penyusun beton dalam komposit tidak optimal. Apabila lekatan serat yang terjadi pada massa beton lebih kecil daripada kuat tarik serat maka kekuatan beton serat akan ditentukan oleh kuat lekat serat (bond strength).
c.
Panjang tertanam serat yang tidak teratur (random) Gaya aksial yang diakibatkan oleh tegangan lekat serat pada pasta semen merupakan fungsi dari panjang tertanam minimum serat pada bidang retak. Panjang tertanam serat ini juga tidak teratur.
23
2.2.6.2. Konsep Beton Serat
Pemakaian beton serat ada dua istilah yang sering digunakan untuk memudahkan perencanaan dan pengenalan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan oleh penambahan serat, yaitu: a.
Fiber Volume (Vf) Fiber Volume adalah prosentase volume serat (fiber) yang ditambahkan pada setiap volume beton. Dalam kenyataan, prosentase yang digunakan adalah berat seratnya yang dapat diketahui dari berat jenis serat. Umumnya semakinbesar fiber volume (Vf) akan meninggikan kualitas beton. Selain itu Vf juga mempengaruhi workabilitas adukan beton serat.
b.
Fiber Aspect Ratio (1/d) Fiber Aspect Ratio merupakan rasio antara panjang serat (l) dan diameter serat (d). Rasio perbandingan panjang dan diameter juga mempengaruhi kekuatan beton serat dan workabilitasnya.
2.2.6.3. Mekanisme Kerja Serat
Teori yang dipakai sebagai pendekatan untuk menjelaskan mekanisme kerja serat yaitu: a. Spacing Concept Spacing concept dalam teori ini diartikan dengan mendekatkan jarak antar serat dalam campuran beton sehingga beton akan lebih mampu membatasi ukuran retak dan mencegah berkembangnya retak menjadi lebih besar. b. Composite Material Concept Composite material concept atau konsep material komposit merupakan salah satu pendekatan yang cukup populer yang memperkirakan kuat tarik maupun kuat lentur dari beton serat. Konsep ini dikembangkan untuk memperkirakan kekuatan material komposit pada saat timbul retak pertama/first crack strength. Dalam konsep ini diasumsikan bahwa bahan penyusun saling melekat sempurna, bentuk serat menerus, dan angka poisson dari material dianggap nol.
24
Serat yang digunakan dalam beton serat adalah ukuran pendek/short fiber dan bukan continous fiber, maka perlu dikoreksi berdasarkan pertimbanganpertimbangan berikut: a. Orientasi dari short fiber yang ramdom akan mengurangi efisiensi penulangan serat terhadap material komposit b. Lekatan yang tidak sempurna serta ukuran serat yang pendek dapat menyebabkan adanya alur retakan yang tidak melewati serat c. Distribusi alur retakan yang sembarang menyebabkan alur retak tidak selalu memotong serat tepat di tengah-tengah d. Efektifitas beton dapat menahan tarik pada saat timbul retak. Mekanisme kerja serat dalam adukan beton adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Serat dalam Beton
Gambar 2.3. Aksi Pasak dalam Beton
Gambar 2.4 Mekanisme Kerja Serat pada pembebanan Tekan
25
2.2.7 Serat Dalam Beton Penggunaan serat yang paling populer dipakai di luar negeri adalah serat baja (steel fiber), yang memiliki panjang antara 0,25 inch sampai dengan 0,75 inch. Standar mengenai penentuan ukuran serat diatur dalam ACI 544. 4R-88. Penentuan ukuran serat dapat dilihat pada Tabel. 2.4. Tabel 2.4. Penentuan ukuran serat V(%)
L(inch)
L/df
0,5
0,25
42
1,0
0,25
42
2,0
0,25
42
1,0
0,5
83
1,0
0,75
47
Dimana: V
= Volume Serat (%)
df
= Volume Serat
L
=
Panjang Serat (inch)
Panjang serat diambil yang terbesar yaitu 0,75 inch, dimana volume serat dalam penelitian ini yang terbesar adalah 1,0%. Sehingga dapat digunakan serat dengan lebar 2 mm dan panjang 19 mm. Adapun volume dengan Persamaan 2.1 perbandingan serat sesuai den544.4R-88.
