BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Secara sederhana, manajemen adalah apa yang dilakukan oleh manajer, namun definisi yang sebenarnya dari manajemen adalah sebagai proses mengkoordinasi kegiatan – kegiatan pekerjaan sehingga bisa menjadi efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Proses menggambarkan fungsi – fungsi yang sedang berjalan atau kegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer. Fungsi – fungsi itu lazimnya disebut merancang (Planning),
mengorganisasi
(Organizing),
memimpin
(Leading),
dan
mengendalikan
(Controlling). Manajemen selalu memasukan efisisensi dan efektifitas dalam penyelesaian kegiatan – kegiatan yagn ada di dalam organisasi. Efisiensi mengacu pada perolehan output yang maksimal dengan penggunaan input seminimal mungkin. Sedangkan efektifitas sering digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar” yaitu, aktivitas – aktivitas yang membantu organisasi mencapai sasaran. (Robbins dan Coulter, 2004, P6)
2.2 Manajemen Operasi Manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa berlangsung di semua organisasi. Dalam perusahaan manufaktur, dapat terlihat dengan jelas aktivitas produksi yang menghasilkan barang. Dalam organisasi yang tidak menghasilkan produk secara fisik, fungsi produksi mungkin tidak terlihat dengan jelas. Fungsi produksi ini bisa “tersembunyi” dari
5
masyarakan dan bahkan dari pelanggan. Contohnya adalah proses yang terjadi di bank, rumah sakit, perusahaan penerbangan, atau akademi pendidikan. Manajemen operasi merupakan salah satu dari tiga fungsi utama sebuah organisasi, dan secara utuh berhubungan dengan semua fungsi bisnis lainnya. Semua organisasi memasarkan, membiayai, dan memproduksi, maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana aktivitas Manajemen Operasi bisa berjalan. Manajemen Operasi juga merupakan bagian yang paling banyak mengeluarkan biaya dlam sebuah organisasi. (Heizer dan Render, 2006, P4-5)
2.3 Definisi Kualitas Kualitas
bisa
menjadi
sebuah
konsep
yang
sulit
untuk
dimengerti
dan
membingungkan, sebagian disebabkan karena orang-orang melihat kualitas dengan dasardasar criteria yang berbeda. Sebuah penelitian yang menanyakan pada para manajer dari 86 perusahaan di Amerika Serikat bagian timur untuk mendefinisikan kualitas menghasilkan beberapa respon yang berbeda, diantaranya adalah: •
Kesempurnaan
•
Konsistensi
•
Mengeliminasi waste
•
Kecepatan dari pengiriman
•
Pemenuhan kebijakan dan prosedur
•
Menyediakan barang, produk yang dapat digunakan
•
Melakukan dengan benar saat pertama
•
Membahagiakan para konsumen
•
Pelayanan dan kepuasan pelanggan
6
Jadi, merupakan hal yang penting untuk mengerti tetang beberapa perspektif mengenai kualitas agar dapat memahami peran sesungguhnya yang dimainkan oleh kualitas di dalam banyak bagian dari sebuah organisasi bisnis. (Evans dan Lindsay, 2005, P12)
Judgmental Perspctive Perspektif seperti ini sering digunakan oleh para konsumen. Dalam perspektif ini, kualitas adalah kesempurnaan dan dapat dikenali secara universal, sebuah tanda dari standard-standard yang tidak perlu lagi diragukan dan pencapaian yang tinggi. Kualitas tidak dapat didedinisikan secara tepat, anda hanya tahu ketika anda melihatnya. Contoh-contoh yang umum, misalnya: orang akan menganggap ROLEX, BMW, atau Mercedes Benz memiliki kualitas yang baik walau produk apapun yang mereka buat. Perspektif ini biasanya digunakan oleh para pelanggan. (Evans dan Lindsay, 2005, P12)
Product-Based Perspective Definisi lain dari kualitas adalah definisi berdasarkan perspektif produk. Perpektif ini menganggap semakin tinggi tingkatan produk atau karakteristik-karakteristik produk, maka semakin tinggi kualitas produk tersebut. Hasilnya, kualitas sering disalahartikan dengan dihubungkan dengan harga dari suatu produk. Semakin tinggi harga suatu produk, semakin tinggi kualitas produk tersebut. Perspektif ini juga biasanya digunakan oleh para pelanggan. (Evans dan Lindsay, 2005, P13)
User-Based Perspective Definisi ke-3 dari kualitas adalah berdasarkan pada asumsi bahwa kualitas ditentukan oleh apa yang diinginkan oleh para pelanggan. Setiap orang memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda, karena itu standard mengenai kualitas pun menjadi berbedabeda. Definisi kualitas berdasarkan perspektif ini adalah seberapa baik suatu produk untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh konsumen. Perspektif ini biasanya dugunakan oleh orang-orang yang ada pada bagian pemasaran, dimana mereka harus bisa menerjemahkan keinginan dan kebutuhan para pelanggan. (Evans dan Lindsay, 2005, P13)
7
Value-Based Perspective Pendekatan ke-4 untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan pada nilai; yang merupakan hubungan antara kegunaan atau tingkat kepuasan terhadap harga suatu produk. Dari perspektif ini, suatu produk yang berkualitas adalah sebuah produk yang kegunaannya sama dengan produk competitor dan dijual pada harga yang lebih rendah, atau produk yang memiliki kegunaan dan tingkat kepuasan yang lebih baik pada harga yang dapat dibandingkan. Jadi, seseorang mungkin akan lebih baik membeli produk generic dari pada produk yang bermerek jika kinerja dari produk tersebut sama dengan produk yang memiliki merek, namun dengan harga yang lebih murah. Perspektif ini biasanya digunakan oleh orang-orang yang bertugas untuk merancang atau mendesign suatu produk. (Evans dan Lindsay, 2005, P13)
Manufacturing-Based Perspective Pandangan yang ke-5 dari kualitas adalah berdasarkan pada proses manufaktur atau pada pembuatan produk tersebut. Dari perspektif ini, kualitas didefinisikan sebagai hasil yang dapat dicapai dari pembuatan produk tersebut, atau kesesuaian dengan spesifikasi. Spesifikasi adalah target atau toleransi yang ditentukan oleh perancang produk atau jasa. Perspektif ini biasa digunakan pada bagian manufaktur atau pabrik, dimana mereka berusaha membuat produk dengan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. (Evans dan Lindsay, 2005, P14) Dengan meningkatkan kualitas proses produksi dapat meningkatkan keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan. Ada dua cara kualitas meningkatkan keuntungan yaitu dari keuntungan penjualan dan penurunan biaya seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini. (Heizer dan Render, 2006, P253)
8
Keuntungan penjualan Perbaikan respons Harga yang lebih tinggi Perbaikan reputasi
Peningkatan kualitas
Peningkatan keuntungan Penurunan biaya Peningkatan produktivitas Pengurangan biaya rework Pengurangan biaya garansi
Gambar 2.1 Cara kualitas meningkatkan keuntungan Sumber : (Heizer dan Render, 2006, P253)
2.4 Pentingnya kualitas Di dalam sebuah pemikiran yang luas, jaminan mutu atau kualitas sama dengan setiap kegiatan yang terencana dan sistematik yang dilakukan untuk menyediakan para konsumen produk-produk dengan kualitas yang baik sekaligus meyakinkan bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan para konsumen. Jaminan mutu atau kualitas biasanya diasosiasikan dengan beberapa bentuk dari kegiatan pengukuran dan inspeksi, yang merupakan aspek yang penting dalam operasi-operasi produksi sejak jaman dahulu. Seperti pyramid-piramid yang ada di Mesir, yang menunjukan bukti-bukti adanya pengukran dan inspeksi. Batu-batu yang digunakan untuk membuat pyramid dipotong dengan sangat tepat dan pas yang sampai hari ini masih tidak mungkin untuk bisa meletakan atau memasukan pisau diantara batu-batu tersebut. (Evans dan Lindsay, 2005, P4)
9
2.5 Pengaruh kualitas Kualitas sebuah proses produksi sangat penting seperti yang telah dijelaskan di atas. Sebagai salah satu factor yang penting, kualitas juga memiliki beberapa pengaruh lainnya. Ada tiga hal lain mengapa kualitas menjadi sangat penting, diantaranya adalah (Heizer dan Render, 2006, P254): 1. Reputasi perusahaan ; Suatu organisasi menyadari bahwa reputasi akan mengikuti kualitas apakah itu baik ataupun buruk. Kualitas akan muncul sebagai persepsi tentang suatu produk baru perusahaan, kebiasaan karyawan dan hubungan pemasok. Promosi diri tidak akan bisa menggantikan produk yagn berkualitas. 2. Keandalan produk ; Pengadilan terus – menerus berusaha menangkap organisasi yang memiliki desain, memproduksi, atau mengedarkan produk atau jasa yang penggunaannya mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan. Produk yang kualitasnya tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh hokum dapat menyebabkan pengeluaran yang besar pada aspek legal, penyelesaian atau kerugian yang besar, dan publisitas yang buruk. 3. Keterlibatan Global ; Di masa teknologi seperti sekarang, kualitas menjasdi suatu perhatian internasiona, sebagaimana halnya MO. Bagi perusahaan dan negara yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi global, maka produk mereka harus memebuhi harapan kualitas, desain, dan harga global. Produk yang rendah mutunya mengurangi keuntungan perusahaan dan neraca pembayaran negara.
