BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Customer Relationship Management
2.1.1 Definisi CRM Kotler dan Amstrong (2013:36) menyatakan bahwa Customer Relationship Management adalah konsep yang paling penting dalam pemasaran modern. Yang dalam arti lebih luas, CRM adalah keseluruhan proses membangun dan memelihara hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan mengantarkan nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul. Rainer dan Cegielski (2011:307) menyatakan, CRM adalah sebuah strategi organisasi yang berfokus kepada pelanggan dan dipacu oleh pelanggan. Maksudnya, organisasi berkonsentrasi untuk memuaskan keinginan pelanggan dengan mengakses mengenai kebutuhan dari produk dan jasa yang digunakan pelanggan, kemudian menyediakan pelayanan dengan kualitas tinggi dan responsif. Greenberg (2010:30), yang ditulis pada CRM Magazine, Oktober 2003. Menyatakan CRM merupakan sebuah filosofi dan strategi bisnis yang di dukung oleh sebuah sistem dan teknologi yang di rancang untuk meningkatkan interaksi manusia dalam sebuah lingkungan bisnis. CRM merupakan sebuah inisiatif strategi bisnis yang memetakan transformasi terhadap proses bisnis untuk memenuhi keinginan pelanggan. Greenberg juga menambahkan bahwa CRM adalah kegiatan operasional, pendekatan manajemen pelanggan yang berfokus pada kegiatan sales, marketing, dan customer service. Program CRM yang sukses dapat meningkatkan pelayanan dengan baik dan menciptakan hubungan jangka panjang antara organisasi dan pelanggan mereka. (Hossein Bidgoli, 2011:6)
2.1.2 Tujuan CRM Aktivitas CRM pada dasarnya bertujuan agar perusahaan dapat mengenali pelanggan secara lebih detail dan melayani mereka sesuai kebutuhanya. Menurut Hamidin (2008: A-32) adapun tujuan CRM antara lain sebagai berikut: 7
8 a. Mengenali
pelanggan
terbaik
dan
mempercayainya
dengan
meningkatkan pemehaman perusahaan akan kebutuhan mereka sebagai individu, memenuhi harapan mereka terhadap perusahaan, dan membuat hidup mereka berubah. b. Menciptakan keunggulan kompetitif secara terus-menerus terhadap merek, produk atau bahkan perusahaan yang kita miliki dibandingkan dengan merek, produk atau perusahaan pesaing. c. Menjadi panduan kepada perusahaan dalam penggunaan teknologi dan sumber daya manusia untuk mendapatkan pengetahuan tentang tingkah laku dan nilai pelanggan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sebagai dasar untuk membangun hubungan sejati dengan pelanggan.
2.1.3 Manfaat CRM Potensi manfaat bisnis dari CRM sangat banyak, contoh salah satu manfaat dari adanya sistem CRM adalah memungkinkan perusahaan untuk memberi pengalamaan yang konsisten dan layanan serta dukungan superior bagi pelanggan, di semua titik kontak yang dipilih oleh pelanggan. Semua manfaat ini akan memberi nilai bisnis strategis bagi perusahaan dan nilai pelanggan yang besar bagi para pelanggannya (O'Brien dan Marakas, 2010:315) Menurut Kusuma (2010:1) ada empat manfaat utama dari CRM system yang dapat membantu perusahaan untuk merampingkan database pelanggan dan membuat sebagian besar dari kontak mereka saat ini. Berikut adalah empat manfaat dari penggunaan sistem CRM: a. Improve
Customer
satisfaction,
yaitu
meningkatkan
kepuasan
pelanggan. b. Share customer information more easily, yaitu berbagi informasi dengan lebih mudah, terutama menganai informasi pelanggan. c. Increase sales by up selling and cross selling other products, yaitu peningkatan jumlah penjualan dari setiap produk. d. Identify
most
mengidentifikasi menguntungkan.
profitable pelanggan
and yang
unprofitable
customers,
menguntungkan
dan
yaitu tidak
9 2.1.4 Komponen CRM Rainer dan Cegielski (2011:312-319) menyatakan, sistem CRM dalam organisasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu sebagai berikut ini:
1. Operational CRM CRM operasional adalah komponen dari CRM yang mendukung proses bisnis yang dilakukan oleh front-office. Proses-proses ini adalah proses yang berinteraksi langsung dengan pelanggan seperti penjualan, pemasaran, dan pelayanan. Dua komponen utama dalam CRM operasional adalah customer facing applications dan customer-touching applications. Jenis aplikasi yang dapat termasuk sebagai customer-facing applications adalah customer service and support, sales force automation (SFA), marketing, dan campaign management. Sedangkan jenis aplikasi yang termasuk sebagai customertouching applications adalah search and comparison capabilities, FAQ, dan respon otomatis melalui e-mail.
