BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Material Pembentuk Beton Beton adalah salah satu bahan bangunan yang telah umum digunakan untuk
bangunan gedung, jembatan, jalan dan lain-lain. Umumnya beton tersusun dari tiga bahan penyusun utama yaitu semen, agregat dan air. Jika diperlukan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan (Mulyono, 2005).
Gambar 2.1 Beton Mutu beton umumnya ditentukan berdasarkan kuat tekannya. Dalam mendapatkan mutu beton yang direncanakan, maka diperlukan mix design untuk menentukan jumlah masing-masing material yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan mutu beton yang direncanakan, maka pemilihan materialnya tidaklah dilakukan dengan sembarangan tetapi harus melalui beberapa kriteria yang telah disyaratkan.
7
8
2.1.1 Agregat Agregat merupakan salah satu komponen yang dapat membuat beton menjadi kompak. Kekuatan dan elastisitas agregat tergantung dari jenis batuan yang dipakai. Susunan agregat dapat diperiksa menggunakan analisa saringan (sieve analysis). Dengan analisa saringan akan didapatkan kurva susunan butir dari agregat tersebut. Gradasi pada agregat yang didapatkan dari hasil analisa saringan sangat besar perannya dalam membuat beton bermutu. Dalam teknologi beton, agregat dalam campuran beton dibagi dalam 2 bagian susunan antara lain: a) Agregat Kasar Agregat kasar yaitu agregat yang butirannya memiliki ukuran lebih besar dari 4,75 mm. Agregat kasar selalu identik dengan sebutan kerikil
ataupun
batu
pecah.
Ukuran
maksimal
agregat
kasar
dikelompokan menjadi 3 golongan yang dapat diketahui melalui uji gradasi yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan (mm)
40 mm 100 95 – 100 35 – 70 10 – 40 0–5
76 38 19 9,6 4,8
Persentase Lolos (%) Gradasi Agregat 20 mm 100 95 – 100 30 – 60 0 – 10
10 mm 100 50 – 85 0 – 10
Sumber: SNI 03-2834-2000
Dalam campuran beton, agregat kasar mempunyai syarat-syarat tertentu agar dapat digunakan sesuai dengan PBI-1971 adalah sebagai berikut:
9
• Agregat kasar berupa kerikil yang berasal dari batu-batuan alami, atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecah batu. • Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. • Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). • Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali. b) Agregat Halus Agregat halus yaitu agregat yang butirannya lolos ayakan 4,75 mm. Agregat halus sering juga disebut dengan istilah pasir. Agregat halus berfungsi sebagai bahan pengisi pada rongga campuran beton. Ukuran agregat halus dibagi menjadi 4 zona yang dapat diketahui dari uji gradasi. Tabel 2.2 Batas Gradasi Agregat Halus
Lubang Ayakan (mm) 10 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15
Persentase Lolos Daerah I Daerah II 100 100 90 – 100 90 – 100 60 – 95 75 – 100 30 – 70 55 – 90 15 – 34 35 – 59 5 – 20 8 – 30 0 – 10 0 – 10
Daerah III 100 90 – 100 85 – 100 75 – 100 60 – 79 12 – 40 0 – 10
Daerah IV 100 95 – 100 95 – 100 90 – 100 80 – 100 15 – 50 0 – 15
Sumber: SNI 03-2834-2000
Seperti halnya agregat kasar, agregat halus juga memiliki syaratsyarat tertentu agar dapat digunakan dalam campuran beton sesuai dengan PBI-1971 adalah sebagai berikut:
10
• Agregat halus dapat berupa pasir alam yang diambil dari sungai atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat pecah batu. • Butirannya harus yang tajam dan keras, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca. • Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). • Tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. Untuk ini bisa dilakukan percobaan warna dari Abrams-Harder dengan larutan NaOH.
2.1.2 Semen Portland Semen merupakan bahan pengikat yang penting pada beton. Jika ditambahkan dengan air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambahkan dengan agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan.
11
Gambar 2.2 Semen Portland Menurut peraturan beton 1989 (SKBI. 1.4.53.1989) dalam ulasannya di halaman 1, membagi semen portland menjadi 5 jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) antara lain sebagai berikut: a) Semen
portland
jenis
I
adalah
semen
portland
yang
dalam
penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Biasanya digunakan dalam konstruksi beton secara umum. b) Semen portland jenis II adalah semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan dalam struktur bangunan air/drainase dengan kadar konsentrasi sulfat tinggi di dalam air tanah. c) Semen portland jenis III adalah semen portland untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Biasanya digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibuka dan akan segera dipakai kembali.
