BAB 2
LANDASAN TEORI
2.2. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan salah satu metode statistik multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antara sejumlah variabel – variabel yang saling independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau lebih kumpulan peubah yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan. Analisis faktor juga digunakan untuk mengetahui faktor – faktor dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Di dalam analisis varian, regresi berganda dan diskriminan, satu variabel disebut sebagai variabel tak bebas (dependent variable) atau kriterion dan variabel lainnya sebagai variabel bebas atau prediktor. Di dalam analisis faktor disebut teknik interdependensi (interdependence technique) di mana seluruh set hubungan yang independen diteliti (Supranto, 2010). Di dalam analisis faktor, variabel tidak dikelompokkan menjadi variabel bebas dan tidak bebas, sebaliknnya penggantinya seluruh set hubungan interdependen antar-variabel diteliti. Analisis faktor dapat pula dipandang sebagai perluasan dari analisis komponen utama. Keduanya merupakan teknik analisis yang menjelaskan struktur hubungan diantara banyak variabel dalam sistem konkret. Tujuan dari analisis faktor adalah untuk menggambarkan hubungan – hubungan kovarian antara beberapa variabel yang mendasari tetapi tidak teramati, kuantitas random yang disebut faktor (Johnson and Wichern, 2007).
Menurut Kachigan (1986), aplikasi penggunaan analisis faktor bertujuan untuk : a. Identifikasi Faktor yang Mendasari
Universitas Sumatera Utara
9
Salah satu penggunaan yang paling penting dari analisis faktor adalah untuk mengidentifikasi faktor yang mendasari dari sekumpulan besar variabel. Dengan mengelompokkan sejumlah besar variabel ke dalam jumlah yang lebih kecil dari kumpulan yang homogen dan membuat variabel baru yang disebut faktor yang mewakili sekumpulan variabel tersebut dalam bentuk yang lebih sederhana, maka akan lebih mudah untuk diinterpretasikan. b. Penyaringan Variabel (Screening of variables) Penggunaan penting dari analisis faktor selanjutnya adalah penyaringan variabel untuk disertakan dalam penelitian statistik selanjutnya, seperti analisis regresi atau analisis diskriminan. c. Meringkas Data (Summary of Data) Penerapan analisis faktor selanjutnya adalah untuk mengekstrak sedikit atau banyak faktor sesuai yang diinginkan dari satu set variabel. d. Memilih Variabel (Sampling of Variables) Penggunaan teknik analisis faktor selanjutnya adalah untuk memilih sekelompok kecil perwakilan variabel yang representatif, walaupun sebagian besar variabel berkorelasi, hal ini bertujuan untuk memecah berbagai masalah praktis. e. Pengelompokkan Objek (Clustering of Objects) Selain mengidentifikasi kesamaan antara variabel, analisis faktor dapat digunakan untuk mengelompokkan objek. Dalam prosedur ini, sering disebut analisis faktor sebagai inverse, sebuah sampel individu diukur pada sejumlah variabel acak, dan dikelompokkan ke dalam kelompok yang homogen berdasarkan antar-korelasinya.
2.2.1. Model Analisis Faktor Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linear berganda, yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang mendasari (underlying factors). Jumlah (amount) varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut communality. Kovariasi antara variabel yang diuraikan, dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan
Universitas Sumatera Utara
10
faktor yang unik untuk setiap variabel. Faktor – faktor ini tidak secara jelas terlihat (not overly observed). Kalau variabel – variabel dibakukan (standardized), model analisis faktor bisa ditulis sebagai berikut : 𝑋𝑋𝑖𝑖 = 𝐵𝐵𝑖𝑖1 𝐹𝐹1 + 𝐵𝐵𝑖𝑖2 𝐹𝐹2 + 𝐵𝐵𝑖𝑖3 𝐹𝐹3 + ⋯ + 𝐵𝐵𝑖𝑖𝑖𝑖 𝐹𝐹𝑗𝑗 + ⋯ + 𝐵𝐵𝑖𝑖𝑖𝑖 𝐹𝐹𝑚𝑚 + 𝑉𝑉𝑖𝑖 𝜇𝜇𝑖𝑖 , i = 1, 2, 3, ..., p ; j = 1, 2, 3,..., p ; m = 1, 2, 3,..., p
Di mana : 𝑋𝑋𝑖𝑖
= Variabel ke-i yang dibakukan (rata – ratanya nol, standar deviasinya
𝐵𝐵𝑖𝑖𝑖𝑖
= Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada
𝐹𝐹𝑗𝑗
= common factor ke-j.