2. Analytical CRM Pada saat operational CRM mendukung proses bisnis yang dilakukan frontoffice, sistem analytical CRM menganalisa perilaku dan persepsi pelanggan yang dapat digunakan untuk menyediakan actionable business intelligence. Sebagai contoh, sistem analytical CRM menyediakan informasi dari permintaan dan transaksi pelanggan, serta respon pelanggan terhadap pemasaran, penjualan, dan pelayanan dari organisasi. Sistem ini juga menyediakan model statistik dari perilaku pelanggan dan nilai dari customer relationship. Beberapa teknologi penting pada analytical CRM adalah data warehouses, data mining, pendukung keputusan, dan teknologi business intelligence. Setelah berbagai analisis sudah lengkap, informasi akan tersedia bagi perusahaan dalam bentuk laporan dan panel digital.
2.1.5 Fase CRM Terdapat 3 fase CRM yang dapat mengilustrasikan cara untuk berfikir tentang pelanggan dan nilai bisnis serta komponen dari CRM (O'Brien dan Marakas, 2010:314-315). Ilutrasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
10
Gambar 2.1 Fase CRM Sumber: (O'Brien dan Marakas, 2010)
1. Acquire Sebuah bisnis bergantung pada perangkat lunak dan basis data CRM untuk membantunya memperoleh pelanggan baru dengan melakukan pekerjaan yang baik seperti mengatur kontak pelanggan, prospek penjualan, penjualan, pemenuhan dan pemasaran langsung. Tujuan dari fungsi CRM ini adalah untuk membantu pelanggan melihat nilai dari sebuah produk unggulan yang ditawarkan oleh perusahaan.
2. Enhance Manajemen kontak, layanan pelanggan, dan alat pendukung CRM yang dimungkinkan oleh web membantu pelanggan merasa senang dengan layanan unggulan dan respon yang diberikan oleh seluruh tim, baik dari tim pemasaran, layanan, bahkan dari mitra bisnis. CRM membatu perusahaan melakukan cross sell dan up sell untuk meningkatkan keuntungan
11 perusahaan. Nilai yang didapat pelanggan merupakan kemudahan melakukan one stop shopping dengan harga menarik.
3. Retain Perangkat lunak analitis dan basis data CRM dapat membantu sebuah perusahaan untuk secara
proaktif mengidentifikasi dan menghargai
pelanggannya yang paling menguntungkan dan setia untuk mempertahankan dan memperluas bisnis mereka melalui pemasaran terarah dan program hubungan pemasaran. Nilai yang dilihat pelanggan adalah hungungan bisnis terpersonalisasi dengan perusahaan.
2.1.6 Proses CRM Proses dapat didefinisikan sebagai jalan yang dilalui oleh organisasi dalam menyelesaikan atau mencapai suatu hal. Terdapat tiga level dalam proses CRM yaitu, customer-facing level,
functional level dan companywide level (Khalid,
Haslina dan Huda, 2011:23-25). Kesemuanya memiliki pandangan yang berbeda dalam proses CRM, dimana akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Customer-facing level Process Didefinisikan sebagai proses sistematis permulaan dalam mengelola hubungan dengan pelanggan, memelihara dan memberi keputusan, melalui setiap kontak pelanggan untuk memaksimalkan nilai dari hubungan tersebut. Ada tiga level dalam CRM Customer-facing process, yaitu hubungan permulaan, hubungan pemeliharaan dan hubungan akhir atau keputusan. 2. Functional level process Ada lima poin utama dalam proses fungsional dalam CRM, yaitu proses pengembangan strategi, proses pembuatan nilai, proses integrasi multichannel, proses manajemen informasi dan proses penilaian performa. Fokus dalam proses ini adalah channel keputusan yang akan diambil, seperti (sales force, direct marketing, e-commerce dan mcommerce dan sebagainya) 3. Companywide level process
12 Merupakan proses atau kegiatan yang dilakukan organisasi untuk menciptakan market intelligence yang dapat dimanfaatkan untuk membangun dan mempertahankan keuntungan maksimal dari hubungan pelanggan melalui dua sub-proses, yaitu knowledge management process dan interaction management process. 2.1.7 Aplikasi CRM Sebuah sistem CRM mendukung kegiatan yang terdiri dari aplikasi marketing yang berbeda (Chaffey, 2009:483-484) antara lain : 1. Sales force automation (SFA) Perwakilan penjualan didukung dalam akun manajemen dan perusahaan
membantu
dalam melakukan kegiatan sales force, mengatur leads,
prospects, dan pelanggan dalam sebuah alur penjualan. 2. Customer service management Perwakilan di kontak pusat memberikan respon terhadap permintaan pelanggan untuk informasi yang diminta dengan menggunakan intranet untuk mengakses database yang berisi informasi mengenai pelanggan, produk, dan permintaan-permintaan sebelumnya. 3. Managing the sales process Ini dapat dicapai melalui situs e-commerce, atau dalam suatu konteks B2B dengan
menunjang perwakilan penjualan dari pencatatan proses
penjualan(SFA). 4. Campaign management Mengurus iklan, surat langsung, e-mail, dan lain-lainnya. 5. Analysis. Melalui teknologi seperti gudang data(Data warehouse) dan pendekatan seperti penggalian data(Data mining).