2.6 Biaya Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas membutuhkan sejumlah ongkos tertentu. Oleh karena itu, memahami konsep biaya dalam pengendalian kualitas adalah penting untuk dapat menentukan tingkat kualitas yang mampu menghasilkan keuntungan yang maksimum, yang berarti pula menghasilkan produktivitas yagn optimum. Hal ini dimaksudkan untuk
10
menciptakan keselarasan antara peningkatan kualitas dan produktivitas, karena adanya trade off antara biaya dengan kualitas. (Nasution H, Arman, 2006, P302-303) Pada dasarnya biaya pengendalian kualitas terdiri atas dua komponen penting, yaitu biaya pengendalian, dan biaya kegagalan dalam pengendalian. Masing – masing komponen kemudian dibagi lagi menjadi sub komponen sebagai berikut (Nasution H, Arman, 2006, P303): 1. Biaya pencegahan (Prevention cost) ; Biaya yang terkait dengan pengurangan komponen atau jasa yang rusak. Biaya ini meliputi perencanaan kualitas, pengendalian proses, perancangan dan pengembangan peralatan informasi kualitas, pelatihan pengendalian kualitas dan pengembangan kerja, pengujian perancangan produk, serta ongkos – ongkos pencegahan lain. 2. Biaya Penilaian (Appraisal cost) ; Biaya yang dikaitkan dengan proses evaluasi produk, proses, komponen, dan jasa. Biaya penilaian ini meliputi pengujian dan pemeriksaan material yang dibeli, jasa – jasa laboratorium dan pengukuran lain, pemeriksaan, pengujian, penilaian, dll. 3. Biaya kegagalan internal (Internal Failure Cost) ; Biaya yang diakibatkan oleh proses produksi komponen atau jasa yang rusak sebelum diantarkan ke pelanggan. Biaya ini meliputi scraping, rework, dan ongkos – ongkos lainnya. 4. Biaya kegagalan eksternal (Eksternal Failure Cost) ; Biaya yang terjadi setelah pengiriman barang atau jasa yang cacat. Biaya ini meliputi pengaduan dalam masa jaminan, pengaduan setekah masa jaminan, pelayanan produk, dan ongkos pertanggungjawaban produk.
11
2.7 Variasi dalam Suatu Proses Pengendalian secara statistic memungkinkan diminimalkannya variasi yang terjadi dalam sebuah proses. Ada dua macam variasi yang dibedakan menurut faktor penyebab utamanya, antara lain sebagai berikut (Ma’arif dan Tanjung, 2003, P80-81): 1. Variasi Alami ; variasi ini mempengaruhi hampir setiap proses produksi dan pasti akan selalu ada. Sistem yang ditimbulkan variasi alami adalah tetap dan berada pada batas – batas kendali. Variasi ini biasanya kecil dan tidak dikelompokan pada penyebab khusus. Penyebab terjadinya variasi alami dapat berupa pengaruh suhu udara, tekanan atmosfer, ataupun kelonggarang penggunaan mesin yang biasa. 2. Variasi Khusus ; variasi ini disebabkan oleh gangguan pada proses yang dapat dilacak penyababnya. Faktor penyebab tersebut dapat berasal dari peralatan mesin, perbedaan kinerja permesinan, operator yang lelah atau kurang terlatih, maupun bahan baku yang tidak seragam.
2.8 Six Sigma 2.8.1 Pengertian Six Sigma
Six Sigma adalah sebuah pendekatan Quality System Model (QSM) dalam kepentingan industry baik manufaktur maupun jasa yang difokuskan pada (Hidayat, 2007, P90-91): 1. Pendekatan
pada
system
pengembangan
bisnis,
penghubung
berbagai
perangkat keras, desain fungsi operasional dan desain pelayanan, yang terkendali dari atas ke bawah dengan tujuan: a. Persepsi konsumen terhadap mutu dan keandalan b. Perencanaan dan implementasi produktivitas 2. Pendekatan pada struktur
12
a. Berdasarkan fakta yang ada, kepastian, pendekatan perhitungan statistika, dalam kepentingan pengambilan keputusan strategis b. Membangun keterampilan dan pengertian karyawan terhadap nilai tambah pada proyek pengembangan 3. Pendekatan pada bahasa fungsi perintah dan perangkat-perangkat kerja yang akan meningkatkan kualitas komunikasi dan proses belajar dalam kepentingan perencanaan, produk, dan fungsi-fungsi produksi. 4. Pendekatan pada aplikasi statistika, untuk kepentingan pelacakan, prediksi, pengambilan keputusan, dan memastikan konsistensi nilai kritis dan common
language cacat per unit, normalisasi cacat-cacat produk, level sigma, Cp, dan Cpk.
Six Sigma dapat diartikan sebagai suatu metodologi yang menyediakan alat-alat untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. (Gaspersz, 2007, P91)
Six Sigma didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi factor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat, mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. (Evans dan Lindsay, 2007, P03)
Six Sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu kita mengembangkan dan mengantarkan produk mendekati sempurna dengan ide sentral dapat mengatasi bagaimana menekan dan menempatkan diri dekat dengan zero defected. (Hendradi C, Tri, 2007, P2)
13
Dalam pemahaman statistik, Six Sigma secara umum dapat diartikan untuk setiap 1.000.000 * unit kesempatan, dengan memiliki tingkat kerusakan tidak lebih dari 3,4 unit. (Singgi S, 2007, P84) Apabila suatu produk diproses pada suatu tingkat kinerja pada level six sigma, maka perusahaan dapat mendapatkan suatu hasil berupa 3.4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99.99966% dari apa yang diharapkan oleh para pelanggan ada di dalam produk tersebut.
Six Sigma adalah suatu filosofi manajemen yang terkenal di seluruh dunia. Tujuan dari Six Sigma adalah membuat kinerja suatu organisasi lebih efektif dan efisien. (www.wikipedia.org) Saat ini, metode penjagaan kualitas yang sedang berkembang adalah six sigma (6sigma). Six sigma adalah sebuah metode perbaikan kualitas berbasisstatistik yang memerlukan disiplin tinggi dan dilakukan secara komprehensif yang mengeleminasi sumber masalah utama dengan pendekatan DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-
Control). Six sigma adalah sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang tidak memenuhi spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Metode ini lebih dikenal sebagai sebuah metode peningkatan kualitas dan strategi bisnis yang tidak menghasilkan cacat (defect) melebihi 3,4/1 juta kesempatan. (Latief dan Utami, 2009, P67)
Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pamahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan análisis statistik, dan perhaitan yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis. (Pande, Neuman,dan Cavanagh, 2003, Pxi)
14
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. (Hidayat, 2007, P28)
Six Sigma adalah usaha yang terus-menerus untuk mengurangi waste menurunkan variance dan mencegah defect. Six Sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha untuk menjawab permintaan customer terhadap kualitas yang terbaik dan proses bisnis yang tanpa cacat. Kepuasan pelanggan dan peningktannya menjadi prioritas tertinggi, dan Six Sigma berusaha menghilangkan ketidakpastian pencapaian tujuan bisnis. (Wikipedia, 2008)
Six Sigma paling tepat terdefinisi sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi factor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. (Evans dan Lindsay, 2007, P3)
Six Sigma adalah suatu system yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, member dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data, dan analisis statistic secara terus menerus memeperhatikan pengaturan, perbaikan, dan mengkaji ulang proses usaha. (Miranda dan Tunggal, 2006, P1) Kesimpulan : Six Sigma merupakan suatu metode yang digunakan untuk dapat mengurangi atau menghilangkan variasi yang ada di dalam suatu proses dengan suatu konsep perbaikan secara terus-menerus, sehingga pada akhirnya standar deviasi dari suatu proses akan semakin kecil dan akan terdapat enam (6) sigma diantara mean sebuah proses dengan salah satu batas spesifikasi suatu proses. Pada kondisi tersebut, variasi yang terjadi pada suatu proses sangat kecil hingga mendekato nol (0), yaitu 3,4 unit kegagalan setiap sejuta kali kesempatan.
15
2.8.2 Konsep dasar six sigma Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kinerja kualitas
six sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966% dari apa yang diharapkan pelanggan aka nada dalam produk (barang dan/atau jasa) itu. Dengan demikian, Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja proses industry tntang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industry) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industry. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 3-sigma. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan
yang
memungkinkan
perusahaan melakukan
peningkatan
luar
biasa
(dramatic) di tingkat bawah dan sebagai pengandali proses industry yang berfokus pada pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses. (Gaspersz, 2007, P37) Beberapa orang berpendapat bahwa Six Sigma hanya sekedar pengepakan ulang alat-alat dan teknik-teknik dari TQM. Sebuah pengamatan yang teliti dari konsep dan teknik-teknik Six Sigma dan sebuah perbandingan diantara Six Sigma , TQM, dan metode manajemen kualitas tradisional membuktikan bahwa pendekatan dengan menggunakan
Six Sigma tidak secara perlu menyatakan kekurangan atau ketidakadaan teori yang ada di dalamnya. Walaupun alat-alat dan teknik-teknik Six Sigma sama dengan beberapa metode manajemen kualitas, Six Sigma menyediakan sebuah struktur organisasi yang belum ada sebelumnya, yang mengurangi variasi yang ada di dalam proses-proses organisasional dengan menggunakan spesialis perbaikan, sebuah metode yang terstruktur, dan matriks kinerja. Ada tiga praktek yang penting dalam menggunakan prinsip-prinsip dan metode-metode Six Sigma , yang terdiri dari struktur peran di dalam
Six Sigma, prosedur perbaikan yang terstruktur, dan fokus pada matriks. Prosedur
16
perbaikan yang terstruktur dan fokus pada matriks adalah inti metodologi dari Six Sigma. (Zu dan Fredendall, 2009, P42) Inti dari filosofi Six Sigma bertumpu pada beberapa konsep penting: 1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelannggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan. 2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggung jawab mensukseskan
proyek-proyek
penting,
mendukung
kerja
kelompok,
membantu
mengatasi keengganan untuk berubah, dan menggalang sumber daya. 3. Menekan system pengukuran yang dapat dikuantifikasi, seperti cacat per satu juta kemungkinan (defect per million oppotunities-DPMO) yang bisa diterapkan di setiap bagian perusahaan : produksi, rekayasa, administrasi, piranti lunak, dan lain lain. 4. Memastikan bahwa system pengukuran yang tepat teridentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa system tersebut terfokus pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan system insentif dan akuntabilitas. 5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus. 6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualitas tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. 7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan. Konsep-konsep ini memberikan sebuah pendekatan yang logis dan disiplin untuk meningkatkan kinerja bisnis, melibatkan seluruh jajaran pekerja, dan mencapai sasaran dan tujuan para manajer. Dengan demikian, tidak seperti metode perbaikan lainnya seperti rekayasa ulang, Six Sigma dapat disesuaikan dengan struktur organisasi yang ada. (Evans dan Lindsay, 2007, P4)
17
2.8.3 Tujuan Six Sigma Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalan-kegagalan produksi atau proses, menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil atau karyawan, dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal. (Hidayat, 2007, P28)
2.8.4 Manfaat-manfaat Six Sigma Beberapa manfaat yang dapat diberikan oleh six sigma kepada perusahaan diantaranya adalah sebagai berikut (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P11-12): 1. Menghasilkan sukses berkelanjutan ; Six Sigma menciptakan keahlian dan budaya untuk terus-menerus bangkit kembali 2. Mengatur tujuan kinerja bagi setiap orang ; Six Sigma menggunakan kerangka kerja bisnis bersama untuk menciptakan sebuah tujuan yang konsisten. 3. Memperkuat nilai kepada pelanggan ; mempelajari nilai apa yang berarti bagi para pelanggan dan merencanakan bagaimana mengirimkannya kepada mereka secara profitabel. 4. Mempercepat tingkat perbaikan ; dengan meminjan alat-alat dan ide-ide dari banyak disiplin ilmu, six sigma tidak hanya membantu sebuah perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja, tapi juga meningkatkan perbaikan. 5. Mempromosikan pembelajaran dan cross-pollination ; six sigma merupakan sebuah pendekatan yang dapat meningkatkan dan mempercepat pengembangan dan penyebaran ide-ide baru di sebuah organisasi keseluruhan. 6. Melakukan perubahan strategik ; memahami dengan lebih baik proses dan prosedur perusahaan anda akan memberikan kepada anda kemampuan yang lebih
18
besar
untuk
melakukan
penyesuaian-penyesuaian
kecil
maupun
perubahan-
perubahan besar.