26
Persamaan 2.1 perbandingan tidak jauh beda, maka dalam penelitian ini serat dengan lebar 2 mm dan panjang 19 mm dapat digunakan.
Serat-serat di dalam beton bersifat mekanis sehingga tidak akan bereaksi secara kimia dengan bahan beton lainnya. Serat membantu mengikat dan mempersatukan campuran beton setelah terjadinya pengikatan awal dengan semen. Serat ini dapat menunda retaknya beton, membatasi penambahan retak, dan juga membantu ketidakmampuan semen portland yang tidak dapat menahan regangan dan benturan menjadi ikatan komposit kuat dan lebih tahan retak.
2.2.8
Serat Bendrat
Kawat bendrat memiliki berat jenis sebesar 6680 kg/m3 kuat tarik sebesar 38,5 MPa dengan perpanjangan saat putus sebesar 5,5% (Wikipedia, 2012). Jenis serat yang paling populer dipakai di luar negeri adalah serat baja (steel fiber), yang memiliki tebal sekitar 1 mm dan panjang sekitar 19 mm (ACI Committee 544,1996).
ACI Comitte 544 dikatakan bahwa semua material yang terbuat dari baja / besi yang berbentuk fisik kecil / pipih dan panjang dapat dimanfaatkan sebagai serat pada beton. Dalam ACI Comitte 544 secara umum fiber baja panjangnya antara 0,5 in (12,77 mm) sampai 2,5 in (63,57 mm) dengan diameter antara 0,017 in (0,45 mm) sampai 0,04 in (1,0 mm). Penelitian Suhendro, dipelajari pengaruh penambahan fiber lokal (yang berupa potongan kawat yang murah harganya dan banyak tersedia di Indonesia) ke dalam adukan beton mengenai daktilitas, kuat desak dan impact resistance beton fiber yang dihasilkan. Tiga jenis kawat lokal yaitu kawat baja, kawat bendrat, dan kawat biasa yang berdiameter ± 1 mm dipotong-potong dengan panjang ± 6 cm dan dijadikan sebagai fiber. Konsentrasi fiber yang diteliti adalah 0,5% dan 1,0%. Diameter kerikil maksimal yang dipakai adalah 2 cm karena akan mempermudah penyebaran fiber kawat bendrat secara merata dalam adukan beton. Faktor air semen 0,55. Hasil penelitian terhadap benda – benda uji disimpulkan dengan adanya serat pada beton dapat mencegah retak – retak rambut menjadi retakan yang lebih besar. Penambahan serat pada adukan beton ternyata dapat meningkatkan ketahanan terhadap daktilitas, beban
27
kejut (impact test resistance) dan kuat desak. Penelitian Leksono, Suhendro dan Sulistyo tentang beton serat yang menggunakan kawat bendrat berbentuk lurus dan berkait ke dalam campuran beton. Beton diuji kuat desak, kuat lentur, kuat tarik dan pengujian balok beton. Sebagai bahan susun beton dipakai batu pecah dengan ukuran agregat maksimal 20 mm, kawat bendrat diameter ± 1 mm dipotong dengan ujungnya dibuat berkait (hooked fiber ) dan panjang 60 mm, faktor air semen 0,55 dan volume fiber (Vf) 0,7% volume adukan. Berat jenis kawat bendrat 6,68 gr/cm³, maka berat yang harus ditambahkan ke dalam 1 m³ adukan beton (dibulatkan) 50 kg. Balok beton bertulang dengan ukuran 15 x 25 x 180 cm dengan kandungan fiber 0,25% ; 0,5% ; 0,75% dan 1,00%. Penelitian yang telah dilakukan dengan menambahkan fiber sebanyak 0,75% sampai dengan 1,00% dari volume beton dan dengan menggunakan aspek rasio sekitar 60 – 70 akan memberikan hasil yang optimal. Penambahan hooked fiber ke dalam adukan beton dapat menurunkan workability sehingga beton menjadi sulit dikerjakan. Kuat tarik, kuat desak, kuat lentur meningkat setelah diberi hooked fiber untuk kandungan fiber yang optimal 0,75 (Leksono, Suhendro, dan Sulistyo,1995). Sudarmoko