BAB 2 Landasan Teori
2.1. Edible Film
gambar 2.1. contoh pemakaian edible film
Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus daun atau yang disebut selundang, buah-buahan terbungkus kulitnya. Fungsi dari pengemasan pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan. Dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan maka penggunaan edible film adalah suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari lipida, karbohidrat, protein maupun campuran ketiganya. Edible film sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan pelapis produk-produk pangan industri pertanian segar .
Secara umum edible film dapat didefenisikan sebagai lapisan tipis yang melapisi suatu bahan pangan dan layak dimakan, digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan atau diletakkan diantara komponen makanan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas makanan, memperpanjang masa simpan, meningkatkan efisiensi ekonomis, menghambat perpindahan uap air (Krochta, 1992).
Edible film merupakan lapisan tipis dari materi yang dapat diletakkan diatas permukaan produk makanan untuk menyediakan penghalang bagi uap air, oksigen dan perpindahan padatan dari makanan tersebut. Sebuah pelapisan yang ideal didefenisikan sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan makanan 15
16
tanpa menyebabkan keadaan anaerobik dan mengurangi kualitas makanan. Selain itu edible film dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan air.
Beberapa edible film dibandingkan dengan bahan pengemas lain yaitu : 1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula, dan komponen rasa 2. Mengurangi kehilangan berat 3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan 4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan 5. Memperpanjang umur simpan
Salah satu fungsi utama dari edible film adalah kemampuan mereka dalam peranannya sebagai penghalang, baik gas, minyak, atau yang lebih utama air. Kadar air makanan merupakan titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba, dan tekstur yang baik, edible film dapat mengontrol water activity (WA) melalui pelepasan atau penerimaan air ( Hui,2006).
2.1.1. Sifat Fisik Edible Film Edible film memiliki beberapa sifat-sifat fisik yang akan dijelaskan dibawah ini, yaitu :
2.1.1.1. Ketebalan Edible Film Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi hidrokoloid pembentuk edible film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatil lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc.Hugh, 1994). Kepaduan dari edible film atau lapisan pada umumnya meningkat secara proporsional dengan ketebalan (Guilbert and Biquet, 1990).
2.1.1.2. Transmisi Uap Air Edible Film ASTM (1989) dalam Cuq et al.(1996) lebih lanjut mendefinisikan transmisi uap air sebagai kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan ketebalan tertentu, pada kondisi yang spesifik.
17
2.1.1.3. Warna Edible Film Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan pembentuk edible film dan suhu pengeringan. Warna edible film akan mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas et al., 1997).
2.1.1.4. Perpanjangan Edible Film atau Elongasi Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentangnya (Gontard et al., 1993).
2.1.1.5. Kekuatan Peregangan Edible Film atau Tensile Strength Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel (Gontard et al., 1993).
2.1.2. Bahan Baku Edible Film Komponen penyusun edible film dapt dibagi menjadi tiga macam yaitu : hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa polisakarida yeti selulosa, modifikasi selulosa, pati, agar, pektin. Lipida yang biasa digunakan yaitu kolagen, gelatin, asil gliserol, dan asam lemak. Sedangkan komposit merupakan campuran, terdiri dari lipida dan hidrokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing-masing (Dohowe dan Fennema, 1994).
2.1.2.1. Hidrokoloid Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (alginat, pektin, dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat menggunakan kasein, protein kedelai, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).
18
Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan edible film. Pemanfaatan dari edible film ini penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan bersifat nontoksik (Nisperos-Carriedo, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).
2.1.2.2. Lipida Film yang berasal dari lipida sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk permen. Film yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Dohowe dan Fennema, 1994). Lipida yang sering digunkan sebagai edible film antara lain lilin (wax), asam lemak, monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006). Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberi sifat hidrofobik (Hernandez, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).
2.1.2.3. Komposit Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994)
2.1.3. Pati Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Ubi-ubian, serealia, dan biji polongpolongan merupakan sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang, dan singkong (Liu, 2005 dalam
19
Cui, 2005). Pati singkong sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang berbasis pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Niba, 2006 dalam Hui, 2006).
