BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persediaan 2.1.1. Tujuan Pengendalian Persediaan Memperoleh tingkat persediaan optimal dengan menjaga keseimbangan antara biaya karena persediaan yang terlalu banyak dengan biaya karena persediaan yang terlalu sedikit.
2.1.2. Jenis-Jenis Permintaan •
Deterministic dan Stochastic Deterministic berarti permintaan yang akan datang untuk suatu barang diketahui
secara pasti. Sedangkan Stochastic berarti permintaan yang akan datang untuk suatu barang masih bersifat tidak pasti/acak. •
Independent dan Dependent demand Independent demand adalah permintaan suatu barang yang tidak terpengaruh oleh
permintaan barang yang lain/tidak dipengaruhi oleh kondisi pasar. Sedangkan Dependent demand adalah permintaan yang disebabkan oleh permintaan barang yang lain.
7 2.1.3. Jenis-Jenis Biaya Persediaan •
Biaya Pembelian atau Purchasing Cost Biaya pembelian terdiri dari dua jenis biaya. Pertama, kalau harga pembelian adalah
tetap maka ongkos per satuan adalah tetap tanpa melihat jumlah yang dibeli. Kedua kalau ada diskon maka harga per satuan berubah-ubah tergantung pada jumlah pembelian. •
Biaya Pengadaan atau Ordering Cost Kategori biaya ini mencakup beberapa jenis biaya yang sudah umum diketahui.
Ordering cost terdiri dari biaya pemeriksaan awal, biaya pemesanan, biaya penerimaan dan pemeriksaan akhir, biaya kuitansi-kuitansi dan dokumen lainnya untuk menjamin lancarnya arus barang, biaya telpon dan lain-lain. Pada umumnya, ordering cost berkurang atau bertambah sesuai dengan jumlah pesanan. Hal ini berarti bahwa dalam banyak hal berlaku “akan lebih murah jika barang dipesan lebih banyak”, karena pesanan tidak terlalu sering. Akan tetapi hal ini akan menimbulkan kasus baru yaitu bertambahnya biaya penyimpanan. •
Biaya Penyimpanan atau Holding Cost atau Carrying Cost Holding cost terdiri dari semua biaya yang berhubungan dengan biaya penyimpanan
barang dalam gudang. Biaya ini meliputi bunga modal yang tertanam dalam persediaan, sewa gedung, asuransi, pajak, biaya bongkar-muat, harga penyusutan, harga kerusakan, dan penurunan harga. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam gudang. •
Biaya Kekurangan Stok atau Stock Out atau Shortage Cost Biaya ini timbul akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan. Kalau pelanggan
mau menunggu, maka biaya ini timbul dari pengadaan yang terburu-buru. Tetapi kalau
8 langganan tidak rela menunggu, maka biaya ini terjadi akibat kehilangan laba dan lebihlebih lagi kehilangan kepercayaan. Biaya jenis ini umumnya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena akibatnya tidak segera terasa walaupun secara lambat laun merusak.
2.1.4. Model Economic Order Quantity (EOQ) Model persediaan yang paling sederhana adalah barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam, kebutuhan/permintaan per periode diketahui dan barang yang dipesan segera dapat tersedia. Model persediaan yang sederhana memakai parameter berikut ini. k = ordering cost per pesanan, A = jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode (misalkan 1 tahun), c = procurement cost per unit barang yang dipesan, h = holding cost per satuan nilai persediaan, T = waktu antara satu pemesanan dengan lainnya. Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah setiap kali pemesanan (Q) sehingga total annual cost dapat diminimumkan. Total annual cost = ordering cost + holding cost + procurement cost Secara grafis model persediaan yang sederhana tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
INVENTORY LEVEL
9
Slope = -A
Q
T=
Q A
Order point
TIME
Gambar 2.1 Model persediaan sederhana Sumber : Dasar-Dasar Operations Research (2000,p209)
Gambar 2.1 dapat membantu penyusunan model matematisnya. Sejumlah Q unit barang dipesan secara periodik. Order point merupakan saat siklus persediaan yang baru dimulai dan yang lama berakhir. Setiap siklus persediaan mempunyai periode waktu selama T, artinya setiap T hari (atau minggu, bulan dan lain-lain) pemesanan kembali dilakukan. Lamanya T sebanding dengan kebutuhan selama satu periode (A) yang dapat dipenuhi oleh Q. Jadi,
T=
Q A
Slope-A dapat dipakai sebagai penunjuk jumlah persediaan dari waktu ke waktu dengan melihat garis-garis lurus yang memiliki slope tersebut. Sekali lagi karena barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia. Setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam bentuk segitiga dengan tinggi Q dan alas T.