2.8.5 Pelanggan, defect, dan level sigma Kinerja six sigma dalam hal mengurangi sigma suatu proses – atau mempersempit range variasi sedemikian untuk mencapai semua output dalam spesifikasi pelanggan. Langkah pertama yang mendasar bagi six sigma adalah menentukan dengan jelas apa yang diinginkan oleh para pelanggan sebagai suatu kebutuhan eksplisit. Di dalam bahasa six sigma kebutuhan itu sering disebut “CTQ” singkatan dati “Critical to Quality”. Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah defect yang terjadi, dimana defect adalah semua kejadian dimana produk atau proses gagal memenuhi kebutuhan seorang pelanggan. Sekali defect sudah dihitung, hasil proses (presentase ítem tanpa defect), dan menggunakan sebuah tabel untuk menentukan level sigma yang juga biasa digambarkan melalui DPMO (Defects per Million Opportunities) atau kesalahan per sejuta peluang. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P30-31)
2.8.6 Prinsip kualitas dan Six Sigma Manajemen kualitas modern didasari oleh tiga prinsip dasar yaitu : 1. Fokus pada pelanggan. 2. Partisipasi dan kerja sama semua individu di dalam perusahaan. 3. Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran secara terusmenerus.
Prinsip-prinsip ini merupakan landasan filosofi Six Sigma, dan walaupun terdengar sederhana, amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dahulu, perusahaan jarang memahami tuntutan pelanggan eksternal, apalagi pelanggan internal. Para
19
manajer dan spesialis fungsi-fungsi tertentu mengontrol proses produksi, sementara para pekerja diberi tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, tanpa pernah dimintai masukan. Kerja tim dan partisipasi karyawan nyaris tidak ada. sejumlah cacat dan kesalahan produksi ditoleransi dan dikendalikan oleh inspeksi pasca produksi. Peningkatan kualitas biasanya merupakan hasil dari gebrakan teknologi dan bukannya berasal dari upaya perbaikan berkelanjutan. Dengan fokus yang sungguh-sungguh pada kualitas, maka sebuah organisasi akan secara aktif untuk berusaha terus-menerus memahami kebutuhan serta tuntutan pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas, maka sebuah organisasi akan secara aktif berusaha untuk terus-menerus memahami kebutuhan serta tuntutan pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas dan mengintegrasikan ke dalam proses-proses kerja dengan cara menimba ilmu serta pengalaman dari para karyawannya, dan terus memperbaiki semua sisi organisasi. Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini merupakan kunci dari Six Sigma. 1. Fokus pada pelanggan. Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi mengenai nilai dan kepuasan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi selama waktu pembelian, kepemilikan dan jasa pelayanan pelanggan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan ini, upaya sebuah perusahaan harus lebih dari sekedar mematuhi spesifikasi produk, mengurangi kecacatan dan kesalahan, atau melayani keluhan pelanggan. Upaya yang dilakukan juga harus termasuk mendesain produk baru yang membuat pelanggan puas serta respons yang cepat terhadap permintaan pasar dan pelanggan. 2. Partisipasi dan kerja sama semua individu di dalam perusahaan. Di dalam organisasi manapun, orang yang paling mengerti pekerjaan tertentu serta bagaimana meningkatkan produk maupun proses yang terlibat dalam pekerjaan tersebut adalah orang yang melakukannya. Ketika manajer member para karyawan perangkat untuk membuat keputusan yang baik serta kebebasan dan dorongan
20
untuk berkontribusi, tanpa diragukan lagi mereka pun akan menghasilkan produk dan proses produksi yang lebih baik. Para karyawan yang diijinkan untuk berpartisipasi baik secara individu maupun di dalam tim dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan pelanggan mereka akan memberikan kontribusi terhadap kinerja bisnis dan kualitas. Six Sigma bergantung pada partisipasi dan kerja sama karyawan pada setiap tingkatan dari garis depan hingga manajemen tingkat atas untuk memahami masalah-masalah bisnis, menemukan sumber permasalahan tersebut, menghasilkan solusi untuk perbaikan, dan mengimplementasikan. 3. Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran secara terusmenerus. Perbaikan proses merupakan aktivitas paling utama dalam Six Sigma. Perbaikan (improvement) yang baik dalam arti perubahan secara perlahan-lahan, dalam bentuk kecil dan bertahap, serta yang bersifat terobosan, maupun perbaikan yang besar dan cepat. Perbaikan ini bisa berupa bentuk-bentuk di bawah ini: •
Meningkatkan nilai untuk pelanggan melalui produk dan jasa yang baru dan lebih baik.
•
Mengurangi kesalahan, cacat, limbah, serta biaya-biaya lain yang terkait.
•
Meningkatkan produktivitas dan efektifitas penggunaan semua jenis sumber daya.
•
Memperbaiki respons dan masa siklus kinerja proses seperti menanggapi keluhan pelanggan atau peluncuran produk baru.
Jadi, waktu, respons, kualitas, dan tujuan produktivitas harus dipertimbangkan secara bersamaan. Fokus pada proses mendukung upaya perbaikan secara terusmenerus dengan cara memahami sinergi ini dan menggali sumber masalah yang sebenarnya.
Perbaikan
besar-besaran
21
terhadap
waktu
respons
memerlukan
penyerdehanaan proses kerja yang signifikan dan sering kali mendorong perbaikan simultan dalam kualitas dan produktivitas. (Evans dan Lindsay, 2007, P15-19).
2.8.7 Perspektif yang digunakan untuk menjelaskan Six Sigma
Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi pemborosan, menurunkan variansi dan mencegah cacat. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha untuk menjawab permintaan pelanggan terhadap kualitas yang terbaik dan proses bisnis yang tanpa cacat. Kepuasan pelanggan dan peningkatannya menjadi prioritas tertinggi, dan Six sigma berusaha menghilangkan ketidakpastian pencapaian tujuan bisnis. Untuk lebih mudahnya, Six sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik dan perspektif metodologi. (www.wikipedia.org) Perspektif Statistik Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi diluar rentang disebut cacat (defect). Proses Six Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan 3.4 DPMO (defect permillion opportunity). (www.wikipedia.org)
Perspektif Metodologi Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). DMAIC merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan. •
Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality).
22
•
Measure adalah fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan (Y).
•
Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X).
•
Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor penyebab cacat.
•
Control adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul. (www.wikipedia.org)
2.8.8 Sejarah Six Sigma Adalah Carl Frederick Gauss (1777-1885) yang pertama kali memperkenalkan konsep kurva normal dalam bidang statistik. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Walter Shewhart di tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 sigma dari nilai rata-rata (mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalam sebuah proses. Pada akhir tahun 1970, Dr. Mikel Harry, seorang insinyur senior pada Motorola's
Government Electronics Group (GEG) memulai percobaan untuk melakukan problem solving dengan menggunakan analisa statistik. Dengan menggunakan cara tsb, GEG mulai menunjukkan peningkatan yang dramatis: produk didisain dan diproduksi lebih cepat dgn biaya yg lebih murah. Metoda tsb kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah berjudul "The Strategic Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola". Dr. Mikel Harry kemudian dibantu oleh Richard Schroeder, seorang mantan executive Motorola, menyusun suatu konsep change management yang didasarkan pada data. Hasil dari kerja sama tersebut adalah sebuah alat pengukuran kualitas yg sederhana yg kemudian menjadi
filosofi
kemajuan
bisnis,
yg
(www.wikipedia.org)
23
dikenal
dengan
nama
Six
Sigma.
2.8.9 Perbedaan Six Sigma dan Total Quality Management (TQM) Thomas Pyzdek, seorang konsultan implementasi Six Sigma dan penyusun buku "The
Six Sigma Handbook", pada bulan Februari 2001, menjelaskan adanya perbedaan penting antara Six Sigma dan TQM yaitu, TQM hanya memberikan petunjuk secara umum (sesuai dengan istilah manajemen yg digunakan dalam TQM). Petunjuk untuk TQM begitu umumnya sehingga hanya seorang pemimpin bisnis yg berbakat yg mampu menterjemahkan TQM dalam operasional sehari-hari. Secara singkat, TQM hanya memberikan petunjuk filosofis tentang menjaga dan meningkatkan kualitas, tetapi sukar untuk membuktikan keberhasilan pencapaian peningkatan kualitas. Kemudian konsep Total Quality Control, di tahun 1950, menunjukkan bahwa kualitas produk bisa ditingkatkan dengan cara memperpanjang jangkauan standar kualitas ke arah hulu, yaitu di area engineering dan purchasing. Akan tetapi ada beberapa kelemahan yang muncul pada pelaksanaan Total Quality Control yaitu: 1. Terlalu fokus pada kualitas dan tidak memperhatikan isu bisnis yg kritikal lainnya 2. Implementasi Total Quality Control menciptakan pemahaman bahwa masalah kualitas adalah masalahnya departemen Quality Control, padahal masalah kualitas biasanya berasal dari ketidakmampuan departemen lain dalam perusahaan yg sama 3. Penekanan umumnya pada standar minimum kualitas produk, bukan pada bagaimana meningkatkan kinerja produk Six Sigma dalam pelaksanaannya menunjukkan hal-hal menjadi solusi permasalahan di atas: 1. Menggunakan isu biaya, cycle time dan isu bisnis lainnya sebagai bagian yg harus diperbaiki 2. Six sigma tidak menggunakan ISO 9000 dan Malcolm Baldrige Criteria tetapi fokus pada penggunaan alat untuk mencapai hasil yg terukur
24
3. Six sigma memadukan semua tujuan organisasi dalam satu kesatuan. Kualitas hanyalah salah satu tujuan, dan tidak berdiri sendiri atau lepas dari tujuan bisnis lainnya 4. Six sigma menciptakan change agent yg bukan bekerja di Quality Department.