Tabel 2.1. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan Bahan Pangan
Pati (% dalam basis kering)
Jagung
57
Biji Gandum
67
Biji Sorghum
72
Kentang
75
Beras
89
Ubi Jalar
90
Singkong
90
Menurut Biro Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam Cui, 2005).
20
Gambar 2.2. Struktur Amilosa.
Gambar 2.3. Struktur Amilopektin
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4 - 35 µ m, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62 - 73oC, sedangkan suhu pembentukan pada 63 oC. Menurut Santoso (2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya yang murah. Bentuk granula pati singkong dapat dilihat pada gambar 2.4. di bawah ini.
Gambar 2.4. Granula Pati Singkong
21
Pati juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan penganan, makanan yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi, dan bahan kimia serta industri non pangan seperti tekstil, detergen, kemasan, dan sebagainya. Kegunaan pati dan turunannya pada industri minuman dan penganan memiliki persentase yang paling besar yaitu 29% industri makanan, yang diproses dan di industri kertas masingmasing sebanyak 28%, industri farmasi dan bahan kimia 10%, industri non pangan 4% dan makanan ternak sebanyak 1%.
Didalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada pakaian. Pada sektor kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan plastik biodegredable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat-obatan. Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai bahan detergen yang bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut, biopestisida, pelumas, pewarna, dan rasa.
Adapun didalam industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan makanan dan rasa baik pati konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk industri makanan, pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, puding, bahan pengental susu, permen jelly, dan membuat dekstrin.
2.1.4. Singkong Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiacea yang mudah tumbuh sekalipun pada tanah kering dan miskin serta tahan terhadap serangan penyakit maupun
tumbuhan
pengganggu
(gulma).
Tanaman
singkong
mudah
(membudidayakannya) karena perbanyakan tanaman ini umumnya dengan stek batang. Singkong banyak ditanam di kebun, halaman rumah dan dapat juga dijadikan pagar pembatas rumah atau kebun (Askar, 1996).
Di Indonesia, ubikayu (Manihotesculenta) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Sedangkan untuk konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar 300 juta ton ubi kayu. Produksi
22
ubi kayu di Indonesia sebagian besar dihasilkan di Jawa (56,6%), Propinsi Lampung (20,5%) dan propinsi lain di Indonesia (22,9%).
Tanaman ubi kayu sebagian besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan stek. Jenis bahan tanaman (varietas/klon) ubi kayu yang banyak ditanam di Lampung antara lain adalah varietas UJ-3 (Thailand), varietas UJ-5 (Cassesart), dan klon lokal (Barokah, Manado, Klenteng dan lain-lain). Varietas UJ-3 banyak ditanam petani karena berumur pendek tetapi kadar pati yang lebih rendah sehingga menyebabkan tingginya rafaksi (potongan timbangan) saat penjualan hasil di pabrik. Hasil kajian BPTP Lampung bahwa penggunaan varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan memiliki kadar pati yang tinggi pula. Beberapa varietas atau klon ubi kayu yang banyak di tanam antara lain dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 2.2. Varietas unggul ubi kayu yang dianjurkan dan yang belum No.
Varietas
Tahun
Umur
Potensi Hasil
dilepas
(Bulan)
(Ton/Ha)
Kadar Pati (%)
1.
Adira-1
1978
7-10
22
45%
2.
Adira-2
1978
8-12
21
41%
3.
Adira-4
1986
10,5-11,5
35
18%-22%
4.
Malang-1
1992
9-10
36,5
32%-36%
5.
Malang-2
1992
8-10
31,5
32%-36%
6.
Malang-4
2001
9
39,7
25%-32%
7.
Malang-6
2001
9
36,41
25%-32%
8.
Darul Hidayah
1998
8-10
102,10
25%-31,52%
9.
UJ-3
2000
8-10
20-35
20%-27%
10.
UJ-5
2000
8-10
25-38
19%-30%
11.
Muara
----
7-10
20-30
26,9%
12.
SPP
----
10-11
20-30
35,4%
13.
Valenca
----
7-10
15-20
33,1%
14.
Bogor
----
8-10
20-30
30,9%
15.