10
Ordering cost tergantung pada frekuensi pemesanan dalam satu periode (tahun). Frekuensi pemesanan tergantung pula pada dua hal yaitu jumlah barang yang dibutuhkan selama satu periode (tahun) A dan jumlah setiap kali pemesanan Q Sehingga: frekuensi pemesanan =
A . Q
Dengan mengalikan A/Q dengan biaya setiap order yakni k, akan diperoleh
⎛ A⎞ Annual ordering cost = ⎜⎜ ⎟⎟k . ⎝Q⎠ Komponen biaya kedua adalah holding cost yang ditentukan oleh jumlah barang yang disimpan dan lamanya barang disimpan. Setiap hari jumlah barang yang disimpan akan berkurang, yang berarti lamanya penyimpanan berbeda antara satu unit barang dengan unit barang yang lain. Karenanya perlu diperhatikan tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari Q unit ke nol unit dengan tingkat pengurangan yang konstan (slope-A) maka persediaan rata-rata untuk setiap siklus adalah: Persediaan rata-rata = Q / 2 .
Holding cost dihitung berdasarkan satuan nilai persediaan dan procurement cost (c), sehingga: Annual holding cost (per unit barang) = hc, Jadi : ⎛Q⎞ Annual holding cost = hc⎜ ⎟ . ⎝2⎠ Holding cost dapat pula dicari dengan bantuan Gambar 2.1 sebagai berikut. Luas segitiga = ½ alas x tinggi = ½ T x Q = ½ TQ.
11 Bila T =
Q , maka: A
1⎛Q⎞ 1 ⎛ Q2 luas segitiga = ⎜ ⎟Q = ⎜⎜ 2⎝ A⎠ 2⎝ A
⎞ 1 ⎟⎟ = TQ . ⎠ 2
Bila holding cost per unit barang = hc, Maka ⎛ Q2 ⎞ ⎟⎟ . Holding cost (per siklus) = hc⎜⎜ ⎝ 2A ⎠
Apabila
A adalah jumlah siklus persediaan dalam satu periode (tahun) maka Q
⎛ Q2 ⎞ A ⎟⎟ x Annual holding cost = hc⎜⎜ ⎝ 2A ⎠ Q ⎛Q⎞ = hc⎜ ⎟. ⎝2⎠
Setelah komponen biaya kedua (holding cost) diketahui, procurement cost dapat dihitung pula. Dalam satu periode (tahun) dibutuhkan A unit barang, sehingga:
Annual procurement cost = Ac. Dengan menggabungkan ketiga komponen biaya persediaan yang telah dihitung di atas, maka:
⎛ A⎞ ⎛Q⎞ Total annual cost = ⎜⎜ ⎟⎟k + hc⎜ ⎟ + Ac . ⎝2⎠ ⎝Q⎠ Tujuan model ini adalah untuk memilih nilai Q yang mengandung semua biaya di atas serendah-rendahnya. Tetapi, yang perlu diperhatikan hanyalah biaya-biaya yang relevan saja. Biaya yang ketiga, Ac, dapat diabaikan karena biaya tersebut tidak
12 tergantung pada frekuensi pemesanan. Karena itu tujuan daripada model persediaan ini adalah:
⎛ A⎞ ⎛Q⎞ Minimumkan TC =⎜⎜ ⎟⎟h + hc⎜ ⎟, ⎝2⎠ ⎝Q⎠ di mana TC adalah total biaya yang relevan. Persamaan TC di atas merupakan sebuah ekspresi secara matematis yang disebut sebagai fungsi tujuan. Besarnya TC tergantung pada besarnya order quantity atau Q yang dipilih. Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan bagaimana TC dinyatakan secara grafis dengan sumbu tegak mewakili annual cost dan Q pada sumbu datar.
ANNUAL COST
TC
MINIMUM
⎛Q⎞ Holding cost hc ⎜ ⎟ ⎝2⎠ ⎛ A⎞ Ordering cost ⎜⎜ ⎟⎟k ⎝Q⎠
T= 0
Q A Q*
Q
Gambar 2.2 Komponen-komponen biaya persediaan Sumber: Dasar-Dasar Operations Research (2000,p213)
Total annual cost mengandung dua komponen, yakni annual ordering cost dan annual holding cost. Kedua komponen ini juga digambarkan pada Gambar 2.2. Karena TC adalah hasil penjumlahan kedua komponen tersebut, tinggi kurva TC pada setiap titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi kedua komponen tersebut secara vertikal.
13
Annual ordering cost mempunyai bentuk geometris seperti hiperbola. Apabila dilihat kembali bahasan terdahulu, jelas bahwa setiap pemesanan akan mengakibatkan beban biaya sebesar k, tanpa memandang jumlah barang yang dipesan (Q). Jadi, makin kecil Q berarti makin sering pemesanan dilakukan, dan makin besar pula biaya pemesanan yang dikeluarkan. Sebaliknya, bila Q makin besar berarti makin jarang pemesanan dilakukan dan makin kecil pula annual ordering cost yang menjadi beban. Akibatnya apabila digambarkan secara grafis maka makin besar Q (bergeser ke kanan), makin menurunlah kurva ordering cost.
