BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli pada kesejahteraan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002). Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Dengan menyatunya keanggotaan dalam organisasi dengan identitas karyawan, maka karyawan tersebut merasa menjadi bagian dari organisasi dan merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). Rhoades dan Eisenberger (2002) mengungkapkan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi juga dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang dibentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi. Keyakinan ini dibentuk berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber daya, interaksi dengan agen organisasinya, dan persepsi mereka mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka. Dari berbagai organisasi ditemukan bahwa karyawan yang merasa dirinya mendapatkan dukungan dari organisasi akan memiliki rasa kebermaknaan dalam diri karyawan tersebut. Hal inilah yang akan meningkatkan komitmen pada diri karyawan. Komitmen inilah yang pada akhirnya akan mendorong karyawan untuk berusaha membantu organisasi mencapai tujuannya, dan meningkatkan harapan bahwa performa kerja akan diperhatikan serta dihargai oleh organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). Bagi karyawan, organisasi merupakan sumber penting bagi kebutuhan
sosioemosional
mereka
seperti
respect
(penghargaan),
caring
(kepedulian), dan tangible benefit seperti gaji dan tunjangan kesehatan. Perasaan dihargai oleh organisasi membantu mempertemukan kebutuhan karyawan terhadap approval (persetujuan), esteem (penghargaan) dan affiliation (keanggotaan) (Rhoades & Eisenberger, 2002). Penilaian positif dari organisasi juga meningkatkan 9
10
kepercayaan bahwa peningkatan usaha dalam bekerja akan dihargai. Oleh karena itu karyawan akan memberikan perhatian yang lebih atas penghargaan yang mereka terima dari atasan mereka. Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), walaupun organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan adalah hal yang penting, organisasi harus tetap memperhatikan bahwa karyawan akan tetap menggabungkan dukungan nyata yang ditunjukkan oleh organisasi dengan persepsi individual yang mereka miliki. Para karyawan yakin bahwa organisasi mempunyai tujuan dan orientasi, baik positif maupun negatif terhadap mereka, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penghargaan akan kontribusi dan kesejahteraan karyawan tersebut. 2.1.1.2 Dimensi Persepsi Dukungan Organisasi Tiga kategori utama dari perlakuan yang dipersepsikan oleh karyawan memiliki hubungan dengan persepsi dukungan organisasi. Ketiga kategori utama ini adalah sebagai berikut: 1. Keadilan Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan bagaimana mendistribusikan sumber daya di antara karyawan. (Greenberg, dalam Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada persepsi dukungan organisasi dimana hal ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan. Cropanzo dan Greenberg (Rhoades & Eisenberger, 2002) membagi keadilan prosedural menjadi aspek keadilan struktural dan aspek sosial. Aspek struktural mencakup peraturan formal dan keputusan mengenai karyawan. Sedangkan aspek sosial seringkali disebut dengan keadilan interaksional
yang
meliputi
bagaimana
memperlakukan
karyawan
dengan
penghargaan terhadap martabat dan penghormatan mereka. 2. Dukungan atasan Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Kottke & Sharafinski, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Karena atasan bertindak sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, karyawan pun melihat orientasi atasan mereka sebagai indikasi adanya dukungan organisasi (Levinson dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
11
3. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah sebagai berikut: a. Gaji, pengakuan, dan promosi. Sesuai dengan teori dukungan organisasi, kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan promosi) akan meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). b. Keamanan dalam bekerja. Adanya jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat terhadap persepsi dukungan organisasi (Griffith dkk., dalam Eisenberger and Rhoades, 2002). c. Kemandirian. Dengan kemandirian, berarti adanya kontrol akan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan mereka. Dengan organisasi menunjukkan kepercayaan terhadap kemandirian karyawan untuk memutuskan dengan bijak bagaimana mereka akan melaksanakan pekerjaan, akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Cameron dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). d. Peran stressor. Stress mengacu pada ketidakmampuan individu mengatasi tuntutan dari lingkungan (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Stres berkorelasi negatif dengan persepsi dukungan organisasi karena karyawan tahu bahwa faktor-faktor penyebab stres berasal dari lingkungan yang dikontrol oleh organisasi. Stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam organisasi yang berkorelasi negatif dengan persepsi dukungan organisasi, yaitu: tuntutan yang melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu (work-overload), kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung jawab pekerjaan (role-ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling bertentangan (role-conflict) (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). e. Pelatihan. Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang nantinya akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Wayne dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
12
2.1.2 Pemberdayaan Psikologis 2.1.2.1 Pengertian Pemberdayaan Psikologis Pemberdayaan merupakan pelibatan karyawan yang benar-benar berarti. Pemberdayaan atau (empowerment), adalah wewenang untuk membuat keputusan dalam suatu area kegiatan operasi tertentu tanpa harus memperoleh pengesahan orang lain (Luthans, 1998; dalam Lodjo, 2013). Menurut Meyerson (2008) pemberdayaan psikologis adalah keyakinan seorang individu akan kemampuannya untuk melakukan kegiatan kerja terkait dengan keterampilan dan kompetensi. Lebih jauh Meyerson menjelaskan bahwa pemberdayaan psikologis berkaitan dengan bagaimana orang-orang yang kompeten atau mampu merasa diberdayakan di lingkungan kerjanya. Mereka yang merasa lebih kompeten tentang kemampuan mereka dan berhasil diberdayakan atau memiliki tingkat pemberdayaan psikologis lebih tinggi seharusnya akan: a. Merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka; b. Akan lebih berkomitmen untuk organisasi mereka; c. Memiliki niat yang lebih rendah untuk berhenti organisasi; d. Menunjukan kinerja yang lebih positif. Conger dan Kanungo (1998) mendefinisikan pemberdayaan psikologis sebagai konsep motivasional tentang pemenuhan diri, yang secara lebih spesifik dapat dinyatakan sebagai meningkatnya motivasi tugas intrinsik yang terwujud dalam serangkaian kognisi yang mencerminkan orientasi individu pada peran kerjanya. 2.1.2.2 Dimensi Pemberdayaan Psikologis Spreitzer (1995; dalam Stander & Rothmann, 2009) mendefinisikan konstruk pemberdayaan psikologis dengan empat dimensi yaitu: 1. Bermakna (meaning) Merefleksikan derajat seseorang dimana seseorang percaya dan perhatian terhadap maksud suatu tujuan. Kebermaknaan dinilai berdasarkan standar pribadi seseorang atau berdasarkan standar kebutuhannya.