Mentega
----
8-9
20
26%
23
2.2. Metode Weighted Product (WP) Metode WP mengunakan perkalian untuk menghubungkan rating kriteria, di mana rating setiap kriteria harus dipangkatkan dulu dengan bobot kriteria yang bersangkutan. Proses ini Ai diberikan sebagai berikut : Si = ∏ ; dengan i = 1,2,.....,m Keterangan : Wj = pangkat bernilai positif untuk kriteria keuntungan, dan bernilai negatif untuk kriteria biaya, dimana ∑Wj = 1. Xij = nilai alternatif dari baris dan kolom di matriks keputusan X. Preferensi relatif dari setiap alternatif, diberikan sebagai :
∏ ∏
; dengan i = 1, 2, ......., m
Contoh kasus : Misalkan nilai setiap alternatif pada setiap kriteria diberikan berdasarkan data riil yang ada seperti pada tabel 2.3., perlu diidentifikasi terlebih dahulu jenis kriterianya, apakah termasuk kriteria keuntungan atau kriteria biaya. Rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. (Kusumadewi, Hartati, Harjoko, dan Wardoyo, 2006: 78)
Tabel 2.3. Data Riil Alternatif
Kriteria C1
C2
C3
C4
C5
A1
0,75
2000
18
50
500
A2
0,50
1500
20
40
450
Kriteria C2 (kepadatan penduduk di sekitar lokasi) dan C4 (jarak dengan gudang yang sudah ada) adalah kriteria keuntungan. Sedangkan kriteria C1 (jarak dengan pasar terdekat), C3 (jarak dari pabrik), dan C5 (harga tanah untuk lokasi) adalah kriteria biaya. Permasalahan kasus di atas akan diselesaikan dengan menggunakan metode
Weighted Product (WP). Sebelumnya akan dilakukan
24
perbaikan bobot terlebih dahulu. Bobot awal W = (5, 3, 4, 4, 2), akan diperbaiki sehingga total bobot ∑Wj = 1, dengan cara : W yang baru =
W1 =
W2 =
W3 =
W4 =
W5 =
!
!
!
!
!
∑
0,2778s 0,1667 0,2222 0,2222
0,1111
Kemudian vektor S dihitung berdasarkan persamaan Si = ∏ X* ; dengan i = 1,2,.....,m sebagai berikut : S1 = (0,75 -0,2778) (2000 0,1667) (18 -0,2222) (50 0,2222)(500 -0,1111) = 2,4187 S2 = (0,5 -0,2778) (1500 0,1667) (20 -0,2222) (40 0,2222)(450 -0,1111) = 2,2270 Nilai vektor yang
akan digunakan untuk perankingan
dapat dihitung berdasarkan
persamaan :
V*
0 ∏, - ./ 0 ∏, - ./
; dengan i = 1, 2, ......., m
sebagai berikut : V1 = V2 =
, !1 , !1 ,12 ,12 , !1 ,12
, !1 .!1 ,12 .!1
0,4994 0,5006
Nilai terbesar ada pada V2 sehingga alternatif A2 adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik. Dengan kata lain, alternatif A2 akan terpilih sebagai lokasi untuk mendirikan gudang baru. (Kusumadewi, Hartati, Harjoko, dan Wardoyo, 2006 : 79).
25
2.3. Metode Simple Additive Weighting (SAW) Metode Simple Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua kriteria (Fishburn, 1967) (MacCrimmon, 1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode ini merupakan metode yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM). MADM itu sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu.
Metode SAW ini mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap kriteria. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating (yang dapat dibandingkan lintas kriteria) dan bobot tiap kriteria. Rating tiap kriteria haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses normalisasi matriks sebelumnya.
Langkah-langkah Penyelesaian SAW sebagai berikut : 1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu Ci. 2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. 3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis kriteria (kriteria keuntungan ataupun kriteria biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R. 4. Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi.
