BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Sistem Pengertian sistem menurut O’brien (2006:29) adalah sebagai sekelompok komponen yang saling berhubungan, bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan menerima input dan menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur. Pengertian sistem menurut Roomey dan Steinbart (2006:4) adalah “a set of two or more interrelated components that interact to achieve a goal”, yang berarti kumpulan dua atau lebih komponen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan kumpulan beberapa komponen atau prosedur yang saling berhubungan untuk menghasilkan sesuatu.
2.2
Pengertian Informasi Pengertian informasi menurut O’Brien (2006:38) adalah sebagai data yang telah diubah menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pengguna akhir tertentu. Sedangkan, menurut Romney dan Steinbart (2006:5), “information is data that have been organized and processed to provide meaning to a user. Users typically need information to make decisions or to improve the decision-making process. As a general rule, users can make better decisions as the quantity and quality of information increase”, yang berarti bahwa informasi adalah data yang telah diatur dan diproses sehingga memberikan arti kepada pengguna. Pengguna membutuhkan informasi untuk membuat keputusan atau untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan. Pada umumnya, pengguna dapat membuat keputusan yang lebih baik selama kuantitas dan kualitas informasi meningkat. Dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang telah diolah sehingga menjadi lebih berarti dan berguna bagi pengguna informasi tersebut.
2.3
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi didefinisikan sebagai berikut: “An information system is a collection of interrelated components that collect, process, store, and provide as output the information needed to complete a business task” (Satzinger, Jackson, Burd, 2005:7). Ilustrasi pengertian sistem informasi tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: sistem informasi adalah kumpulan dari komponen-komponen yang saling 7
8
berhubungan, yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan keluaran berupa informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas bisnis atau masalah bisnis. Menurut Jones dan Rama (2006:5), sistem informasi akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi dan keuangan, serta informasi lainnya yang diperoleh dalam pemrosesan rutin transaksi akuntansi. “The accounting information system collects and processes transaction data and communicates financial information to decision makers” (Weygandt, Kieso, Kimmel, 2008:292). Dengan demikian, dapat diterjemahkan dan disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi mengumpulkan, memproses data transaksi dan mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pengambil keputusan.
2.4
Komponen Sistem Informasi Akuntansi “Sistem informasi bergantung pada sumber daya manusia (pemakai akhir dan pakar SI), hardware (mesin dan media), software (program dan prosedur), data (dasar data dan pengetahuan), serta jaringan (media komunikasi dan dukungan jaringan) untuk melakukan input, pemrosesan, output, penyimpanan, dan aktivitas pengendalian yang mengubah sumber daya data menjadi produk informasi” (O’brien, 2006:35). Lebih lanjut, James memaparkan empat konsep utama sistem informasi, sebagai berikut: a. Terdapat lima sumber daya dasar sistem informasi adalah manusia, hardware, software, dan jaringan. b. Sumber daya manusia meliputi pemakai akhir dan pakar SI, sumber daya hardware meliputi mesin dan media, sumber daya software program dan prosedur, sumber daya data terdiri dari dasar data dan pengetahuan, sumber daya jaringan terdiri dari media komunikasi dan jaringan. c. Melalui aktivitas pemrosesan informasi, sumber daya data diubah menjadi berbagai produk informasi bagi pemakai akhir. d. Aktivitas pemrosesan meliputi input dalam sistem, pemrosesan, output, penyimpanan, dan pengendalian.
9
Gambar 2.1 Komponen Sistem Informasi Sumber: O’brien (2006:34)
Menurut Romney dan Steinbert (2006:6), terdapat enam komponen sistem informasi akuntansi, diantaranya adalah: a.
orang
yang
mengoperasikan
sistem
dan
menjalankan berbagai fungsi; b.
prosedur dan instruksi, baik manual dan otomatis, meliputi pengumpulan; pemrosesan, dan penyimpanan data mengenai aktivitas organisasi;
c.
data
mengenai
organisasi
dan
proses
bisnisnya; d.
software yang digunakan untuk memproses data organisasi;
e.
infrastruktur
teknologi
informasi,
seperti
komputer, perangkat komunikasi jaringan yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan mengirimkan data dan informasi; f.
pengendalian internal dan keamanan yang melindungi data dalam sistem informasi akuntansi.