2.1.8 Sales Force Automation (SFA) Rainer dan Cegielski (2011:314) menyatakan bahwa SFA merupakan komponen dari operasional CRM yang secara otomatis dapat menyimpan semua aspek dalam proses penjualan. Beberapa sistem SFA adalah contact management system yang menyimpan setiap detail data konsumen, tujuan dari kontak tersebut,
13 hingga follow up jika diperlukan. Selanjutnya adalah sales lead tracking system yang menjabarkan data konsumen yang potensial dan aktivitas transaksi atau pembelian. Elemen lainya adalah sales forcasting system yang merupakan teknik matematika untuk melakukan peramalan penjualan dan product knowledge system yaitu sistem yang menjadi perwakilan informasi produk dan layanan secara luas, dan masih banyak sistem SFA yang dikembangkan pada saat ini dan sudah terkoneksi melalui aplikasi web-based atau bahkan ditampilkan pada smartphone. Menurut penelitian terdahulu, pada tahun 2010 yang dilakukan oleh Glen S.Petersen dengan judul A Strategic Model for Sales Force Automation: The Value Chain Concept dijelaskan bahwa, SFA memberikan kemampuan untuk meningkatkan performa operasional (dalam hal biaya dan produktivitas), tapi kunci yang lebih penting adalah SFA memberikan hubungan dan nilai lebih dari sales kepada pelanggan. Akan tetapi, aplikasi ini harus disesuaikan dengan tujuan utama strategi perusahaan. Memahami strategi pelanggan terhadap pasar mereka, merupakan hal yang sangat diperlukan untuk persaingan bisnis saat ini. Menumbuhkan strategi dapat dilakukan berdasarkan inovasi untuk mempertahankan pelanggan (retention). Mempertahankan pelanggan memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh perusahaan, selain memberikan kepuasan kepada pelanggan, hal tersebut dapat juga menunjang keuntungan (profit) perusahaan. Berdasarkan manfaat yang diperoleh, banyak perusahaan yang bersaing untuk memenuhi dan mencari tahu kebutuhan pelanggan saat ini, dengan adanya dukungan
teknologi
informasi
sangat
memungkinkan
memberikan nilai lebih terhadap pelanggan dalam pelayanan.
kemudahan
dalam
14
Gambar 2.2 Value Chain for SFA Sumber: Glen S. Petersen (2010)
Maksud dari value chain tersebut adalah, sales force berfungsi untuk menelusuri informasi alur produk dan jasa hingga sampai ke konsumen akhir. Model
tersebut
merupakan
model
konseptual
yang
dapat
membantu
menggambarkan perubahan, pengiriman dan proses komunikasi dengan fokus hingga pelanggan akhir atau dapat diartikan sebagai para pelanggan dari pelanggan perusahaan. Sales Force merupakan penyedia alat atau media untuk memahami kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, sehingga dapat mengurangi alur waktu pasar (market cycle time). Tenaga penjual dapat memberikan pelayanan yang semestinya, dan melayani pelanggan dengan lebih cepat (instan). Memahami informasi mengenai distributor pelanggan, hingga informasi pelanggan akhir. Website merupakan kendaraan komunikasi yang digunakan perusahaan sebagai alat penunjang strategi dasar yang akan diterapkan pada setiap pelanggan.
15 2.1.9 Electronic Customer Relationship Management (e-CRM) Chaffey (2009:486) mendifinisikan e-CRM tidak dipisahkan dari CRM, ini mengaharuskan untuk selalu terintergrasi dan selalu tersambung. Bagaimanapun, banyak organisasi yang memiliki spesifikasi baik tentang e-CRM atau karyawan yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap e-CRM. Baik CRM dan e-CRM, keduanya hanya tentang teknologi dan database, bukan hanya tentang proses atau hanya tentang melakukan sesuatu, tapi tentang bagaimana memenuhi tututan, kebutuhan, dan keinginan dari pelanggan. Dasar interaktif dari web yang dikombinasikan dengan komunikasi e-mail menyediakan sebuah lingkungan ideal dimana untuk mengembangkan hubungan pelanggan, database menyediakan fondasi untuk menyimpan informasi tentang hubungan tersebut dan menyediakan informasi untuk memperkuat hubungan serta dengan jasa yang ditingkatkan secara personal. Pendekatan online pada CRM tersebut sering dikenal sebagai e-CRM. Menurut Turban dkk (2012:295), e-CRM adalah istilah industri yang mencakup metodologi dan perangkat lunak yang membantu perusahaan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang terorganisasi. Biasanya, sebuah basis data yang luas berisi informasi pelanggan, termasuk informasi kontak pelanggan, adalah pusat dari sistem CRM.