Green Belt adalah para operator yg bekerja pada proyek Six Sigma sambil mengerjakan tugasnya. (www.wikipedia.org)
2.8.10 Faktor Penting dalam Implementasi Six Sigma 1. Dukungan dari Top level. Six sigma menawarkan pencapaian yg terukur yg tidak akan mampu ditolak oleh pemimpin perusahaan, yang dikerjakan oleh seorang super star yg sangat tahu apa yg harus dilakukan di bidangnya (Black Belt, Project
Champion, Executive Champion). 2. Tim yang hebat. Para Executive Champion, Deployment Champions, Project
Champions, Master Black Belts, Black Belts, dan Green Belts adalah orang-orang yg terlatih dengan baik untuk mengerjakan proyek Six Sigma. 3. Training yg berbeda dgn yg pernah ada. Anggota proyek Six Sigma adalah mereka yg pernah ditraining secara khusus dengan biaya antara $15,000-$25,000 per Black
Belt, yg akan dibayar melalui saving yg didapat dari setiap proyek Six Sigma 4. Alat ukur yg baru, dengan menggunakan DPMO (Defects Per Million Opportunities) yang berhubungan erat dgn Critical to Quality (CTC) yg diukur berdasarkan persepsi customer, yg bisa dibandingkan antar departemen atau divisi dalam satu perusahaan 5. Tradisi perusahaan yg baru, yaitu mempromosikan usaha untuk melakukan peningkatan kualitas secara terus menerus. (www.wikipedia.org)
25
2.8.11 Infrastruktur untuk kepemimpinan Six Sigma Strategi kunci ketiga dari Six Sigma merupakan strategi yang paling evolusioner. Strategi ini melibatkan suatu perubahan fokus, dari kekeliruan dan arah fungsi-fungsi kepada memahami dan memfasilitasi proses-proses, aliran kerja yang memberikan nilai kepada para pelanggan dan para pemegang saham. Dalam pendekatan manajemen proses yang dewasa, tema dan metode Six Sigma menjadi suatu bagian integral dari menjalankan bisnis. •
Proses-proses didokumentasikan dan dikelola “end-to-end” dan tanggung jawab diberikan dengan suatu cara tertentu untuk memastikan manajemen lintas fungsi dari proses-proses kritis.
•
Persyaratan pelanggan ditentukan dengan jelas dan diperbaharui secara regular.
•
Mengukur output, aktivitas proses dan input, secara teliti.
•
Para manajer dan kolega (termasuk “pemilih proses”) menggunakan ukuranukuran dan pengetahuan proses untuk menilai kinerja dalam “real time” dan mengambil tindakan untuk mengatasi masalah dan peluang-peluang.
Perbaikan proses dan perancangan-perancangan ulang proses – dibangun disekitar alat-alat perbaikan Six Sigma – digunakan secara konstan mencapai tingkat kinerja perusahaan, daya saing, dan profitabilitas. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P38)
2.8.12 Prinsip-prinsip Six Sigma Dalam memahami perbedaan interpretasi dan sudut pandang berbagai konsep manifestasi kualitas adalah dengan memperhatikan prinsip-prinsip aktivitas proses kerja, esensi metodologi yang digunakan, atau dengan menilai ekspresi dari pendekatan multifungsi yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan itu, perbedaan antara Six Sigma dengan model pendekatan statistika lainnya adalah Six Sigma merupakan sebuah konsep strategi pengembangan dan peningkatan proses/produk/jasa yang menggunakan
26
pendekatan pada berbagai prinsip-prinsip dan model-model statistika. Pendekatan prinsip-prinsip dan model-model statistika tersebut diterapkan dalam mendukung aktivitas pendefinisian subjek-objek, pemetaan matriks kerja atau proses, perhitungan level-level sigma, dan pengukuran tingkat kinerja proses maupun produk/jasa. Dalam aktivitas proses pengembangan dan peningkatan Six Sigma akan dipengaruhi oleh tiga elemen dasar, yaitu ; (1) pendekatan proyek-ke-proyek; (2) infrastruktur organisasional kerja; (3) peningkatan kompetensi dan kapabilitas dari personil atau sumber daya manusia yang terlihat di dalamnya. (Hidayat, 2007, P60-61)
2.8.13 Six Sigma dalam Model Statistika Dalam model statistika, Six Sigma dikembangkan dengan tiga tujuan, antara lain membangun/menyusun matriks-matriks kinerja secara “measure”.
Matriks-matriks
tersebut
difungsikan
umum, atau disebut dengan pada
produk/jasa,
proses
produksi/manufaktur dan proses bisnis dengan segenap kompleksitasnya. Model statistika diterapkan guna mendukung implementasi tida elemen Six Sigma, yaitu: •
Statistik sigma adalah, pendekatan dalam mengukur tingkat variabilitas dan standar penyimpangan/deviasi. (standar deviasi/penyimpangan disebut dengan sigma)
•
Perhitungan sigma, adalah perhitungan skala kinerja dalam bidang numerik.
•
Tolak ukur kinerja, adalah representasi dari “world-class permormance standard” yang diilustrasikan dalam level nilai atau level harga sigma. Level nilai atau level harga sigma tertinggi adalah 6 (enam), dan level sigma 6 (enam) tersebut adalah gambaran dari sebuah kinerja bisnis dengan tingkat keberhasilan aktivitas sebesar 99,9996%. Ini sama artinya dengan adanya aktivitas proses bisnis yang hanya mengalami defektif (kegagalan proses/produk/jasa) sebesar 3,4 satuan per juta kesempatan (produk/proses/jasa).
27
Model statistika Six Sigma diapresiasikan dari “world-class permormance standard” ke dalam tiga level, yaitu level teknis, level statistika, dan gabungan dari kedua tingkatan tersebut. Ketiga pendekatan level tersebut merupakan esensi dari aplikasi model statistika Six Sigma. (Hidayat, 2007, P62-62)
2.8.14 Apresiasi Level Six Sigma Model statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan peningkatan Six Sigma disebut dengan “Six Sigma Improvement Initiative”. Tujuan model statistik adalah untuk menggambarkan unit-unit ‘Sigma’ sehubungan dengan pengukuran suatu kinerja proses. Misalnya, jika proses bisnis berada di level 5 (lima) sigma, berarti tingkat kinerja proses bisnis tersebut sebesar 99,9767%. Hal itu berarti, dalam setiap satu juta aktivitas proses hanya akan terjadi 233 kali kegagalan proses, dan kinerja prosesnya berada di bawah satu tingkat dibandingkan dengan kinerja terbaik (sigma level enam). Lihat tabel di bawah ini. (Hidayat, 2007, P62-63) Tabel 2.1 Apresiasi Level Six Sigma
Six Sigma
Kegagalan per juta
harga/nilai
peluang/kesempata
sigma
n
Yield (%)
1
691.462
30,85
2
308.538
69,146
3
66.807
93,379
4
6.210
99,379
5
233
99,9767
6
3,4
99,99966
Sumber : Hidayat, 2007, P63
28
2.8.15 Keuntungan Six Sigma Keuntungan Six Sigma (Miaranda dan Amin, 2006, P16-17): 1. Dimulai dari pihak pelanggan. Six Sigma mengukur permintaan dalam arti yang sebenarnya dari apa yang dibutuhkan pelanggan. Hal ini menguntungkan kedua belah pihak dalam memikirkan apa saja yang benar-benar penting. 2. Menyediakan pengukuran yang sifatnya konsisten. Dengan berfokus pada cacat atau kemungkinan terjadinya cacat, pengukuran Six Sigma dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan proses-proses yang benar-benar ada di dalam organisasi atau antar organisasi. Contoh sederhana: •
Kesalahan mencetak dokumen
•
Pengiriman terlambat
•
Kuantitas tidak tepat
•
Kekurangan komponen
•
Sistem kacau
•
Ketidaksesuaian biaya
3. Menyatukan tujuan yang penuh ambisi. Dengan memusatkan perhatian seluruh organisasi pada tujuan kinerja 99,9997% dapat membuat perbaikan yang cukup signifikan.