12
d) Semen portland jenis IV adalah semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Biasanya digunakan pada konstruksi dam/bendungan, dengan tujuan panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton. e) Semen portland jenis V adalah semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat, terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi.
2.1.3 Air Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia dengan semen untuk pembentukan pasta semen. Reaksi kimia tersebut menyebabkan terjadinya proses hidrasi pada air. Fungsi air juga digunakan untuk pelumas antara butiran agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Jumlah air dalam pembuatan beton juga harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu. Jumlah air yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan kekuatan beton. Sedangkan jumlah air yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan proses hidrasi yang tidak merata pada beton. Dalam pembuatan campuran beton, air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) Air yang digunakan dalam campuran beton harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak atau benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual. b) Air tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak beton lebih dari 15 gram/liter seperti asam atau zat organik.
13
c) Air tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d) Air tidak mengandung senyawa asam seperti sulfat 1 gram/liter.
2.2
Bahan Tambah Bahan tambah atau yang biasa disebut dengan admixture adalah bahan-bahan
yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama pencampuran beton berlangsung. Fungsi bahan ini adalah mengubah sifat-sifat beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu atau untuk menghemat biaya. Menurut ASTM C.125-1995:61 ”Standard Definition of Terminology Relating to Concrete and Concrete Agregates” dan dalam ACI SP-19 ”Cement and Concrete Terminology”, admixture didefinisikan sebagai material selain air, agregat dan semen yang dicampur dengan beton yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Di Indonesia, bahan tambah telah banyak digunakan. Bahan tambah yang digunakan harus memenuhi ketentuan yang diberikan SNI. Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive).
2.2.1 Bahan Tambah Kimia (Admixture) Menurut ASTM C.494 dan Pedoman Beton 1989 SKBI.1.4.53.1989, jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Pada dasarnya suatu bahan tambah harus mampu memperlihatkan komposisi dan unjuk kerja yang sama sepanjang waktu pengerjaan selama bahan tersebut digunakan dalam campuran beton sesuai dengan pemilihan proporsi betonnya (PB,1989 :12).
14
a)
Tipe A: Water-Reducing Admixtures Water-Reducing
Admixture
adalah
bahan
tambah
yang
mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Water-Reducing Admixture digunakan antara lain dengan tidak mengurangi kadar semen dan nilai slump untuk memproduksi beton dengan nilai perbandingan atau ratio faktor air semen (FAS) yang rendah. Atau dengan tidak merubah kadar semen yang digunakan dengan factor air semen yang tetap maka nilai slump yang dihasilkan dapat lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan dengan mengubah kadar semen tetapi tidak merubah FAS dan slump. Pada kasus pertama dengan mengurangi fas secara tidak langsung akan meningkatkan kekuatan tekannya, karena dalam banyak kasus FAS yang rendah meningkatkan kuat tekan beton. Pada kasus kedua, tingginya nilai slump yang didapat akan memudahkan penuangan adukan (placing) atau waktu penuangan adukan dapat diperlambat. Pada kasus ketiga dimaksudkan untuk mengurangi biaya karena penggunaan semen yang kecil (Marther, Bryant,1994) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan tambah ini adalah air yang dibutuhkan, kandungan air, konsistensi, bleeding dan kehilangan air pada saat beton segar, laju pengerasan, kuat tekan dan lentur, perubahan volume, susut pada saat pengeringan. Berdasarkan hal tersebut penting untuk melakukan pengujian sebelum pelaksanaan pencampuran terhadap bahan tambah tersebut.
15
b)
Tipe B: Retarding Admixture Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan beton. Penggunaannya untuk menunda waktu pengikatan beton, misalnya karena kondisi cuaca yang panas, atau untuk memperpanjang waktu untuk pemadatan, untuk menghindari cold joints dan menghindari dampak penurunan saat beton segar saat pelaksanaan pengecoran.
c)
Tipe C: Accelerating Admixture Accelerating admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi)
dan
mempercepat
pencapaian
kekuatan
awal
beton.