2.1.10 Tujuan e-CRM Pada electronic CRM, Chaffey (2009:486) menjelaskan bahwa tidak hanya sekedar penambahan elekronik dibelakang CRM, akan tetapi penggunaan teknologi, database, transformasi online, penggunaan web dan sebagainya dapat memantau pelanggan dari waktu ke waktu secara spesifik dan memantau perilaku serta mendorong pembelian kembali kedepanya oleh pelanggan. Dalam International Journal of Management Research and Review, dengan artikel yang disusun oleh S. Deshmukh, N.Deepa dan A.Raj Sharavanthi (2013:2557-2567), yang berjudul E-CRM: An Ultimate Strategy for An Organization. Menjelaskan bahwa dengan bantuan IT, elektronik CRM berfokus pada pengelolaan semua bentuk hubungan dengan pelanggan. Tidak hanya berbasis internet, akan tetapi e-CRM memiliki lingkup yang lebih luas dari strategi CRM dan menggunakan elektronik sebagai fasilitas pendukung.
16 2.1.11 Manfaat e-CRM Menurut Chaffey (2009:487) menggunakan internet untuk membangun hubungan dalam pemasaran memerlukan database pelanggan. Database pelanggan ini
berguna
untuk
membangun
hubungan
yang
tepat
sasaran
dan
dipersonalisasikan. Manfaatnya adalah sebagai berikut : 1. Targeting more cost-effectively Jika menggunakan cara tradisional seperti surat langsung, biasanya berdasarkan pada orang-orang yang sudah terdaftar di perusahaan saja, ini berarti tidak semua orang dapat menjadi target pasar. 2. Achieve mass customization of marketing messages (and possibly the product) Teknologi membuat sesuatu menjadi mungkin untuk mengirim e-mail dengan biaya yang lebih rendah dari pada mengirim surat dengan cara lama. 3. Increase dept, breath, and nature of relationship Internet memungkinkan informasi yang lebih banyak dapat disediakan sebagaimana yang dibutuhkan untuk konsumen. 4. A learning relationship can be achieved using different tools throuthout the customer lifecycle. •
Pelanggan dapat mencari produk yang dibutuhkan sebelum membeli lewat website.
•
Pelanggan mendapatkan informasi secara bebas tentang informasi perusahaan maupun tentang produk secara online.
•
Pertanyaan yang tadinya diberikan lewat forum atau email saat ini juga dapat melalui online customer service.
•
Evaluasi pengembangan produk baru (komentar terhadap prototype dari produk baru tersebut)
5. Lower Cost Menghubungi pelanggan melalui email atau dengan pelanggan melihat website perusahaan dapat mengurangi pengeluaran biaya dibandingkan dengan menggunakan surat.
17 2.1.12 Aktivitas e-CRM Dalam bukunya, Chaffey (2009:486) menjelaskan aktivitas e-CRM dalam management perusahaan adalah sebagai berikut: • Penggunaan
web
site
untuk
pengembangan
pelanggan,
dari
memberikan pengarahan dikonversi menjadi penjualan online atau offline menggunakan e-mail dan web dasar untuk mendorong pembelian. • Mengelola daftar e-mail (yaitu mencakup alamat email yang terintegrasi dengan informasi profil pelanggan dari database lain yang memungkinkan menjadi target penjualan) • Data mining untuk meningkatkan target. • Penggunaan web site dengan personalization atau mass customization (yang mengikuti selera pelanggan). • Menyediakan fasilitas online untuk pelanggan seperti; FAQ, callback dan chat support. • Mengelola kualitas jasa online untuk memastikan pembeli mendapat pengalaman yang mendorong mereka untuk melakukan pembelian kembali. • Mengelola multi-channel customer experience, dengan menyediakan berbagai akses media sebagai akses pembelian dan alur hidup pelanggan.
2.1.13 CRM dan e-CRM Menjalin relasi dengan pelanggan merupakan salah satu aktivita bisnis yang telah di lakukan oleh perusahaan dari generasi ke generasi. Bahkan sebelum adanya komputer , perusahaan –perusahaan telah mampu mejalin hubungan baik dengan pelanggannya. Namun di pertengahan tahun 1990-an , CRM telah di perkaya oleh berbagai informasi teknologi. Penerapan tekonologi dalam CRM merupakan respon terhadap perubahan-perubahan yang tejadi dalam persaingan ekonomi. E-CRM dapat didefiniskan sebagai aktifitas untuk mengelola hubungan dengan pelanggan menggunakan teknologi internet, web browser dan elektronik touch point lainya. Bagaimanapun, tantangan pengembangan CRM tersebut adalah
18 untuk memberikan informasi yang benar dalam waktu yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan spesifik pelanggan. (S. Deshmukh, N.Deepa dan A.Raj Sharavanthi 2013:2557-2567) Perbedaan utama dari CRM dan e-CRM dijabarkan dalam enam poin berikut, yaitu: 1. Customer Contact CRM: Kontak dengan pelanggan dilakukan melalui toko, telefon dan fax e-CRM: Semua metode tradisional digunakan dengan media internet, email, nirkabel dan teknologi PDA 2. System Interface CRM: Implementasi dari penggunanaan sistem ERP, titik perhatian kegiatan ada pada back-end. e-CRM: Menjadi titk perhatian ada pada sisi front-end, dengan integrasi terhadap back-end melalui sistem ERP, data warehouse dan data marts. 3. System Overhead (Client Computers) CRM: Client harus mendownload untuk melihat aplikasi pada web. Mereka akan melakukan kegiatan berulang di setiap platform yang berbeda. e-CRM: Tidak memerlukan persyaratan tersebut, karena client dapat menggunakan browser untuk mengakses. 4. Customization and Personalization of information CRM: Personalization tidak tersedia, karena butuh perubahan pada program,. e-CRM: Tampilan dapat disesuaikan dengan selera pelanggan, sesuai dengan keinginan mereka. 5. System focus CRM: Sistem dibuat untuk penggunaan internal, dirancang berdasarkan pekerjaan dan produk. Aplikasi web dirancang untuk departemen tertentu atau unit bisnis. e-CRM: Sistem dibuat untuk penggunaan eksternal, dirancang berdasarkan kebutuhan pelanggan. Aplikasi web dirancang secara lebih luas.