satu).
common factor ke-j.
𝑉𝑉𝑖𝑖
= Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor
𝜇𝜇𝑖𝑖
= Faktor unik variabel ke-i.
m
yang unik ke-i (unique factor).
= Banyaknya common factor.
Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel – variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan. 𝐹𝐹𝑖𝑖 = 𝑊𝑊𝑖𝑖1 𝑋𝑋1 + 𝑊𝑊𝑖𝑖2 𝑋𝑋2 + 𝑊𝑊𝑖𝑖3 𝑋𝑋3 + ⋯ + 𝑊𝑊𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑋𝑋𝑘𝑘 ,
i = 1, 2, 3, ..., p dan k = 1, 2, 3,..., p Di mana : 𝐹𝐹𝑖𝑖
= Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan
𝑊𝑊𝑖𝑖
= Timbangan/bobot atau koefisien nilai faktor ke-i
k
koefisiennya Wi
= banyaknya variabel
Dimungkinkan untuk memilih timbangan (weight) atau koefisien nilai faktor (factor score coefficient) sehingga faktor yang pertama menjelaskan sebagian besar porsi seluruh varian atau menyerap sebagian besar varian seluruh variabel. Kemudian set timbangan kedua dapat dipilih, sehingga faktor yang kedua menyerap sebagian besar sisa varian, setelah diambil faktor pertama, dengan
Universitas Sumatera Utara
11
syarat bahwa faktor yang kedua tidak berkorelasi (orthogonal) dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat dipergunakan untuk memilih faktor selanjutnya, sebagai
faktor
tambahan,
yaitu
faktor
ketiga.
Jadi,
faktor
bisa
diperkirakan/diestimasi sehingga nilai faktor yang satu tidak berkorelasi dengan faktor lainnya. Faktor yang diperoleh merupakan variabel baru yang tidak berkorelasi antara satu faktor dengan faktor lainnya, artinya tidak terjadi multi collinearity. Banyaknya faktor lebih sedikit dari banyaknya variabel asli yang dianalisis faktor, sebab analisis faktor memang mereduksi jumlah variabel yang banyak menjadi variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit.
2.2.2. Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah : a. Bartlett’s of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam populasi. Dengan kata lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan (r = 1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya (r = 0). b. Correlation matrix adalah matrik segitiga bagian bawah menunjukkan korelasi sederhana r, antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu 1 diabaikan. Tabel 2.1. Matrik Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 3 X1 1 r21 r31
X1 X2 X3
X2 r12 1 r32
X3 r13 r23 1
Tabel 2.2. Matriks Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 4 X1 X2 X3 X4
X1 1 r21 r31 r41
X2 r12 1 r32 r42
X3 r13 r23 1 r43
X4 r14 r24 r34 1
Universitas Sumatera Utara
12
c. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. d. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen adalah : Ax = λx
(Silaban, 1984 : 279)
Dimana : A
= Matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya
x
= Vektor eigen dalam bentuk matriks
𝜆𝜆
= Nilai eigen dalam bentuk skalar
Untuk mencari nilai eigen (nilai λ) dari sebuah matriks A yang berukuran nxn maka kita lakukan langkah berikut: Ax = λx . Agar kedua ruas berbentuk
vektor, maka ruas kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga : Ax − λIx = 0
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆
x(A − λI) = 0 sehingga det (A − λI) = 0
e. Factor loadings adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor. f. Faktor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan faktor loadings sebagai koordinat. g. Factor matrix yang memuat semua faktor loading dari semua variabel pada semua factor extracted. h. Factor score merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors). i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure Of Sampling Adequacy (MSA), merupakan suatu indeks yang dipergunakan untuk meneliti ketepatan analisis faktor. Nilai yang tinggi antara 0,5 – 1,0 berarti analisis faktor tepat, kalau kurang dari 0,5 analisis faktor dikatakan tidak tepat. j. Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor.