2.8.16 Manajemen Proses Manajemen proses adalah bagian terpenting dari upaya pengembangan dan peningkatan proses. Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan meningkatkan derajat efisiensi dan efektifitas, manajemen proses juga merupakan salah satu perangkat kerja yang sangat potensial dalam upaya meningkatkan nilai-nilai kepuasan konsumen. Pada akhirnya hal tersebut juga akan dapat meningkatkan keuntungan, pertumbuhan bisnis,
29
dan kelangsungan daur hidup bisnis korporasi/perusahaan itu sendiri. Banyak organisasi kerja yang memotivasi untuk mengelola berbagai aktivitas fungsi organisasi kerjanya dengan menggunakan pendekatan manajemen proses yang terdiri atas lima dimensi utama (Fuglseth dan Gronhang, 1997). Fokus lima dimensi manajemen proses tersebut berada pada fungsi-fungsi kualitas, efisiensi, respons terhada waktu, aktivitas kerja, dan biaya proses. Untuk mendapatkan profitabilitas bisnis korporasi/perusahaan yang maksimal, organisasi kerja harus berpikir untuk menekan tingkat biaya proses, mengurangi tingkat kegagalan produk/proses, dan secara bersinergi berupaya mengembangkan dan meningkatkan kualitas produk/proses. Oleh karena itu, manajemen proses adalah saslah satu perangkat kerja strategi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tersebut. Manajemen proses terdiri atas lima fase aktivitas, yaitu: 1. Pemetaan proses 2. Diagnosis proses 3. Desain proses 4. Implementasi proses 5. Pemeliharaan proses Pemetaan proses adalah salah satu aktivitas awal yang paling penting dalam manajemen proses yang fungsinya untuk mendefinisikan proses-proses dan menangkap berbagai isu strategi. Pemetaan proses juga merupakan bagian dari fungsi-fungsi pengendalian desain proses dan pengembangan aktivitas kerja awal. Ketika objek serta fungsi-fungsi proses terdefinisi tersebut sudah terpenuhi dan terdokumentasi, maka aktivitas diagnosis sudah dapat dilaksanakan. (Hidayat, 2007, P42)
30
2.8.17 Six Sigma dan Manajemen Proses Terdapat berbagai macam aspek dalam manajemen proses yang tidak hanya berkisar pada masalah-masalah kualitas dan fungsi-fungsinya yang bersifat menyeluruh. Fokus utama manajemen proses adalah memastikan besar kecilnya biaya penganggaran, efisiensi, dan pemanfaatan waktu. Akan tetapi, masalah konsistensi kinerja dan kapabilitas proses tidak mendapat perhatian penuh dalam manajemen proses tersebut. Dalam kondisi seperti ini, Six Sigma adalah suatu langkah strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan konsistensi kinerja dan konsistensi kapabilitas proses. Metode Six
Sigma
digunakan
secara
bersama-sama
dengan
manajemen
proses
untuk
keberlangsungan fungsi-fungsi penjaminan kualitas dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kinerja proses dan kapabilitas proses yang ada. (Hidayat, 2007, P45)
2.8.18 Pendekatan Six Sigma Dalam inisiatif Six Sigma dikenal dua pendekatan praktis, yaitu (Hidayat, 2007, P51): 1. Six Sigma Process Improvement (SSPI) SSPI adalah metode kualitas dengan pendekatan pada strategi pengembangan dan peningkatan produk/proses tanpa harus melakukan berbagai perubahan pada desain proses atau pada fundamental struktur proses yang sudah ada. metode tersebut hanya mencari solusi dari permasalahan-permasalahan yang muncul pada proses dan variasi-variasi kinerja proses. 2. Design For Six Sigma (DFSS) DFSS adalah metode kualitas dengan pendekatan strategi yang secara tegas melakukan berbagai perubahan pada desain pada fundamental struktur proses. Tujuan DFSS adalah mencari jawaban desain proses maksimal berdasarkan pada nilai-nilai kepuasan konsumen (internal-eksternal) yang berlaku secara konsisten dengan fungsi-fungsi proses kerja.
31
2.8.19 Six Sigma Process Improvement (SSPI) Dalam program/proyek pengembangan dan peningkatan Six Sigma, tim kerja yang ditunjuk akan menyeleksi berbagai strategi peningkatan proses Six Sigma yang bersifat regular. Kemudian lima tahapan proses diterapkan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan proses yang sudah ada. (Hidayat, 2007, P25) Kelima tahap tersebut adalah: •
Pendefinisian berbagai permasalahan proses dan kebutuhan konsumen.
•
Pengukuran cacat-cacat (defect) dari aktivitas operasional proses (kuantitatif maupun kualitatif).
•
Analisis data sebagai dasar pemecahan masalah yang ada.
•
Meningkatkan proses dan memangkas penyebab-penyebab terjadinya cacat (defect).
•
Pengendalian proses dan memastikan cacat-cacat (defect) tidak terjadi lagi. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) merupakan tahapan/fase-fase
dalam proses perbaikan six sigma. Ada banyak model perbaikan yang diterapkan pada proses selama bertahun-tahun sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar dari model tersebut didasarkan pada langkah-langkah yang dikenalkan oleh W. Edwards Deming yang dikenal dengan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Seperti model-model perbaikan lainnya, DMAIC juga didasarkan pada siklus PDCA. DMAIC merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang terstruktur yang banyak digunakan di dalam bisnis. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P40-41)
32
Gambar 2.2 Siklus DMAIC Sumber : http://www.sixsigmainstitute.com/images/DMAIC.png
Define Langkah pertama di dalam proses DMAIC adalah perumusan yang mencakup pemilihan masalah yang harus diatasi, menemukan kesempatan untuk melakukan perbaikan, menggalang komitmen dari semua pihak yang berkepentingan, serta pemahaman proses-proses yang terlibat dan kebutuhan pelanggan dengan perspektif tingkat tinggi. Pada tahap ini tim pelaksana mengidentifikasi masalah, spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan cacat atau biaya dan target waktu). (Evans dan Lindsay, 2007, P62) Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan, dan membangun tim. fase ini tidak banyak menggunakan statistik, tools
33
statistik yang sering dipakai pada fase ini adalah diagram cause & effect dan diagram pareto. kedua tool statistik tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan prioritas masalah. (www.wikipedia.org)
Define mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. (Gaspersz, 2007, P50)
Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan dan membangun tim. (Hendradi C, Tri, 2007, P12)
Measure Langkah kedua dalam proses DMAIC adalah pengukuran, yang berfokus pada pemahaman kinerja proses yang dipilih untuk diperbaiki pada saat ini, serta mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk analisis. Tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur, mengidentifikasi karakteristik kualitas, misalnya dengan mengumpulkan data, membuat diagram Pareto dan sebagainya. (Evans dan Lindsay, 2007, P112)
Measure adalah fase mengukur tingkat kinerja saat ini, sebelum mengukur tingkat kinerja biasanya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap sistem pengukuran yang digunakan. (www.wikipedia.org) Pengukuran adalah salah satu tahap yang paling penting dalam program atau proyek pengembangan dan peningkatan Six Sigma. Dalam tahap ini adalah tahap pengumpulan data-data kuantitatif maupun kualitatif melalui berbagai analsis dan evaluasi pada tingkat kinerja proses yang sedang berjalan. (Hidayat, 2007, P55)
Measure/pengukuran adalah mengukur kinerja proses pada saat sekarang aagar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan
34
mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja kunci. (Gaspersz, 2007, P50)
Analyze Analyze merupakan fase DMAIC yang paling “tidak dapat diprediksi”. Alat-alat yang digunakan dan pesanan-pesanan dimana analyze diterapkan, akan banyak tergantung pada masalah serta prosesnya dan pada bagaimana suatu masalah didekati. Saat diterapkan pada perbaikan proses, analyze dapat disajikan dalam sebuah siklus. Siklus didapatkan dengan menghasilkan dan dengan mengevaluasi “hipotesis-hipotesis” terhadap penyebab masalah. Di sini anda dapat memasukkan siklus (a) dengan melihat pada proses dan data untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab yang mungkin; atau (b) di mana anda memulai dengan sebuah penyebab yang diperkirakan dan berusaha memvalidasi atau menyangkalnya melalui analisis. Ketika anda menemukan bahwa sebuah hipotesis ternyata tidak benar, anda mungkin harus kembali ke awal siklus untuk datang dengan sebuah penjelasan yang sama sekali baru. Tetapi bahkan penyebabpenyebab yagn “tidak benar” pun merupakan peluang untuk memperbaiki dan mempersempit penjelasan anda terhadap masalah. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P277) Fase analyze merupakan fasemencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. masalah-masalah yang timbul terkadang sangat kompleks sehingga membuat kita bingung mana yang akan kita selesaikan. (www.wikipedia.org) Analisis/analyze adalah mengidentifikasi pemeriksaan terhadap proses, fakta dan data untuk mendapatkan pemahaman mengenai mengapa suatu defect terjadi dan dimana terdapat kesampatan untuk melakukan perbaikan. (Evans dan Lindsay, 2007, P160)
35
Analyze dapat menganalisis hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. (Gaspersz, 2007, P50)
Improve Tahap improve/perbaikan adalah tindakan untuk mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki system berdasarkan hasil analisa terlebih dahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya. Jika hasilnya bagus, maka akan dibuat prosedur bakunya. (Evans dan Lindsay, 2007, P200)
Improve adalah fase meningkatkan proses(x) dan menghilangkan sebab-sebab cacat. pada fase measure anda telah menetapkan variabelfaktor (x) untuk masingmasing variabel respons(y). pada fase improve banyak melibatkan uji Design of
Experiment (DoE). DoE merupakan suatu uji dengan mengubah-ubah variabel faktor sehingga penyebab perubahan pada variabel respon diketahui. (www.wikipedia.org) Selama fase improve anda perlu mencari cara-cara untuk memaksimalkan manfaat usaha anda. Jika ada cara-cara diman solusi terbatas anda dapat membantu memperbaiki masalah lainnya, maka anda seharusnya memanfaatkannya – asalkan resikonya dapat diterima. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P277)
Control Pengendalian/control merupakan aktivitas untuk memastikan agar perbaikan proyek selalu terjaga memalui pemantauan tolak ukur kinerja utama. Fase pengendalian berfokus pada bagaimana menjaga perbaikan agar terus berlangsung dan meyakinkan proses perbaikan yang telah terjadi tidak lekang oleh waktu. (Evans dan Lindsay, 2007, P236)
36
Control adalah fase mengendalikan kinerja proses (x) dan menjamin cacat tidak muncul kembali. tool yang umum digunakan adalah diagram kontrol. fungsi umum diagram kontrol adalah sebagai berikut (www.wikipedia.org): •
Membantu mengurangi variabilitas
•
Memonitor kinerja setiap saat
•
Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan
2.8.20 Keuntungan Potensial DMAIC Alasan organisasional dan alasan muatan mengapa anda dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi sebuah model perbaikan baru sebagai bagian dari usaha Six Sigma. Atau jika saat ini anda tidak memiliki proses pemecahan masalah, maka DMAIC menawarkan keuntungan ketimbang yang lainnya. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P161-162) 1. Membuat awal yang baik ; jika model perbaikan yang sudah ada dirasakan sebagai bagian dari inisiatif kualitas yang gagal dan tidak dipercaya – atau jika model tersebut jarang digunakan – maka DMAIC dapat membantu anda untuk meletakan Six Sigma sebagai suatu pendekatan yang sungguh-sungguh berbeda dan lebih baik, bagi perbaikan bisnis. 2. Memberikan sebuah konteks yang baru terhadap alat-alat yang familier ; memperkenalkan sebuah model yang baru (yang lebih baik) merupakan dasar pemikiran yang positif untuk memberikan peluang yang segar bagi banyak orang untuk
mempelajari
dan
mempraktikan
alat-alat
familier
–
dan
untuk
menambahkan alat yang baru. 3. Menciptakan sebuah pendekatan yang konsisten ; keputusan untuk mengambil suatu model dan tetap pada model tersebut dapat menjadi cara yang penting bagi bisnis anda untuk melangkah ke dalam kekuatan Six Sigma.