26
Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah : Xij Max Xij
Jika j adalah atribut Keuntungan (benefit)
Rij = Min Xij Xij
Jika j adalah atribut biaya (cost)
Dimana : Rij
= matriks R dari rating kinerja ternormalisasi
Max Xij = nilai maksimum dari setiap baris dan kolom dari matriks X Min Xij = nilai minimum dari setiap baris dan kolom dari matriks X Xij
= baris dan kolom dari matriks X
Dengan Rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada kriteria Cj dengan i =1,2,…m dan j = 1,2,…,n.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai : Vi = ∑ Wj Rij Dimana : Vi = Nilai akhir dari alternatif ; dengan i = 1, 2, ...., dst Wj = Bobot yang telah ditentukan Rij = matriks dari rating kinerja ternormalisasi Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih Contoh kasus 1 : Bagian kemahasiswaan telah membuat pengumuman tentang dibukanya kesempatan memperoleh “BEASISWA”. Beasiswa ini diperuntukkan untuk tiga Mahasiswa. Jumlah pendaftar sampai pada tanggal terakhir terkumpul 50 mahasiswa. Tugas kita, adalah “membangun Sistem Pendukung Keputusan untuk menentukan calon penerima beasiswa bagi mahasiswa”.
27
Langkah - langkah Penyelesaian “seleksi calon penerima beasiswa“ Kriteria = usia, jumlah penghasilan orangtua, semester, jumlah tanggungan orangtua, dan jumlah saudara kandung.
Penentuan kriteria yang dapat digolongkan ke dalam kriteria keuntungan ·
Jumlah tanggungan orangtua,
·
Jumlah saudara kandung, dan
·
IPK
Penentuan kriteria yang dapat digolongkan ke dalam kriteria biaya ·
Usia
·
Jumlah penghasilan orangtua
·
Semester
Pembuatan tabel, Tabel 2.4. Contoh Tabel Kriteria No
KRITERIA
KETERANGAN
1
C1
Usia
2
C2
Jumlah Penghasilan Orangtua
3
C3
Semester
4
C4
Jumlah Tanggungan Orangtua
5
C5
Jumlah saudara kandung
6
C6
IPK
Kriteria dan Pembobotan
Teknik pembobotan pada kriteria dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan metode yang absah. Pase ini dikenal dengan istilah pra-proses. Namun bisa juga dengan cara secara sederhana dengan memberikan nilai pada masing-masing secara langsung berdasarkan persentasi nilai bobotnya. Sedangkan untuk yang lebih lebih baik bisa digunakan fuzzy logic. Penggunaan Fuzzy logic, sangat dianjurkan bila kriteria yang dipilih mempunyai sifat yang relativ mirip, misal Umur, Panas, Tinggi, Baik atau sifat lainnya.
28
Contoh Pembobotan kriteria
Tabel 2.5. Contoh Tabel Awal Alternatif
Kriteria C1
C2
C3
C4
C5
C6
A1
1
0,5
0,8
1
1
0,5
A2
0,75
0,5
0,6
0,5
0,5
0,75
A3
0,5
0,5
0,6
0,25
0,25
0,25
Keterangan A
: Calon yang diseleksi
C
: Kriteria
Pembobotan (W) yang diberikan oleh penulis seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.6. Contoh Tabel Bobot Kriteria No
KRITERIA
Nilai bobot
1
C1
0.15
2
C2
0.30
3
C3
0.10
4
C4
0.20
5
C5
0.10
6
C6
0.15
Total
1
Diubah ke dalam matrik keputusan X sebagai berikut:
X
=
1 0 , 75 0 , 5
0 ,5
0 ,8
1
1
0 ,5
0 ,5 0 ,5
0 ,6 0 ,6
0 ,5 0 , 25
0 ,5 0 , 25
0 , 75 0 , 25
Penghitungan Normalisasi Untuk normalisai nilai, jika faktor kriteria biaya digunakan rumusan
Rij = ( min{Xij} / Xij)
29