10
2.5
Konsep Object Oriented 2.5.1 Objects, Attributes, Methods Satzinger, Jackson, Burd (2005:60) mendefinisikan objek sebagai suatu hal dalam sistem komputer yang dapat merespon pesan. Sedangkan, Whitten, Bentley, Dittman (2004:431) mendefinisikan objek sebagai sesuatu yang mampu dilihat, disentuh, atau diartikan sebaliknya dan dimana pengguna menyimpan data dan mengasosiasikan behavior. Objek memiliki dua karakteristik, yaitu state dan behavior. State atau disebut juga attribute atau field digunakan untuk menyimpan informasi objek. Contoh state adalah nilai ujian, lapar, dan warna kulit. Sedangkan, behavior digunakan untuk menentukan tindakan (method) yang dilakukan objek. Contoh method adalah makan, belajar, dan tidur. Atribut merupakan karakteristik objek yang memiliki nilai-nilai, seperti ukuran, bentuk, warna, lokasi, dan teks suatu tombol (button) atau label, sebagai contoh (Satzinger, Jackson, Burd, 2005:62). Methods merupakan tingkah laku atau operasi yang mendeskripsikan apa yang dapat dilakukan objek (Satzinger, Jackson, Burd, 2005:62). Adapun, Whitten, Bentley, Dittman (2004:432) mendefinisikan behavior, sebagai berikut: “the set of things that an object can do and that correspond to functions that act on the object’s data (or attributes)”, yang dapat diterjemahkan sebagai kumpulan sesuatu yang sebuah objek dapat lakukan dan yang sesuai dengan fungsi-fungsi yang bertindak pada data objek. User interface object didefinisikan oleh Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:62) sebagai sebuah objek dimana pengguna berinteraksi dengan objek tersebut ketika menggunakan sistem, seperti button, menu item, text box, atau label. Sebagai contoh, button, merupakan salah satu contoh user interface object, memiliki atribut, seperti ukuran, bentuk, warna, dan lokasi. Button juga memiliki methods, berupa click, enable, disable, hide, dan show. 2.5.2 Class, Superclass, dan Subclass
11
Class didefinisikan oleh Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:63) sebagai suatu jenis atau klasifikasi terhadap objek yang memiliki kesamaan. Whitten, Bentley, Dittman (2004:433) mendefinisikan class sebagai kumpulan objek yang berbagi atribut dan tingkah laku (behavior) yang sama. Class bukan merupakan objek real, namun lebih mengarah pada konsep objek. Atribut dan metode ditentukan ketika mendefinisikan sebuah kelas. Superclass atau disebut juga kelas induk, menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:67), merupakan kelas umum dalam suatu hirarki atau spesialisasi, yang dapat diperluas oleh sebuah subclass. Subclass atau disebut juga kelas anak, menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:67), merupakan kelas khusus dalam suatu hirarki generalisasi atau spesialisasi, yang berisi atribut dan metode tambahan yang membedakannya dari kelas yang lebih umum. 2.5.3
Unified Modeling Language (UML) Unified Modeling Language, menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:48), merupakan suatu standar model konstruksi dan notasi yang dikembangkan secara khusus untuk pengembangan berorientasi objek. Model yang digunakan dalam pengembangan sistem meliputi representasi input, output, proses, data, objek, interaksi objek, lokasi, jaringan, dan perlatan. Model ini direpresentasikan dalam bentuk diagram yang dirancang sesuai notasi yang didefinisikan oleh unified modeling language. Model-model komponen sistem yang menggunakan unified modeling language, diantaranya adalah use case diagram, class diagram, activity diagram, sequence diagram, communication diagram, dan package diagram. Unified Process (UP) merupakan metodologi yang digunakan dalam pengembangan sistem berorientasi objek. Terdapat enam disiplin utama pengembangan
UP,
yaitu
business
modeling,
requirements,
design,
implementation, testing, dan deployment (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2006:55). Dalam pengembangan sistem, diperlukan pemahaman lingkungan bisnis (business modeling), mendefinisikan kebutuhan dimana porsi sistem harus memuaskan (requirements), merancang sebuah solusi untuk porsi sistem yang
memenuhi
kebutuhan
atau
permintaan
mengintegrasikan kode komputer yang membuat
(design),
menulis
dan
porsi sistem bekerja
(implementation), dan menempatkan sistem yang telah diselesaikan dan diuji kedalam operasi bagi pengguna (deployment).
12
2.6
Analisis dan Perancangan Sistem 2.6.1 Pengertian Analisis Sistem Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:4) mendefinisikan analisis sistem sebagai proses memahami dan menentukan secara rinci apa yang seharusnya sistem informasi lakukan. Whitten, Bentley, dan Dittman (2004:186) mendefinisikan analisis sistem sebagai teknik pemecahan masalah yang mengurai suatu sistem menjadi potongan-potongan komponen untuk tujuan mempelajari seberapa baik bagianbagian komponen tersebut bekerja dan berinteraksi untuk mencapai tujuan. 2.6.2 Pengertian Perancangan Sistem Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:4) mendefinisikan perancangan sistem sebagai proses menentukan secara rinci bagaimana banyak komponen dari sistem informasi seharusnya diimplementasikan secara fisik. Whitten, Bentley, dan Dittman (2004:186) mendefinisikan perancangan sistem sebagai teknik pemecahan masalah yang saling melengkapi, yang mengumpulkan kembali potongan komponen sistem ke dalam sebuah sistem yang lengkap. 2.6.3 Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) Analisis berorientasi objek medefinisikan semua jenis objek yang melakukan pekerjaan di dalam sebuah sistem serta memperlihatkan interaksi pengguna yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:60). Perancangan berorientasi objek mendefinisikan semua jenis objek yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan orang-orang dan alat di dalam sistem, memperlihatkan bagaimana objek tersebut berinteraksi untuk menyelesaikan tugas, dan menyaring definisi dari setiap jenis objek sehingga dapat diimplementasikan dengan lingkungan atau bahasa yang spesifik (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:60). Pemograman berorientasi objek terdiri atas penulisan pernyataan dalam suatu bahas pemograman untuk mendefinisikan apa yang dilakukan setiap jenis objek, termasuk pesan yang dikirimkan oleh objek kepada satu sama lain (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:61).