37
4. Memprioritaskan pelanggan dan pengukuran ; keuntungan potensial lain dari model DMAIC adalah penekanannya pada dua komponen kritis sistem Six Sigma. Sebagai contoh, validasi persyaratan pelanggan merupakan sub langkah kunci dari tahap define. Hal ini tidak ditemukan di sebagian besar model kualitas sebelumnya. 5. Menawarkan jalur perbaikan proses dan juga perancangan/perancangan ulang proses untuk perbaikan ; salah satu terobosan sistem Six Sigma adalah terletak pada kemampuannya untuk lepas dari perdebatan yang tanpa ujung megenai TQM vs reengineering. Tim-tim perbaikan dalam Six Sigma mempuanyai sebuah pilihan yang sah untuk memperbaiki atau merancang ulang sebuah proses bermasalah. DMAIC dapat membantu mereka membuat pilihan tersebut.
2.8.21 Tools Six Sigma 2.8.21.1 Diagram Alir (flowchart) Peta proses (process map) atau diagram alir (flowchart) mengidentifikasi urutan aktivitas atau aliran berbagai bahan baku dan informasi di dalam suatu proses. Peta proses dapat membantu orang-orang yang terlihat dalam proses tersebut untuk memahaminya secara lebih baik dan lebih objektif dengan cara memberikan gambaran mengenai langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Peta proses disusun dengan cara melibatkan orang-orang yang terlibat dalam proses tersebut pegawai, supervisor, manajer, dan pelanggan untuk membuatnya. Setelah diagram alir dibuat, diagram ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber kesalahan atau cacat, variasi yang tidak diinginkan, dan kesempatan-kesempatan untuk melakukan perbaikan. Diagram alir dapat membantu proses untuk lebih baik, mengidentifikasikan area kritis atau bermasalah dan mengidentifikasi perbaikan yang dapat dilakukan. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam membuat diagram alir yaitu suatu proses yang besar
38
mulailah dengan membuat aliran kegiatan-kegiatan utama. Kemudian buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan utama. (Evans dan Lindsay, 2007, P177-178) Dalam diagram alir proses, personil/tim kerja dipersyaratkan sudah memahani proses-proses secara penuh. (Hidayat, 2007, P300) •
Menyusun diagram alir berdasarkan langkah-langkah dan pentahapan proses aktual.
•
Menyusun diagram alir harus diawali dengan langkah proses awal yang sudah benar.
•
Permasalahan yang ada dalam proses sudah terpecahkan dan tersolusi dengan baik. (Perlu diperhatikan bahwa setiap ketidakakurasian akan berdampak buruk pada proses selanjutnya) Terdapat banyak cara dan metode untuk menggambarkan sebuah flow chart.
Beberapa paket software komputer didesain untuk menggambar flow chart. Tidak ada metode yang paling baik atau buruk dalam menggambarkan flow chart. Yang perlu diperhatikan adalah konsisten dalam menggunakan simbol yang dipilih dan pastikan bahwa produk akhir yang dihasilkan dapat dipahami oleh orang semua yang diinginkan. Simbol-simbol yang digunakan dalam flow chart dapat dilihat dalam gambar berikut. (Yamit, 2004, P46) Tabel 2.2 Simbol-simbol diagram alir Simbol
Deskripsi Simbol terminal: mengidentifikasi awal atau akhir dari sebuah proses Simbol aktivitas: mengidentifikasi aktivitas sebuah proses
Simbol decision point: biasanya keputusan ya atau tidak
Simbol flow line: anak panah mengidentifikasikan arah aliran
Sumber: Yamit, 2004, P46
39
2.8.21.2 Critical to Quality (CTQ) Salah satu aspek dasar dari metodologi Six Sigma adalah mengidentifikasi hal-hal yang bersifat penting untuk kualitas (critical to quality) yang menentukan kepuasan pelanggan. Dalam proses menghasilkan produk maupun jasa, amatlah penting untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan internal untuk aktivitasaktivitas yang berkaitan dengan prngendalian proses untuk menjaga agar produk tersebut memenuhi CTQ. Jika CTQ tidak terpenuhi, maka perusahaan harus membangun system pengukuran dan pengendalian yang lebih baik. (Evans dan Lindsay, 2007, P16) Setelah semua varibel yang dipandang penting oleh pelanggan didapatkan dan diberi nilai terukur (varibel terukur tersebut disebut CTQ). dengan kata lain CTQ adalah sebuah karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan (pelanggan internal atau eksternal). (www.wikipedia.org) CTQ dapat diklasifikasi ke dalam tiga kategori, seperti yang disarankan oleh profesor dari Jepang, Noriaki Kano (Evans dan Lindsay, 2007, P96): 1. Penyebab ketidakpuasan ; sesuatu yang diharapkan di dalam suatu produk atau jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh, yang tidak diminta secara langsung pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam produk tersebut. Jika fitur-fitur ini tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas. 2. Penyebab kepuasan ; sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem anti kunci. Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini biasanya tidak diminta oleh pelanggan, memenuhi kebutuhan ini akan menciptakan kepuasan. 3. Pembuat senang ; fitur baru atai inovatif yang tidak diharapkan oleh pelanggan. Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prakiraan cuaca di radio atau
40
kontrol audio kursi belakang yang terpisah yang memberi kesempatan pada anakanak
untuk mendengarkan
musik yang
berbeda
dari
orang
tua
mereka,
menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. Pemahaman akan CTQ pelanggan akan membantu kita untuk menyeleksi proyekproyek Six Sigma yang terpenting. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman akan suara pelanggan (voice of customer), yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri. Beberapa pendekatan penting untuk mengumpulkan informasi pelanggan antara lain adalah (Evans dan Lindsay, 2007, P97): •
Kartu komentar dan survey formal
•
Fokus grup
•
Kontak langsung dengan pelanggan
•
Intelijen lapangan
•
Analisis keluhan pelanggan
•
Pengawasan melalui internet
2.8.21.3 Peta Kendali (Control Chart) Pada tahun 1920, Walter dari Bell Laboratories telah mempelajari data hasil dari berbagai proses serta membedakan mana terjadinya variasi yang khusus dan yang umum. Walter mengembangkan alat sederhana yang dapat memisahkan kedua jenis variasi tersebut yang berupa bagan kendali proses atau yang biasa disebut dengan
control chart. Render dan Heizer (2001) mengungkapkan bahwa suatu proses dikatakan terkendali secara statistik apabila sumber terjadinya variasi hanya dikarenakan oleh sebab yang alami (umum). Proses ini digambarkan ke dalam peta kendali proses lewat pendeteksian dan penghapusan sebab – sebab variasi yang khusus. Setelah tergambarkan dalam peta,
41
barulah kemampuan dan kinerja dapat ditentukan untuk memenuhi apa yang diharapkan. Bagan pengendalian merupakan grafik yang memperlihatkan apakah sampel berada dalam batas pengendalian statistik. Bagan pengendalian ini dapat dikategorikan untuk atribut dan variabel yang tiap kategorinya memiliki bagan pengendalian yang berbeda. Sampel diambil dari keseluruhan kumpulan produk yang disebut juga dengan inspection lot. Agar sesuai dengan tujuan, maka sampel yang diambil harus representatif. Setiap sampel diambil, rata – rata dari sampel akan diplotkan berupa titik dalam bagan pengendalian. (Ma’arif dan Tanjung, 2003, P79)
Gambar 2.3 Bagan Pengendalian Proses Sumber : http://web.utk.edu/~leon/stat566/class/handouts/pnpchart/Image5.gif Macam-Macam Peta Kendali Bentuk peta kendali bermacam-macam sesuai dengan macam datanya. Beberapa data didasarkan pada pengukuran, seperti pengukuran unit komponen, atau hasil dari sebuah proses kimia. Ini dikenal dengan nilai indiskrit atau data kontinyu. Data yang lain didasarkan pada perhitungan, seperti jumlah artikel cacat atau jumlah rusak. Mereka
42
dikenal sebagai nilai diskrit atau data yang dihitung. Peta kendali yang didasarkan pada dua kategori data yang digunakan dalam setiap kasus tergantung pada dasar nilai indiskrit atau nilai diskrit. Peta kendali juga dapat dibagi dalam dua tipe sesuai dengan penggunaannya. Peta kendali memberikan banyak informasi atas data yang digambarkan dalam ukuran kronologis dan menunjukan bagaimana pengaruh berbagai faktor yang berubah selama periode waktu. (Nasution H, Arman, 2006, P308-309) Tabel 2.3 Tipe data dan peta kendali Tipe data
Peta kendali yang digunakan
Indiskrit
x-bar – R
Diskrit (jumlah cacat)
P, np
Contoh: jumlah lubang kecil dalam
u
sepotong, berbeda dalam luas Contoh: jumlah lubang kecil dalam
c
luas tertentu Sumber : (Nasution H, Arman, 2006, P309) Peta Kendali p Sebuah peta p adalah satu peta yang menunjukan jumlah cacat. Peta p digunakan bila ukuran subgrup tidak konstan, berbeda dengan peta np yang digunakan saat ukuran subgrub konstan. Peta p menunjukan karakteristik rata-rata dan dispersi proses. (Nasution H, Arman, 2006, P316) Bagan pengendalian untuk sifat barang yang didasarkan pada proporsi produk – produk yang ditolak disebut juga dengan P-chart. Langkah menyusun suatu bagan pengendalian untuk sifat – sifat barang dimulai dengan mengambil sampel secara acak. Sampel tersebut 100% diperiksa dan kemudian proporsi kerusakan dalam sampel
43
ditentukan. Oleh karena itu, prosedur pendekatan P-chart hampir mirip dengan X-chart yang juga berdasarkan teorema kecenderungan batas terpusat. Rumus untuk batas pengendalian P-chart adalah(Ma’arif dan Tanjung, 2003, P84-85): UCL = P-bar + z σp LCL = P-bar - z σp Dimana: P-bar = rata – rata bagian yang rusak pada sampel. Z = standar deviasi dimana bila z = 2 untuk batasan 95.5% dan z = 3 untuk batasan 99.7% σp = standar deviasi distribusi sampel = √[(p-bar(1 – p-bar)) / n] dimana n adalah ukuran tiap sampel.