Maka nilai-nilai normalisasi biaya menjadi :
R11 = min{1;0.75;0.5} / 1
= 0.5 / 1
= 0.5
R21 = min{1;0.75;0.5} / 0.75
= 0.5 / 0.75
= 0.67
R31 = min{1;0.75;0.5} / 1
= 0.5 / 0.5
=1
R12 = min{0.5;0.5;0.5} / 0.5
= 0.5 / 0.5 = 1
R22 = min{0.5;0.5;0.5} / 0.5
= 0.5 / 0.5 = 1
R32 = min{0.5;0.5;0.5} / 0.5
= 0.5 / 0.5 = 1
R13 = min{0.8;0.6;0.6} / 0.8
= 0.6 / 0.8 = 0.75
R23 = min{0.8;0.6;0.6} / 0.6
= 0.6 / 0.6 = 1
R33 = min{0.8;0.6;0.6} / 0.6
= 0.6 / 0.6 = 1
Untuk normalisai nilai, jika faktor kriteria benefit digunakanan rumusan
Rii = ( Xij / max{Xij}) Maka nilai-nilai normalisasi benefit menjadi:
R14 = 1.00 / max{1; 0.5;0.25}
=1/1
=1
R24 = 0.50 / max{1; 0.5;0.25}
= 0.5 / 1
= 0.5
R34 = 0.25 / max{1; 0.5;0.25}
= 0.25 / 1
= 0.25
R15 = 1.00 / max{1; 0.5;0.25}
=1/1
=1
R25 = 0.50 / max{1; 0.5;0.25}
= 0.5 / 1
= 0.5
R35 = 0.25 / max{1; 0.5;0.25}
= 0.25 / 1
= 0.25
R16 = 0.50 / max{0.5; 0.75;0.25}
= 0.5 / 0.75
= 0.67
R26 = 0.75 / max{0.5; 0.75;0.25}
= 0.75 / 0.75 = 1
R36 = 0.25 / max{0.5; 0.75;0.25}
= 0.25 / 0.75 = 0.33
30
Matriks faktor ternormalisasi
Rumus Perangkingan : Vi = ∑ j Rij Keterangan : Vi
= nilai rangking untuk setiap alternatif
Wj
= nilai bobot dari setiap kriteria
Rij
= nilai rating kinerja ternormalisasi dari matriks R
V1
= 0,8505
V2
= 0,8005
V3
= 0,6745
Kesimpulan Berdasarkan
nilai perankingan maka dapat direkomendasikan prioritas calon
penerima beasiswa adalah V1, V2, dan V3
2.4. Pengertian Program Aplikasi Program adalah kumpulan instruksi atau perintah yang dirangkaikan sehingga membentuk suatu proses. Program aplikasi adalah software atau perangkat lunak komputer yang dibuat untuk melakukan tugas tertentu. Jika sistem operasi komputer (misalnya Windows) berfungsi untuk melakukan operasi dasar, program aplikasi tertentu bisa kita tambahkan (install) untuk melengkapi kemampuan sistem operasi komputer untuk melakukan tugas-tugas yang lebih spesifik.
2.4.1. Jenis-Jenis Aplikasi Ada banyak sekali jenis program aplikasi komputer. Secara garis besar, jenis program aplikasi komputer berdasarkan kegunaan dan contohnya sebagai berikut:
31
•
Aplikasi perkantoran atau office : untuk menunjang tugas administrasi perkantoran. Contohnya Microsoft Office.
•
Aplikasi grafis : untuk mendesain dan mengolah gambar atau foto. Contohnya aplikasi CorelDraw, GIMP, dan Photoshop.
•
Aplikasi multimedia : untuk memutar file multimedia. Contohnya aplikasi Winamp, GOM Player, dan Media Player Classic.
•
Aplikasi Internet (Browser): untuk mengakses beragam layanan internet. Contohnya : Mozilla Firefox, Opera, Internet Explorer, Chrome, dan lain-lain.
•
Aplikasi Game : aplikasi yang berisi milik sebuah permainan. Contohnya Ragnarok Online, D.O.T.A, Counter Strike dan sebagainya.
Mengenai aplikasi Office sendiri itu biasanya berupa beberapa aplikasi yang dikemas menjadi satu paket. Aplikasi-aplikasi yang dikemas di dalam paket aplikasi Office seperti Microsoft Office beserta contoh programnya antara lain seperti ini: •
Aplikasi Pengolah Kata, contohnya Microsoft Word.
•
Aplikasi Pengolah Angka, contohnya Microsoft Excel.