Universitas Sumatera Utara
13
k. Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan dari matrix faktor. l. Scree Plot merupakan plot dari eigen value sebagai sumbu tegak (vertical) dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).
2.2.3. Pelaksanaan Analisis Faktor Langkah – langkah dalam pelaksanaan analisis faktor adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Data, 2. Pengambilan Data, 3. Bentuk Matriks Korelasi, 4. Menentukan Metode Analisis Faktor, 5. Penentuan Banyaknya Faktor, 6. Lakukan Rotasi, 7. Interpretasi Faktor, 8. Mengukur Ketepatan Model.
2.2.3.1. Identifikasi Data Tahap
awal
dari
pelaksanaan
analisis
faktor
adalah
dengan
mengidentifikasi data terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menentukan data apasajakah yang akan dianalisis menggunakan metode analisis faktor. Dengan adanya indentifikasi data ini akan memperjelas data manakah yang bisa digunakan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis faktor tersebut. Adapun data yang diamati dalam penelitian ini adalah data – data yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditinjau berdasarkan pendekatan perhitungan PDRB yang tersedia yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.
2.2.3.2. Pengambilan Data
Universitas Sumatera Utara
14
Setelah melakukan identifikasi data, dan menentukan data apa yang akan di analisis, maka tahap selanjutnya akan dilakukan pengambilan data. Dalam Penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data PDRB dari 33 Kabupaten dan Kota Madya yang ada di Sumatera Utara Tahun 2013 yang diterbitkan pada tahun 2014 yang meliputi (a) Sektor Pertanian, (b) Sektor Pertambangan, (c) Sektor Industri Pengolahan, (d) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, (e) Sektor Bangunan, (f) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (g) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, (h) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan (i) Sektor Jasa – Jasa.
2.2.3.3. Bentuk Matriks Korelasi Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi agar variabel pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matriks ini. Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, variabel – variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Di dalam praktiknya memang demikian halnya. Apabila koefisien korelasi antar-variabel terlalu kecil, hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Selain variabel asli berkorelasi dengan sesama variabel lainnya, diharapkan juga berkorelasi dengan faktor sebagai variabel baru yang disaring dari variabel – variabel asli. Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Untuk menghitung nilai korelasi antar-variabel secara manual digunakan rumus sebagai berikut : r=
N ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)
�[N ∑ X 2 − (∑ X)2 ][N ∑ Y 2 − (∑ Y)2 ]
(Kastawan dan Harmein, 2004 : 257)
Di mana : N
= Jumlah observasi
X
= Skor total tiap – tiap observasi
Y
= Skor total
Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor. Bartlett’s test of sphericity bisa dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Dengan perkataan lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identity, dimana pada diagonal pokok angkanya satu, diluar
Universitas Sumatera Utara
15
diagonal pokok angkanya nol. Uji statistik untuk sphericity didasarkan pada suatu transformasi khi kuadrat dari determinan matriks korelasi. Jika diuji secara manual, maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 𝜒𝜒 2 = − �(𝑁𝑁 − 1) − Di mana : N