13
2.7
Modeling of System 2.7.1
Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:144), activity diagram merupakan sebuah diagram alur yang mendeskripsikan aktivitas user (atau sistem), orang yang melakukan setiap aktivitas, dan alur yang berurutan dari aktivitas-aktivitas tersebut. Terdapat beberapa notasi yang digunakan dalam activity diagram, diantaranya adalah: a. Swimlane, berupa area berbentuk persegi panjang dalam activity diagram yang merepresentasikan aktivitas yang diselesaikan oleh agen tunggal. b. Starting activity (pseudo), berupa lingkaran hitam yang digunakan untuk menandakan dimulainya suatu aktivitas. c. Transition
arrow,
berupa
garis
dengan
tanda
panah
yang
merepresentasikan urutan di antara aktivitas. d. Activity, berupa oval yang merepresentasikan aktivitas individual dalam suatu alur kerja atau workflow. e. Ending activity (pseudo), merupakan notasi yang menandakan berakhirnya suatu aktivitas. f. Synchronization bar, merupakan suatu notasi yang digunakan untuk untuk mengatur pemisahan dan penyatuan jalur-jalur yang berurutan. 2.7.2
Use Case Aktivitas yang dilakukan sistem untuk merespon event yang terjadi digambarkan pada use case. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:52), use case merupakan suatu aktivitas yang dilakukan sistem, biasanya sebagai respon atas permintaan user. Setiap use case didefinisikan secara rinci untuk menentukan berbagai permintaan fungsional. Ketika semua use case diimplementasikan dan diintegrasikan ke dalam satu sistem yang lengkap, maka sistem dapat menjalani pengujian (testing) akhir dan deployment. Notasi atau simbol digunakan dalam membuat use case, untuk merepresentasikan setiap user dan aktivitas yang dilakukan sistem dalam meresponi permintaan user atau pengguna sistem.
2.7.3
Class Diagram 2.7.3.1 Domain Class Diagram Kelas, asosiasi antara kelas, dan atribut kelas dimodelkan menggunakan domain model class diagram. Domain class diagram
14
merupakan sebuah diagram UML yang menggambarkan semua hal yang penting dalam pekerjaan user (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:184). Pada kelas diagram, class direpresentasikan dalam bentuk kotak persegi panjang dan asosiasi antara kelas ditunjukkan dengan garis penghubung yang menghubungkan kotak tersebut. Kotak persegi panjang yang merepresentasikan kelas, terdiri dari tiga bagian, yaitu nama kelas pada bagian atas, atribut kelas pada bagian tengah, dan methods pada bagian bawah. Keterangan:
Sebuah class Garis penghubung antar class
Terdapat
enam
jenis
multiplicity
of
association
yang
menunjukkan hubungan relasional antar class, sebagai berikut: Hubungan
Simbol
Zero to one (optional)
0..1
One and only one (mandatory)
1
One and only one alternate (mandatory)
1..1
Zero or more (optional)
0..*
Zero or more alternate (optional)
*
One or more (mandatory)
1..*
Tabel 2.1 Tabel Multiplicity of Associations Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:186) 2.7.3.2 First-Cut Class Diagram First-cut class diagram, menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:309), dikembangkan dengan memperluas domain class diagram, melalui dua langkah, yaitu dengan menguraikan atribut dengan tipe dan nilai awal, serta menambah navigation visibility arrows. 2.7.3.3 Updated Design Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:337), updated design class diagram merupakan pengembangan dari setiap layer. Pada
15
view layer dan data access layer, beberapa class baru harus ditentukan. Domain layer juga harus ditambahkan class baru sebagai use case controller. Pada updated design class diagram, setiap class dapat ditambahkan method. Terdapat tiga jenis method yang umumnya digunakan, yaitu constructor method, data get and set methods, dan use case specific method objects (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:338). 2.7.4
User Interface User interface merupakan bagian dari sistem informasi yang membutuhkan interaksi pengguna untuk membuat input dan output (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:442). User interface merupakan segala sesuatu dihadapkan kepada pengguna ketika menggunakan sistem, yaitu terdiri dari tiga aspek: fisik, persepsi, dan konseptual. Pada aspek fisik meliputi berbagai perangkat yang digunakan user, dapat langsung disentuh secara fisik, seperti mouse, keyboard, touch screen, keypad, dan dokumen yang dicetak. Aspek persepsi meliputi menu, windows, kotak dialog, tombol, garis, bentuk, suara, dan sebagainya. Sedangkan, pada aspek konseptual meliputi fungsi logis dari sistem, seperti menghapus, meng-update, mencetak, double-click, dan selectclick-drag-drop.
2.8
Akuntansi Sebagai Bahasa Dunia Bisnis Akuntansi sering disebut sebagai bahasa dunia bisnis (business language). Dunia (2005:3) menyatakan bahwa, “akuntansi adalah bahasa bisnis karena akuntansi berfungsi sebagai media komunikasi dari informasi bisnis.” Bahasa bisnis ini juga bisa diterjemahkan ke dalam suatu sistem informasi yang memberikan informasi keuangan guna penilaian keberhasilan perusahaan dan pengambilan keputusan bisnis oleh pemakai informasi tersebut.
2.9
Laporan Keuangan Berdasarkan peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan, laporan keuangan terdiri dari : a. Neraca; b. Laporan Laba Rugi; c. Laporan Perubahan Ekuitas; d. Laporan Arus Kas; dan
16
e. Catatan atas Laporan Keuangan.