Annual holding cost digambarkan sebagai sebuah garis lurus. Hal ini disebabkan karena komponen ini secara langsung tergantung pada tingkat persediaan rata-rata. Tampak bahwa garis ini dimulai dan titik Q=0, di mana tingkat persediaan adalah nol. Makin besar jumlah barang yang dipesan maka makin besarnya tingkat persediaan ratarata. Akibatnya holding cost akan meningkat secara proporsional, dan digambarkan dengan garis dengan slope yang sama. Solusi optimal daripada fungsi tujuan ditemukan pada saat total annual relevant
cost minimum. Pada saat tersebut, jumlah pemesanan yang optimal akan dinyatakan dengan Q*. Secara grafis, solusi optimal ditemukan pada saat slope dari kurva TC adalah nol. Secara matematis, Q* (jumlah pemesanan yang optimal) dapat dihitung sebagai berikut. Persamaan TC diturunkan, kemudian disamakan dengan nol.
14 ⎛ A⎞ ⎛Q⎞ TC = ⎜⎜ ⎟⎟k + hc⎜ ⎟ ⎝2⎠ ⎝Q⎠ dTC A hc =− 2 k+ =0 dQ 2 Q kemudian A hc k= 2 2 Q Q 2 hc = 2 Ak 2 Ak hc 2 Ak . Q* = hc Q2 =
Q* kadang-kadang disebut sebagai Economic Order Quantity (EOQ). Persamaan ini disebut Wilson Formula, yang berasal dari nama orang yang mula-mula mengemukakannya. Apabila Q* telah ditemukan, waktu pemesanan kembali dapat dihitung pula dengan:
T* =
Q* . A
Kebijaksanaan persediaan telah terpecahkan dengan diketahui berapa dan bilamana pemesanan harus dilakukan agar biaya yang ditanggung menjadi minimal. Besarnya annual relevant cost dapat dihitung dengan mengganti Q pada persamaan TC dengan
nilai Q*. Apabila dilihat kembali Gambar 2.2, jelas terlihat bahwa Q* dicapai pada saat holding cost sama dengan ordering cost. Hal ini dapat pula dibuktikan secara matematis
sebagai berikut.
15 ⎛Q⎞ ⎛ A⎞ hc⎜ ⎟ = ⎜⎜ ⎟⎟k ⎝ 2 ⎠ ⎝Q⎠ Q 2 = k A hc Q Q2 k = 2 A hc 2 Ak Q2 = hc 2 Ak Q* = . hc
2.1.5. Reorder Point
Adalah saat bilamana pemesanan kembali harus dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat pada saat dibutuhkan. Reorder point ditentukan dengan mempertimbangkan dua variabel yaitu lead time (L) dan tingkat kebutuhan per hari (U). Secara kasar reorder point merupakan hasil kali L dan U ditambah dengan sejumlah tertentu sebagai safety stock.
2.1.6. Safety Stock
Adalah persediaan pengaman yang besarnya tergantung pada kebijaksanaan manajemen masing-masing perusahaan.
16 2.1.7. Model Pembelian dalam Jumlah Banyak 2.1.7.1. Quantity Discounts
•
All Units Quantity Discounts
Ketika Quantity Discounts ditawarkan, fungsi objektif adalah mencari total cost minimum pada kurva total cost. Tetapi kurva total cost tidak kontinyu, sehingga turunan pertamanya bukan merupakan biaya minimum sebagaimana yang berlaku pada kasus non-discounts. Quantity Discounts menciptakan diskontinuitas pada kurva total cost. Gambar 2.3 menunjukkan suatu situasi dengan two price breaks.
COST
TC (Q) PFQ 2
CR Q U1
PR
U2 ORDER QUANTITY (Q)
Gambar 2.3 Biaya persediaan: all-units quantity discounts Sumber : Principles of Inventory and Materials Management (1994,p107)
Nilai biaya minimum dapat merupakan suatu nilai diskontinuitas atau yang turunannya sama dengan nol sebagaimana ditentukan melalui EOQ. Dengan all units quantity discounts, pembeli diperlihatkan dengan suatu daftar harga yang terdiri dari sejumlah j, di mana harga satu unit adalah sama untuk seluruh unit
17 dalam suatu pemesanan dan harga semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah pesanan. Purchase cost suatu unit barang diperlihatkan sebagai berikut. ⎧ P0 untuk U 0 ≤ Q < U 1 , ⎪ P untuk U ≤ Q < U , ⎪ 1 1 2 Pi = ⎨ ⎪Μ ⎪ Pj untuk U j ≤ Q < U j +1 , ⎩ di mana U1 < U2 <…< Uj adalah urutan jumlah barang (dalam bilangan bulat) tempat price breaks terjadi. U0 adalah jumlah minimum yang dibeli (biasanya nilainya satu), dan Uj+1 adalah jumlah maksimum yang dibeli (biasanya tak terbatas). Pi merupakan purchase cost unit barang yang ditetapkan berdasarkan jumlah pemesanan barang dalam interval Ui hingga Ui+1 di mana P0 > P1 > … > Pj . Gambar 2.4 menunjukkan tiga kemungkinan kondisi yang mungkin ada pada
single price break. Bagian kurva total cost yang tebal relevan, sedangkan bagian yang bergaris putus-putus tidak relevan. Kurva yang tebal menunjukkan fungsi biaya, sedangkan kurva yang bergaris putus-putus mewakili luasnya fungsi biaya ke dalam wilayah yang nonapplicable. Permasalahannya adalah menemukan nilai terendah pada kurva yang dibentuk oleh bagian yang tebal. Karena diskontinuitas dari kurva, jumlah dengan
biaya
terkecil
tidak
dapat
selalu
ditemukan
melalui
diferensiasi.