Peta Kendali u Pada peta kendali u digunakan dalam hubungannya dengan jumlah cacat seperti ketidaksempurnaan bahan tenunan atau lubang pen dalam kawat enamel, dan bila bahan diperiksa dengan luas dan panjang yang tidak tetap. Berbeda dengan peta kendali c yang digunakan saat bahan yang diperiksa memiliki luas dan panjang yang konstan. (Nasution H, Arman, 2006, P320) Rumus untuk batas pengendalian peta kendali u adalah (Nasution H, Arman, 2006, P322): UCL = u-bar + 3√(u-bar/n) LCL = u-bar - 3√(u-bar/n) Dimana: u-bar = rata – rata dari jumlah yang cacat dan produksi per unit n = ukuran tiap sampel.
44
2.8.21.4 Defect per Million Opportunities (DPMO)
Six Sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran kualitas yang berlaku secara umum. Dalam terminologi Six Sigma, sebuah cacat (defect), atau ketidaksesuaian (nonconformance), adalah kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan. Unit kerja (unit of work) adalah output suatu proses atau tahapan proses. Kualitas output diukur dalam tingkat kecacatan per unit (defect per unit – DPU). Akan tetapi, jenis pengukuran output seperti ini cenderung
lebih
berfokus
pada
produk akhir, bukan pada proses yang menghasilkan produk tersebut. Selain itu, cara ini sulit diterapkan pada proses dengan tingkat kesulitan yang berbeda, sehingga menyulitkan perbandingan. Konsep Six Sigma mendefinisikan ulang pengertian kinerja kualitas sebagai tingkat kecacatan per juta kemungkinan (defect per million opportunities – DPMO). (Evans dan Lindsay, 2007, P42-43)
DPMO = Jumlah cacat yang ditemukan Kemungkinan kesalahan
x1.000.000
Tabel 2.4 Konversi level sigma
Yield (kemungkinan hasil
DPMO
Sigma
30,9
690.000
1,0
69,2
308.000
2,0
93,3
66.800
3,0
99,4
6.210
4,0
99,98
320
5,0
99,9997
3,4
6,0
tanpa cacat – dalam %)
Sumber: Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P31
45
Pengukuran level sigma juga dapat dilakukan dengan menggunakan program
calculate sigma. Variabel-variabel yang diperlukan untuk mendapatkan hasil dari program ini antara lain adalah jumlah kecacatan, jumlah unit yang diinspeksi, dan peluang cacat per unit. Dengan diketahui hal-hal tersebut, maka DPMO sekaligus level sigma suatu proses dapat langsung diketahui.
Gambar 2.4 Six Sigma Calculator Sumber: www.spcwizard.com
2.8.21.5 Cost of Poor Quality – COPQ Dimensi kinerja penting yang tidak ditangkap oleh ukuran defect atau sigma adalah
dollar impact dari defect, sering disebut dengan “Cost of Poor Quality” atau CPQ. Pelaksana Six Sigma di dalam suatu perusahaan didorong untuk membuat COPQ menjadi bagian kunci dari usaha dini pengukuran mereka. Angka COPQ sering lebih berarti bagi para pemimpin bisnis atau pihak lain yang tidak memiliki latar belakang Six Sigma. Karena tidak seperti sigma atau DPMO, COPQ menggunakan satu bahasa yang hamper semua orang memahaminya: uang. Ukuran-ukuran COPQ dapat merupakan cara yang
46
sangat berguna untuk memperkuat konsensus dan untuk meningkatkan serta membantu untuk memilih masalah-masalah dengan manfaat bottom line yang jelas. Dasar pemikiran untuk mengeksplorasi berbagai ukuran proses adalah untuk memberikan input yang lebih baik saat menentukan prioritas untuk perbaikan. Dengan data yang baik dan ukuran-ukuran kinerja proses seperti Yield, DPMO, sigma, atau COPQ – terutama jika ukuran-ukuran mencakup sebagian besar dari proses kunci yang berfokuskan pelanggan – maka organisasi dapat mencari bidang-bidang yang mempunyai “kesenjangan” terbesar ataupun perhatian-perhatian utama. Ukuran-ukuran ini
merupakan
titik
awal
untuk
melacak
perbaikan,
membuat
agar
dapat
mendokumentasikan keuntungan dari kinerja-kinerja yang telah ditingkatkan. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P249-250)
Six Sigma dapat memberikan dampak yang signifikan pada biaya kualitas karena fokusnya keuntungan financial. Bahkan suatu studi menunjukan bahwa tiga tolak ukur utama yang digunakan untuk mengukur kesuksesan Six Sigma adalah pengurangan biaya produktivitas dan peningkatan pendapatan. Banyak proyek Six Sigma bergokus pada pengurangan biaya yang dihasilkan oleh kualitas rendah, serta perbaikan desain yang akan meningkatkan kepuasan pelanggan, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan. (Evans dan Lindsay, 2007, P85)
2.8.21.6 Diagram Pareto (Pareto Chart) Diagram Pareto merupakan diagram batang yang khusus yang membagi satu kelompok berdasarkan kategori, dan membandingkannya dari yang terbesar sampai terkecil. Diagram ini digunakan untuk mencari bagian terbesar dari masalah, atau kontributor terbesar dari penyebab masalah. Diagram pareto membantu mengetahui hal atau masalah yang mana yang memiliki pengaruh paling besar, sehingga dapat memfokuskan proyek dan solusi kepada hal-hal yang paling berpengaruh. Diagram
47
pareto mengacu kepada “Hukum 80-20” : kebanyakan masalah (80) berasal dari sedikit penyebab (20). (Pande dan Holpp, 2005, P85) Manfaat diagram pareto adalah cocok digunakan pada tingkatan yang bervariasi dalam program perbaikan mutu untuk menentukan langkah apa yang harus diambil selanjutnya. (Miranda dan Tunggal , 2006, P71) Diagram pareto digunakan untuk memprioritaskan masalah yang harus ditangani dengan aturan pengelompokan 80-20. 20% dari kecacatan akan menyebabkan 80% masalah. (www.wikipedia.org) Distribusi pareto adalah salah satu jenis distribusi dimana sifat-sifat yang diobservasi diurutkan dari yang frekuensinya terbesar hingga terkecil. Analisis pareto sering kali digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan di lembar pemeriksaan. Penggambaran secara visual seperti ini dengan jelas akan menunjukan ukuran relatif suatu kecacatan dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan untuk melakukan perbaikan. Masalah-masalah yang paling signifikan atau memiliki biaya yang paling tinggi akan segera tampak menonjol. Diagram pareto dapat juga menunjukan dampak program-program perbaikan seiring waktu. (Evans dan Lindsay, 2007, P87-89) Langkah-langkah membuat analsis pareto: 1. Tentukan kelompok (kategori pareto) untuk diisi grafik ; Bila data tidak tersedia, bisa diperoleh dari checksheet atau logsheet. 2. Pilih interval waktu analisis ; harus lebih lama untuk memberikan kinerja yang baik. 3. Tentukan kejadian keseluruhan (biaya, jumlah cacat, dan sebagainya) untuk tiap kategori. 4. Hitung prosentase tiap kategori dengan membagi total tiap kategori dengan total keseluruhan kategori lalu kali 100%.
48
5. Beri peringkat kategori dari kejadian yang paling sering hingga yang paling jarang (besar sampai kecil). 6. Hitung “persentase kumulatif” dengan menambah persentase kategori dengan kategori selanjutnya. 7. Buat grafik dengan axis vertikal dari kiri 0 – total keseluruhan ; Beri nama yang tepat untuk axis tersebut. Axis sebelah kanan diberi skala 0 – 100%. 8. Beri nama axis horizontal dengan nama kategori ; yang paling kiri seharusnya yang paling besar nilainya. 9. Gambar dalam bentuk batang untuk mewakili jumlah tiap kategori. 10. Gambar suatu garis yang menunjukan kolom persentase kumulatif tabel analisis pareto ; Persentase kumulatif ditentukan oleh axis vertikal kanan.
Gambar 2.5 Diagram Pareto Sumber: http://www.spcforexcel.com/files/images/airlinepareto.gif
2.8.21.7 Diagram Sebab-Akibat (Fishbone) Diagram sebab-akibat yang sering juga disebut dengan diagram tulang ikan (Fishbone) atau diagram Ishikawa bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor
49
penyebab (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram tersebut merupakan alat untuk mengukur dan menunjukan semua hal yang berhubungan dengan masalah-masalah tersebut. Diagram Cause & Effect digunakan untuk mengorganisasi informasi hasil
brainstorming sebab-sebab suatu masalah. diagram ini sering disebut juga dengan diagram fishbone karena bentuknya yang mirip dengan tulang ikan, atau diagram ishikawa untuk menghormati sang penemu. (www.wikipedia.org) Variasi dalam output proses dapat terjadi karena berbagai penyebab yagn telah kita catat sebelumnya. Suatu diagram sebab-akibat (cause-and-effect diagram) adalah metode grafis sederhana untuk membuat hipotesis mengenai rantai penyebab dan akibat serta untuk menyaring potensi penyebab dan mengorganisasikan hubungan antar variable. Kaoru Ishikawa memperkenalkan diagram sebab-akibat di Jepang, sehingga diagram ini juga disebut diagram Ishikawa. Karena strukturnya, diagram ini juga disebut diagram tulang ikan.
Gambar 2.6 Diagram tulang ikan Sumber: http://www.envisionsoftware.com/es_imgs/Fishbone_Diagram.gif
50
Pada akhir garis horizontal, sebuah permasalahan dituliskan. Setiap cabang yang menunjukan ke ranting utama mewakili suatu kemungkinan penyebab. Cabang-cabang yang menunjuk ke sebab-sebab merupakan kontributor dari sebab tersebut. Diagram ini mengidentifikasi penyebab yang mungkin dari suatu masalah sehingga pengumpulan data dan analisis lebih lanjut dapat dilaksanakan. Diagram sebab-akibat disusun dalam suatu atmosfer brainstorming. Semua orang dapat terlibat dan merasa bahwa mereka adalah bagian yang penting dari proses pemecahan masalah. biasanya kelompok-kelompok kecil yang diambil dari wilayah operasi atau manajemen bekerja dengan seorang fasilitator terlatih dan berpengalaman. Fasilitator tersebut bertugas memandu perhatian kepada diskusi mengenai masalah yang dibicarakan dan sebab-sebabnya, bukan pada pendapat. Sebagai teknik kelompok, metode sebab-akibat membutuhkan interaksi yang signifikan antar anggota kelompok. Fasilitator yang mendengarkan para peserta dengan hati-hati dapat mencatat ide-ide yang penting. Suatu kelompok dapat bekerja lebih efektif dengan cara memikirkan masalah tersebut secara lebih luas sambil mempertimbangkan faktor-faktor lingkugan, politik, kepegawaian, dan bahkan kebijakan pemerinyah, jika mungkin. (Evans dan Lindsay, 2007, P187) Langkah-langkah
pembuatan
diagram
sebab-akibat
(Miranda
dan
Tunggal,
2006,P73): 1. Tentukan yang akan diamati atau diperbaiki dan buat flowchart 2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah. (definisikan masalah yang akan diselesaikan) 3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. 4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dan menganalisa data yang ada.