2.10
Earnings Management dan Earnings Magic 2.10.1 Pemahaman Mengenai Manajemen Laba (Earnings Management) dan Istilah Earnings Magic Terdapat beberapa pemahaman mengenai manajemen laba (atau earnings management) dan earnings magic sebagai berikut: a. “The process of using accounting alternatives to meet specific goals (usually earnings targets) is called earnings management” (Giroux, 2006:4). Lebih lanjut, Giroux (2006:6) memaparkan sebagai berikut: “Earnings management includes the whole spectrum, from conservative accounting through fraud, a huge range for accounting choices. Management takes a relative position on accounting issues, based on some perspective. This can be conservative, with few if any unusual items or unexpected positions, plus thorough disclosure. The result should be close to financial reality and suggest transparency. However, the perspective can be much more aggressive or even fraudulentearnings magic” Dari pemaparan diatas dapat dipahami bahwa manajemen laba merupakan suatu proses penggunaan alternatif-alternatif akuntansi untuk mencapai tujuan tertentu, biasanya berfokus pada target laba. Manajemen laba meliputi akuntansi konservatif, akuntansi agresif, hingga kecurangan (fraud). Pada tingkat konservatif dengan sedikit pos item luar biasa atau tidak terduga disertai pengungkapan penuh. Dapat disimpulkan hasilnya masih mendekati realita dan transparansi keuangan. Ketika perspektif manajemen mengarah pada agresif atau bahkan curang (fraudulent), maka merujuk pada istilah earnings magic.
Conservative Accounting
Aggressive Accounting
Fraud
Gambar 2.2 Continuum Sumber: Giroux (2006:6) b. “Earnings management is the active manipulation of accounting results for the purpose of creating an altered impression of business performance.” (Tunggal, 2011:124). Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa
17
manajemen laba merupakan manipulasi hasil akuntansi untuk tujuan mengubah kesan terhadap kinerja atau perfoma bisnis.
Distinction between Fraud and Earnings Management Accounting Choices
“Real” Cash Flow Choices
Within GAAP “Conservative” Accounting
• Overly aggressive recognition of provisions or reserves •
“Neutral” Earnings
“Aggressive” Accounting
Overvaluation of acquired in-process R&D in purchase acquisition
• Overstatement of restructuring charges and asset write offs • Earnings that result from a neutral operation of the process • Understatement of the provision for bad debts
• Delaying sales • Accelerating R&D or advertising expenditure • Postponing R&D or advertising expenditure • Accelerating sales
• Drawing down provisions or reserves in an overly aggressive manner Violates GAAP
“Fraudulent” Accounting
• Recording sales before they are “realizable” • Recording fictitious sales • Back dating sales invoices • Overstating inventory by recording fictitious inventory
Gambar 2.3 Distinction between Fraud and Earnings Management Sumber: Tunggal (2011:129) c. Setiawati dan Na’im (2000) dalam Adhikara (2011:105) mengemukakan bahwa manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang percaya pada angka laba
18
hasil rekayasa tersebut, manajemen laba menjadi salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. d. Healy dan Wahlen (1999:368) mendefinisikan manajemen laba: “Earnings management occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers.” Definisi tersebut dapat diterjemahkan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan dalam pencatatan transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan atau stakeholders mengenai kinerja perusahaan atau untuk memengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. 2.10.2 Teknik Manajemen Laba Terdapat lima isu teknik manajemen laba yang diangkat oleh Arthur Levitt (1998), dalam pidatonya yang berjudul The Numbers Game, sebagai berikut: a. big bath charges, yaitu dimana perusahaan melakukan restrukturisasi biaya pada satu periode tertentu (dengan mengakui biaya dalam jumlah yang sangat besar untuk satu periode dimaksud), sehingga laba yang menempati bagian ekuitas (stockholder’s equity) dalam neraca per periode berikutnya mengalami kenaikan siginifikan. b. creative acquisition accounting, yaitu dimana perusahaan memiliki insentif untuk melakukan creative accounting dari kegiatan akuisisi, seperti penggunaan saham sebagai nilai tukar akuisisi. Namun, Levitt lebih mengarahkan isu ini pada tindakan manajemen yang mengklasifikasikan beban akuisisi sebagai in process Research and Development, dimana angka ini dapat dihapuskan dalam satu waktu pembebanan (one-time charge). c. cookie jar reserves, yaitu dimana perusahaan menyimpan cadangan dalam cookie jars selama perusahaan menunjukkan perfoma keuangan yang sangat baik, sebaliknya perusahaan memanfaatkan cadangan yang dimiliki pada saat mengalami krisis. Contohnya, mencatat pendapatan sebagai pendapatan diterima di muka (unearned revenue).
19
d. immaterial misapplication of accounting principles, yaitu dimana perusahaan menyalahgunakan konsep materialitas, dan dengan sengaja mencatat kesalahan dalam suatu batas persentase terdekat yang ditetapkan (a defined percentage ceiling), dengan argumentasi memiliki signifikansi yang sangat kecil. e. premature recognition of revenue, yaitu dimana perusahaan memanipulasi pengakuan pendapatan.