meneliti pengaruh aspek rasio serat (nilai banding panjang dan diameter serat) yang dinyatakan panjang serat, terhadap sifat-sifat struktural adukan beton yang mengandung serat yang meliputi kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastis. Panjang serat kawat bendrat 60, 80 dan 100 mm dengan konsentrasi serat 1% dari volume adukan disimpulkan hasil terbaik ditunjukkan oleh beton serat dengan panjang serat 80 mm merupakan nilai yang optiamal untuk ditambahkan pada adukan beton ditinjau dari sudut peningkatan kuat tarik, dan kuat tekan sedang pada pengujian modulus elastis panjang serat 100 mm memberi hasil yang terkesan tetap dengan nilai yang tidak terlalu menyimpang dari benda uji dengan panjang serat 80 mm sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang 80 mm adalah panjang serat yang optimal. (Sudarmoko,1993)
2.2.9
Styrofoam
Styrofoam yang memiliki nama lain polystyrene, begitu banyak digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari hari. Begitu Styrofoam diciptakan pun langsung marak digunakan di Indonesia. Styrofoam pada umumnya digunakan
28
sebagai pembungkus barang elektronik dan makanan karena sifatnya yang tidak mudah bocor, praktis dan ringan.
Styrofoam terbuat dari bahan utama polysterene yaitu bahan plastic yang cukup kuat, yang disusun oleh erethylene dan benzene. Bahan ini diproses secara injeksi ke dalam sebuah cetakan dengan tekanan tinggi dan dipanaskan pada suhu tertentu dan waktu tertentu. Akhir abad 19 apoteker Jerman bernama Eduard Simon menemukan senyawa polysterene. Ia mengisolasi senyawa itu dari bahan resin alami. Temuan ini disempurnakan oleh Herman Staudinger dari Jerman menjadi bahan plastic polimer dan menjadi tonggak perkembangan Styrofoam.
Styrofoam ditemukan oleh Dow lebih dari 50 tahun yang lalu, sekarang ini produk styrofoam dikenal secara luas dalam bidang penyekatan atau isolasi. Awal tahun 1900, Perusahaan Kimia Dow menemukan suatu proses extruding karet sintetis untuk melindunginya dari proses karat dan kehancuran dari embun dan air laut. Styrofoam adalah material yang tidak bisa tenggelam (bersifat unsinkbilitas) mulamula diadopsi oleh penjaga pantai pada tahun 1942 untuk digunakan pada rakit penolong. Produk ini merupakan hasil penelitian Ray Mc. Entire yang mencampur styrene dengan isotylene (bahan cair yang mudah menguap) dibawah tekanan dan panas yang tinggi dalam waktu tertentu. Hasilnya adalah bahan baru yang terdiri dari gelembung-gelembung styrene yang lebih ringan dari polysterene dan dipatenkan dengan nama Styrofoam. Sekarang, styrofoam meliputi berbagai macam bahan bangunan (termasuk pengemasan produk dan housewrap), pipa isolasiatau
penyekatan
dan
benda-benda
kerajinan
atau
hiasan
(http://www.dow.com/styrofoam, 3 September 2004).
Styrofoam merupakan hasil pengolahan dari polystyrene. Polystyrene merupakan bahan termoplastik hasil dari pengolahan minyak mentah. Secara kimia polystyrene ditulis
sebagai
–CH2CH(C6H5)-. Polystyrene memiliki
sifat
transparan, lembut,elastis, dengan nilai susutan kecil, mudah diwarnai, dan mudah dibentuk. Polystyrene merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah 100oC (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat jenis sampai1050 kg/m3, kuat tarik
29
sampai 40 MN/m2, modulus lentur sampai 3 GN/ m2, modulus geser sampai 0,99 GN/ m2, angka poisson 0,33 (Crowford, 1998).