(2𝑝𝑝 + 5) � 𝑙𝑙𝑙𝑙|R| 6
(Usman dan Sobari, 2013 : 37)
= Jumlah observasi
|𝑅𝑅| = Determinan matriks korelasi p
= Jumlah variabel
Hipotesis yang dibentuk dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : H0 : Matriks korelasi merupakan matriks identitas H1 : Matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas Adapun kriteria keputusannya adalah, tolak H0 jika : χ2 hitung > χ2 α, p(p − 1)/2
Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin)
mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan bahwa korelasi antar-pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor mungkin tidak tepat. Adapun formulasi pengujian secara matematis dituliskan dengan : KMO =
∑ni ∑nj≠i r 2 ij
∑ni ∑nj≠i r 2 ij + ∑ni ∑nj≠i a2 ij
(Usman dan Sobari, 2013 : 38)
i = 1, 2, 3,..., p dan j = 1, 2, 3,..., p Dimana, rij2 adalah koefisien korelasi sederhana dari variabel i dan j,
𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖2 adalah koefisien korelasi parsial dari variabel i dan j. 2.2.3.4. Menentukan Metode Analisis Faktor
Segera setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan teknik yang tepat untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Sebetulnya ada dua cara atau
Universitas Sumatera Utara
16
metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor, yaitu principal components analysis dan common factor analysis. Di dalam principal components analysis, jumlah varian dalam data dipertimbangkan. Diagonal matriks korelasi terdiri dari angka satu dan full variance dibawa kedalam matriks faktor. Principal components analysis direkomendasikan kalau hal yang pokok ialah menentukan bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan di dalam analisis multivariate lebih lanjut. Faktor – faktor tersebut dinamakan principal components. Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi hanya didasarkan pada common variance, communalities dimasukkan di dalam matriks korelasi. Metode
ini
dianggap
tepat
kalau
tujuan
utamanya
ialah
mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring.
2.2.3.5. Penentuan Banyaknya Faktor Sebetulnya bisa diperoleh faktor sebanyak variabel yang ada, lalu tidak ada gunanya melakukan analisis faktor. Maksud melakukan analisis faktor ialah mencari variabel baru yang disebut faktor yang saling tidak berkorelasi, bebas satu sama lainnya, lebih sedikit jumlahnya daripada variabel asli, akan tetapi bisa menyerap sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli atau yang bisa memberikan sumbangan terhadap varian seluruh variabel. Beberapa prosedur bisa disarankan, yaitu penentuan secara apriori, eigenvalues, scree plot, percentage of variance accounted for, split-half reliability, dan significance test.
a. Penentuan Apriori Kadang – kadang karena pengalaman sebelumnya, peneliti sudah tahu berapa banyaknya faktor sebenarnya, dengan menyebutkan suatu angka, misalnya 3 atau 4 faktor yang harus disarikan dari variabel atau data asli. Upaya untuk
Universitas Sumatera Utara
17
menyarikan (to extract) berhenti, setelah banyaknya faktor yang diharapkan sudah didapat, misalnya cukup 4 faktor saja. Kebanyakan program komputer memungkinkan peneliti untuk menentukan banyaknya faktor yang diinginkan. b. Penentuan Berdasarkan Eigenvalues Di dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalues lebih besar dari 1 (satu) yang dipertahankan, kalau lebih kecil dari satu, faktornya tidak diikutsertakan
dalam
model.