2.11
Grading System Giroux (2006:235) menciptakan suatu sistem penilaian perusahaan pada skala antara A sampai F. Sistem penilaian ini dibagi atas empat kategori analisis, yaitu Financial and Market Analysis, Big 8, Other Dirty 30 Items, dan Wild Card. 2.11.1 Financial and Market Analysis Analisis aspek keuangan dilakukan melalui rasio-rasio keuangan pada tingkat liquidity, activity, leverage, dan performance (Giroux, 2006:63). Analisis rasio keuangan memberikan indikator aktivitas keuangan atau memperlihatkan gejala-gejala pergerakan keuangan perusahaan. Empat kategori rasio dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, rasio likuiditas (liquidity): a.
Current Ratio
= Aktiva lancar /
Utang lancar b.
Cash Ratio = (Kas + Surat berharga) / Utang lancar
c.
Operating Cash Flow
= Arus kas dari
operasi / Utang lancar Likuiditas merupakan suatu indikator terkait kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada tanggal jatuh tempo, dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia (Syamsuddin, 2011:41).
Kedua, rasio aktivitas (activity): a.
Inventory Turnover = Harga Pokok Penjualan / Persediaan rata-rata
b.
Receivables Turnover Piutang rata-rata
=
Penjualan
/
20
c.
Total Asset Turnover
= Penjualan / Total
asset rata-rata d.
Average Days Inventory in Stock
=
365
/
Average Days Receivables Outstanding =
365
/
Length of Operating Cycle
[(1
/
Inventory Turnover e. Receivables Turnover f.
=
365
Inventory Turnover) + (1 / Receivables Turnover)] Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur efisiensi dari operasi perusahaan, semakin tinggi rasio semakin baik (Giroux, 2006:65).
Ketiga, rasio leverage: a.
Debt to Equity
= Total utang / Total
ekuitas b.
Long-Term Debt to Equity
=
Utang
jangka
panjang / Total ekuitas Rasio leverage digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dibandingkan dengan ekuitas yang dimililki. Leverage memiliki keterkaitan dengan tingkat risiko. Investor dan kreditur turut mempertimbangkan leverage sebelum mengambil risiko terkait keputusan bisnis. Oleh karena itu, “leverage sends a big earnings magic signal. High leverage suggests a corporation that has too much debt and therefore incentives to camouflage as much debt as possible..” (Giroux, 2006:67). Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa leverage yang tinggi mencerminkan perusahaan memiliki kewajiban atau hutang dalam jumlah yang sangat besar. Untuk mengurangi signifikansi reaksi investor dan kreditur terhadap leverage yang tinggi, manajemen memiliki insentif untuk melakukan penyamaran atau camouflage atas hutang.
Keempat, rasio profitabilitas (profitability or performance): a.
Operating Margin
=
(Penjualan
Harga Pokok Penjualan) /Penjualan b.
Return on Sales
= Laba bersih / Penjualan
–
21
c.
Return on Assets
= Laba bersih / Total asset
rata-rata d.
Pretax Return on Assets = Laba sebelum bunga dan pajak / Total asset rata-rata
e.
Return on Equity
= Laba bersih / Ekuitas
rata-rata Rasio profitabilitas atau perfoma digunakan untuk mengukur seberapa menguntungkan atau profitable suatu perusahaan (Giroux, 2006:63). Rasio profitabilitas mencerminkan evaluasi tingkat laba terhadap penjualan, asset rata-rata, dan invetasi dari pemilik (ekuitas). 2.11.2 Big 8 Fokus pada kategori Big 8 berpautan pada indikator adanya praktik manajemen laba. Terdapat delapan topik utama yang diangkat di dalam kategori Big 8, yaitu:
Pertama, opsi saham (stock option). Opsi saham merupakan perdagangan saham untuk tujuan spekulasi ataupun hedging, dimana opsi atau hak selalu dilihat dari sudut pandang pembeli (taker). Pada opsi beli (call option), penjual (writer) mempunyai kewajiban untuk menjual, sedangkan pada opsi jual (put option), penjual mempunyai kewajiban untuk membeli (Samsul, 2006:120). Banyak perusahaan menggunakan opsi untuk program kompensasi basis saham. Sebagai contoh, perusahaan memberikan opsi kepada karyawan terpilih untuk membeli saham dalam jangka waktu dan harga tertentu (disebut exercise price atau strike price). Dengan demikian, akan meningkatkan loyalitas karyawan dan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja mereka karena memiliki kepentingan atas suksesnya perusahaan. “As the stock price increases, the value of the options rises” (Giroux, 2006:91). Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 53 mengenai Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham, pada paragraf 39 menjelaskan bahwa beban kompensasi program pemberian instrumen ekuitas diakui selama masa bakti karyawan, dengan mengakui beban kompensasi dan mengkredit modal saham (paid-in capital). Beban kompensasi, terkait penentuan dan alokasi beban, menjadi isu praktik earnings magic.