•
Aplikasi Penglah Basis Data, contohnya Microsoft Access.
•
Aplikasi Pengolah Presentasi, contohnya Microsoft Powerpoint.
2.4.2. Sifat dan Karakteristik Perangkat Lunak (Program Aplikasi) Beberapa sifat dan karakteristik dari perangkat lunak. 1.
Perangkat lunak merupakan elemen sistem logik dan bukan elemen sistem fisik seperti perangkat keras.
2.
Elemen perangkat lunak itu tidak haus, tapi bisa rusak.
3.
Elemen dalam perangkat lunak itu direkayasa atau dikembangkan dan bukan dibuat di pabrik seperti perangkat keras.
4.
Perangkat lunak tidak bisa dirakit, tetapi dirangkai instruksi-instruksi dalam bentuk bahasa pemrogaman didalam komputer.
32
2.5. PHP PHP pertama kali dibuat oleh Rasmus Lerdorf pada tahun 1995. Pada waktu itu PHP bernama FI (Form Interpreted). Pada saat tersebut PHP adalah sekumpulan script yang digunakan untuk mengolah dataform dari web. Saat ini, PHP merupakan kepanjangan “PHP: Hypertext Preprocessor adalah sebuah bahasa script berjenis server side yang menyatu dengan HTML. Sintaks dan perintah-perintah yang dimasukkan akan sepenuhnya dijalankan dan dikerjakan oleh server dan disertai pada halaman HTML biasa. PHP bertujuan untuk membuat aplikasi-aplikasi yang dijalankan di atas teknologi Web. Dalam hal ini, aplikasi pada umumnya akan memberikan hasil pada Web browser, tetapi prosesnya secara keseluruhan dijalankan dan dikerjakan di Web server.
2.6. XAMPP XAMPP adalah perangkat lunak bebas, yang mendukung banyak sistem operasi, merupakan kompilasi dari beberapa program. Fungsinya adalah sebagai server yang berdiri sendiri (localhost), yang terdiri atas program Apache HTTP server, MySQL database, dan penerjemah bahasa yang ditulis dengan bahasa pemrograman PHP dan Perl. Nama
XAMPP
merupakan
singkatan
dari
X
(empat
sistem
operasi
apapun), Apache, MySQL, PHP dan Perl. Program ini tersedia dalam GNU General Public License dan bebas, merupakan web server yang mudah digunakan yang dapat melayani tampilan halaman web yang dinamis.
Ada beberapa versi XAMPP terbaru untuk setiap sistem operasi dijelaskan dibawah ini, yaitu : XAMPP 1.8.3 untuk Windows, terdiri dari : •
Apache 2.4.4
•
MySQL 5.6.11
•
PHP 5.5.0
•
phpMyAdmin 4.0.4
•
FileZilla FTP Server 0.9.41
•
Tomcat 7.0.41 (with mod_proxy_ajp as connector)
33 •
Strawberry Perl 5.16.3.1 Portable
•
XAMPP Control Panel 3.2.1 (from hackattack142)
XAMPP 1.8.3 untuk Linux, terdiri dari : •
Apache 2.4.4
•
MySQL 5.6.11
•
PHP 5.5.0
•
phpMyAdmin 4.0.4
•
OpenSSL 1.0.1e
XAMPP untuk Solaris XAMPP untuk Mac OS X 2.7. Metode Waterfall Penulis dalam pembuatan program pengambilan keputusan berbasis php ini menggunakan model sekuensial linier, yang sering disebut juga dengan siklus kehidupan klasik atau model air terjun (waterfall). ( ). Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada perkembangan perangkat lunak yang sistematik dalam tingkat ti kemajuan sistem ada seluruh analisis desain kode pengujian dan pemeliharaan. Model waterfall merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam software engineering,, karena pemodelan sistem terbagi menjadi tahapan-tahapan tahapan yang mengikuti pola teratur, teratur seperti air terjun. Tahapan-tahapan tahapan ini dapat diihat dari gambar 2.5.