18
Case 2
Case 3
TOTAL COST
Case 1
U1
U1
U1
QUANTITY Gambar 2.4 All-units quantity discounts Sumber : Principles of Inventory and Materials Management(1994,p108)
Dengan all units quantity discounts, ada kurva total cost yang terpisah untuk setiap harga unit barang. Masing-masing kurva hanya diterapkan pada satu bagian dari interval jumlah dengan harga yang valid. Hasilnya adalah sebuah kurva total cost dengan langkah-langkah diskontinu pada kuantitas price break. Walaupun kurva untuk masingmasing harga barang mempunyai nilai yang minimum tetapi belum tentu valid. Suatu EOQ valid apabila berada dalam interval jumlah barang yang berdasarkan pada purchase cost unit barang tersebut. Ketika holding costs diperlakukan sebagai nilai pecahan dari suatu purchase cost unit barang, setiap kurva akan memiliki EOQ yang berbeda. Purchase cost yang lebih rendah menghasilkan holding costs yang lebih rendah dan EOQ yang lebih besar. Karena setiap bagian dari kurva total cost diminimalisasi baik pada EOQ mau pun jumlah pada suatu price break, jumlah barang yang diambil agar total cost optimum adalah EOQ yang feasible dan pada setiap price break.
19 •
Incremental Quantity Discounts
Pada situasi ini, pembeli dihadapkan pada sebuah daftar harga yang diurut berdasarkan interval jumlah barang yang akan dibeli, sehingga purchase cost suatu unit barang akan diberikan sesuai dengan cost pada interval yang sudah ditentukan tersebut. Purchase cost satu unit barang akan menjadi lebih murah apabila jumlah pembelian barang semakin banyak. Daftar harga yang diberikan adalah sebagai berikut. ⎧ P0 ∀ U 0 ≤ Q ≤ U 1 − 1, ⎪ P ∀ U ≤ Q ≤ U − 1, ⎪ 1 1 2 Pi = ⎨ Μ ⎪ ⎪ Pj ∀ U j ≤ Q ≤ U j +1, ⎩ Di mana U1 < U2 <…< Uj adalah urutan jumlah barang (dalam bilangan bulat) pada saat price break terjadi dan P0 > P1 > …> Pj. Berdasarkan daftar harga di atas, purchase cost untuk suatu unit Q tidak konstan melainkan berdasarkan pada interval di mana U i ≤ Q < U i +1 . Purchase cost pada sejumlah Q adalah sebagai berikut. M i = Di + Pi Q , dengan i
Di = ∑ (U e − 1)( Pe −1 − Pe ). e =1
Karena semua unit barang tidak dibeli pada purchase cost yang sama, Di adalah purchase cost tambahan dikarenakan tidak membeli tiap-tiap Q unit pada Pi. Purchase cost tambahan ini adalah sebuah konstanta untuk memesan sejumlah Q lain dalam interval Ui hingga Ui+1. Dengan demikian Di adalah ordering cost tambahan karena setiap pemesanan yang dilakukan terkena biaya. Purchase cost per unit adalah
20 M i Di = + Pi . Q Q
Dengan demikian total cost per tahun untuk sejumlah Q barang adalah TC(Q) = purchase cost + order cost + holding cost D ⎤ D ⎤ ⎡ CR FQ ⎡ = ⎢ Pi + i ⎥ R + + Pi + i ⎥ ⎢ Q⎦ Q Q⎦ 2 ⎣ ⎣ (C + Di ) R Pi FQ FDi = Pi R + + + . Q 2 2 Kurva total cost untuk setiap purchase cost adalah cembung. Jumlah barang yang mempunyai biaya minimum diperoleh melalui turunan pertama dari total cost tahunan sama dengan nol yang menghasilkan: (C + Di ) R Pi F dTC (Q) =− + = 0, dQ 2 Q2
Qi* =
=
2 R(C + Di) PiF i ⎡ ⎤ 2 R ⎢C + ∑ (U e − 1)( Pe −1 − Pe )⎥ e =1 ⎣ ⎦ Pi F
di mana i = 1, 2,…, j. Dengan demikian formula di atas merupakan bentuk EOQ yang dimodifikasi dengan biaya tambahan yang ditambahkan pada order cost. Karena kurva total cost pada incremental discounts bersifat kontinyu, maka total cost minimum akan selalu terdapat pada sebuah EOQ yang valid. Meskipun sebuah EOQ valid tetapi EOQ tersebut belum tentu optimal, valid EOQ yang lebih besar belum tentu lebih layak dibanding dengan valid EOQ yang lebih kecil lainnya. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5, setiap EOQ yang valid mungkin merupakan ukuran yang optimum sehingga setiap EOQ yang valid harus diperiksa. Ukuran yang optimum
21 ditentukan melalui perhitungan total cost per tahun pada setiap EOQ yang valid. Suatu EOQ dikatakan valid apabila U i ≤ Qi * < U i +1 (Nilai EOQ harus berkisar di antara interval jumlah pada setiap price break).