22
Kedua, pension. Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 18, revisi 2010, mengenai Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Punakarya, pada paragraf 8 menjelaskan mengenai definisi program manfaat punakarya sebagai perjanjian dimana entitas menyediakan manfaat punakarya bagi karyawan pada saat atau setelah berhenti bekerja, yaitu berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam dokumen atau praktik-praktik entitas, dapat ditentukan atau diestimasi sebelum punakarya perihal manfaat yang dimaksud atau iuran untuk karyawan. Terdapat dua jenis program manfaat punakarya atau pensiun, yaitu program iuran pasti dan program manfaat pasti. Di dalam PSAK no. 18 menjelaskan program iuran pasti, yaitu dimana penetapan jumlah yang dibayarkan sebagai manfaat punakarya berdasarkan iuran ke suatu dana bersama pendapatan investasi selanjutnya. Sedangkan, program manfaat pasti, yaitu dimana penentuan jumlah yang dibayarkan sebagai manfaat punakarya mengacu pada formula yang didasarkan pada penghasilan dan/atau masa kerja karyawan. Pada program iuran pasti, dilakukan pembayaran kas periodik oleh pemberi kerja dan/atau karyawan, sehingga pengakuan beban kompensasi atau beban pensiun oleh pemberi kerja lebih stabil, yaitu biasanya berdasarkan persentase gaji sesuai peraturan dana pensiun. Perusahaan atau pemberi kerja tidak memiliki kewajiban tambahan setelah melakukan pembayaran periodik terkait beban pensiun. Sebaliknya, pada program manfaat pasti, terdapat kewajiban aktuaria yang perlu diestimasi oleh profesi aktuaris. Di dalam PSAK no. 18, paragraf 16 menjelaskan bahwa di dalam laporan keuangan program manfaat pasti harus terdiri atas laporan keuangan yang menyajikan, salah satunya, nilai kini aktuaria atas manfaat punakarya terjanji yang membedakan antara manfaat yang telah menjadi hak (vested benefits) dan yang belum menjadi hak (non-vested benefits). Nilai kini aktuaria yang dimaksud adalah nilai kini pembayaran yang diekspektasi. Oleh karena itu, pada program manfaat pasti lebih banyak menitikberatkan pada penilaian atau judgement dan membuka ruang untuk praktik earnings magic. Isu ini juga tidak terlepas dari banyak perusahaan yang melaporkan pension asset atau pension liability di dalam neraca sebagai other assets or liabilites (Giroux 2006:100).
23
Ketiga, pendapatan (revenues). Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keungan no. 23 mengenai Pendapatan, pada paragraf 6 menjelaskan definisi pendapatan sebagai “arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.” Terdapat empat transaksi pendapatan yang diakui menurut prinsip pengakuan pendapatan atau revenue recognition principle (Kieso, Weygandt, Warfield, 2011:955), yaitu : a. perusahaan mengakui pendapatan dari penjualan produk pada tanggal penjualan; b. perusahaan mengakui pendapatan dari jasa yang disediakan, ketika jasa atau servis telah dilakukan dan dapat ditagih; c. perusahaan mengakui pendapatan dari pemberian hak kepada pihak lain untuk menggunakan asset perusahaan, seperti bunga, sewa, dan royalti; d. perusahaan mengakui pendapatan dari pemberhentian aset. Giroux (2006:115) membagi pengakuan pendapatan ke dalam dua kondisi, yaitu pendapatan diakui ketika realized atau realizable dan earned. Realizable berarti aset yang diterima dapat dikonversi ke dalam kas. Earned berarti transaksi pertukaran (earnings process) selesai dilakukan, biasanya pada waktu produk dikirimkan atau jasa diberikan. Potensi adanya praktik earnings magic mungkin terjadi, dimana manajemen mengakui pendapatan lebih cepat untuk tujuan meningkatkan laba pada periode berjalan.
Keempat, earnings, dan expenses. Di dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, menjelaskan bahwa penghasilan bersih atau laba (earnings) seringkali digunakan untuk ukuran kinerja atau dasar bagi pengukuran lain, seperti imbalan investasi (return on investment) dan laba per saham (earnings per share). Investor tentu akan lebih tertarik dengan earnings per share perusahaan yang tinggi. Pada level pencapaian earnings per share yang diharapkan, memberikan judgement bahwa manajemen telah berhasil dalam meningkatkan perfoma keuangan perusahaan. Trend ini menjadi area kritis yang memicu manajemen untuk memanipulasi angka laba sehingga mencapai level tertentu, melalui pengaturan angka pendapatan dan beban. “Expenses are the cost recognized with generating revenue” (Giroux, 2006:132). Beban mengikuti pendapatan, dalam arti beban adalah biaya yang
24
diakui seiring dengan pendapatan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan prinsip matching. Di dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, beban (expenses) didefinisikan sebagai “penuruan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.” Beban perlu dievaluasi karena terkait adanya potensi expense magic.
Kelima, strange special items and other things that should not be on the income statement. Di dalam laporan laba rugi terdapat pos-pos yang dilaporkan terpisah setelah operasi rutin (continuing operations), yang diklasifikasikan sebagai pos yang jarang terjadi atau tidak berulang (nonrecurring items). Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 1, revisi 2009, mengenai Penyajian Laporan Keuangan, menjelaskan pos-pos pendapatan dan beban yang diungkapkan secara terpisah, sebagai berikut: a. penurunan nilai persediaan atau penurunan nilai aset tetap, b. restrukturisasi atas aktivitas entitas, serta untuk kewajiban diestimasi atas biaya restrukturisasi, c. pelepasan aset tetap, d. pelepasan investasi, e. operasi yang dihentikan, f. penyelesaian litigasi, g. pembalikan kewajiban diestimasi lain. Pos yang tidak berulang dan pos istimewa lainnya (nonrecurring and other special items) tidak menyediakan informasi mengenai operasi normal, tetapi memiliki potensi praktik earnings magic (Giroux 2006:139).