Gambar 2.5. Model Waterfall
34
Model pengembangan software yang diperkenalkan oleh Winston Royce pada tahun 70-an ini merupakan model klasik yang sederhana dengan aliran sistem yang linier keluaran dari tahap sebelumnya merupakan masukan untuk tahap berikutnya. Pengembangan dengan model ini adalah hasil adaptasi dari pengembangan perangkat keras, karena pada waktu itu belum terdapat metodologi pengembangan perangkat lunak yang lain. Proses pengembangan yang sangat terstruktur ini membuat potensi kerugian akibat kesalahan pada proses sebelumnya sangat besar dan acap kali mahal karena membengkaknya biaya pengembangan ulang.
Metode Waterfall adalah suatu proses pengembangan perangkat lunak berurutan, di mana kemajuan dipandang sebagai terus mengalir ke bawah (seperti air terjun) melewati fase-fase perencanaan, pemodelan, implementasi (konstruksi), dan pengujian. (Pressman, Roger S. 2001).
2.7.1. Tahapan Metode Waterfall Dalam pengembangannya metode waterfall memiliki beberapa tahapan yang runtut : requirement, design, implementation, verification dan maintenance.
Tahap requirement atau spesifikasi kebutuhan sistem adalah analisa kebutuhan sistem yang dibuat dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh klien dan staf pengembang. Dalam tahap ini klien atau pengguna menjelaskan segala kendala dan tujuan serta mendefinisikan apa yang diinginkan dari sistem. Setelah dokumen spesifikasi disetujui maka dokumen tersebut menjadi kontrak kerja antara klien dan pihak pengembang.
Tahap selanjutnya adalah desain, dalam tahap ini pengembang akan menghasilkan sebuah arsitektur sistem secara keseluruhan, dalam tahap ini menentukan alur perangkat lunak hingga pada tahap algoritma yang detil.
Selanjutnya tahap implementasi, yaitu tahapan dimana keseluruhan desain diubah menjadi kode-kode program. Kode program yang dihasilkan masih berupa modulmodul yang selanjutnya akan di integrasikan menjadi sistem yang lengkap untuk meyakinkan bahwa persyaratan perangkat lunak telah dipenuhi.
35
Tahap selanjutnya adalah verifikasi oleh klien, klien mencoba menjalankan program untuk menguji apakah sistem tersebut telah sesuai dengan kontrak yang telah disetujui.
Tahap akhir adalah pemeliharaan yang termasuk diantaranya instalasi dan proses perbaikan sistem sesuai kontrak, jika mungkin ada sesuatu yang perlu ditambahkan (update).
2.7.2. Manfaat Metode Waterfall Keunggulan
model
pendekatan
pengembangan
software
dengan metode
waterfall adalah pencerminan kepraktisan rekayasa, yang membuat kualitas software tetap terjaga karena pengembangannya yang terstruktur dan terawasi. Disisi lain model ini merupakan jenis model yang bersifat dokumen lengkap, sehingga proses pemeliharaan dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi dikarenakan dokumentasi yang lengkap dan sangat teknis, membuat pihak klien sulit membaca dokumen yang berujung pada sulitnya komunikasi antar pengembang dan klien. Dokumentasi kode program yang lengkap juga secara tak langsung menghapus ketergantungan pengembang terhadap pemrogram yang keluar dari tim pengembang. Hal ini sangat menguntungkan bagi pihak pengembang dikarenakan proses pengembangan perangkat lunak tetap dapat dilanjutkan tanpa bergantung pada pemrogram tertentu.
2.7.3. Kelemahan Metode Waterfall Kelemahan pengembangan software dengan metode waterfall yang utama adalah lambatnya proses pengembangan perangkat lunak. Dikarenakan prosesnya yang satu persatu dan tidak bisa diloncat-loncat menjadikan model klasik ini sangat memakan waktu dalam pengembangannya. Disisi lain, pihak klien tidak dapat mencoba sistem sebelum sistem benar-benar selesai pembuatannya. Kelemahan yang lain adalah kinerja personil yang tidak optimal dan efisien karena terdapat proses menunggu suatu tahapan selesai terlebih dahulu.