51
5. Buat diagram sebab-akibat yang menunjukan hubungan
semua data dalam satu
kategori.
2.8.21.8 Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
Potential Problem Anaysis dan Failure Modes and Effects Analysis (PFMEA) adalah sistematika dari aktivitas yang mengidentifikasi dan mengevaluasi tingkat kegagalan (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses terutama pada bagian akar-akar fungsi produk/proses pada faktor-faktor yang mempengaruhi produk/proses. PFMEA juga merupakan bentuk-bentuk desain “rank order potential”, dan sebagai pendefinisi proses. Sebagai perangkat kerja metode kualitas, PFMEA berfungsi sebagai berfungsi sebagai pengilustrasi dan implementasi metode-metode kualitas yang sesuai, yaitu sebagai media pengeliminasi dan pereduksi adanya perubahan-perubahan nilai yang terjadi karena adanya “failure occurring”. Tujuan PFMEA adalah mengembangkan, meningkatkan, dan mengendalikan nilai/harga probabilitas dari “failure” yang terdeteksi dari sumber (input), dan juga mereduksi efek-efek yang ditimbulkan oleh kejadian “failure” tersebut. Fokus PFMEA adalah strategi preventif terhadap meningkatnya nilai faktor-faktor “non-conformance”, dan merupakan salah satu perangkat kerja dalam menganalisis resiko-resiko dalam sistem, produk, maupun proses. Dalam inisiatif Six Sigma, PFMEA dikolaborasikan dengan model Kano sebagai landasan penerjemahan tingkat-tingkat ekspektasi konsumen. Model Kano berperan dalam fungsi-fungsi pendefinsian praktis atas ekspektasi konsumen (termasuk definisi kepuasan konsumen), sedangkan PFMEA berperan sebagai perangkat kerja dalam mereduksi tingkat-tingkat ketidakpuasan konsumen dan bukan sebagai metode peningkatan kepuasan konsumen. (Hidayat, 2007, P244-245)
Potensial Problem Analysis dan Failure Modes and Effects Analysis, ini dua metode kunci pencegahan masalah yang diterapkan baik pada implementasi proses baru maupun
52
dalam
pelaksanaan
sehari-hari.
Keduanya
memulai
dengan
mendaftarkan
(brainstorming) berbagai hal yang dapat berjalan salah. Kemudian, masalah potensial diprioritaskan. Akhirnya, resiko terbesar pun dilindungi dengan mencari cara-cara untuk mencegah upaya tidak terjadi, juga cara-cara untuk membatasi kerusakan jika sudah terjadi (disebut “kontingensi”). (Pande dan Holpp, 2005, P91) FMEA merupakan seperangkat pedoman, proses dan format untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah
penting (kegagalan). Tujuan dari FMEA adalah untuk
mengidentifikasi semua cara dimana kegagalan dapat terjadi, untuk mengestimasi dampak dan keseriusan dampak dari kegagalan tersebut, serta untuk merekomendasikan tindakan perbaikan yang bersifat korektif. (Miranda dan Tunggal, 2006, P121) Dengan mendasarkan aktivitas mereka pada FMEA, seorang manajer, tim perbaikan, atau pemilik proses dapat memfokuskan energy dan sumber daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk memberikan hasil. Berasal dari industri-industri beresiko tinggi seperti pesawat terbang dan pertahanan, FMEA merupakan sebuah aplikasi yang lebih kuat dari konsep “analisis masalah potensial”. Metode FMEA mempunyai banyak aplikasi dalam lingkungan Six Sigma, dalam hal mencari berbagai masalah bukan hanya dalam proses serta perbaikan kerja, tapi juga dalam aktivitas pengumpulan data, usaha-usaha Voice of Customer, prosedur – dan bahkan dalam pelaksanaan inisiatif Six Sigma. Satu-satunya prasyarat adalah adanya situasi yang kompleks atau beresiko tinggi dimana anda perlu memberikan penekanan khusus untuk menghentikan masalah. (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P402) Langkah-langkah bagaimana FMEA bekerja (Pande, Neuman, dan Cavanagh, 2003, P403): 1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa
53
2. Mendaftarkan masalah-masalah potensian yang dapat muncul (Failure modes) ; pertanyaan dasar adalah: “Apa yang dapat salah?”. Ide-ide untuk masalah potensial mungkin berasal dari berbagai sumber, meliputi brainstorming, analisis proses,
benchmarking, dan sebagainya. Masalah-masalah dapat dikelompokan berdasarkan langkah proses atau komponen produk/jasa. Hindarilah masalah-masalah sepele. 3. Menilai masalah untuk kerumitan, probabilitas kejadian, dan detektabilitas ; dengan menggunakan skala 1-10, berikan skor pada masing-masing faktor untuk setiap masalah potensial. Masalah-masalah yang lebih serius mendapatkan rating lebih tinggi, demikian juga masalah yang sulit untuk dideteksi. Kembali, hal ini dapat dinilai atau didasarkan pada data historis atau data tes. 4. Menghitung “Risk Priority Number” atau RPN, dan tindakan-tindakan prioritas ; rating resiko keseluruhan diperoleh dengan mengalikan tiga skor bersama-sama. Dengan menambahkan RPN dari semua masalah, anda mendapatkan gambaran risiko total untuk proses atau produk/jasa. (RPN maksimum adalah 1.000) 5. Melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko ; dengan memfokuskan pertama-tama pada masalah-masalah potensial yang memiliki prioritas tertinggi, anda kemudian dapat memikirkan tindakan-tindakan untuk mengurangi salah satu atau semua faktor: keseriusan, kejadian, dan detektabilitas. manfaat kunci dari alat ini adalah untuk membuat sumber daya manajemen masalah – yang selalu tidak terbatas – memberikan manfaat terbaik. Definisi berbagai terminologi dalam FMEA adalah sebagai berikut (Pzydek, 2003, P596-597): 1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir. 2. Potential Failure Mode adalah penyebab kegagalan-kegagalan atau penyebab kecacatan yang mungkin terjadi. 3. Potential Failure Effect adalah efek-efek yang terjadi karena kegagalan tersebut.
54
4. Potential Cuases adalah kemungkinan penyebab terjadinya potential failure. 5. Severity (S) adalah penilaian tentang seberapa signifikan efek dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen. Penilaian untuk severity dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Pzydek, 2003, P598-599): Tabel 2.5 Rating untuk severity
Severity
Rating 1
Minor. Konsumen tidak akan mengetahui efek yang diakibatkan, atau konsumen akan menganggapnya tidak terlalu penting.
2
Konsumen akan mengetahui efek yang diakibatkan oleh cacat.
3
Konsumen akan merasa terganggu terhadap efek yang diakibatkan dan kinerja akan melemah.
4
Ketidakpuasan konsumen karena melemahnya kinerja.
5
Produktivitas konsumen akan melemah.
6
Konsumen akan komplain. Biasanya output yang dihasilkan akan perlu untuk diperbaiki atau dikembalikan. Biaya internal akan naik (scrap, rework, dan lain-lain)
7
Kritikal. Loyalitas konsumen akan melemah. Operasi internal akan sedikit terpengaruh oleh efek yang diakibatkan.
8
Hilangnya goodwill konsumen. Operasi internal sangat terganggu.
9
Keselamatan konsumen atau karyawan terganggu.
10
Sangat buruk. Konsumen maupun karyawan terancam bahaya tanpa warning. Pelanggaran dari ketentuan pekerjaan ataupun hukum.
Sumber : (Pzydek, 2003, P598)
55
6. Occurrence (O) adalah penilaian tentang seberapa sering penyebab kegagalan atau penyebab cacat ini akan terjadi. Penilaian untu occurrence dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Pzydek, 2003, P598-599): Tabel 2.6 Rating untuk occurence
Occurrence
Rating 1
Kemungkinan terjadi sangat kecil.
2
Failure rate yang terdokumentasi rendah.
3
Failure rate yang tidak terdokumentasi rendah.
4
Kegagalan terjadi dari waktu ke waktu.
5
Failure rate yang terdokumentasi sedang.
6
Failure rate yang tidak terdokumentasi sedang.
7
Failure rate yang terdokumentasi tinggi.
8
Failure rate yang tidak terdokumentasi tinggi.
9
Kegagalan sangat seting terjadi.
10
Kegagalan hampir selalu terjadi.
Sumber : (Pzydek, 2003, P598) 7. Detectability (D) adalah penilaian tentang seberapa mungkin sistem akan mengetahui penyebab kegagalan ketika terjadi. Penilaian untuk detectability dapat dilihat pada tabel di bawah ini, dimana p adalah probabilitas dari suatu kegagalan untuk tidak diketahui (Pzydek, 2003, P598-599):
56
Tabel 2.7 Rating untuk Detectability
Detectability
Rating 1
Hampir selalu diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (p = 0)
2
Kemungkinan untuk tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen sangat rendah. (0
3
Kemungkinan untuk tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen rendah. (0,01
4
Biasanya diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (0,05
5
Mungkin diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (0,20
6
Terkadang tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (0,50
7
Kemungkinan besar tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (0,70
8
Kemungkinan untuk dapat diketahui sebelum diterima oleh konsumen buruk. (0,90
9
Kemungkinan untuk dapat diketahui seebelum diterima oleh konsumen sangat buruk. (095
10
Pasti tidak akan diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (p=1)
Sumber : (Pzydek, 2003, P599) 8. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara (S), (O), dan (D). 9. Recommended Action adalah usulan-usulan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kegagalan-kegagalan atau cacat yang mungkin terjadi.
57
2.9 Kerangka Pemikiran
Mulai
Observasi Lapangan dan wawancara langsung
Literature Survey
Identifikasi Masalah
Measure (menentukan CTQ, membuat peta kendali, menghitung DPMO)
Analyze (Pareto Chart, Fishbone diagram)
Define (menggunakan flow chart)
Improve (membuat FMEA)
Hasil dan rekomendasi Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis
58
Control