Keenam, treasury stock dan dividends. “Treasury stock is a corporation’s own stock that it has issued and subsequently reacquired from shareholders, but not retired” (Weygandt, Kieso, Kimmel, 2008:568). Definisi treasury stock oleh Weygandt tersebut dapat diterjemahkan sebagai saham milik perusahaan yang telah diterbitkan dan kemudian ditarik kembali dari pemegang saham, tetapi tidak dihentikan (bukan untuk tujuan dihentikan dari peredaran selanjutnya).
25
Weygandt menjelaskan lebih lanjut alasan perusahaan melakukan treasury stock, diantaranya adalah: a. untuk menerbitkan kembali saham kepada karyawan sebagai bonus dan rencana kompensasi basis saham (stock compensation plans), b. untuk memberikan sinyal kepada pasar modal bahwa manajemen yakin saham mengalami penurunan harga (underpriced), dengan harapan penarikan kembali sejumlah saham dapat meningkatkan kembali nilai pasar, c. memiliki saham tambahan tersedia untuk digunakan (additional shares available for use) dalam akuisisi perusahaan-perusahaan lain, d. untuk mengurangi jumlah saham beredar sehingga meningkatkan earnings per share (EPS), e. untuk membersihkan perusahaan dari para investor yang tidak puas, kemungkinan untuk menghindari pengambilan-alih. Sedangkan, Giroux (2006:149) menjelaskan, “treasury stock is the company’s outstanding shares that are repurchased in the market and usually treated as a separate, “negative equity” line item on the balance sheet”, yang berarti: treasury stock adalah saham perusahaan yang beredar, yang dibeli kembali di pasar dan biasanya diperlakukan terpisah sebagai item “ekuitas negatif” pada neraca. Selain treasury stock, dividen turut menempati bagian dari kategori big 8 yang dievaluasi. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2008:178), dividen didefinisikan
sebagai
pembagian
sisa
laba
bersih
perusahaan
yang
didistribusikan kepada para pemegang saham atas persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), baik berbentuk tunai atau saham. Sedangkan, Weygandt, Kieso, Kimmel (2008:596) memaparkan definisi dividen sebagai suatu distribusi perusahaan atas kas atau saham kepada para pemegang saham pada basis proporsional (pro rata). Weygandt membagi dividen menjadi empat bentuk, yaitu: kas, properti, scrip (promissory note), atau saham. Terdapat keterkaitan antara opsi, treasury stock, dan dividen. Giroux (2006:150) menjelaskan beberapa alasan yang mendasari bahwa pembelian kembali saham yang beredar berpotensi adanya earnings magic, sebagai berikut:
26
a. akuisisi mengurangi kas dan ekuitas (stockholder’s equity), sehingga akan memiliki dampak yang besar pada standar kuantitatif analisis keuangan, jika akuisisi dalam jumlah besar; b. pembelian kembali saham yang beredar merupakan antidilutive, yaitu mengurangi jumlah saham yang beredar, dimana meningkatkan EPS (earnings per share); c. secara rasional, pembelian kembali saham yang beredar dapat dilakukan untuk tidak membayar dividen; d. pembelian dalam jumlah besar dilakukan untuk menopang harga saham (terutama ketika eksekutif atau taker melakukan exercise atas opsi yang dimilkinya). Dengan demikian, opsi, treasury stock, dan dividen perlu dievaluasi karena memiliki keterkaitan insentif.
Ketujuh, off-balance sheet. Operating lease akan menjadi fokus pada pembahasan ini. Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keungan no. 30 mengenai Sewa, pada paragraf 4 menjelaskan definisi sewa (lease) sebagai suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati dengan imbalan berupa pembayaran atau serangkaian pembayaran oleh lessee kepada lessor. Sedangkan, pada paragraf 8 menjelaskan bahwa jika sewa dilakukan dengan mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset, maka diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan (finance lease). Sebaliknya, diklasifikasikan sebagai sewa operasi (operating lease) jika tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Dengan demikian, pada sewa operasi diakui sebagai beban sewa (rent expense), sedangkan pada sewa pembiayaan mengakui aset dan kewajiban (leased equipment dan lease liability). Terdapat perbedaan yang terjadi jika menggunakan sewa pembiayaan dibandingkan sewa operasi (Kieso, Weygandt, Warfield, 2011:1132), sebagai berikut: a. kenaikan jumlah kewajiban yang dilaporkan, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang, b. kenaikan jumlah total aset, khususnya aset tetap (long-lived assets),
27
c. pendapatan (income) yang lebih rendah pada awal sewa, sehingga laba ditahan (retained earnings) yang dilaporkan lebih rendah. Giroux (2006:160) berpendapat bahwa pada sewa operasi, economic substance menjadi tidak relevan ketika mengakui sewa dengan nilai 89% dari nilai wajar sebagai sewa operasi, dimana tolak ukur untuk mengakui sewa pembiayaan adalah nilai sekarang pembayaran sewa minimum harus paling sedikit 90% dari nilai wajar property yang disewakan. Menurut Giroux, apabila sewa operasi lebih besar 10% dari total aset, maka perlu mengemukakan kembali atau restating total kewajiban seakan sewa operasi dikapitalisasi serta melakukan perhitungan kembali rasio leverage.