Secara keseluruhan model pendekatan pengembangan software dengan metode waterfall cocok untuk pengembangan software atau perangkat lunak dengan tingkat resiko yang kecil, dan memiliki ukuran yang kecil serta waktu pengembangan yang
36
cukup panjang. Model ini tidak disarankan untuk ukuran perangkat lunak yang besar dan tingkat resiko yang besar.
2.8. Delapan Aturan Emas Desain User Interface Shneiderman mengemukakan 8 (delapan) aturan yang dapat digunakan sebagai petunjuk dasar yang baik untuk merancang suatu user interface. Delapan aturan ini disebut dengan Eight Golden Rules of Interface Design, yaitu:
2.8.1. Konsistensi Konsistensi dilakukan pada urutan tindakan, perintah, dan istilah yang digunakan pada prompt, menu, serta layar bantuan.
2.8.2. Memungkinkan Pengguna Untuk Menggunakan Shortcut Ada kebutuhan dari pengguna yang sudah ahli untuk meningkatkan kecepatan interaksi, sehingga diperlukan singkatan, tombol fungsi, perintah tersembunyi, dan fasilitas makro.
2.8.3. Memberikan Umpan Balik yang Informatif Untuk setiap tindakan operator, sebaiknya disertakan suatu sistem umpan balik. Untuk tindakan yang sering dilakukan dan tidak terlalu penting, dapat diberikan umpan balik yang sederhana. Tetapi ketika tindakan merupakan hal yang penting, maka umpan balik sebaiknya lebih substansial. Misalnya muncul suatu suara ketika salah menekan tombol pada waktu input data atau muncul pesan kesalahannya.
2.8.4. Merancang Dialog Untuk Menghasilkan Suatu Penutupan Urutan tindakan sebaiknya diorganisir dalam suatu kelompok dengan bagian awal, tengah, dan akhir. Umpan balik yang informatif akan meberikan indikasi bahwa cara yang dilakukan sudah benar dan dapat mempersiapkan kelompok tindakan berikutnya.
2.8.5. Memberikan Penanganan Kesalahan yang Sederhana Sedapat mungkin sistem dirancang sehingga pengguna tidak dapat melakukan kesalahan fatal. Jika kesalahan terjadi, sistem dapat mendeteksi kesalahan dengan
37
cepat dan memberikan mekanisme yang sedehana dan mudah dipahami untuk penanganan kesalahan.
2.8.6. Mudah Kembali ke Tindakan Sebelumnya Hal ini dapat mengurangi kekuatiran pengguna karena pengguna mengetahui kesalahan yang dilakukan dapat dibatalkan; sehingga pengguna tidak takut untuk mengekplorasi pilihan-pilihan lain yang belum biasa digunakan.
2.8.7. Mendukung Tempat Pengendali Internal (Internal Locus of Control) Pengguna ingin menjadi pengontrol sistem dan sistem akan merespon tindakan yang dilakukan pengguna daripada pengguna merasa bahwa sistem mengontrol pengguna. Sebaiknya sistem dirancang sedemikan rupa sehingga pengguna menjadi inisiator daripada responden.
2.8.8. Mengurangi Beban Ingatan Jangka Pendek Keterbatasan ingatan manusia membutuhkan tampilan yang sederhana atau banyak tampilan halaman yang sebaiknya disatukan, serta diberikan cukup waktu pelatihan untuk kode, mnemonic, dan urutan tindakan.
2.9. CSS (Cascading Style Sheets) Menurut Sulistyawan, Rubianto, Saleh (2008, P32), CSS adalah suatu bahasa stylesheets yang mengatur tampilan suatun dokumen. Pada umumnya CSS digunakan untuk mengatur tampilan dokumen. CSS memungkinkan kita untuk menampilkan halaman yang sama dengna format yang berbeda.
Dengan CSS, tampilan website akan lebih cantik dan konsisten. Ada dua cara untuk menuliskan kode CSS. Pertama secara internal, yaitu menuliskan langsung diantara tag HTML atau XHTML. Kedua secara eksternal, yaitu kode CSS disimpan dalam file yang terpisah kemudian dipanggil saat halaman web dibuka, CSS sendiri merupakan sebuah teknologi internet yang direkomendasikan oleh W3C (World Wide Web Consortium) dan diperkenalkan pada tahun 1996.