19 6. System maintenance and modification CRM: Banyak waktu yang diperlukan dalam implementasi dan pemeliharaan. Menjadi lebih mahal, karena sistem berada di lokasi yang berbeda dengan beberapa server e-CRM: Penghematan pada waktu dan biaya, implementasi dan pemeliharaan dapat dilakukan pada satu lokasi dan server.
2.2
Analisis Kesenjangan Service Quality Servqual yang ditemukan oleh pakar terkemuka kualitas jasa yaitu
Parasuraman, Valarie A Zethamal dan Leonard L Berry dimulai tahun 1983. Reputasi dan kontribusi ketiga pakar ini dimulai dari paper konseptual mereka berjudul “A conceptual model of service quality and its implications for future research” yang di publikasikan di Journal of Marketing. Dalam paper tersebut, mereka memaparkan secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensi menjadi sumber masalah kualitas jasa. Model ini dikembangkan dengan maksud membantu manajer dalam menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas jasa.
2.2.1 Definisi Kualitas Layanan (Service Quality) Kualitas layanan adalah sikap yang dibentuk oleh evaluasi jangka panjang dari kinerja organisasi. Sehingga pada setiap akhir evaluasi, organisasi menghasilkan rencana jangka panjang untuk memperbaiki kualitas layanannya. Untuk
mendefinisikan
kualitas
layanan
yang
perlu
dilakukan
adalah
membedakannya dengan kepuasan pelanggan karena keduanya berhubungan satu dengan lainnya. (Hoffman dan Bateson, 2011:319). Pada dasarnya kualitas layanan dapat diukur dengan mudah, karena dalam proses layanan terdapat konsumen yang mempunyai harapan terhadap hasil dari layanan tersebut. Jika harapan tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan konsumen atas pelayanan yang diberikan, terciptalah sebuah kualitas.
20 2.2.2 Dimensi Service Quality (SERVQUAL) Dalam buku “Service, Quality and Satisfaction” yang di susun oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2011:196) Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industry jasa, Parasuraman, Zeithamal dan Berry (1985) berhasil mengidentifikasikan sepuluh pokok dimensi pokok kualitas jasa:
1.
Reliabilitas
2.
Responsivitas atau daya tanggap
3.
Kompetensi
4.
Akses
5.
Kesopanan
6.
Komunikasi
7.
Kredibilitas
8.
Keamanan
9.
Kemampuan memahami pelanggan
10. Bukti Fisik
Namun dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) menemukan adanya overlapping di antara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Dengan demikian tersusunlah lima dimensi utama sesuai urutan tingkat kepentingan yaitu: 1. Reliabilitas, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya tanggap, berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara tepat. 3. Jaminan, yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berartibahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
21 4. Empati, berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik, berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan serta penampilan karyawan.
2.2.3 Model SERVQUAL Gap Analysis Dalam buku “Service, Quality and Satisfaction” yang disusun oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra 2011, menyatakan bahwa model kualitas jasa yang paling popular dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen adalah model SERVQUAL (singkatan dari service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zethaml, dan Berry. Dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa: reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon interlokal, perbankan ritel, dan pialang sekuritas. Model ini disebut juga model Gap analysis, data dilihat pada gambar 2.3, model ini berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan. Rancangan model ini mengesankan bahwa bila kinerja pada suatu atribut meningkat lebih besar daripada harapan atas atribut tersebut maka persepsi terhadap kualitas jasa akan positif dan sebaliknya.
22
Gambar 2.3 Model Konseptual SERVQUAL Sumber: Parasuraman, Zethaml, dan Berry dalam Tjiptono dan Chandra (2011)
Dalam gambar tersebut di ilustrasikan bahwa terdapat lima gap yang mungkin terjadi meliputi:
• Gap 1 Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap) . Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat.
23 •
GAP 2 Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas.
•
GAP 3 Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa.
•
GAP 4 Gap
antara
penyampaian
jasa
dan
komunikasi
eksternal
(communications gap). Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten de ngan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. •
GAP 5 Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap). Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan.