Kedelapan, acquisition and all that goodwill. Di dalam Standar Akuntansi Keungan no. 22 mengenai Kombinasi Bisnis, pada bagian lampiran menjelaskan definisi bisnis, kombinasi bisnis, dan goodwill, sebagai berikut: bisnis merupakan suatu rangkaian terpadu dari kegiatan dan aset yang mampu diadakan dan dikelola untuk tujuan memberikan hasil dalam bentuk dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya kepada pemilik atau investor, anggota, atau peserta lainnya secara langsung. Kombinasi bisnis didefinisikan sebagai suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi (acquirer) memperoleh pengendalian atas satu bisnis atau lebih. Sedangkan suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lain yang diperoleh dari kombinasi bisnis, dimana aset tersebut tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah, didefinisikan sebagai goodwill. Giroux (2006:173) membagi tujuan merger menjadi tiga, yaitu: a. untuk meningkatkan skala ekonomi dan mengurangi persaingan (horizontal mergers), b. untuk memperluas aktivitas-aktivitas ke dalam area yang dihubungkan (vertical mergers), c. untuk diversifikasi (conglomerate mergers). Beams, Anthony, Clement, Lowensohn (2009:18) menjelaskan integrasi horizontal (horizontal integration) adalah kombinasi dari beberapa perusahaan dalam pasar dan lini bisnis yang sama; integrasi vertikal (vertical integration) adalah kombinasi dari beberapa perusahaan dengan operasi yang berbeda, tetapi
produksi
dan/atau
distribusinya
bertingkat
atau
berturut-turut
28
(successive); dan konglomerasi (conglomeration) adalah kombinasi beberapa perusahaan dengan fungsi produk dan/atau jasa yang tidak berhubungan atau berlawanan. Isu earnings magic terkait akuisisi dipicu dengan adanya alternatif strategi untuk alokasi harga akuisisi (Giroux, 2006:176), diantaranya adalah: a. alokasi sebanyak mungkin nilai aset yang dapat didepresiasi atau diamortisasi. Hal ini dilakukan dengan mengemukakan kembali (restate) setinggi mungkin nilai property, plant, and equipment, serta aset tidak berwujud, seperti paten. Akibatnya, laba bersih di masa mendatang akan lebih rendah karena kenaikan beban depresiasi dan beban pajak di masa mendatang juga akan lebih rendah karena depresiasi dan amortisasi merupakan tax deductible, b. alokasi sebanyak mungkin in-process research and development (IPRD). IPRD harus dihapuskan segera setelah akuisisi karena berpotensi menghasilkan kerugian (loss) yang besar, c. alokasi sebanyak mungkin goodwill. (perbandingan dengan PSAK) Berdasarkan PSAK no. 22 revisi 2010, goodwill tidak lagi diamortisasi, tetapi akan diuji penurunan nilai pada setiap akhir periode. Dengan demikian, goodwill berpotensi untuk dihapuskan di masa mendatang, terutama jika terjadi impairment loss, yaitu ketika nilai buku (carrying value) melebihi nilai wajar (fair value). 2.11.3 Other Dirty 30 Items Evaluasi lebih mendalam pada area-area khusus dilakukan untuk menemukan titik-titik kritis dari realita keuangan. Evaluasi dilakukan pada cash form operation dan free cash flow. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi laporan arus kas, dimana laporan arus kas menyediakan informasi terkait likuiditas perusahaan, menggambarkan arus kas dari operasi, investasi, dan pembiayaan (financing). Menururt Giroux (2006:194) kas dari operasi cenderung berbanding lurus atau parallel dengan laba bersih, sehingga ketika keduanya memiliki tren yang berbeda, maka terdapat kemungkinan adanya earnings magic. Sedangkan, free cash flow, menurut Weygandt. Kieso, Kimmel (2008:737), menggambarkan sisa kas dari operasi setelah dikurangi pengeluaran modal (capital expenditures) dan dividen.
29
Evaluasi juga dilakukan terhadap leverage. Interest coverage termasuk ke dalam rasio leverage yang perlu dikalkulasi dengan formula: interest expense / EBIT [Earnings before interest and taxes]. Interest coverage digunakan untuk mengukur pengaruh beban bunga terhadap laba operasi. Adapun, risiko bisnis berupa kebangkrutan, perlu dievaluasi. Untuk memprediksi kebangkrutan, digunakan model Z-score yang dikembangkan Altman (1983) dalam Giroux (2006:196), sebagai berikut: 6.56 (working capital / total assets – a measure of liquidity) + 3.26 (retained earnings / total assets – a measure of accumulated profit) + 6.72 (EBIT / total assets – a performance measure) + 1.05 (book value of equity / book value of debt - leverage) Dengan kriteria sebagai berikut: Kurang dari 1.1
bangkrut
1.10 – 2.6
gray area
Lebih dari 2.6
sehat
Skor dibawah 1.1 tidak berarti perusahaan akan bangkrut, tetapi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki masalah risiko kredit yang sangat potensial (Giroux, 2006:196). 2.11.4 Wild Card Wild Card berisi keterangan lainnya, seperti restated earnings, perubahan harga saham, dan pengumuman perusahaan (Giroux, 2006:236).
30
Gambar 2.4 Kategori Analisis Menurut Metode Giroux (2006:236-239)
31
2.12
Kerangka Pikir
Gambar 2.5 Kerangka Pikir