Accelerating admixture yang paling terkenal adalah kalsium klorida. Dosis maksimum adalah 2 % dari berat semen yang digunakan. Secara umum, kelompok bahan tambah ini dibagi tiga kelompok yaitu larutan garam organik, larutan campuran organic dan material miscellaneous. d) Tipe D: Water Reducing and Retarding Admixtures Water reducing and retarding admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan awal. Water reducing and retarding admixtures yaitu pengurang air dan pengontrol pengeringan. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton. Bahan ini juga akan mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air. Bahan ini hampir
16
semuanya berwujud cair. Air yang terkandung dalam bahan akan menjadi bagian air campuran beton. Dalam perencanaan air ini harus ditambahkan sebagai berat air total dalam campura beton. Perlu diingat, perbandingan antara mortar dengan agregat kasar tidak boleh berubah. Perubahan kandungan air, atau udara atau semen, harus diatasi dengan perubahan kandungan agregat halus sehingga volume tidak berubah. e) Tipe E: Water Reducing and Accelerating Admixtures Water reducing and accelerating admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal. f)
Tipe F: Water Reducing, High Range Admixtures Water reducing, high range admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.
g) Tipe G: Water Reducing, High Range Retarding Admixtures Water reducing, high range retarding admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah ini merupakan gabungan superplasticizer dengan menunda waktu pengikatan beton. Biasanya digunakan untuk kondisi pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang mengelola beton disebabkan keterbatasan ruang kerja.
17
2.2.2 Bahan Tambah Mineral (Additive) Pada saat ini, bahan tambah mineral lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kuat tekan beton. Beberapa bahan tambah mineral adalah pozzollan, fly ash, slag dan silica fume.
2.3
Sifat-Sifat Beton
2.3.1 Sifat-Sifat Beton Segar Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi pemisahan kerikil dari adukan maupun pemisahan air dan semen dari adukan (Tjokrodimulyo, 1996). Beton segar memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a) Mudah dikerjakan (workability) Beton memiliki sifat mudah dikerjakan (workability) yang merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diangkut, dituang dan dipadatkan. Perbandingan bahan-bahan maupun sifat bahanbahan itu secara bersama-sama mempengaruhi sifat kemudahan pengerjaan beton segar. Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat mudah dikerjakan (workability) antara lain: • Jumlah air yang dipakai dalam campuran beton. Semakin banyak air yang digunakan, semakin mudah beton segar untuk dikerjakan. • Penambahan semen di dalam campuran juga mempermudah pengerjaan adukan beton. Bertambahnya kadar semen secara otomatis diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai FAS (faktor air semen) yang tetap.
18
• Gradasi campuran pasir dan kerikil jika mengikuti gradasi campuran mengikuti peraturan, maka adukan beton akan mudah dikerjakan. • Penggunaan
butir-butir
agregat
yang
berbentuk
bulat
akan
mempermudah cara pengerjaan beton. b) Pemisah kerikil (segregation) Pemisahan kerikil adalah butir-butir kerikil yang memisahkan diri dari campuran beton. Campuran beton yang kelebihan air dapat menyebabkan segregasi dimana terdapat pengendapan partikel yang berat ke dasar beton segar dan partikel yang lebih ringan akan menuju ke permukaan beton segar. Hal tersebut akan mengakibatkan beberapa keadaan pada beton yaitu terdapat lubang-lubang udara sehingga beton menjadi tidak homogen. Terdapat 2 bentuk segregasi beton segar menurut Neville yaitu partikel yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel yang lebih halus dan terpisahnya air semen dari adukan (Neville, 1981). Segregasi dapat disebabkan oleh penggunaan air pencampur yang terlalu banyak, gradasi agregat yang jelek, kurangnya jumlah semen ataupun cara pengelolaan yang tidak memenuhi syarat (Murdock, Brook, & Dewar, 1991) c) Pemisah Air (bleeding) Kecenderungan air pada campuran beton untuk naik ke atas (memisahkan diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan disebut bleeding. Hal ini disebabkan ketidakmampuan material lain dalam campuran untuk menahan seluruh air campuran ketika material tersebut bergerak ke bawah. Air tersebut naik ke atas dengan membawa butir
19
semen dan agregat halus (pasir) yang akhirnya setelah beton mengeras akan sebagai lapisan selaput. Bleeding biasanya terjadi pada campuran beton basah (kelebihan air) atau campuran adukan beton dengan nilai slump yang tinggi. Neville
mengemukakan
penyebab
bleeding
adalah
ketidakmampuan bahan padat campuran untuk menangkap air pencampur (Neville, 1981). Besarnya nilai bleeding dapat dihitung dengan cara menghitung banyaknya air yang keluar dari sampel beton segar sesaat setelah dicetak. Sehingga banyaknya bleeding adalah volume air (ml) yang keluar dari suatu luasan permukaan beton (A) atau secara matematis dapat ditulis dengan:
Dimana, V = Volume air yang keluar (ml) A = Luasan permukaan beton (cm2)
2.3.2 Sifat-Sifat Beton Keras Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus dan kembang susutnya kecil (Tjokrodimulyo, 1996). Beton keras memiliki sifatsifat yang dapat diklasifikasikan menjadi sifat jangka pendek seperti kuat tekan, tarik, geser dan modulus elastisitas serta sifat jangka panjang seperti rangkak dan susut. Berikut penjelasan mengenai sifat-sifat beton keras antara lain:
20
a) Kuat tekan Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan pada benda uji beton sampai hancur. b) Kuat tarik Kuat tarik beton diukur dengan memakai modulus keruntuhan. Kuat tarik beton yang tepat, sulit sekali untuk diukur. c) Kuat geser Nilai kuat geser pada beton lebih sulit untuk diukur karena sulitnya
mengisolasi geser dari
tegangan-tegangan
lainnya.