TC (Q0 ) TC (Q1 ) TC (Q2 ) TOTAL COST
TC (Q3 )
U1
U2
U3
QUANTITY
Gambar 2.5 Incremental quantity discounts Sumber : Principles of Inventory and Materials Management(1994,p112)
2.1.7.2. Special Sale Prices
Seorang supplier mungkin akan memberikan potongan harga (discount) sewaktuwaktu pada suatu barang, khususnya saat kegiatan pengisian gudang (regular replenishment cycle) dilakukan. Alasan memberikan potongan harga tersebut dapat disebabkan karena adanya kompetisi/perang harga di pasar, mau pun hanya sekedar mengurangi jumlah barang di gudang. Reaksi yang logis dari pembeli sewaktu tawaran ini diberikan pada saat regular replenishment adalah memesan lebih banyak barang agar memperoleh keuntungan. Jika special order tersebut disetujui, maka manajer harus menentukan berapa jumlah optimum yang harus dipesan.
22 Asumsikan ketika pemesanan dilakukan, supplier akan memberikan pengurangan harga pada barang. Harga reguler sebuah barang adalah P, tetapi harga pembelian sekarang menjadi P - d, di mana d adalah pengurangan harga barang. Karena special sale hanya sementara waktu, harga barang akan kembali menjadi P. Jumlah pesanan sebelum dan sesudah pengurangan harga adalah: Q* =
2CR . PF
Untuk memperoleh hasil optimal special order, perlu dimaksimalkan perbedaan biaya selama periode waktu Qˆ / R dengan mau pun tanpa special order. Situasi
persediaan secara grafik dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6. Biaya total (total cost) selama periode Qˆ / R , ketika tawaran special order diambil pada harga P-d, adalah sebagai berikut. total cost = purchase cost + holding cost + order cost, Qˆ FQˆ +C TC s = ( P − d )Qˆ + ( P − d ) 2 R ( P − d ) FQˆ 2 = ( P − d )Qˆ + + C. 2R
23 Qˆ Special Order
QUANTITY
No Special Order
Q∗
Qˆ / R TIME
Gambar 2.6 Special sale price Sumber: Principles of Inventory and Materials Management(1994,p114)
Jika special order tidak diambil selama Qˆ / R , total cost ketika pesanan pertama dilakukan saat harga P-d dan seluruh pesanan kemudian yang dilakukan saat harga P adalah sebagai berikut. Q* FQ * Q * (Qˆ − Q*) CQˆ + + TC n = ( P − d )Q * + P(Qˆ − Q*) + (P − d ) PF 2R 2 R Q* 2 dF (Q*) 2 PFQ * Qˆ CQˆ = PQˆ − dQ * − + + 2R 2R Q*
d = pengurangan harga barang, P = biaya pembelian (purchase cost) barang sebelum diskon, C = biaya pemesanan (order cost) per pesanan, F = pecahan biaya penyimpanan (holding cost) per tahun, R = permintaan (demand) tahunan dalam unit, Q* = jumlah pesanan ekonomik (EOQ) dalam unit,
24 Qˆ = ukuran special order dalam unit. Untuk mendapatkan special order yang optimal, perbedaan total cost harus dimaksimalkan, sehingga turunan pertama sama dengan nol. g = TC n − TC s = penghematan biaya special order ⎛ 2C ⎞ ˆ ( P − d ) FQˆ 2 dF (Q*) 2 ⎟Q − = ⎜⎜ d + − dQ * − − C, 2R 2R Q * ⎟⎠ ⎝ 2C ( P − d ) FQˆ dg =d+ − = 0, Q* R dQˆ Qˆ * =
dR PQ * + = ukuran optimum special order (P − d )F P − d
Ketika potongan harga barang adalah nol (d=0), maka formula untuk ukuran special order yang optimum kembali ke formula EOQ dan penghematan biaya bernilai nol (g=0). Dengan menggantikan Qˆ dengan Qˆ * pada formula penghematan biaya g, maka 2
C ( P − d ) ⎛⎜ Qˆ * ⎞⎟ penghematan biaya optimum yang diperoleh adalah: g* = ⎜ Q * − 1⎟ . P ⎝ ⎠ Karena g* selalu positif, maka special order tetap boleh dilakukan ketika suatu diskon barang ditawarkan selama waktu regular replenishment. Formula pengoptimalisasi pada special order di atas mengasumsikan bahwa pemberian potongan harga terjadi saat regular replenishment (ketika stock position mencapai reorder point). Dalam beberapa kasus, potongan harga ditawarkan sebelum regular replenishment. Dengan demikian manajer harus memutuskan apakah special order tetap dilakukan atau tidak. Jika special order dilakukan sebelum waktu regular replenishment dan stock position masih tersedia q unit, formula optimasi adalah sebagai berikut.