2.2.4 Atribut Service Quality (SERVQUAL) Berdasarkan Hoffman dan Bateson (2011:340-342), pernyataan yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa pelayanan pada suatu perusahaan, dilakukan melalui pendekatan kepada pelanggan yang menggunakan jasa perusahaan. Atribut yang ada disesuaikan berdasarkan sub variabel atau dimensi dari variabel service quality. Menurut Tjiptono dan Chandra (2011:231-233) pengukuran model SERVQUAL didasarkan pada skala multi-item yang dirancang untuk mengukur harapan dan presepsi pelanggan, serta gapdiantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa. Kelima dimensi utama tersebut dijabarkan kedalam masingmasing 22 atribut rinci untuk variabel harapan dan presepsi.
24 Skor SERVQUAL untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus: (Zeithaml, et al., 1990) dalam Tjiptono dan Chandra (2011)
Skor SERVQUAL = Skor Persepsi –Skor Harapan
Tabel 2.1Dimensi dan Atribut Model SERQUAL Dimensi
Atribut 1. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan 2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan.
Reliability (Reliabilitas)
3. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali. 4. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan. 5. Menyimpan catatn/dokumen tanpa kesalahan. 6. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa.
Responsiveness (Daya Tanggap)
7. Layanan yang segera/cepat bagi pelanggan. 8. Kesediaan untuk membantu pelanggan 9. Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan. 10. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan.
Service Quality
Assurance (Jaminan)
11. Membuat pelanggan merasa aman dalam bertransaksi. 12. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan. 13. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan.
Empathy (Empati)
14. Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan. 15. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian.
25 16. Sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan. 17. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan. 18. Waktu beroprasi (jam kantor) yang nyaman. 19. Peralatan modern 20. Fasilitas yang berdaya tarik visual. Tangibel (Bukti Fisik)
21. Karyawan yang berpenampilan rapid an profesional 22. Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.
Sumber: Diadaptasi dari Parasuraman, et al (1994) dalam Tjiptono dan Chandra (2011)
Melalui analisis terhadap berbagai skor gap ini, perusahaan jasa tidak hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan pelanggan, namun juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspek-aspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas. Instrumen SERVQUAL dan data yang dihasilkan juga dapat dipergunakan untuk beberapa keperluan lain: membandingkan harapan dan persepsi pelanggan sepanjang waktu, membandingkan skor SERVQUAL perusahaan dengan skor para pesaingnya, dan sebagainya.
2.3
Metodologi Penelitian Menurut Sugiyono (2012:2), metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati, dan mengetahui cara-cara yang digunakan (bedakan cara yang tidak ilmiah misalnya, mencari barang yang hilang datang ke dukun, supaya usaha dagangnya sukses datang ke gunung Kawi, dan sebagainya). Sistematis artinya
26 proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu dan bersifat logis.
2.3.1 Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2012:137), pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lainya. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan data sekunder merupakan sumber tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. Berikut penjelasanya: 1. Wawancara (Interview) Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur: a. Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan
wawancara,
pengumpul
data
telah
menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawaban pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya. b. Wawancara tidak terstruktur Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian
27 pendahuluan atau malahan untuk penelitian lebih mendalam tentang responden. 2. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan dara yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.
3. Observasi Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
2.3.2 Data Penelitian Menurut Sugiyono (2012:12), ada dua macam data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (skoring : baik sekali = 4, baik = 3, kurang baik = 2, dan tidak baik = 1).
2.3.3 Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2012:38), variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh
kesimpulannya.
informasi
tentang
hal
tersebut,
kemudian
ditarik
28 Selain itu, dapat dirumuskan juga bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
2.3.4 Populasi dan Sampel Populasi (Riduwan dan Kuncoro, 2008:38) merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu dimana berkaitan dengan masalah penelitian. Sampel (Riduwan dan Kuncoro, 2008:49) adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi. Menurut Sugiyono (2012:81), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Nilai populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Misalnya karena keterbatasan dana tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
2.3.5 Teknik Sampling Teknik penarikan sampel (Riduwan dan Kuncoro, 2008:40) adalah cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pada umumnya, teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Probability Sampling Adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi yang menjadi sampel. b. Nonprobability Sampling Adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama sebagai sampel.
29 2.3.6 Menentukan Jumlah Sampel Adapun rumus untuk menentukan jumlah sampel dari populasi dengan rumus Slovin (Riduwan, 2008, p65):
Keterangan: n = Sampel N = Populasi e = Batas toleransi kesalahan
2.3.7 Skala Pengukuran Menurut Sugiyono (2012:92), skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukut tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Berbagai skala yang digunakan untuk penelitian antara lain: 1. Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial
ini telah ditetapkan secara
spesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebut variabel penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
2. Skala Guttman Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas yaitu “ya-tidak”; ”benar-salah”; ”pernah-tidak pernah”; ”positifnegatif” dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval
atau
rasio
dikhotomi
(dua
alternatif).