Ini
merupakan salah satu penyebab banyaknya variasi kekuatan geser yang dituliskan dalam berbagai literatur, mulai dari 20% sampai dengan 85% dari kekuatan tekan yang dilakukan pada pembebanan normal. d) Modulus elastisitas Modulus elastisitas merupakan kemiringan dari bagian awal grafik yang lurus dari diagram regangan tegangan. Modulus elastisitas berbanding lurus dengan kekuatan beton, semakin besar modulus elastisitas, semakin besar pula kekuatan beton. Besarnya modulus elastisitas dapat dihitung dengan tepat berdasarkan persamaan empiris. e) Rangkak (creep) Rangkak adalah sifat beton keras yang dimana beton mengalami perubahan bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja pada beton tersebut. Besarnya deformasi sebanding dengan besarnya beban dan waktu pembebanan.
21
f)
Susut Susut adalah perubahan volume beton yang tidak berhubungan dengan beban. Pada dasarnya ada 2 jenis susut yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi beberapa waktu setelah beton segar dicor ke dalam cetakan, sedangkan susut pengeringan terjadi setelah beton mencapat bentuk akhirnya dan proses hidrasi pasta semen telah selesai. Besarnya susut akan semakin berkurang sesuai dengan umur beton. Semakin beton berumur, semakin sedikit beton mengalami susut.
2.4
Self Compacting Concrete Beton memadat mandiri (self compacting concrete) adalah beton yang
mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak dipadatkan sama sekali. Sekali dituang ke dalam cetakan, beton ini akan mengalir sendiri mengisi semua ruang mengikuti prinsip grafitasi,termasuk pada pengecoran beton dengan tulangan pembesian yang Sangat rapat.Beton ini aka mengalir ke semua celah di tempat pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri campuran beton. (Ladwing, II – M., Woise, F., Hemrich, W. & Ehrlich, N, 2001) Self compacting concrete pertama kali dikembangkan di jepang pada tahun 1990 sebagai upaya untuk mengatasi persoalan pengecoran pada gedung yang memiliki bentuk geometri cukup rumit. H. Okamura dan M. Ouchi membandingkan beton konvensional dengan self compacting concrete dari proporsi pencampuran dengan hasil sebagai berikut:
22
Keterangan:
U = Rongga Udara A = Air S = Semen
Ah = Agregat Halus Ak = Agregat Kasar
Gambar 2.3 Perbandingan Beton Normal dengan Self Compacting Concrete Berdasarkan gambar tersebut, volume komposisi material pada campuran self compacting concrete dan konvensional berbeda. Komposisi semen portland pada campuran self compactinc concrete lebih banyak dibandingkan dengan komposisi campuran beton konvensional. Sedangkan komposisi agregat kasar pada self compactinc concrete lebih sedikit dibandingkan komposisi agregat kasar pada beton konvensional. Pada saat ini self compactinc concrete telah banyak digunakan dalam dunia kontruksi. Dimana banyak keuntungan yang dapat diperoleh yaitu diantaranya dapat menekan biaya, mutu dan waktu pengerjaan kontruksi yang cukup lama. Dengan tidak lagi dibutuhkannya pemadatan, maka dapat mengurangi tenaga kerja dan peralatan yang dibutuhkan, keuntungan lainnya seperti keamanan tenaga kerja dan penghematan waktu dapat ditingkatkan (Rusyandi, Mukodas, & Gunawan, 2012). Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan self compacting concrete antara lain: a) Mengurangi lamanya konstruksi dan besarnya upah pekerja. b) Pemadatan dan pengetaran beton yang dimaksudkan untuk memperoleh tingkat kepadatan optimum dapat dieliminir. c) Mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan di sekitarnya.