25 Qˆ * =
dR PQ * + − q, (P − d )F P − d
2 ⎤ ⎡⎛ ⎞ ⎟ ⎥ ⎢⎜ Qˆ * ⎟ ⎜ ⎢ − 1⎥. g* = C ⎟ ⎥ ⎢⎜ P ⎥ ⎢⎜ Q *⎟ ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣⎝ P − d
Dalam situasi ini, menerima tawaran special order tidak selalu menguntungkan. Penghematan biaya hanya bernilai positif ketika ukuran special order melebihi P /( P − d ) kali EOQ. Keputusan untuk melakukan special order untuk Qˆ * jika
Qˆ * > P /( P − d ) Q*. Jika Qˆ * ≤
P /( P − d ) Q*, abaikan special order dan lakukan
pemesanan pada Q* pada waktu regular replenishment. Sebagai tambahan, formula untuk Qˆ * diperoleh dari lead time sama dengan nol. Jika lead time tidak sama dengan nol, stock position q pada saat special order dilakukan harus dikurangi dengan permintaan lead time (reorder point). 2.1.7.3. Known Price Increases
Supplier biasanya memberitahukan bahwa kenaikan harga suatu barang akan terjadi pada beberapa waktu yang akan datang. Respon yang logis dari pembeli adalah memesan barang lebih banyak agar memperoleh keuntungan dari harga sekarang yang masih murah. Jika pemesanan dilakukan sebelum harga naik, tanggungjawab manajer adalah menentukan berapa banyak jumlah pesanan yang harus dilakukan. Asumsikan bahwa harga sebuah barang akan naik sejumlah k pada suatu waktu t1. Pembelian barang sebelum t1 masih bernilai P, tetapi pembelian sesudah t1 akan bernilai P + k. Dengan demikian, jumlah pembelian sebelum kenaikan harga diberitahukan adalah:
26
Q* =
2CR = EOQ sebelum harga naik. PF
Karena seluruh pembelian berikutnya akan dihitung pada harga baru (P+k), maka jumlah pesanan optimal akan menjadi: Qa* =
2CR (P + k )F
=Q*
P = EOQ setelah harga naik. P+k
Jika dianggap bahwa replenishment lead time adalah nol, keadaan known price dilukiskan oleh Gambar 2.7. Kenaikan harga terjadi sebelum stock position mencapai batas tanda penghabisan, dan bukan saat regular replenishment. Seperti yang ditunjukkan dengan garis yang bercetak tebal, suatu special order Qˆ dilakukan pada waktu t1, ketika stock position berjumlah q unit. Pembelian berikutnya akan terjadi pada waktu t3 setelah waktu lalu (Qˆ + q ) / R (setelah special order dan stock position telah habis). Jika tidak ada special order yang dilakukan, pembelian selanjutnya akan terjadi pada waktu t2, setelah waktu lalu q/R (setelah stock position dikosongkan). Untuk memperoleh ukuran special order yang optimal, diperlukan maksimalisasi perbedaan biaya dari t1 hingga t3 atau selama (Qˆ + q ) / R dengan mau pun tanpa special order. Total cost selama periode (Qˆ + q ) / R ketika suatu special order dibeli pada harga P per unit barang, adalah sebagai berikut. total cost = purchase cost + holding cost + order cost q Qˆ Qˆ q q TC s = PQˆ + Qˆ PF + PF + PF + C R 2 R 2 R 2 2 ˆ ˆ PFqQ PFQ PFq = PQˆ + + + +C. 2R 2R R
27 Jika tidak ada special order yang dilakukan selama (Qˆ + q ) / R , maka total cost ketika
QUANTITY
seluruh pesanan dibeli pada harga P+k adalah sebagai berikut.
Qˆ
Q∗ Qa*
q
t1
t2
t3
TIME
Gambar 2.7 Known price increase Sumber : Principles of Inventory and Materials Management(1994,p118)
Qa* Qˆ q q CQˆ ˆ ( P + k ) F + PF + * TC n = ( P + k )Q + R 2 R Qa 2 ˆ ( P + k ) FQa*Qˆ PFq 2 CQ = ( P + k )Qˆ + + + * 2R 2R Qa ( P + k ) FQa*Qˆ PFq 2 = ( P + k )Qˆ + + , R 2R
k = known price increases, P = biaya pembelian (purchase cost) barang sebelum kenaikan harga, C = biaya pemesanan (order cost) per pesanan, F = nilai pecahan holding cost tahunan, R = permintaan (demand) tahunan dalam unit, q = stock position dalam unit ketika special order dilakukan,
28 Q* = EOQ sebelum kenaikan harga, Qa* = EOQ setelah kenaikan harga, Qˆ = ukuran special order dalam unit, Qˆ / Qa* = jumlah pesanan dengan ukuran Qa* selama t2 hingga t3.