Penelitian
menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
30
3. Rating Scale Dengan rating-scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif dalam skala model rating-scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
4. Semantict Deferential Skala pengukuran yang berbentuk semantict deferential digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawabannya yang sangat terletak di kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
2.3.8 Uji Reliabilitas dan Validitas Riduwan dan Kuncoro (2008:216) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahan pada suatu alat ukur misalnya kuesioner. Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan dari alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan.
2.4
Analisis dan Perancangan Sistem Informasi
2.4.1 Definisi Sistem Informasi Definisi sistem informasi menurut O'Brien dan Marakas (2010:4),adalah kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan berbagai macam informasi dalam sebuah organisasi. Menurut Satzinger (2010:7), sistem informasi adalah sekumpulan komponen terpisah yang berfungsi untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyediakan output berupa informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua tugas yang ada dalam bisnis.
31 Menurut Hossein Bidgoli (2011:8-11) sistem informasi dirancang untuk mengumpulkan data, memproses data, dan mengirimkanya menjadi suatu informasi yang relevan dan berguna untuk mendukung pengambilan keputusan. Komponen sistem informasi terdiri dari: -
Data: Kumpulan fakta mentah dan komponen dari sebuah informasi.
-
Database: Jantung dari sebuah sistem informasi, yaitu kumpulan dari semua data yang relevan, terorganisir dan file yang terintegrasi.
-
Process: Komponen dari sistem informasi yang menghasilkan informasi yang paling mendukung pengambilan keputusan, termasuk proses laporan transaksi dan model untuk analisis keputusan.
-
Information: Kumpulan fakta-fakta yang sudah dianalisis oleh komponen proses dan menjadi output dari sebuah sistem informasi.
2.4.2 Unified Modeling Language (UML) UML terdiri dari bahasa grafikal untukmewakili konsep yang dibutuhkan dalam pengembangan suatu sistem informasi berorientasi pada objek. UML menyediakan kebutuhan notasi dari proses pengembangan berorientasi pada objek, dari analisis ke deskripsi perancangan yang detil. UML menyediakan standar untuk menggambarkan perancangan sistem dari sudut pandang yang dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sistem. Dengan kata lain, UML merupakan ba hasa yang telah menjadi standar untuk merancang model sebuah sistem. Menurut Satzinger (2010:61), Unified Modeling Language (UML) merupakan suatu set standar konstruksi model dan notasi yang dikembangkan secara khusus untuk pengembangan berorientasi objek. Dengan menggunakan UML, analis dan penggguna akhir mampu untuk menggambarkan dan mengerti berbagai diagram spesifik yang digunakan dalam proyek pengembangan suatu sistem.
2.4.3 Perancangan Sistem Informasi Berbasis Objek Dalam pembuat aplikasi sistem informasi, diperlukan sebuah metodologi yang disebut system development life cycle (SDLC). SDLC adalah sebuah kerangka
32 kerja yang terstruktur terdiri dari proses yang berurut, dimana SI dikembangkan (Rainer dan Cegielski., 2011: 402). Model
SDLC
yang
dikembangkan
oleh
Satzinger
(2010:40)
menggambarkan pendekatan sekuensial beberapa tahap yang biasanya disebut juga dengan waterfall model, yaitu:
Gambar 2.4 Waterfall Model SDLC Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010).
Model pendekatan (system development life cycle) menurut Satzinger ini mengatakan bahwa hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi perumusan permasalahan untuk kelak dilakukan suatu pemecahan dari perumusan tersebut (plan). Selanjutnya, tim proyek menyelidiki secara menyeluruh dan memahami masalah serta kebutuhan untuk selanjutnya dicari solusi (analysis). Setelah masalah dipahami, solusi ditentukan secara mendalam (design). Sistem ini kemudian dibangun dan diinstal (implementation). Selama sistem sedang digunakan, sangat diperlukan untuk memastikan bahwa sistem terus memberikan manfaat yang dimaksudkan dengan cara sistem tersebut dipertahankan dan ditingkatkan (support). Menurut satzinger (2010:240-242) Perancangan sistem merupakan suatu proses penentuan secara rinci bagaimana berbagai kompenen dari sistem informasi
33 dapat diimplementasikan secara fisik. Adapun berbagai macam cara untuk menganalisis suatu sistem tersebut , seperti contohnya Object Oriented Aapproach (OOA). OOA mendefinisikan semua objek yang melakukan pekerjaan dalam sistem dan menunjukkan interkasi user untuk menyelesaikan tugas. Pengembangan sistem dimulai dengan identifikasi peristiwa yang memicu proses bisnis dasar yang disebut dengan use case.
Events, Usecase, Event table
Entity Relationship Diagram (ERD) [Traditional Approach]
Context Diagram DFD Diagram Data Flow Definition DFD Fragments Process Description Other Tradtional Models
Objek
Class Diagram [Object Oriented Approach]
Activity diagram Event table Usecase diagram Usecase description Domain class diagram Data Matrix CRUD State Diagram System sequence diagram First cut class diagram Sequence diagram Package diagram User Interface Architecture diagram (software & infrastructure) Updated design class diagram
Gambar 2.5 Model Pendekatan Berbasis Objek Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010).