23
d) Meningkatkan kepadatan elemen struktur beton pada bagian yang sulit dijangkau dengan alat pemadat seperti vibrator. e) Meningkatkan kualitas struktur beton secara keseluruhan. Dalam
membuat
komposisi
self
compacting
concrete
diperlukan
superplasticizer (high range water reducer) agar mendapatkan nilai workability dan flowability yang tinggi. Pembuatan self compacting concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi. Hubungan antara penggunaan superplasticizer dan sifat beton segar pada proses produksi self compacting concrete dapat ditunjukan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Proses Produksi Self Compacting Concrete
2.5
Beton Fiber Beton fiber merupakan beton yang ditambahkan serat (fiber) kedalam
campurannya. Tujuan penambahan serat tersebut adalah untuk meningkatkan mutu beton yang semakin hari semakin tinggi kebutuhannya. Beton fiber ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki atau menaikkan sifat mekanik beton. Sifat mekanik beton yang dimaksud adalah kuat tekan, kuat tarik dan kuat lentur. Ada beberapa jenis atau kelompok beton fiber yang sudah dikenal saat ini, antara lain metalic fibers, mineral fibers, polimeric fibers dan naturally occuring fibers.
24
2.6
Teori Kuat Tekan Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan
beton hancur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai berikut: f'c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa). fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji (MPa). fc
= Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
f'cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan perancangan campuran beton (MPa). S
= Deviasi standar (s) (MPa).
Beton
harus dirancang sesuai dengan
proporsi
campurannya
agar
menghasilkan kuat tekan yang telah direncanakan. Berdasarkan PBBI-1989, besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
Dimana, f'c = Kuat tekan beton (MPa) P = Beban tekan maksimum (N) A = Luas permukaan benda uji (mm2) Terdapat banyak parameter yang mempengaruhi nilai kuat tekan beton. Berikut adalah beberapa hal yang mempengaruhi nilai kuat tekan pada beton antara lain:
25
a) Faktor air semen (FAS) Faktor air semen harus dihitung sehingga campuran air dan semen menjadi pasta yang baik, artinya tidak kelebihan air dan tidak kelebihan semen. Apabila nilai faktor air semen tinggi maka berat air tinggi, sehingga kelebihan air akibatnya air akan merembes keluar membawa sebagaian pasta semen. Pasta semen yang tidak cukup mengikat agregat dan mengisi rongga yang menyebabkan beton tidak kuat. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. b) Segregasi (pemisahan) Beton dikatakan mengalami segregasi (pemisahan) apabila agregat kasar terpisah dari campuran selama pengangkutan, pengecoran dan pemadatan sehingga sukar dipadatkan, berongga-rongga tidak homogen, beton yang berongga-rongga kurang kuat atau mudah pecah. c) Bleeding Bleeding adalah pemisahan air dan campuran beton yang merembes kepermukaan beton waktu diangkut, dipadatkan atau setelah dipadatkan. Bleeding pada umumnya terjadi karena pemakaian air yang berlebihan, kurangnya semen pada campuran beton atau agregat kasar turun karena beratnya sendiri dan air naik kepermukaan dengan sendirinya akibat capillary pressure (gaya yang menggambarkan pergerakan fluida melalui pori).
26
2.7
Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton, kriteria beton mutu tinggi juga
selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu yang berhasil dicapai. Pada tahun 1950an, beton dengan kuat tekan 30 MPa sudah dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Pada tahun 1960an hingga awal 1970an, kriterianya naik menjadi 40 MPa. Saat ini, disebut mutu tinggi untuk kuat tekan diatas 50 MPa, dan 80 MPa sebagai beton mutu sangat tinggi, sedangkan 120 MPa bisa dikategorikan sebagai beton bermutu ultra tinggi (Supartono, 1998). Terdapat banyak parameter yang mempengauhi kekuatan tekan beton, diantaranya adalah kualitas bahan-bahan penyusunnya, rasio air-semen yang rendah dan kepadatan yang tinggi pula. Beton yang dihasilkan dengan memperhatikan parameter-parameter tersebut biasanya sangat kaku, sehingga sulit dibentuk atau dikerjakan. Dengan semakin banyaknya pabrikan yang menghasilkan bahan admixture sebagai bahan pengencer dari beton yang berefek mencairkan beton tanpa menambah campuran air dalam beton, maka hal ini tidak menjadi masalah (M.S. Besari, 2003).