2.2.10
Kuat Tekan
Kekuatan tekan beton merupakan salah satu dari kinerja utama beton. Kuat Tekan merupakan suatu parameter yang menunjukkan besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur oleh gaya tekan tertentu. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari beton yang diinginkan hasilnya sesuai dengan yang sudah direncanakan. Pengujian nilai kuat tekan benda uji silinder berpedoman pada standart ASTM C 39-86 ’Standart Test Method for Compressive Strenght of Cylindrical Concrete Specimens’ Dapat ditulis dengan persamaan (SNI 1974-2011): f’c = P / A
(2.2)
Dimana : f’c = Kuat Tekan Beton (N/mm2) P = Beban Maksimum (N) A = Luas Penampang yang Menerima Beban (mm2)
P
h
d Gambar 2.6 Ilustrasi Kuat Tekan
Dengan; P
= Gaya
h
= Tinggi Silinder
d
= Diameter Silinder
30
Nilai kuat tekan beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya ditentukan ketika beton berumur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan beton mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85% sampai 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari.
Kuat tekan menjadi parameter untuk menentukan mutu dan kualitas beton yang ditentukan oleh agregat, perbandingan semen, dan perbandingan jumlah air. Pembuatan beton akan berhasil jika dalam pencapaian kuat tekan beton telah sesuai dengan yang telah direncanakan dalam mix design. Adapun hal-hal yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu :
1. FAS atau faktor air semen, hubungan fas dengan kuat tekan beton adalah semakin rendah nilai fas maka semakin tinggi nilai kuat tekan beton. Tetapi pada kenyataannya pada suatu nilai fas tertentu semakin rendah nilai fas maka kuat tekan beton akan rendah. Hal ini terjadi karena jika fas rendah menyebabkan adukan beton sulit dipadatkan. Demikian ada suatu nilai optimal yang menghasilkan kuat tekan beton yang maksimal. 2. Umur beton, kekuatan beton akan bertambah sesuai dengan umur beton tersebut. Kecepatan bertambahnya kekuatan beton dipengaruhi oleh fas dan suhu perawatan. Semakin tinggi fas, maka semakin lambat kenaikan kekuatan betonnya, dan semakin tinggi suhu perawatan maka semakin cepat kenaikan kekuatan betonnya.
3. Jenis Semen, kualitas pada jenis-jenis semen memiliki laju kenaikan kekuatan yang berbeda. 4. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40% dapat terjadi bila terjadi pengeringan terjadi sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang sangat penting pada pekerjaan dilapangan dan pada pembuatan benda uji.
31
5. Sifat agregat, dalam hal ini kekerasan permukaan, gradasi, dan ukuran maksimum agregat berpengaruh terhadap kekuatan beton.
2.2.11 Kuat Lentur Kuat lentur balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 0-4431-1997).
Berdasarkan SNI ada dua metode pengujian kuat lentur beton yang menjadi acuan dan pegangan dalam melaksanakan pengujian kuat lentur beton di laboratorium. Metode tersebut antara lain: 1. Sistem satu titik pembebanan (SNI-03-4145-1996) 2. Sistem dua titik pembebanan (SNI-03-4431-1997) Pembebanan pada 1/3 bentang untuk mendapatkan lentur murni tanpa gaya geser. Tegangan lentur yang didapat ternyata lebih tinggi daripada tegangan lentur secara langsung.