Untuk mendapatkan ukuran special order yang optimal (Qˆ *) , perbedaan dalam total cost harus dimaksimalkan, sehingga turunan pertama harus sama dengan nol. g = TC n − TC s = penghematan biaya special order ⎛ ( P + k ) FQa* PFq ⎞ ˆ PFQˆ 2 ⎜ ⎟Q − − C, = ⎜k + − ⎟ R R R 2 ⎝ ⎠ * ( P + k ) FQa PFq PFQˆ dg =k+ − − = 0, R R R dQˆ kR ( P + k )Qa* ˆ Q* = + − q. PF P Dengan menggantikan Qˆ dengan Qˆ * dalam bentuk penghematan biaya untuk g, penghematan biaya optimum dapat diperoleh:
⎡⎛ Qˆ * ⎞ 2 ⎤ ⎡ P ⎛ Qˆ * ⎞ 2 ⎤ ⎟ − 1⎥. ⎟ ⎜ − 1⎥ = C ⎢⎜⎜ g* = C ⎢ * ⎥ ⎢⎝ Q * ⎟⎠ ⎥ ⎢ P + k ⎜⎝ Qa ⎟⎠ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ Suatu special order Qˆ * menyebabkan penghematan biaya jika dan hanya jika g* > 0, dan hal ini hanya terjadi jika Qˆ * / Q * lebih besar dari satu. Dengan demikian, suatu special order haruslah dilakukan hanya jika ukuran special order lebih besar dari Q* (EOQ pada harga barang P). Ukuran special order tersebut diperoleh dari suatu replenishment dengan lead time sama dengan nol. Jika lead time tidak sama dengan nol, maka stock position q pada
29 waktu special order dilakukan haruslah dikurangi dengan permintaan lead time (reorder point). Bentuk optimasi untuk special order seperti di atas, diasumsikan bahwa kenaikan harga terjadi ketika stock position bernilai positif dan tidak ada kesempatan untuk menunggu regular replenishment. Jika special order dilakukan pada saat regular replenishment (ketika stock position mencapai reorder point), bentuk optimasinya adalah: kR ( P + k )Qa* Qˆ * = , + PF P 2 ⎡ Qˆ * ⎤ g* = C ⎢ − 1⎥ . ⎣Q * ⎦ Karena g* selalu positif, maka suatu special order layak dilakukan ketika suatu kenaikan harga dijumpai selama regular replenishment.
2.1.8. Kendala-Kendala Pembelian dalam Jumlah Banyak
•
Working Capital Restrictions
Jika working capital restrictions membatasi besarnya investasi terhadap persediaan sebesar J dolar, maka penentuan tingkat persediaan yang terbaik dapat ditentukan dengan metode Lagrange-multipliers. Permasalahannya dapat dinyatakan sebagai berikut. Minimumkan G = order cost + holding cost n ⎛ R C Q PF ⎞ = ∑ ⎜⎜ i + i i ⎟⎟ 2 ⎠ i =1 ⎝ Qi n PQ dengan kendala g = ∑ i i = J . 2 i =1
Dari permasalahan minimalisasi dengan satu batasan masalah, persamaan Lagrangian dapat dirumuskan sebagai berikut:
30 n
h = C∑ i =1
n Ri PQ ⎛ n PQ ⎞ + F ∑ i i + λ⎜ ∑ i i − J ⎟ . 2 Qi i =1 ⎝ i =1 2 ⎠
Untuk meminimalisasi fungsi objektif G dengan kendala g memerlukan minimalisasi h untuk mendapatkan Qi dan λ. Hal ini dapat dicapai dengan menghitung turunan parsial yang nilainya disamadengankan nol. CR FP λP ∂h = − 2i + i + i = 0, ∂Qi 2 2 Qi n PQ ∂h = ∑ i i − J = 0. ∂λ i =1 2
Persamaan yang di atas menghasilkan Qi dan λ dengan rumusan sebagai berikut. 2CRi , ( F + λ ) Pi
Qi* =
2
⎛ n ⎞ C ⎜ ∑ Pi Ri ⎟ λ = ⎝ i =1 2 ⎠ − F . 2J
•
Storage Restrictions
Jika storage space restrictions membatasi jumlah maksimum persediaan sebesar W kaki kubik, maka penentuan tingkat persediaan yang terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan metode Lagrange multipliers. Permasalahannya dapat dinyatakan sebagai berikut. Minimumkan G = order cost + holding cost n ⎛ R C Q PF ⎞ = ∑ ⎜⎜ i + i i ⎟⎟ 2 ⎠ i =1 ⎝ Qi n
dengan kendala g = ∑ wi Qi ≤ W , i =1
W = total volume penyimpanan untuk seluruh barang dalam persediaan, wi = ruang penyimpanan yang diperlukan untuk masing-masing unit dari barang i.