13
2. Mampu (competence) Mengacu pada keyakinan akan kemampuan diri yang spesifik untuk bekerja bersumber pada keyakinan individu pada kapabilitas dan pengetahuannya untuk dapat melaksanakan aktivitas dan tugas dengan keterampilan sehingga dapat mencapai kesuksesan. 3. Determinasi diri (self determination) Mempresentasikan tingkatan dimana seseorang merasakan tanggungjawab yang timbal balik untuk tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan, pada perasaan memiliki pilihan dalam memulai dan mengatur perilaku. 4. Akibat (impact) Sebagai sebuah pengalaman memiliki pengaruh yang strategis, administratif ataupun operasional pada pekerjaan yang dapat memberikan perbedaan. Secara bersama-sama keempat dimensi tersebut merefleksikan orientasi terhadap peran kerja secara aktif. Keempat dimensi diatas tergabung membentuk keseluruhan konstruk pemberdayaan psikologis, atau dengan kata lain apabila salah satu dimensi tidak ada, maka tingkat pemberdayaan psikologis yang diperoleh juga tidak maksimal (Spreitzer, 1995). 2.1.2.3 Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Pemberdayaan psikologis diukur dengan psychological empowerment scale (PEC) yang dikembangkan oleh Thomas dan Velthouse (1990) dan telah diadopsi oleh Spreitzer (1996). Alat ukur ini disusun berdasarkan empat dimensi pemberdayaan psikologis yaitu meaning, competence, self determination dan impact. 2.1.3 Organizational Citizenship Behavior 2.1.3.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Robbins (2008:40) organizational citizenship behavior (OCB), didefinisikan sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut. Pendapat lain dikemukakan oleh Organ (2006) yang mendefinisikan organizational citizenship behavior sebagai perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan
14
bentuk kontrak atau rekompensasi. Contohnya meliputi bantuan pada teman kerja untuk meringankan beban kerja mereka, tidak banyak beristirahat, melaksanakan tugas yang tidak diminta, dan membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah. Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa organizational citizenship behavior adalah kontribusi ekstra sumber daya manusia melebihi deskripsi pekerjaa formalnya, yang dilakukan secara sukarela. Kinerja yang baik menuntut perilaku sesuai yang diharapkan oleh organisasi. Perilaku yang menjadi tuntutan organisasi saat ini adalah tidak hanya perilaku inrole, tetapi juga perilaku extra-role. Perilaku extra-role ini disebut juga dengan organizational citizenship behavior (OCB). Ferry (2007) menyatakan bahwa organizational citizenship behavior dapat diharapkan munculketika pekerja mendapatkan pengalaman-pengalaman yang juga positif yang berbeda dalam organisasi, dan kemudian pekerja termotivasi untuk memberikan pengalaman-pengalaman yang juga positif kepada organisasi sebagai semacam ungkapan terima kasih. Robbins (2008:40) mengatakan bahwa organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas biasa mereka yang akan memberikan kinerja yang melebihi harapan.
2.1.3.2 Dimensi Organization Citizenship Behavior Beberapa penelitian menemukan bukti bahwa OCB berhubungan dengan perilaku etikal, dan juga menyangkut esensi dari performa kerja individual. Dua dimensi OCB yang penting menurut Williams dan Anderson (1991; dalam Muhammad, 2014) dikenal sebagai OCB-Individual (OCBI, altruism, mendahulukan kepentingan orang lain) yang segera memberikan manfaat khusus individual dan secara tidak langsung melalui kontribusi terhadap organisasi (misalnya membantu rekan yang tidak masuk bekerja, memberikan perhatian secara pribadi kepada pekerja lain) dan OCB-Organizational (OCBO, compliance, kerelaan) yang
15
memberikan manfaat terhadap organisasi secara umum (misalnya memberikan nasihat kepada karyawan yang mangkir bekerja). Menurut Organ (2006:286-287), OCB dibangun dari lima dimensi, yaitu: 1. Altruism, perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. 2. Civic virtue, menyangkut dukungan pekerja atas fungsi-fungsi administratif dalam organisasi. 3. Conscientiousness, menggambarkan pekerja yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab lebih dari apa yang diharapkan organisasi. 4. Courtesy, perilaku meringankan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. 5. Sportsmanship, menggambarkan pekerja yang lebih menekankan untuk memandang aspek-aspek positif dibanding aspek-aspek negative dari organisasi, sportsmanship menggambarkan sportivitas seorang pekerja terhadap organisasi.