32
Adapun pembebanan benda uji lentur seperti pada Gambar 2.3 P
P/2
h
P/2
L/3
L/3
b
L/3
L
P/2
P/2
q
A
B
P/2
SFD
+
-
P/2
BMD
Mmax
Gambar 2.5. Perletakan dan Pembebanan Balok Uji (SNI03-4431-1997)
Keterangan :
L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan b = Lebar tampak patah arah horizontal h = Tinggi penampang P = Beban tertinggi yang ditunjukkan oleh mesin uji
33
ΣMB
=0
(RA L ) – ( ½P ⅔ L) – (½ P ⅓L) – ( q L ½L) = 0
Mmax = (RA ½ L) – (½ P 1/6 L ) – ( q ½ L ¼ L )
(2.3)
2.2.12 Analisis Kuat Batas Tampang Balok Beton Bertulang Mengingat sifat-sifat beton fiber tersebut agak lain dengan beton biasa (konvensional), maka anggapan-anggapan maupun cara hitungan/analisis tampang balok beton biasa yang kita kenal selama ini tidak dapat dipakai begitu saja, dan perlu dimodifikasi. Penampang beton bertulang, pembatasan tulangan tarik pada perhitungan kapasitas lentur balok menurut SNI 03-2847-2002 untuk balok bertulangan baja ditetapkan bahwa pada kondisi seimbang, jumlah luas tulangan
SNI 2002
tidak boleh lebih dari 75%, maka dari itu dilakukan perhitungan seperti berikut: Balok Tulangan Tunggal 0,003 0,03
0,85 f'c a
Dc
a/2 garis netral
d
As
As
As
As
h
d-a/2 Ts
b
Gambar 2.7. Distribusi Regangan dan Tegangan Lentur pada Balok Beton Menurut (SNI 03-2847-2002) Distribusi regangan dianggap linear, regangan maksimum diserat beton terdesak diambil 0,003. Bagian desak digunakan diagram berbentuk parabola, yang mirip diagram tegangan-regangan dari pengujian desak silinder. Menghitung momen nominal (Mn) metode SNI digunakan rumus sebagai berikut: Mn
(2.4)
34
Dimana: Mn
= Momen Nominal (kg.cm)
As
= Luas Baja Tulangan (cm2)
fy
= Tegangan Leleh Baja Tulangan (kg/cm2)
d
= Tinggi Efektif Balok (cm)
a
= Tinggi Blok Tegangan Beton
Serat Tembaga analisis tampang hampir sama dengan penelitian Suhendro (1994) dengan penambahan serat bendrat. Analisis tampang tampang tegangan lentur pada balok beton berserat tembaga data kuat tariknya menggunakan kuat tarik belah.
Balok Tulangan Tunggal
Gambar 2.8. Distribusi Regangan dan Tegangan Lentur pada Balok Beton Fiber Penuh. (Usulan Suhendro, 1991)
dimana notasi yang dipakai : fcf
= kuat desak beton fiber (kg/cm2)
ftf
= kuat tarik beton fiber (kg/cm2)
fys
= tegangan luluh baja tulangan (kg/cm2)
As
= luas baja tulangan
c
= jarak garis netral ke serat terluar di bagian desak (cm)
h
= tinggi balok (cm)
35
d
= tinggi efectif balok (cm)
Dc
= resultante gaya desak pada fiber (kg)
Tc
= resultante gaya tarik pada beton fiber (kg)
Ts
= resultante gaya tarik pada baja tulangan (kg)
berdasarkan asumsi diatas dilakukan analisis kuat batas sebagai berikut: Dc
= 0,67 fcfc b
(2.5)
Tc
= 0,85 (h-c) 0,85 ftfb
(2.6)
Ts
= Asfys
(2.7)
Persyaratan kesetimbangan gaya gaya dalam memberikan hubungan: Dc – Tc – Ts = 0
(2.8)
Regangan pada tulangan dapat dihitung dari
εs
= 0.0035(d-c / c )
(2.9)
yang memberikan tegangan sebesar : fs
= εs Es
(2.10)
sehingga baja tulangan sudah luluh karena lebih besar dari fs > fys momen ultimited yang dapat didukung oleh tampang tersebut adalah
Mn =Tc
(2.11)