Object Oriented Analysis and Design adalah sebuah proses dimana sekumpulan model berbasiskan objek dibuat dan kemudian digunakan oleh programmer untuk menghasilkan program untuk sistem yang baru. Desain sistem merupakan jembatan penghubung antara kebutuhan user dengan pembuatan sistem baru (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010:388). Dalam melakukan analisis dan perancangan sistem, langkah awal yang harus di lakukan adalah menggambarkan sistem tersebut terlebih dahulu. Definisi sistem menggambarkan konteks sistem, , informasi yang harus di miliki, fungsi-
34 fungsi yang harus di sediakan, dimana penggunaan sistem dan kondisi pengembangan yang tepat.
2.4.4 Use Case Diagram Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2010:242-243), use case diagram merupakan sebuah diagram yang menggambarkan berbagai peran user dan bagaimana user tersebut berinteraksi dengan sistem. Pada use case diagram, actor dilambangkan dengan menggunakan simple stick figure. Aktor merupakan orang atau benda yang berinteraksi langsung dengan sistem.
Gambar 2.6 Use Case Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010).
Use
case
diagram
seperti
pada
Gambar
2.6
bertujuan
untuk
mengidentifikasi “Use Case” dari sistem baru atau mengidentifikasi bagaimana sistem baru akan digunakan dan siapa aktor yang berinterkasi dengan sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 242).
2.4.5 Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2010:171-173), use case descriptions adalah gambaran yang menjelaskan detail proses dari setiap use case. Fully
35 Developed Description seperti pada Gambar 2.4 memberikan pemahaman yang lebih dalam
tentang proses bisnis dan bagaimana sistem berperan dalam
mendukung proses tersebut.
Gambar 2.7 Fully Developed Description Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010).
2.4.6 Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2010:141), Activity Diagram adalah diagram alur yang menunjukkan aktivitas dari berbagai user (atau sistem), orang yang melakukan masing-masing aktivitas, dan juga urutan dari aktivitas-aktivitas yang ada. Activity diagram juga menunjukkan aktivitas dalam sebuah use case atau dalam objects behavior yang terjadi secara berkelanjutan (sequence).
36
Gambar 2.8 Activity Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010)
2.4.7 Class Diagram Class Diagram menggambarkan sekumpulan kelas-kelas berbasiskan objek yang dibutuhkan dalam pemrograman, hubungan antara kelas yang satu dengan kelas yang lain, nama atribut, properties. Tujuan utama dari class diagram adalah untuk mendokumentasikan dan menggambarkan kelas-kelas yang akan dibuat untuk sistem yang baru. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010:404). Didalam sebuah aktivitas struktur, menurut Satzinger harus berfokus pada hubungan class dan objek. Hasil dari aktivitas struktur ini adalah sebuah class diagram yang menyediakan pandangan problem-domain yang jelas yaitu dengan menggambarkan semua hubungan struktural antara class dan objek didalam model yang ada.
37
Gambar 2.9 Domain Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010)
Pada class diagram terdapat persegi panjang yang melambangkan kelas, selain itu juga terdapat garis yang penghubung antar persegi panjang yang menunjukkan hubungan yang dimiliki antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Dari gambar 2.5 di atas, dapat dilihat bahwa pada domain class diagram terdapat dua bagian persegi panjang yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas menunjukkan nama kelas. Sedangkan bagian bawah menunjukkan atribut yang dimiliki kelas. Antara kelas yang satu dengan kelas yang lain terdapat notasi multiplicity yang dapat menyatakan tidak ada (0), satu (1), atau banyak (*) (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010:187-188).
2.4.8 Sequence Diagram Menurut Satzinger,
Jackson,
&
Burd
(2010:242), System
Sequence
Diagram adalah diagram yang menggambarkan input dan output serta urutan interaksi antara user dan sistem pada use case. Diagram ini juga menunjukkan serangkaian pesan yang dipertukarkan oleh obyek-obyek yang melakukan suatu tugas atau aksi tertentu. Obyek-obyek tersebut kemudian diurutkan dari kiri ke kanan, aktor yang menginisiasi interaksi biasanya ditaruh dipaling kiri dari diagram.
38
Gambar 2.10 System Sequence Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, (2010)
2.4.9 User Interface Menurut Satzinger (2010:530) User Interface adalah bagian dari sebuah sistem informasi yang membutuhkn interaksi pengguna untuk membuat input dan ouput. User interface digunakan oleh aktor untuk berinteraksi dengan suatu sistem. User interface menghubungkan sistem kepada semua aktor yang relevan dalam konteks tersebut. User Interface dapat menerima informasi dari User
dan memberikan
informasi kepada User untuk membantu mengarahkan alur penelusuran masalah sampai ditemukan suatu solusi. User interface yang ada untuk berbagai sistem, dan menyediakan cara : Input, memungkinkan pengguna untuk memanipulasi sistem dan Output, memungkinkan sistem untuk menunjukkan efek manipulasi pengguna.
39 2.5
Kerangka Fikir
Gambar 2.11 Kerangka Fikir