Suatu
eigenvalues
menunjukkan
besarnya
sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel asli. Hanya faktor dengan varian lebih besar dari satu, yang dimasukkan dalam model. Faktor dengan varian lebih kecil dari satu tidak lebih baik dari asli, sebab variabel asli telah dibakukan (standardized) yang berarti rata – ratanya nol dan variannya satu. Apabila banyaknya variabel asli kurang dari 20, pendekatan ini akan menghasilkan sejumlah faktor yang konservatif. c. Penentuan Berdasarkan Scree Plot Scree plot merupakan sutu plot dari eigenvalue sebagai fungsi banyaknya faktor, dalam upaya untuk ekstraksi. Bentuk scree plot dipergunakan untuk menentukan banyanknya faktor. Scree plot seperti garis yang patah – patah. Bukti hasil eksperimen menunjukkan bahwa titik pada tempat di mana the scree mulai terjadi, menunjukkan banyaknya faktor yang benar. Tepatnya pada saat scree mulai merata. Kenyataan menunjukkan bahwa penentuan banyaknya faktor dengan scree plot akan mencapai satu atau lebih banyak daripada penentuan eigenvalues. d. Penentuan Didasarkan pada Persentase Varian Di dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Sebetulnya berapa besarnya kumulatif persentase varian sehingga dicapai suatu level yang memuaskan? Hal ini sangat tergantung pada masalahnya. Akan tetapi, sebagai pedoman/petunjuk yang disarankan adalah bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli. e. Penentuan Berdasarkan Split-Half Reliability
Universitas Sumatera Utara
18
Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing – masing bagian sampel tersebut. Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor – faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing – masing bagian sampel. f. Penentuan Berdasarkan Uji Signifikan Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalues yang terpisah dan pertahankan faktor – faktor yang memang berdasarkan uji statistik eigenvalue-nya signifikan pada α = 5% atau 1%. Penentuan banyaknya faktor dengan cara ini ada kelemahannya, khususnya dengan ukuran sampel yang besar, katakan diatas 200 responden, banyak faktor yang menunjukkan hasil yang signifikan, walaupun dari pandangan praktis, banyak faktor mempunyai sumbangan terhadap seluruh varian hanya kecil.
2.2.3.6. Rotasi Faktor Rotasi faktor bertujuan untuk menyederhanakan struktur faktor, sehingga mudah untuk diinterpretasikan. Ada dua metode rotasi yang berbeda yaitu orthogonaland obliquerotation. Rotasi disebut : orthogonal rotation kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode rotasi yang banyak dipergunakan ialah varimax procedure. Prosedur ini merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan banyaknya variabel dengan muatan tinggi (high loading) pada satu faktor,dengan demikian memudahkan pembuatan interpretasi mengenai faktor. Rotasi orthogonal menghasilkan faktor – faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain (uncorrelated each other). Sebaliknya rotasi dikatakan : oblique rotation kalau sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya ( bersudut 90 derajat) dan faktor – faktor tidak berkorelasi. Oblique rotation harus dipergunakan kalau faktor dalam populasi berkorelasi sangat kuat. 2.2.3.7. Interpretasi Faktor Interpretasi dipermudah dengan mengenali/mengidentifikasi variabel yang muatannya (loading) besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian
Universitas Sumatera Utara
19
bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai high loading padanya. Manfaat lainnya di dalam membantu untuk membuat interpretasi ialah melalui plot variabel, dengan menggunakan factor loading sebagai koordinat. Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai high loading hanya pada faktor tertentu. Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu mempunyai muatan rendah low loading). Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa dengan jelas didefenisikan dinyatakan dalam variabel aslinya, seharusnya diberi label sebagai faktor tidak terdefenisikan atau faktor umum (undefined or a general factor). Variabel – variabel yang berkorelasi kuat (nilai factor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor yang bersangkutan.
2.2.3.8. Mengukur Ketepatan Model Langkah terakhir dalam analisis faktor adalah mengukur ketepatan model (model fit). Asumsi dasar yang mendasari analisis faktor adalah bahwa korelasi terobservasi antara variabel dapat dicirikan/dikarakteristikkan (attributed) pada common factor. Oleh karena, korelasi antar-variabel dapat direproduksi dari korelasi yang diestimasi antara variabel dan faktor. Perbedaan antara korelasi yang terobservasi yang direproduksi dapat dikaji (examined) untuk menentukan model fit. Perbedaan ini disebut residuals. Kalau ada residual yang besar, model faktor tidak bisa memberikan a goot fit pada data dan model perlu dipertanyakan. Untuk menentukan sebuah model sesuai atau tidak, maka nilai absolut residuals harus kurang dari 50 persen sehingga model tersebut dapat diterima.
Universitas Sumatera Utara