2.8
Metode Tes Self Compacting Concrete Metode tes yang telah dikembangkan untuk menentukan karakteristik self
compacting concrete adalah sebagai berikut:
2.8.1 Slump Flow Test
27
Pengujian dengan alat slump cone bertujuan untuk menguji flowability (kemampuan alir) dari self compacting concrete. Adapun alat slump cone dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.5 Alat Uji Slump Flow Test Cara kerja alat slump cone untuk campuran self compactinc concrete adalah dengan cara berikut: a) Slump cone diletakkan dengan posisi diameter yang kecil diletakkan di bawah. Di bagian dasar alat ini diletakkan papan yang datar. b) Campuran beton dimasukkan dalam slump cone sampai penuh. Campuran beton tersebut tidak boleh dirojok. c) Slump cone diangkat secara perlahan d) Waktu yang diperlukan aliran beton untuk mencapai diameter 50 cm dicatat (SF50). e) Diameter maksimum yang dicapai aliran beton dicatat (SFmax). Kebutuhan nilai slump flow test untuk ketika mencapai lingkaran berdiameter 500 mm (SF50) adalah 2 – 5 detik. Sedangkan kebutuhan nilai maksimum slump flow test (SFmax) terbagi atas 2 kriteria yaitu untuk konstruksi vertikal disarankan memiliki
28
nilai 65 – 80 cm dan untuk konstruksi horisontal disarankan memiliki nilai 60 – 75 cm.
2.8.2 L-Shaped Box L-shaped box atau disebut juga dengan swedish box adalah alat berbentuk huruf L yang terbuat dari besi. Alat ini berfungsi untuk menguji passing ability dari self compacting concrete. Pada alat ini, antara arah horizontal dan vertical dibatasi dengan sekat penutup yang terbuat dari besi yang dapat dibuka dengan cara ditarik ke atas. Di depan sekat penutup tersebut terdapat halangan berupa tulangan baja yang berfungsi untuk menguji kemampuan campuran beton dalam melewati tulangan yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Selanjutnya dengan l-shape-box test akan didapat nilai blocking ratio yaitu nilai yang didapat dari perbandingan antara H2/H1. Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik beton segar mengalir. Untuk tes ini kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0,8 sampai 1,0. Berikut adalah cara kerja dari alat l-shaped box untuk menentukan nilai blocking ratio pada self compactinc concrete: a) Sekat penutup ditutup. b) Campuran beton segar diisikan pada arah vertikal sampai jenuh. c) Sekat penutup ditarik ke atas sampai terbuka sehingga campuran beton segar mengalir kearah horizontal. d)
Perbedaan tinggi aliran beton arah horizontal dicek.
29
Syarat-syarat passing ability yang harus dipenuhi oleh self compactinc concrete adalah nilai passing ability (PA) 0,8 – 1,0, dimana nilai PA didapatkan dengan perhitungan sebagai berikut:
Gambar 2.6 Alat Uji L-Shaped Box Test
2.8.3 V-Funnel Test Metode pengujian ini berguna untuk mengetahui ketahanan segregasi (kemampuan beton menjaga komposisinya) self compacting concrete. Alat yang digunakan adalah v-funnel seperti terlihat pada gambar 2.4 (Okamura, H., & Ouchi, M., 2003). Berikut adalah cara kerja alat uji tes v-funnel: a) Penutup pintu pada bagian bawah ditutup. b) Campuran beton segar diisikan pada v-funnel sampai jenuh. c) Penutup bagian bawah dibuka sehingga campuran beton segar mengalir. d) Catat lama waktu beton mengalir hingga v-funnel kosong.
30
Gambar 2.7 Alat Uji V-Funnel Test V-funnel test memiliki syarat dengan waktu yang diperlukan beton untuk segera mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur v-funnel antara 6 – 12 detik.
2.9
Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton bertujuan untuk menentukan kekuatan tekan
beton. Kekuatan tekan beton adalah beban persatuan luas yang menyebabkan beton hancur. Dari hasil pengujian, kuat tekan beton dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Dimana, fc' = Kuat tekan beton (MPa) P
= Kuat tekan pada bacaan alat (kN)
A
= Luas penampang beton (mm2)