Sementara itu, ada empat faktor yang mendorong munculnya OCB dalam diri karyawan. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional dan perilaku pemimpin (Podsakoff, 2000). Karakteristik individu ini meliputi persepsi keadilan, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan persepsi dukungan pimpinan, karakteristik tugas meliputi kejelasan atau ambiguitas peran, sementara karakteristik organisasional meliputi struktur organisasi, dan model kepemimpinan.
2.1.4 Prestasi Kerja 2.1.4.1 Pengertian Prestasi Kerja Kemampuan meningkatkan prestasi kerja dan produktivitas kerja tergantung pada keahlian pimpinan instansi/organisasi dalam memanfaatkan sumber daya termasuk didalamnya manusia. Dalam upaya mendorong pengembangan serta
16
kemajuan instansi/organisasi, pimpinan instansi/organisasi atau pihak manajemen instansi/organisasi perlu mengambil langkah sebagai usaha peningkatan efisiensi tersebut dilakukan melalui prestasi kerja secara berkala. Menurut Hasibuan (2008) menyatakan bahwa, “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Sedangkan menurut Mangkunegara (2008) menyatakan bahwa, “Prestasi kerja dari kata job performance atau actual performance adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Dari pendapat Mangkunegara (2008), tentang definisi prestasi kerja, maka penulis menarik kesimpulan menyangkut beberapa indikator dari prestasi kerja itu sendiri, yaitu: 1. Kualitas kerja 2. Kuantitas kerja 3. Tanggung jawab 4. Inisiatif 5. Kerjasama 6. Ketaatan 2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Menurut Mangkunegara (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah: a. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dan kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata : (IQ 110 - 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada perkerjaan yang sesuai dengan keahlian.
17
b. Faktor Motivasi Motivasi berbentuk dari sikap (atitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). 2.2
Kerangka Teori Penelitian Berdasarkan dukungan landasan teoritik yang diperoleh dari eksplorasi teori
yang dijadikan rujukan konsepsional variabel penelitian, maka dapat disusun kerangka teori penelitian sebagai berikut: Persepsi Dukungan Organisasi (X1) •
Keadilan
•
Dukungan atasan
•
Penghargaan organisasi
Pemberdayaan Psikologis (X2) •
Meaning
•
Competence
•
Self
Prestasi Kerja (Z) Organizational
•
Kualitas kerja
Citizenship Behavior (Y) •
Kuantitas
•
Altruism
•
Civic virtue
•
Conscientiousness
•
Courtesy
•
Inisiatif
•
Sportsmanship
•
Kerjasama
•
Ketaatan
kerja •
Tanggung jawab
determination •
Impact Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3
Hipotesis •
Untuk T1 Ho: Tidak ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) dan pemberdayaan psikologis (X2) terhadap organizational citizenship behavior (Y) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo.
18
Ha: Ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) dan pemberdayaan psikologis (X2) terhadap organizational citizenship behavior (Y) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. •
Untuk T2 Ho: Tidak ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) terhadap organizational citizenship behavior (Y) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. Ha:
Ada
pengaruh
persepsi
dukungan
organisasi
(X1)
terhadap
organizational citizenship behavior (Y) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. •
Untuk T3 Ho:
Tidak
ada
pengaruh
pemberdayaan
psikologis
(X2)
terhadap
organizational citizenship behavior (Y) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. Ha: Ada pengaruh pemberdayaan psikologis (X2) terhadap organizational citizenship behavior (Y) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. •
Untuk T4 Ho: Tidak ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) terhadap prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. Ha: Ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) terhadap prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo.
•
Untuk T5 Ho: Tidak ada pengaruh pemberdayaan psikologis (X2) terhadap prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. Ha: Ada pengaruh pemberdayaan psikologis (X2) terhadap prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo.
•
Untuk T6 Ho: Tidak ada pengaruh organizational citizenship behavior (Y) terhadap prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. Ha: Ada pengaruh organizational citizenship behavior (Y) terhadap prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo.
19
•
Untuk T7 Ho: Tidak ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) dan pemberdayaan psikologis (X2) terhadap organizational citizenship behavior (Y) serta dampaknya pada prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo. Ha: Ada pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) dan pemberdayaan psikologis (X2) terhadap organizational citizenship behavior (Y) serta dampaknya pada prestasi kerja (Z) pada perawat di RS AL Dr. Mintohardjo.
20