31 Dari permasalahan minimalisasi dengan satu kendala masalah, persamaan Lagrangian dapat dirumuskan sebagai berikut. n Ri Pi Qi ⎛ n ⎞ + F∑ + λ ⎜ ∑ wi Qi − W ⎟. h = C∑ 2 i =1 Qi i =1 ⎝ i =1 ⎠ n
Untuk meminimumkan fungsi objektif G ditempuh cara sebagai berikut. CR FP ∂h = − 2i + i + λwi = 0, ∂Qi 2 Qi ⎛
n
⎞
λ ( g − W ) = λ ⎜ ∑ wi Qi − W ⎟ = 0, ⎝ i =1
⎠
di mana λ = 0 jika g − W < 0, λ > 0 jika g − W = 0. Dari persamaan di atas, persamaan untuk Qi* dapat diperoleh. Qi* =
2CRi . FPi + 2λwi
Dengan menguji nilai λ yang berbeda, dimungkinkan penentuan jumlah pesanan yang optimum yang memenuhi persyaratan kendala g. •
Working Capital and Storage Restrictions
Masalah akibat keterbatasan working capital mau pun storage space juga dapat merupakan kendala suatu sistem persediaan. Jika investasi persediaan dibatasi sebesar J dolar dan storage space maksimum untuk persediaan adalah W kaki kubik, tingkat persediaan yang terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan Lagrange multipliers dengan KuhnTucker. Permasalahannya dapat dinyatakan sebagai berikut.
32 Minimumkan G = order cost + holding cost n ⎛ R C Q PF ⎞ = ∑ ⎜⎜ i + i i ⎟⎟ 2 ⎠ i =1 ⎝ Qi n PQ dengan kendala g 1 = ∑ i i ≤ J , 2 i =1 n
dengan kendala g 2 = ∑ wi Qi ≤ W . i =1
Dari masalah minimalisasi dengan dua kendala tersebut maka persamaan Lagrangian dapat dikembangkan menjadi: n
h = C∑ i =1
n Ri PQ ⎛ n PQ ⎞ ⎛ n ⎞ + F ∑ i i + λ1 ⎜ ∑ i i − J ⎟ + λ 2 ⎜ ∑ wi Qi − W ⎟. Qi 2 i =1 ⎝ i −1 2 ⎠ ⎝ i =1 ⎠
Untuk meminimumkan fungsi objektif G dengan dua kendala ditempuh cara sebagai berikut. CR FP λ P ∂h = − 2i + i + 1 i + λ 2 wi = 0, ∂Qi 2 2 Qi
⎛
n
λ1 ( g1 − J ) = λ1 ⎜ ∑ ⎝ i =1 ⎛
Pi Qi ⎞ − J ⎟ = 0, 2 ⎠
n
⎞
λ 2 ( g 2 − W ) = λ 2 ⎜ ∑ wi Qi − W ⎟ = 0, ⎝ i =1
⎠
di mana
λ1 = 0 jika g1 − J < 0, λ1 > 0 jika g 1 − J = 0, λ 2 = 0 jika g 2 − W < 0, λ 2 > 0 jika g 2 − W = 0. Persamaan untuk Qi* dapat diperoleh: Qi* =
2CRi . FPi + λ1 Pi + 2λ 2 wi
Substitusikan persamaan Qi* ke dalam kedua persamaan di atas, sehingga diperoleh:
33
λ1 ⎛⎜
n
∑ 2 ⎜ i =1 ⎝
2 ⎞ 2CRi Pi − J ⎟ = 0, ⎟ FPi + λ1 Pi + 2λ 2 wi ⎠
2 ⎛ n ⎞ 2CRi wi ⎜ − W ⎟ = 0. λ2 ∑ ⎜ i =1 FPi + λ1 Pi + 2λ 2 wi ⎟ ⎝ ⎠
Dengan menguji kombinasi yang berbeda dari nilai λ1 dan λ2, memungkinkan untuk menentukan jumlah pesanan optimum Qi* yang memenuhi persyaratan dari batasan g1 dan g2. Proses dimulai dengan λ1 dan λ2 diberi nilai awal nol, kemudian salah satu λ tetap bernilai konstan sedangkan λ yang lain ditambahkan nilainya sedikit demi sedikit, dan begitu juga sebaliknya.
2.2. Alat Bantu Perancangan 2.2.1. State Transition Diagram (STD)
STD digunakan untuk menggambarkan jalannya suatu program. Notasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
State bentuk seperti kotak persegi panjang yang berfungsi menunjukkan kegiatan atau keadaan atau atribut yang menjelaskan bagian tertentu dari program.
Kondisi Aksi
Anak panah berarah menunjukkan perubahan state yang disebabkan oleh aksi terhadap kondisi tertentu. Kondisi merupakan suatu event yang dapat dideteksi oleh sistem, misalnya sinyal, interupsi atau data. Hal ini akan menyebabkan perubahan dari
34 satu state ke state lain atau satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Aksi merupakan hal yang dilakukan oleh sistem jika terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi dapat menghasilkan output, tampilan pesan pada layar, kalkulasi atau kegiatan lainnya. 2.2.2. Database
Adalah kumpulan dari data-data yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain, yang dirancang untuk menyimpan informasi bagi kepentingan suatu organisasi.